1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya mencakup ikan, amfibi, amfibi, dan berbagai avertebrata penghuni avertebrata penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta ser ta lingkungannya. Di Indonesia, menurut UU RI No. 31/2004, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 45/2009, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, pemasa ran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan demikian, perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis. usaha agribisnis. Perairan payau atau brackish water merupakan perairan campuran antara air asin (laut) dan air tawar. Biaasanya perairan payau memiliki kandungan salinitas yang berfluktuatif tergantung dari suplay air asin dari laut. Namun pada umumnya Salinitas air payau relatif rendah (10-20 ppt) dan kadang-kadang bisa lebih rendah atau bahkan lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan perairan payau memiliki karakteristik yang unik dan dan bahkan sulit untuk diperkirakan. Menurut DKP (2004), diperkirakan potensi sumberdaya perikanan budidaya air payau adalah sebesar 913.000 ribu Ha, namun pemanfaatannya baru 45,42%. Menurut Kusnendar (2003), potensi lahan untuk pengembangan tambak di Indonesia diperkirakan sebesar 913.000 Ha, dan saat ini baru dimanfaatkan sekitar 350.000 Ha tambak yang terdiri dari: 10% (43.000 Ha) tambak intensif, 15% (67.700 Ha) tambak semi intensif, dan sisanya 75% (328.510 Ha) tambak
2
ektensif yang dikelola secara tradisional (dengan sedikit input teknologi) dengan komoditas utama ikan bandeng dan udang windu. Ikan bandeng adalah salah satu jenis ikan yang dapat dibudidayakan di laut maupun di tambak. Namun saat ini perkembangan bandeng masih lebih baik pada budidaya tambak. Hal ini wajar karena memang bandeng awalnya sangat baik dibudidayakan di tambak. Ikan yang dikenal dengan nama Inggrisnya milk fish ini banyak ditemui hasil pembudidayaannya di pulau Jawa utamanya Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ikan bandeng merupakan salah satu spesies ikan yang mempunyai nilai ekonomis untuk dikembangkan budidayanya. Jenis ikan ini sudah dikenal masyarakat luas dan sudah menjadi kegemaran serta kebutuhan konsumsi. Permintaan pasar akan ikan bandeng akhir-akhir ini terus mengalami peningkatan, sehingga hal ini menjadi suatu tantangan bagi pembudidaya untuk memenuhi permintaan tersebut. Kebutuhan konsumsi ikan bandeng terhadap masyarakat cukup tinggi, sedangkan jumlah produksi ikan bandeng tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat tersebut. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan pemanfaatan budidaya air payau terutama pada komoditas ikan bandeng. bandeng. Dikarena penulis tertarik dengan usaha budidaya air payau dengan komoditas ikan bandeng maka, penulis ingin mempelajari bagaimana usaha manajemen pemijahan ikan yang baik. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara merupakan salah satu balai perikanan yang menyediakan komoditas ikan bandeng. Berdasarkan hal tersebut maka dilaksanakanlah kegiatan Praktek Magang tentang
3
teknik pemijahan ikan bandeng (Chanos ( Chanos chanos) chanos ) untuk mengetahui lebih dalam bagaimana kegiatan pemijahan yang dilakukan dilakukan di BBPBAP Jepara, Jawa Tengah. 1.2. Tujuan
Tujuan dari diadakannya Praktek Magang ini adalah untuk : 1.
Untuk mengetahui atau mempelajari bagaimana proses kegiatan pemijahan ikan bandeng (Chanos ( Chanos chanos) yang baik yang dilakukan pada BBPBAP Jepara.
2.
Mengetahui permasalah yang ada dalam kegiatan pemijahan dan kemudian mencari alternatif pemecahan masalah tersebut.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan praktikum magang ini adalah agar mahasiswa dapat mempraktekkan proses pemijahan ikan bandeng (Chanos ( Chanos chanos) secara langsung, menambah wawasan, pengalaman dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang telah didapatkan untuk dijadikan bekal kedepannya dalam kehidupan sehari-hari.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
hanos chanos) chanos) 2.1. Biologi Ikan Bandeng ( C hanos hanos chanos) chanos) 2.1.1. Klasifikasi Ikan Bandeng ( C hanos
Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, chanos , bahasa Inggris Milkfish, Milkfish, dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Dane Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah.
Gambar 1. Ikan bandeng (Chanos chanos) Sumber: sahrilpiha03.wordpress.com Menurut Effendy (2009) taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, , Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata, Class : Osteichthyes,Ordo : Gonorynchiformes, Family : Chanidae, Genus : Chanos, Chanos, Spesies : Chanos chanos. hanoss chanos) chanos) 2.1.2. Morfologi Ikan Bandeng ( C hano
Ikan bandeng memiliki tubuh yang panjang, ramping, padat, pipih, dan oval menyerupai torpedo. Perbandingan tinggi dengan panjang total sekitar 1 : (4,0-5,2). Sementara itu, perbandingan panjang kepala dengan panjang total adalah 1 : (5,2-5,5) (Sudrajat, 2008). Ukuran kepala seimbang dengan ukuran
5
tubuhnya, berbentuk lonjong dan tidak bersisik. Bagian depan kepala (mendekati mulut) semakin runcing (Purnomowati, dkk., 2007). Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam lilin, berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di samping perut. Sirip punggung pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak jauh di belakang tutup insang dan, berbentuk segiempat. Sirip punggung tersusun dari tulang sebanyak 14 batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung dan berfungsi untuk mengendalikan diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang tubuh ikan bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-sirip lain. Pada bagian ujungnya berbentuk runcing, semakin s emakin ke pangkal ekor semakin lebar dan membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai kemudi laju tubuhnya ketika bergerak (Purnomowati, dkk., 2007). Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya, ikan bandeng menyukai hidup di air payau pa yau atau daerah muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak (Purnomowati, ( Purnomowati, dkk., 2007). Pertumbuhan ikan bandeng relative cepat, yaitu 1,1-1,7 % bobot badan/hari (Sudrajat, 2008), dan bisa mencapai berat rata-rata 0,60 kg pada usia 5-6 bulan jika dipelihara dalam tambak (Murtidjo, 2002). 2.1.3. Siklus Hidup
Ikan bandeng merupakan jenis ikan laut yang daerah penyebarannya meliputi daerah tropika dan sub tropika (Pantai Timur Afrika, Laut Merah sampai
6
Taiwan, Malaysia, Indonesia dan Australia). Di Indonesia penyebaran ikan bandeng meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Aceh, Sumatra Selatan, Lampung, Pantai Timur Kalimantan, sepanjang pantai Sulawesi dan Irian Jaya. (Purnomowati, dkk., dkk., 2007). Ikan bandeng termasuk jenis ikan euryhaline dimana dapat hidup pada kisaran kadar garam yang cukup tinggi (0 – 140 promil). Oleh karena itu ikan bandeng dapat hidup di daerah tawar (kolam/sawah), air payau (tambak), (t ambak), dan air asin (laut) (Purnomowati, dkk., 2007). 2.1.4. Kebiasaan Makan
Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya, (Purnomowati, dkk., 2007). Pada waktu larva, ikan bandeng tergolong karnivora, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivore. Pada ukuran juvenil termasuk ke dalam golongan herbivore, dimana pada fase ini juga ikan bandeng sudah bisa makan pakan buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng kembali berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi, algae, zooplankton, bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet (Aslamyah, 2008). 2008). 2.2. Pengelolaan Air
Salah satu faktor yang sangat menentukan dalam kehidupan dan pertumbuhan pada ikan adalah kualitas air, makanan, dan keadaan biologis ikan bersangkutan. Beberapa faktor kualitas air yang penting dalam pembenihan ikan
7
bandeng yaitu faktor kimia, faktor fisika, dan faktor biologi. biologi. Parameter kualitas air yang menentukan adalah : oksigen terlarut, karbondioksida, derajat keasaman, suhu, kandungan nitrit, kandungan kandungan amoniak, dan kadar garam air (salinitas ). Menurut Zakaria (2010) mengatakan bahwa suhu yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan bandeng berkiasar antara 24 sampai 31 °C. Hal ini juga didukung oleh pendapat Kordi (2005) bahwa suhu optimal untuk pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 23 sampai 32°C. Menurut Zakaria (2010), kandungan oksigen yang sesuai untuk pemeliharaan ikan bandeng tidak kurang dari 3 ppm. Kordi (2009) yang mengatakan bahwa ikan bandeng masih dapat tumbuh optimal pada pH 6.5 sampai 9. Sedangkan salinitas yang diperoleh yaitu berkisar antara 31 sampai 32 ppt. Kisaran ini masih sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng. Menurut Anonim, (2010) salinitas yang sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng berkisar 29 sampai 32 ppt. Salah satu faktor penyebab ikan mudah sekali terserang penyakit adalah pengelolaan air sebagai media pemeliharaan ikan yang tidak terkontrol dengan baik. Sehingga perlu dilakukan pengukuran kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui perubahan pada media air dan apabila terjadi perubahan akan lebih cepat dalam mengatasinya. Kualitas air untuk budi daya bandeng haruslah memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan sifat fisik ikan bandeng. Ada beberapa variabel vari abel penting yang berhubungan dengan kualitas air dimana variabel ini antara lain berkaitan pada. Kualitas air yang telah sesuai dengan kebutuhan ikan harus tetap dipertahankan. Bila terjadi perubahan mendadak, secepatnya diupayakan
8
pemulihan agar ikan tidak stress atau mati. Perhatian serius kearah ini akan menbuahkan hasil yang memuaskan Karena kualitas sangat erat hubungannya dengan menumbuhkan makanan alami. Air merupakan media paling penting dalam budidaya ikan. Kualitas air juga membutuhkan perhatian yang lebih serius agar dapat memenuhi syarat untuk mencapai kondisi air yang optimal sebagai salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Manajemen kualitas air adalah suatu usaha untuk untuk menjaga kondisi kondisi air tetap dalam kondisi baik untuk budidaya ikan dengan memperhatikan fisika, kimia, dan biologinya. Sifat fisika kualitas air adalah suhu, cahaya, kecerahan, warna air, kekeruhan serta padatan tersuspensi. Sedangkan untuk sifat kimianya yaitu pH, oksigen terlarut, amonia, CO2 dan nitrogen (Cahyono, (Cah yono, 2000). a). Parameter Kimia
Kandungan oksigen dan karbondioksida, derajat keasaman (pH), zat-zat beracun, dan tingkat kekeruhan air merupakan contoh sifat kimia air. Namun karena adanya kendala teknis sehingga parameter kimia yang diamati hanya derajat keasaman (pH) dan salinitas. a. Derajat Keasaman (pH) Pengamatan pH selama pemeliharaan berkisar antara 6,8 - 7,9. Ini berarti derajat keasaman pada pemeliharaan pembesaran bandeng masih dalam batas layak bagi kehidupan ikan bandeng. Derajat keasaman ini dianggap layak karena menurut Purnamawati (2002), pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar 6,5 – 9 9 dan kisaran ini merupakan kadar optimum untuk pertumbuhan ikan, apabila nilai pH melebihi kisaran nilai tersebut maka pertumbuhan ikan bisa terhambat.
9
Kisaran pH dibawah 4,5 atau di atas 10 menurut Buttner et al., al., (1993), dapat menyebabkan kematian pada ikan. b. Salinitas Hidup pada kisaran salinitas yang besar, mulai dari 0 – 35 35 ppt merupakan salah satu ciri khas ikan bandeng. Salinitas di tambak bandeng ini berkisar antara 6 – 10 10 ppt. Daya toleransinya yang tinggi terhadap perubahan kadar garam menurut pendapat Ismail dan Pratiwi (2002), menjadi salah satu faktor pendukung bagi ikan bandeng untuk tetap bertahan hidup. Tambak-tambak di musim penghujan salinitasnya cenderung di bawah 10 ppt atau di saat kemarau salinitasnya dapat mencapai di atas 30 ppt tetap bisa memelihara bandeng karena sifatnya yang euryhaline. euryhaline. c. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dalam suatu kegiatan perairan sangat diperlukan untuk pernafasan semua s emua organisme yang ada didalamnya. Oksigen dalam air dihasilkan melalui proses difusi dari udara, fotosintesa organisme autropik dan adanya aliran baru. Oksigen dalam air dapat berkurang oleh adanya proses difusi, respirasi dan reaksi kimiawi (oksidasi dan reduksi). Sampai saat ini belum ada hasil penelitian yang dapat menjelaskan secara tepat tentang kandungan oksigen tertinggi atau terendah yang dapat mengganggu kehidupan ikan. Namun dari informasi, kadar oksigen 3 ppm merupakan batas kritis bagi ikan untuk dapat tumbuh dengan baik. Lightner (1983) menjelaskan bahwa kadar oksigen tertinggi 250% saturasi atau lebih pada suhu 24-26 oC dan salinitas 35 ppt akan menyebabkan terjadinya emboli gas.
10
b). Parameter Fisika
Salah satu parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam pertumbuhannya karena suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan
pertumbuhan
badan
ikan.
Perubahan
suhu
yang
mendadak
dapat
menyebabkan kematian pada ikan meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal (Purnmawati, 2002). Hal ini didukung oleh pendapat Cholik (1986) dalam Purnamawati (2002), bahwa suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32 0C karena ikan-ikan tropis akan tumbuh baik pada kisaran tersebut. c). Aplikasi Probiotik
Salah satu langkah alternatif agar ikan tetap mempunyai pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen adalah dengan penggunaan probiotik. Hal ini menurut http://akuatika.net (2007), karena sifat probiotik yang bisa menjadi biokontrol melalui berbagai mekanisme misalnya memproduksi senyawa penghambat. Selain itu, muncul kekhawatiran aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap manusia dapat menyebabkan mutasi kromosom pathogen. Penggunaan probiotik ini dengan cara mengkultur kedua jenis probiotik tersebut melalui proses fermentasi. Probiotik bermanfaat, antara lain : mengaktifkan mikrobia yang terkandung dalam probiotik ( Activator ( Activator ), ), meningkatkan jumlah kandungan mikrobia ( Booster ( Booster ), ), mempermudah proses aktivasi (fermentasi), dan menekan biaya pemakaian probiotik. Sedangkan probiotik mempunyai manfaat, sebagai berikut : mempercepat pembentukan warna air terutama plankton yang menguntungkan, menjaga kestabilan parameter
11
kualitas air pada kondisi optimum, menekan mikrobia merugikan ( pathogen ( pathogen)) dengan meningkatkan dominasi mikrobia menguntungkan, dan meningkatkan produktivitas tambak. Probiotik mengandung Nitrosomonas sp, Nitrobacter sp, dan Bacillus sp yang berperan dalam proses peningkatan kesuburan tanah (pembentukan humus). Pemberian probiotik yang telah difermentasi yaitu sebanyak 0,5 ppm dan dilakukan setiap satu minggu sekali. 2.3. Pengendalian Pengendalian Penyakit dan Hama
Hama
di
tambak
dapat
dibagi
dalam
tiga
golongan
yaitu;
predator,kompetitor, dan organisme penggangu. Predator terdiri dari burung, lingsang, reptil, ikan dan manusia. Kompetitor termasuk ikan herbivore dan beberapa jenis moluska. Organisme penggangu terdiri dari berbagai species insekta dan cacing. Cara pemberantasan hama yang lazim dilakukan di tambak adalah pengeringan dan penggunaan beberapa jenis pestisida maupun racun tanaman. Tahap pertama pemberantasan hama adalah pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain berfungsi mengoksidasi bahan organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu pemberantasan berbagai ikan liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme hama lainnya. Apabila pengeringan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh, maka pada bagian yang tergenang ditambahkan obat pemberantas hama. Untuk keperluan ini dapat digunakan Rotenon dalam bentuk akar tuba ( Dheris sp) sp) sebanyak 4-5 kg/ha. Selain itu, dapat juga digunakan Saponin dalam bentuk biji (Camelia ( Camelia sinensis) sinensis) sebanyak 25-30 kg/ha atau nikotin dalam bentuk serbuk tembakau dengan dosis 200-500 kg/ha.
12
2.4. Seleksi Induk
Induk bandeng jantan dan betina sulit dibedakan baik secara morfologi, ukuran, warna sisik, bentuk kepala dan lain-lainnya. Namun pada bagian anal (lubang pelepasan) pada induk bandeng yang matang gonad menunjukkan anatomi yang berbeda (Rumiyati, 2012). Induk bandeng betina yang sudah siap memijah ditandai dengan ovariumnya yang sudah mengisi penuh rongga perut, serta telurnya berbentuk bulat dan jernih yang dapat di pindahkan ke dalam bak pemijahan. Sedangkan untuk induk bandeng jantan yang telah siap memijah ditandai dengan testis bewarna putih dan akan keluar tetesan te tesan sperma spe rma jika perutnya ditekan ke arah anus (Taufik,1993 dalam Badrudin, 2014). Untuk meningkatkan mutu induk yang akan digunakan dalam proses budidaya maka induk yang akan digunakan harus dilakukan seleksi. sele ksi. Seleksi ikan bertujuan untuk memperbaiki genetik dari induk i nduk ikan yang akan digunakan. Oleh karena itu dengan melakukan seleksi ikan yang benar akan dapat memperbaiki genetik ikan tersebut sehingga dapat melakukan pemuliaan ikan. Tujuan dari pemuliaan ikan ini adalah menghasilkan benih yang unggul dimana benih yang unggul tersebut diperoleh dari induk ikan hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktivitas (Reza, 2011). Induk yang unggul akan menurunkan sifat-sifatnya sifat-s ifatnya kepada keturunannya. Ciri – cirinya cirinya :
bentuk normal, perbandingan perbandingan panjang dan berat ideal. ukuran kepala relatif kecil, diantara satu peranakan pertumbuhannya paling cepat.
susunan sisik teratur, licin, mengkilat, tidak ada luka.
13
gerakan lincah dan normal.
umur antara 4-5 tahun.
2.5. Pemijahan
Ikan bandeng termasuk jenis ikan yang heteroseksual. Namun demikian masih sulit untuk membedakan antara bandeng jantan dan betina. Menurut Ahmad et al, (1993), siklus reproduksi bandeng dimulai dari perkembangan gonad yang berdasarkan nilai Gonade Somatic Indeks (GSI), diameter telur dan penampakan histologis gonad terbagi atas muda (immature), berkembang (developing), matang (mature), siap pijah (gravid) dan salin (spent). Bobot gonad pada fase matang berkisar 10-25 % berat tubuh. Indikator pemijahan adalah bandeng jantan dan betina beriringan dengan posisi jantan berada di belakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada saat pasang rendah dan fase bulan seperempat. Telur bandeng ditetaskan di perairan sedang sampai hangat dengan suhu 26 o sampai 32o C dengan salinitas air 2934o/oo. Di alam, telur berbentuk bulat dengan diameter 1,10-2,25 mm, tidak memiliki gelembung lemak, ruang perivitelin sempit, berasal dari hasil pemijahan induk bandeng di perairan pantai atau relung karang. Telur yang telah dibuahi menetas pada suhu 27-31 oC dalam waktu 25-35 jam setelah pembuahan, kemudian terbawa arus ke arah pantai. Pemijahan alami berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil yang tersebar di sekitar gosong karang atau perairan yang jernih dan dangkal sekitar pulau pada bulan-bulan Maret-Mei dan September-Januari. Jumlah telur yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan antara 300.000 sampai 1.000.000 butir.
14
Bandeng memijah secara alami pada tengah malam sampai menjelang pagi. Pemijahan bandeng berlangsung secara partial yaitu telur yang sudah matang dikeluarkan, sedang yang belum matang terus berkembang di dalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, satu ekor bandeng dapat memijah lebih dari satu kali. Di hatcheri, frekuensi pemijahan dapat ditingkatkan sampai 3 kali dalam setahun dengan implantasi hormon LH-Rha atau HCG. LH-Rha merupakan jenis hormon untuk mempercepet pematangan gonad hewan.
15
III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan pada Januari - Februari 2017, bertempat di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPPAP) Jepara, Jawa Tengah. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam pratek magang tentang Pemijahan Ikan Bandeng Chanos chanos, yaitu: Tabel 1. Alat Yang Digunakan Alat
Fungsi
Bak Induk
Sebagai wadah pemijahan induk ikan
Blower
Sebagai alat untuk aerasi penyuplai oksigen
Jaring
Sebagai penutup wadah pemijahan
Gayung
Sebagai alat pemberi pakan
Filter bag
Untuk menyaring air
Pompa air
Suplai air
DO meter
Untuk mengukur kadar O 2 terlarut
pH meter
Untuk mengukur pH pH air
Hapa
Tempat pengumpulan telur
Tandon
Untuk menampung air laut
Refraktometer
Untuk mengukur salnitas air
Mikroskop
Untuk pengamatan diameter telur
Tabung gelas
Untuk pengambilan sampel telur
Gelas beaker
Untuk pengambilan sampel telur
Skringnet
Alat untuk menghitung telur
16
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam pratek magang tentang Pemijahan Ikan Bandeng Chanos chanos, yaitu: Tabel 2. Bahan Yang Digunakan Bahan
Fungsi
Induk
Sebagai ikan yang akan dipijahkan
2 phenoxyethanol
Sebagai bahan untuk membius ikan
LHRH – a, a,
Sebagai bahan untuk mengacu pematangan gonad
Air laut
Media pemeliharaan induk
Kaporit
Sebagai desinfektan
Pakan Induk
Untuk pertumbuhan dan maintanance induk
Telur bebek
Untuk meningkatkan kandungan protein dalam pakan
Madu
Sebagai sumber energi
Vitamin E
Untuk memperbesar diameter telur
Vitamin C
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh
3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada Praktek Kerja Lapang ini adalah metode survey, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, partisipasi aktif, dan studi literatur. a. Observasi Observasi merupakan cara atau metode menghimpun keterangan atau data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan (Mania, 2008). b. Wawancara
17
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seorang responden (Notoatmodjo, 2010). c. Partisipasi aktif Partisipasi aktif adalah peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiyono, 2010). d. Studi literatur Studi literatur yaitu pengumpulan data berdasarkan referensi buku-buku atau literatur yang sudah ada yang berhubungan dengan pembenihan ikan. 3.4. Prosedur Praktikum
Adapun prosedur Praktek Magang yang dilakukan sebagai berikut : 3.4.1. Tahap Persiapan Sebelum Pelaksanaan Magang
Survey lokasi magang 1. Pengurusan perizinan magang 2. Pengajuan judul proposal 3. Penyusunan proposal kegiatan magang 3.4.2. Tahap Pelaksanaan Magang
1. Persiapan sarana dan prasarana pemijahan 2. Pengadaan Induk 3. Pemeliharaan Induk 4. Manajemen pakan 5. Pemijahan Induk 6. Pemanenan telur
18
3.5. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisislah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 2005). Data yang di peroleh selama praktek magang di analisa secara deskriptif dan ditabulasikan untuk memberikan gambaran tentang teknik pemijahan serta permasalahannya, kemudian dicari alternatif pemecahannya sesuai dengan kenyataan di lapangan yang mengacu pada literatur-literatur yang ada.
19
IV. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANG
4.1. Sejarah dan perkembangannya
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dalam perkembangannya telah tel ah banyak mengalami perubahan status maupun hirarkinya. Awal berdiri lembaga ini diberi nama Reserch Center Udang (RCU) pada tahun 1971 secara hirarki berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan Departemen Pertanian. Sasaran utama lembaga ini adalah meneliti siklus hidup udang dari telur hingga dewasa secara terkendali dan dapat dibudidayakan dilingkungan tambak. Reserch Center Udang (RCU) kemudian berganti nama menjadi Balai Budidaya Air Payau (BBAP) pada tahun 1997 yang secara struktural berada dibawah Direktorat Jenderal Perikanan – Departemen Pertanian. Setelah berubahnya nama tersebut fungsi semula juga berubah yang semula hanya pusat riset udang kini menjadi pusat banyak komoditi budidaya laut. Pada tahun 2000 setelah terbentuknya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, keberadaan BBAP masih dibawah Direktorat Jenderal Perikanan pada bulan Mei 2001, status BBAP ditingkatkan menjadi Eselon II dengan nama Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dibawah Direktorat Jenderal Budidaya, Departe men Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2014, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 6/Permen-KP/2014 nama Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara diubah menjadi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.
20
4.2. Letak geografis dan keadaan alam
Secara geografis Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara terletak di Desa Bulu, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah berada ditepi Pantai Utara Jawa tepatnya pada 110 039’11’’ BT dan 6035’10’’ LS. BBPBAP Jepara terletak di Kelurahan Bulu dengan batas-batas antara lain sebelah Barat berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan Kelurahan Demaan dan sebelah Utara dengan Kelurahan Kauman. Mayoritas penduduknya bermata pencarian sebagai petani dan nelayan, memiliki garis pantai sepanjang 3,67 km. Luas kompleks BBPBAP Jepara kurang lebih 64,5472 ha yang terdiri dari kompleks balai seluas 10 ha dan tambak seluas 54,5472 ha. Kompleks Balai terdiri dari perkantoran, perumahan, asrama, unit pembenihan, unit pembesaran, lapangan olah raga, auditorium dan laboratorium. BBPBAP Jepara dan sekitarnya merupakan daerah beriklim tropis dengan hujan terjadi pada bulan NovemberMaret, musim pancaroba terjadi pada bulan April-Juni dan musim kemarau terjadi pada bulan Juli-Oktober. 4.3. Visi dan Misi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.
Visi BBPBAP Jepara adalah mewujudkan balai sebagai unit pelaksanaan prima efektif, inovatif, produktif, terkemuka dan terpercaya. Misi BBPBAP Jepara adalah meningkatkan kualitas perekayasaan dan pengawalan budidaya melalui penerapan teknologi adaptif yang teruji.
21
4.4. Struktur organisasi tenaga kerja
Struktur
organisasi BBPBAP Jepara Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 6/Permen-KP/2014 tanggal 7 Februari 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau terdiri dari Kepala Balai, Bagian Tata Usaha yang terbagi menjadi dua yaitu Bagian Kegawaian dan Bagian Keuangan dan Umum, Bidang Uji Terap Teknik dan Kerjasama yang terbagi menjadi dua yaitu Seksi Uji Terap Teknik dan Seksi Kerjasama dan Informasi, Bidang Pengujian dan Dukungan Teknis yang terbagi menjadi dua Seksi Dukungan Teknis dan Seksi Produksi dan Pengujian serta Kelompok Jabatan Fungsional. Kelompok Jabatan Fungsional BBPBAP Jepara terdiri dari Perekayasa, Litkayasa, Pengawas Benih, Pengawas Budidaya, Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI), Penyuluh Perikanan, Pranata Humas, Pranata Komputer dan Pustakawan. Dalam melaksanakan sebagaimana berikut :
tugasnya
BBPBAP
Jepara
memiliki
fungsi
1. Identifikasi dan perumusan program pengembangan teknik budidaya air payau. 2. Pengujian standart pembenihan dan pembudidayaan ikan. 3. Pengujian alat, mesin, dan teknik pembenihan, serta pembudidayaan ikan. 4. Pelaksanaan bimbingan penerapan standart pembenihan dan pembudidayaan ikan. 5. Pelaksanaan sertifikasi mutu dan sertifikasi personil pembenihan dan pembudidayaan ikan. 6. Pelaksanaan produksi dan pengelolaan induk sejenis dan induk dasar.
22
7. Pengembangan teknis dan pegujian standart pengendalian hama dan penyakit ikan. 8. Pengembangan teknis dan pengujian satandart pengendalian lingkungan dan sumberdaya induk dan benih. 9. Pengelolaan
sistem
jaringan
laboratorium
penguji
dan
pengawasan
pembenihan dan pembudidayaan. pembudidayaan. 10. Pengembangan
dan
pengelolaan
sistem
informasi
dan
publikasi
pembudidayaan. 11. Pengelolaan keanekaragaman hayati. 12. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Struktur Organisasi Balai Besar Perikanan Peri kanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara terdiri dari : 1. Bidang Pelayanan Teknik 2. Bidang Standarisasi dan Informasi 3. Bagian Tata Usaha 4. Kelompok Jabatan Fungsional. Kelompok jabatan fungsional yang ada di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara yaitu : 1. Jabatan Fungsional Perekayasa 2. Jabatan Fungsional Litkayasa 3. Jabatan Fungsional Pengawas Benih 4. Jabatan Fungsional Pengawas Budidaya 5. Jabatan Fungsional Pengawas Hama dan Penyakit Ikan 6. Jabatan Fungsional Pustakawan
23
Untuk mempermudah koordinasi dan memperlancar pelaksanaan kegiatan sesuai Surat Keputusan Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara No. OT.310/X.491/2002k OT.310/X.491/2002k tanggal 1 Oktober 2002 dibentuk kelompok kegiatan perekayasaan sebagai berikut : 1. Kelompok Kegiatan Pembenihan Fin Fish 2. Kelompok Kegiatan Pembenihan Non Fin Fish 3. Kelompok Kegiatan Pembenihan Pakan Hidup 4. Kelompok Kegiatan Pakan Buatan 5. Kelompok Kegiatan Manajemen Kesehatan Hewan Akuatik 6. Kelompok Kegiatan Pengendalian Lingkungan Secara lengkap struktur organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. 4.5. Bentuk Usaha Permodalan BBPBAP Jepara
BBPBAP Jepara merupakan instansi dibawah kewenangan Direktorat Jenderal Kelautan dan Perikanan. Instansi ini menghasilkan paket-paket teknologi sehingga kerjasama dengan lembaga-lembaga lain perlu dilakukan dengan tujuan agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Pada tahun 1994-1995 pernah mengadakan
kerjasama
dengan
ASEAN
sebagai
komponen
yang
mengembangkan teknologi budidaya air payau. Selain itu juga dilakukan kerja sama dengan AADCP (ASEAN Aquaculture Development and Coordinating Preogramme) dimana BBPBAP Jepara mendapatkan bantuan untuk melaksanakan penilaian budidaya air payau di Indonesia, kegiatan pelatihan tingkat ASEAN serta untuk pelaksanaan kegiatan operasional BBPBAP Jepara. Dimana sumber dana untuk operasional tersebut secara umum berasal dari:
24
1. Anggaran Departemen Kelautan dan Perikanan RI yag terbagi 2 yaitu anggaran belanja dan anggaran pembangunan. 2. Proyek pengembangan rekayasa teknologi BBPBAP Jepara. Dana untuk kegiatan operasional setiap tahunnya tidak ditentukan secara pasti, karena selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi dengan tujuan untuk menigkatkan kinerja dari BBPBAP Jepara itu sendiri. Pengembangan dan penerapan bidang perikanan air payau berbagai aspek yang terkait dalam teknologi akuakultur dikaji dalam empat kelompok kegiatan perekayasaan yaitu pembenihan, pembudidayaan, pengelolaan kesehatan kes ehatan ikan dan pelestarian lingkungan budidaya budidaya serta pengembangan nutrisi dan pakan. 4.6. Sumberdaya Manusia BBPBAP Jepara
Dalam melaksanakan tugasnya, BBPBAP Jepara didukung sumberdaya manusia sebanyak 191 orang yang terdiri dari 161 orang PNS, 4 orang CPNS dan 26 orang tenaga kontrak. Dengan mengetahui keadaan sumberdaya manusia di BBPBAP Jepara, maka akan diketahui perkembangan yang dimiliki dalam rangka pencapaian tujuan balai secara umum serta dalam upaya penanganan dan pengelolaan kesehatan organisme perikanan yang dikembangkan dibalai. Jumlah pegawai Jepara menurut status kepegawaib an dan tingkat pendidikan adalah adalah : Tabel 3. Jumlah Pengawai BBPBAP Jepara Menurut Status Kepegawaian
No. 1
Status PNS
2 CPNS 3 Tenaga Kontrak Jumlah Sumber : Data Sekunder
Golongan/Ruang
Jumlah
I 4
II 53
III 89
IV 15
161
6 10
2 18 73
2 2 93
15
4 26 191
25
Tabel 4. Jumlah Pegawai BBPBAP Jepara Menurut Tingkat Pendidikan
No.
Profesi
Tingkat Pendidikan
Jumlah
SD
SMP SMA
D3
S1
S2
S3
1
Struktural
12
10
38
8
28
-
-
96
2
Fungsional
-
-
29
11
16
13
-
69
3
Tenaga Kontrak
4
2
16
2
2
-
-
26
16
12
83
21
46
13
-
191
Jumlah Sumber : Data Sekunder
4.7. Sarana dan Prasarana BBPBAP Jepara
Sarana dan fasilitas yang terdapat di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara sebagai berikut : a. 116 petak tambak b. 116 unit pemuliaan induk udang windu, pembenihan udang windu, udang vanname, bandeng, nila c. Kantor pusat administrasi d. 6 unit gedung kantor staf teknis 4.8. Sarana Dan Prasarana Pembenihan Ikan Bandeng
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara memiliki sarana yang mampu menunjang pelaksanaan kegiatan pembenihan ikan bandeng diantaranya yaitu : 1. Hatchery indoor Hatchery indoor ikan bandeng di (BBPBAP) Jepara terdapat 14 unit bak beton sebagai wadah penetasan telur, pemeliharaan larva dan kultur pakan alami berupa Chlorella Chlorella sp. Dalam hatchery ini terbagi menjadi 2 area yaitu area pemeiharaan dan area panen. Di dalam hatchery ini bak pemeliharaan berbentuk persegi dengan ukuran 4m x 2m x 1,5m. Pada setiap bak dilengkapi dengan
26
saluran inlet khusus air tawar dan air laut. Dilengkapi dengan saluran outlet yang terhubung dengan saluran pengeluaran dan bak penampungan larva yang dilengkapi dengan kelambu jaring. Di setiap bak pemeliharaan dilengkapi dengan selang aerator sebanyak 12 buah. Pada area pemanenan dilengkapi alat-alat yang digunakan untuk memanen larva ikan seperti baskom khusus penampungan nener ikan bandeng, pipa air laut yang dilengkapi dengan selang untuk kebutuhan saat pemanenan nener. Selain itu terdapat pula plastic, tabung oksigen, alat penyiponan dan ember ember air tawar.
Gambar 2. Hatchery indoor Sumber: Dokumentasi pribadi
Berdasarkan Gambar 2. dapat dilihat bahwa susunan bak di hatcery indoor paralel. Atap hatchery transparan yang bertujuan agar cahaya yang masuk dapat membantu proses fotosintesis pada kultur chorella sp dan bisa mempertahankan suhu ruangan tetap dalam kondisi optimal.
2. Hatchery outdoor Hatchery outdoor ikan bandeng di (BBPBAP) Jepara terdapat 16 unit bak beton sebagai wadah penetasan telur, pemeliharaan pemelihara an larva dan culture pakan alami
27
(plankton dan rotifera). Bak tersebut berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang berbeda-beda yaitu 4x2x1,2 m dan 5x2x1,2 m dengan desain sudut bak di buat melengkung dan di cat berwarnah kuning serta di beri tambahan penutup plastic yang menyerupai atap rumah untuk menunjang kenaikan pH yang rendah pada setiap bak. Untuk sarana pemanenan di dalam hatchery ini sama halnya dengan hatchery indoor.
Gambar 3. Hatchery outdoor Sumber: Dokumentasi pribadi Berdasarkan Gambar 3. dapat dilihat bahwa bak pemeliharaan benih ikan bandeng berada diluar ruangan, jika kondisi cuaca sedang hujan maka bak tersebut akan ditutup dengan plastik kaca untuk dapat mempertahankan parameter yang baik. 3. Kolam pemeliharaan induk Kolam untuk pemeliharaan induk bandeng terdapat 3 buah yang berbentu bulat. 2 buah kolam digunakan sebagai tempat pemeliharaan induk sedangkan kolam yang tersisa digunakan sebagai tendon untuk menampung air laut. Kolam yang berbentu bulat lebih dianjurkan sebagai tempat atau wadah pemeliharaan induk karena lebih memberi jaminan dalam hal kesempurnaan sirkulasi air, pengeluaran kotoran lebih cepat serta kemudahan dalam pengumpulan telur.
28
Ukuran diameter dari kolam tersebut adalah 10 m dan ketinggiannya adalah 5 m. Masing-masing tendon dapat menampung air laut dengan volume sampai 200 ton. Pada kolam induk tersebut terdapat saluran inlet yang berada pada bagian atas kolam dan saluran outlet yang terdapat di bagian tengah pada dasar kolam. Bagian dasar kolam memiliki kemiringan 5 % agar proses pengeluaran kotoran dapat berlaangsung cepat dan sempurna.
Gambar 4. Kolam pemeliharaan induk Sumber: Dokumentasi pribadi Berdasarkan Gambar 4. pada bagian tengah kolam pemeliharaan tersebut terdapat bak kecil berbentuk segitiga yang terhubung langsung dengan kolam pemeliharaan induk bandeng. Bak tersebut te rsebut merupakan tempat penampungan telur te lur yang dilengkapi dengan hapa (egg collector) dengan mesh size 0,08mm. Bak tersebut memiliki volume 100L. 4. Sistem filter air Air tawar dan air laut merupakan kebutuhan utama dalam kegiatan pembenihan ikan bandeng. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) (BBPBAP) Jepara memiliki jaringan air tawar dalam komplek pembenihan dan perkantoran sepanjang 1000 m dengan tandon air dan pompa. Sumber air tawar didapat dari sumur bor. Sedangkan saluran air laut yang digunakan untuk mensuplai
29
kebutuhan dipembenihan serta laboratorium sepanjang 2500 m yang dilengkapi dengan tandon, tower, dan jaringan aerasi. Kebersihan dan kejernihan air laut menjadi tolak ukur utama dalam usaha budidaya ikan bandeng. Oleh karena itu diterapkan metode filtrasi. System penyaringan yang umum diterapkan diter apkan pada usaha pembenihan ikan bandeng adalah penyaringan fisik dengan menggunakan bahan pasir. Pertama-tama air laut akan di pompakan kedalam tendon, didalam tandon ini air akan diendapkan sehingga partikel yang ada di dalam tandon tidak masuk ke sand ke sand filter .
Gambar 5. Sand Filter Sumber: Dokumentasi pribadi Setelah itu akan dilakukan penyaringan lanjutan ke setiap tempat pembenihan atau usaha budidaya lainnya dengan menggunakan alat sand filter yang dapat dilihat pada Gambar 5. Setelah air melewati sand filter, air laut akan masuk ke dalam tendon untuk proses pengendapan dan kemudian akan digunakan sesuai kebutuhan. 5. Jaringan listrik Listrik merupakan salah satu pendukung utama dari kegitan balai secara umum, listrik ini diperlukan selama 24 jam. Dibalai pembenihan ikan bandeng sumber listrik yang digunakan berasal dari jaringan PLN. Jaringan listrik PLN memiliki kelemahan yaitu pada saat malam hari dapat terjadi penurunan voltase
30
yang cukup besar. Oleh karena itu pada balai ini disediakan juga genset sebagai cadangan jika arus listrik dari PLN padam atau terjadi penurunan voltase. 6. Sistem aerasi Aerasi berfungsi untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air dan mempercepat proses penguapan gas-gas beracun seperti H 2S dan NH3. Kebutuhan oksigen dapat terpenuhi, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara menggunakan blower sejumlah 4 unit yang berkekuatan 10 HP. Keempat blower ini beroperasi secara bergantian selama 12 jam sekali, dimana setiap 2 unit bekerja pada siang dan 2 unit lagi bekerja pada malam hari. 7. Bak Pemeliharaan Pakan Alami. Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari konstruksi beton ditempatkan didalam atau diluar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan. Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Ukuran bak kultur plankton chlorella sp dan rotifer sp adalah sp adalah (20 x 25 x 0,6)m3, kedalaman air dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m. Bak kultur tersebut terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton yang ditempatkan dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Chlorella sp dan rotifer sp sp yang akan dijadikan pakan alami akan di pompa menggunakan pompa dan disalurkan melalui pipa yang terhubung langsung ke hatchery ikan
31
bandeng. Pakan alami yang disalurkan lewat pipa akan disaring dengan menggunakan planktonnet berukuran 90 mikron.
Gambar 6. Kultur Rotifer Sumber: Dokumentasi pribadi Berdasarkan Gambar 6. dapat dilihat bahwa kultur pakan alami berada di dalam ruangan, pada bagian atap dibuat transparan agar cahaya yang masuk dapat membantu proses fotosintesis kultur plankton chlorella sp.
32
V. HASIL
5.1. Pengadaan Induk
Induk ikan bandeng di BBPBAP Jepara berasal dari tiga daerah yang berbeda yaitu ang berasal dari Aceh, Pantai Utara Jawa dan dari Gondol. Induk bandeng tersebut sudah melalui tahap seleksi berdasarkan persyaratan berat dan panjang rata-rata sesuai dengan asal induk. Induk yang didatangkan dari berbagai daerah tersebut selanjutnya akan di adaptasikan ke dalam bak adaptasi induk. 5.2. Pemeliharaan Pemeliharaan Induk
Setelah dilakukan pengadaan induk, maka induk yang telah ada selanjutnya dimasukkan kedalam tendon yang telah dibersihkan. Tendon tempat pemeliharaan induk ikan bandeng dibagi menjadi dua bagian yaitu pada tendon pertama berisikan indukan ikan bandeng Pantura-Gondol Pantura -Gondol dan tendon yang kedua berisi induk bandeng Aceh-Gondol. Pada bak pertama jumlah induk pantura sebanyak 45 ekor dan induk gondol sebanyak 23 ekor. Pada bak kedua jumlah induk aceh 52 ekor dan induk gondol sebanyak 22 ekor. Perbandingan jantan betina dalam setiap bak pemeliharaan induk adalah 1:1. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaaan induk i nduk ikan bandeng. 5.2.1. Pemberian Pakan
Tujuan dari manajemen pemberian pakan adalah untuk mempercepat proses kematangan gonad dan untuk kebutuhan perawatan tubuh. Oleh karena itu diperlukan kualitas pakan yang baik, jumlah pemberian pakan yang cukup dan jadwal pemberian pakan yang rutin. Dosis yang diberikan untuk indukan ikan adalah 3% dari biomassa tubuh induk ikan bandeng. Frekuensi pemberian pakan
33
induk adalah 2 kali sehari yaitu setiap pagi dan sore hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rosario et al (2012), pakan diberikan sekitar 3-4% dari biomassa tubuh dengan frekuensi sebanyak dua kali sehari. Pakan yang diberikan untuk induk bandeng memiliki kandungan protein sebesar 35%, lemak 3%, abu 13%, serat kasar 6% dan kadar air 10%. Pemberian pakan bagi pemeliharaan induk ikan bandeng terutama dimaksudkan untuk kebutuhan perawatan tubuh ikan dan membantu mempercepat proses pematangan gonad. Oleh karena itu diperlukan pakan yang berkualitas dan jumlah yang cukup. Menurut Bautista et al., (1994) dalam Direktorat Jenderal Perikana Balai Budidaya Air Payau Jerapa (1995), komposisi pakan yang disarankan untuk memacu kematangan gonad induk bandeng dalam bak terkendali antara lain mempunyai kandungan protein 35%, dan lemak 8%. Untuk meningkatkan kualitas pakan maka perlu dilakukan pengkayaan pakan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan meningkatkan kandungan nutrient nutrient yang dibutuhkan untuk pematangan gonad. Dalam pengkayaan pakan ini dibutuhkan beberapa bahan yaitu antara lain adalah a dalah 10 butir telur t elur bebek, 100 ml madu, 3 gr vitamin C dan 3 gr vitamin E untuk jumlah pellet 15 kg. Proses pengkayaan pakannya yaitu dengan mencampurkan ke empat bahan, kemudian pellet di campurkan dengan bahan yang telah tercampur tadi. Setelah itu pellet yang telah dicampurkan dengan dengan bahan pengkaya di jemur agar pada saat penyimpanan pellet, pellet tidak akan berjamur.
34
Gambar 7. Pengkayaan Pakan Sumber: Dokumentasi pribadi Pada Gambar 7. merupakan proses pengkayaan pakan yang sedang dalam proses pengeringan. Dari hasil analisa proksimat dan analisa kandungan asam lemak dengan metode Gas Cromatografi di Laberatorium Lingkungan BBPBAP jepara terhadap pelet induk bandeng yang diperkaya campuran minyak cumicumi, Vitamin C, Vitamin E, madu dan telur bebek secara nyata meningkatkan kandungan protein, protein, lemak dan asam lemak DHA dan EPA. 5.2.2. Pengelolahan Air
Pengelolahan air pada wadah pemeliharaan induk system air mengalir (throughflow system). system). Dengan cara demikian ketinggian air tetap terjaga sehingga tidak akan menimbulkan stress bagi ikan. Jumlah penggantian air adalah sebesar lebih dari 200%. Sisa kotoran dan pakan yang tersedimentasi didasar bak dibersihkan setiap bulan dengan cara di dorong ke arah saluran buang. Rangsangan pemijahan dilakukan dengan teknik pengaturan ketinggian air, dimana pada pagi hari dilakukan pembuangan pembuangan air , dan kedalaman air di dalam bak pemeliharaan induk di pertahankan 30-50 cm sampai siang hari samapi jam 14.00.dengan tujuan agar terjadi peningkatan suhu air. Ketinggian air dinaikan
35
kembali setelah jam 14.00 hingga mencapai ketinggian air semula dengan teknik ini akan terjadi peningkatan suhu dan tekanan air pada media pemeliharaan induk. Wadah pemeliharaan induk dirancang sedemikian rupa agar menghasilkan perputaran air. Selain khusus yang menghasilkan efek perputaran air, aerasi dipasang dengan system air lift-pump. Sirkulasi air didalam bak memberikan efek arus seperti kondisi alamiahnya, sehingga secara fisiologi, ikan terpenuhi kebutuhannya. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap minggu. Pergantian air dilakukan setiap hari untuk menjaga kualitas air. Pergantian air dilakukan dengan membuang air sebanyak 70% dari volume air dalam bak pemeliharaan dan dimasukkan lagi dengan air baru sebesar 70%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pillay (2004), yang mengemukakan bahwa pergantian air dapat dilakukan dengan resirkulasi terbukan, yaitu dengan menggati air secara keseluruhan atau sebagian. 5.3. Pemijahan
Pemijahan induk ikan bandeng yang dilakukan di BBPBAP jepara masih dengan pemijahan buatan. Induk ikan bandeng di biarkan memijah didalam wadah pemeliharannya tampa campur tangan manusia dan menggunakan rangsangan hormone. Di BBPBAP Jepara, Proses pemijahan induk bandeng menggunakan metode manipulasi lingkungan, metode ini sama dengan kebiasaan memijah di alam. Teknik dari pelaksaan memijah ini relative mudah karena induk hanya mengeluarkan sperma dan telur yang telah matang. Proses manipulasi suhu lingkungan dilakukan dengan cara mengatur ketinggian air dalam wadah pemeliharaan. Sebagai triger pematangan gonad dan pemijahan juga dilakukan dengan cara menurunkan sebagian volume air
36
pemeliharaan hingga 60-80% per hari pada pagi hingga siang hari. Teknik pengaturan ketinggian air dilakukan dengan cara yaitu, pada pagi hari dilakukan pembuangan air,
dan
kedalaman
air
didalam
bak
pemeliharaan
induk
dipertahankan 30-50 cm sampai jam 14.00. Ketinggian air dinaikkan kembali setelah jam 14.00 hingga mencapai ketinggian air semula hingga pagi hari berikutnya. Induk ikan bandeng biasanya memijah pada malam hari pukul 23.00 hingga pukul 02.00 pagi. Induk jantan akan mengeluarkan sperma dan induk betina akan mengeluarkan telur, sehingga terjadi fertilisasi di luar tubuh. Telur ikan bandeng memiliki sifat mengapung sehingga telur akan mengalir ke bak penampungan telur yang dilengkapi dengan hapa. Telur yang telah terbuahi akan terkumpul di dalam hapa hingga tahap gastrula, dimana telur ikan bandeng telah tertutupi oleh cangkang dengan sempurna. 5.4. Penanganan Penanganan Telur
Pada saat telur telah mencapai tahap gastrula , telur ikan bandeng telah dapat dipanen. Pemanenan telur biasanya dilakukan pada pukul 8 pagi. Telur yang telah di panen di tampung didalam wadah berupa ember atau baskom yang ditambahkan garam dapur kurang lebih 250 gr untuk 10 L . Dipasang aerasi secara kuat agar garam tercampur merata kurang lebih 10 menit. Matikan aerasi untuk melihat telur yang tidak dibuahi. Telur yang baik akan naik kepermukaan air dan telur yang tidak di buahi akan mengendap di dasar . Sipon telur yang mengendap di dasar ke wadah lain untuk dibuang karena tidak baik dan agar memudahkan dalam perhitungan telur yang akan ditebar kekolam penetasan.
37
Pengamatan telur dilakukan secara langsung dalam gelas serta perhitungan telur ikan bandeng dihitung secara manual dengan menggunakan alat skringnet. Parameter yang diamati saat sampling yaitu telur mengapung dan bening transparan sedangkan telur mengendap dalam gelas berwarnah keruh. Telur mengedap menandakan telur tidak dibuahi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011) yang mengemukakan bahwa telur ika bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas air >30 ppt, telur yang tidak terbuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh. 5.4.1. Perhitungan Telur dan Pengamatan Diameter Telur
Metode perhitungan telur di BBPBAP Jepara yaitu dengan cara metode sampling. Untuk sampling telur, dari wadah telur yang bervolume 10L diambil sampel sebanyak 10 ml dengan gelas beaker. Sampel telur dituangkan ke atas alat penghitung telur yang bernama skringnet . Setelah itu dilakukan perhitungan secara manual. Pengambilan sampel telur dilakukan sebanyak 3 kali. Dari hasil perhitungan telur tersebut maka didapatkan jumlah telur yang terbuahi sebanyak 33.000 butir telur dari 10 L. Sedangkan telur yang tidak terbuahi berjumlah 62.000 butir telur. Sehingga total keseluruhan telur yang dihasilkan adalah 95.000 butir telur. Untuk ukuran diameter telur, dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Proses pengamatan telur dilakukan dengan cara mengambil satu butir telur dan diletakkan diatas objek glass dan kemudian diamati ukuran diameternya.untuk pengamatan diameter telur diambil sampel sebanyak 10 kali. Sehingga didapat ukuran diameter rata-rata telur adalah 1,3 µm.
38
(a) (b) Gambar 8. (a). Sampel telur (b). Diameter Telur Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 8. merupakan sampel yang dijadikan untuk perhitungan telur dan pengamatan diameter telur. Volume sampel telur ikan bandeng pada gelas ukur adalah 100 ml. Untuk pengamatan diameter telur ikan dilakukan pengambilan sampel secara acak sebanyak sepuluh butir telur. 5.4.2. Seleksi Telur
Setelah dilakukan perhitungan jumlah total telur yang dihasilkan oleh induk ikan bandeng maka presentase telur yang terbuahi (fertilitation rate) dapat rate) dapat dihitung dengan cara membagikan jumlah telur yang dibuahi dibagi jumlah total telur yang dihasilkan kemudian dikali 100%. Dengan demikian presentase telur ikan bandeng yang terbuahi adalah 34,73%. Pengamatan derajat penetasan dilakukan dengan sampling sebanyak 3 kali pengulangan. Sampling dilakukan pada telur yang tidak menetas, telur yang mengendap di wadah penetasan telur di sifon dan di pindahkan ke wadah lain, setelah itu dilakukan penyamplingan. Dari hasil sampling telur yang menetes maka diketahui jumlah telur yang menetas adalah sebanyak 24.100 butir telur. Sehingga derajat penetasan telur ikan bandeng (heatching ( heatching rate) adalah 86%.
39
VI. PEMBAHASAN
6.1. Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk
Dari hasil yang telah dipaparkan tentang persiapan wadah pemeliharaan induk ikan bandeng di BBPBAP Jepara, dapat disimpulkan bahwa prosedur persiapannya telah sesuai dengan pernyataan Direktorat Jenderal Perikanan (2001), sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak atau wadah pemeliharaan induk bandeng merupakan sarana utama dalam usaha budidaya. Dalam persiapan wadah pemeliharan ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan agar induk bandeng tidak mengalami stres pada saat pemeliharaan. 6.1.1. Pencucian Wadah
Yang perlu dilakukan dalam pencucian wadah pemeliharaan yaitu dengan cara mengurangi jumlah air yang ada didalam wadah pemeliharaan tersebut, ketinggian air yang tersisa dalam wadah pemeliharaan yaitu setinggi 50 cm. Air dikeluarkan melalui saluran outlet yang berada pada bagian tengah bak. Setelah itu lumpur yang ada didalam wadah dibersihkan menggunakan sikat. Penyikatan dilakukan juga pada bagian dinding wadah. Penyikatan ini bertujuan agar mengurangi bahan organik yang dapat menurunkan kadar oksigen terlarut dan pH. Lumpur dan lumut yang telah disikat kemudian didorong keluar melalui outlet bersamaan dengan pengurangan air sampai habis. Setelah itu wadah dibilas kembali dengan menggunakan air bersih hingga tidak terdapat lagi lumpur dan lumut.
40
6.1.2. Sterilisasi dan Pengeringan wadah
Setelah wadah dibersihkan dari lumpur dan lumut, selanjutnya dilakukan desinfeksi wadah. Desinfeksi yang digunakan pada wadah pemeliharaan induk ikan bandeng yaitu dengan menggunakan chlorine 150 ppm selama dua jam. Setelah pencucian wadah pemeliharaan induk, kemudian dilakukan pengeringan wadah dengan cara penyinaran dibawah matahari. Penyinaran ini dilakukan selama 1-3 hari tergantung dengan cuaca pada saat pengeringan. Pengeringan wadah ini bertujuan untuk membasmi hama maupun penyakit yang masih tersisa di dalam wadah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Perikanan (2001), sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain seperti formalin 50 ppm. 6.1.3. Pengisian Air Dan Penyetelan Aerasi
Air yang digunakan dalam pengisian wadah adalah air yang dipompa dari laut masuk filter bag. Pengisian bak pemeliharaan induk dilakukan dengan mengisi air yang telah di filter dengan sand filter dan di endapkan di tendon yang berada di samping bak pemeliharaan induk. Proses filter ini betujuan untuk menghasilkan kualitas air yang jenih bagi pemeliharaan. Volume air yang dimasukkan kedalam wadah pemeliharaan induk adalah 30% dari volume total
41
wadah. Setelah dilakukan pengisian wadah dengan air maka selanjutnya adalah penyetelan system aerasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dan meminimalisir gas-gas beracun yang ada di dalam air sehingga induk ikan bandeng tidak mengalami stress. 6.2. Pengadaan Induk
Seleksi induk ikan bandeng merupakan awal dari serangkaian kegiatan pengadaan induk. Kesalahan dalam pemilihan induk akan berakibat merugikan bagi kegitatan selanjutnya. Oleh karena itu BBPBAP Jepara memerhatikan beberapa faktor dalam pemilihan p emilihan induk yaitu ukura dan faktor kesehatan. Ukuran induk ikan bandeng di balai tersebut 4,5-5,0 kg dengan panjang tidak kurang dari 60 cm. Hasil tersebut sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (1999), berikut ini adalah kriteria kuantitatif SNI (Tabel 5). Tabel 5. Kriteria kuantitatif jenis induk ikan bandeng kelas induk pokok
Kriteria Umur (tahun) Panjang total (cm) Berat tubuh (kg)
Jenis kelamin Jantan >4,0
Betina >4,0
≥60
≥60
≥2,5
≥2,5
Berdasarkan Tabel 5. kriteria calon induk jantan dan betina untuk dipelihara sama. Selain ukuran berat dan panjang, induk ikan bandeng harus mempunyai organ tubuh yang lengkap, responsif dan terlihat gesit. Disamping itu, sisik ikan bandeng tidak boleh terkelupas dan tidak ada luka pada tubuh. Mengingat sifat induk yang aktif, maka penanganan induk selama penangkapan dan penimbangan harus dilakukan secara hati-hati.
42
6.3. Pemeliharaan Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk ini bertujuan untuk perawatan (maintenance), menghasilkan induk matang gonad, dan pemijahan. Selama kegiatan pemeliharaan induk dilakukan beberapa kegiatan pokok, seperti: pemberian pakan dan pengelolahan air. Produktifitas induk untuk menghasilkan telur dalam jumlah yang cukup serta kualitas yang memadai merupakan hasil akhir dari kegiatan pematangan gonad. Berdasarkan uji proksimat yang dilakukan di BBPBAP jepara terhadap pakan yang dilakukan pengkayaan maka didapatkan hasil yang dapat dilihat di dalam Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisa proksimat dan asam lemak pelet induk ikan bandeng
No
Perlakuan
EPA
DHA
Protein
Lemak
1
Tanpa pengkayaan
0
0
30
3
2
Dengan pengkaya 75,79 Sumber : Riyadi et al., (2017)
180,75
35
6
Pada Tabel 6. dapat di ketahui kandungan EPH, DHA, Protein dan lemak meningkat setelah dilakukan pengkayaan. Vitamin C dalam pakan berperan secara sinergis dengan vitamin E sebagai anti oksidan yang dapat mencegah radikal bebas dalam intraseluler (Woodruff, 1964 dalam Halver and Hardy, 2002). Kualitas telur dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan kualitas pakan induk. Salah satu unsur nutrient pakan yang harus ada dalam pakan induk untuk meningkatkan reproduksinya adalah vitamin E (a( a-tokoferol)(Yulfiperus tokoferol)(Yulfiperus et al ., ., 2003). Menurut Gammanpila et al . (2007) penambahan vitamin C dan E akan meningkatkan jumlah total pemijahan, produksi benih total, fekunditas, daya tetas telur, mortalitas, sperma dan viabilitas sperma ikan. Kenutuhan nutrisi ikan harus
43
dipenuhi agar dapat memenuhi kondisi fisiologi ikan dan meningkatkan kemampuan reproduksi selama siklus reproduksi (Nielsen, 1998 dalam Satria, 2006). Dari hasil pemaparan sistem pemeliharaan induk ikan bandeng maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemeliharaan induk ikan bandeng sesuai dengan pernyataan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2006), pemeliharaan induk dilakukan dengan menggunakan bak semen dengan konstruksi bulat berdiameter 10 meter serta kedalaman bak 3 meter ( kapasitas air bak + 225 ton). Bak ditempatkan diudara terbuka, air laut dipompakan kedalam bak sampai penuh dan air dialirkan terus menerus dengan tingkat pengantian 200 – 300% 300% per hari. Aerasi dengan menggunakan sistem water lift (AWL) sehingga memungkinkan air selalu dalam kondisi berputar sekaligus berfungsi untuk mensuplai oksigen kedalam bak, untuk itu pemeliharaan induk perlu dilengkapi dengan selang aerasi disekeliling bibir bak. Induk bandeng dengan ukuran berat rata-rata 4 – 5 5 kg/ekor sejumlah 56 ekor dapat distok kedalam bak (kepadatan 1 ekor/4 m3). Selama masa pemeliharaan induk diberikan pakan pellet komersial 2% – 3 % dari total berat badan perhari, diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. 6.4. Pemijahan Induk
Pada BBPBAP Jepara proses pemjahan yang dilakukan yaitu dengan pemijahan alami, dimana induk ikan bandeng dibiarkan memij ah sendiri di wadah pemeliharaannya tanpa ada campur tangan manusia. Suhu dan salimitas air pada wadah induk yang dipijahkan dengan manipulasi suhu lingkungan berkisar antara 28-32oC dan salinitas antara 27-30 ppt. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yap et al . (2007) yang menyatakan bahawa pemijahan induk ikan bandeng terjadi pada
44
suhu 26-34,5 oC, salinitas lebih dari 32 ppt dalam pemijahan berguna untuk mejamin telur ikan bandeng dapat mengapung. Oleh karena itu, untuk mendapatkan paremeter yang baik maka dalam pergantian air dilakukan secara terus menerus sebesar lebih dari 200 % dan proses manipulasi suhu dengan cara menurunkan volume hingga ketimggian 30-50 cm dari pukul 10.00 hingga pukul 14.00 setiap harinya. 6.5. Penanganan Penanganan Telur Ikan Bandeng
Menurut pernyataan Nontji (2006) dalam Aqil dalam Aqil (2010) bahwa jumlah telur yang dihasilkan induk ikan bandeng dalam satu kali pemijahan berkisar 300.000 sampai 1.000.000 butir. Dalam kegiatan magang yang dilakukan di BBPBAP Jepara jumlah telur yang dihasilkan oleh induk ikan bandeng hanya berjumlah 95.000 butir telur. Hal ini disebabkan karena faktor cuaca pada saat itu sedang tidak baik atau dalam keadaan musim hujan. Sehingga proses manipulasi suhu tidak dapat dilakukan.. Hal ini disebabkan bahwa selama kegiatan magang di BBPBAP Jepara sedang berlangsung musim hujan dan cuaca buruk, yang menyebabkan jumlah telur ikan bandeng hanya sedikit yang dihasilkan. Akibat curah hujan yang tinggi mengakibatkan kualita air selama proses pemijahan menurun, sehingga berpengaruh terhadap kondisi induk dan telur. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ghufran et al (2010), yang mengatakan bahwa pemijahan sangat bergantung pada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu kematangan gonad, ketersediaan hormon kelamin, hormon gonadotropin pada ikan. Faktor eksternal yaitu curah hujan, suhu, sinar matahari, arus, angin, gelombang, pasang surut, kualitas air. Jika cuaca baik, maka pemijahan di unit
45
pembenihan bandeng BBPBAP Jepara menghasilkan telur yang berkisar antara 300.000-400.000 300.000-400.000 butir telur. Rendahnya fertilitation rate atau derajad pembuhan hanya mencapai 34,73% disebabkan oleh faktor kualitas air yang buruk pada saat pemijahan. Akan tetapi hatching rate atau derajad penetasan telur ikan bandeng mencapai 86 %. Hal ini disebabkan oleh pemberian pakan yang di perkaya sehingga telur yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus. Selain itu kualitas air pada saat penanganan telur juga baik sehingga sehingga derajad penetasan telur cukup tinggi. 6.6. Pengendalian Pengendalian Hama dan Penyakit
Sacara teoritis penyakit merupakan hasil interaksi antara 3 faktor, yaitu lingkungan hidup, keberadaan patogen dan organisme yang dibudidayakan. Untuk pembenihan, lingkungan hidup yang berperan utama adalah kualitas air media pemeliharaan. Parameter yang perlu diperhatikan adalah: oksigen terlarut (DO), fluktuasi pH harian, suhu air, salinitas, bahan organik dan gas terlarut lainnya seperti amoniak, nitrit dan hidrogen sulfida. Penggunaan bahan desinfektak dalam pengelolahan air seperti klorin, kalium permanganat (PK) meskipun dapat dipergunakan namun apabila tidak tepat akan dapat membahayakan lingkungan, karena pada hakekatnya desinfeksi ini akan mematikan seluruh mikroorganisme yang ada. Membunuh semua jenis mokroorganisme merupakan tindakan yang tidak tepat, mengingat bahwa beberapa diantara jenis mikroorganisme sangat berguna, terutama adalah jenis jenis dekomposer. Cara lain untuk mengendalikan penyakit adalah dengan perlakuan air media pemeliharaan dengan penerapan desinfeksi secara fisik,
46
seperti: ozonisasi dan penggunaan sinar ultraviolet karena tidak meninggalkan residu di lingkungan sekitarnya. 6.7. Permasalahan Permasalahan Kegiatan Pemeliharaan Induk Ikan Bandeng
Kendala atau masalah yang ada pada saat pemeliharaan induk ikan hingga pemijahan ikan adalah kurangnya fasilitas pendukung kegiatan tersebut. Untuk pegukuran parameter kualitas air untuk pembenihan ikan bandeng di BBPBAP jepara kurang memadai di karena kerusakan dan kehilangan. Sehingga dalam pengamatan kualitas air pada kegiatan ke giatan pembenihan tidak dapat dilakukan dengan rutin. Faktor musim di daerah BBPBAP juga menjadi masalah dalam kegiatan pembenihan. Musim panca robah membuat kualitas dan produksi telur ikan bandeng menurun. Faktor lainnya adalah usia ikan yang sudah tua sehingga kualitas telur yang dihasilkan semakin rendah.
47
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang pemijahan ikan bandeng yang telah dilakukan di Balai Balai Besar Perikanan Budidaya Budidaya Air Air Payau Payau
(BBPBAP) Jepara
tersebut maka dapat disimpukan bahwa: 1. Kegiatan
teknik
pembenihan
ikan
bandeng
yang
dilakukan
meliputi
pemeliharaan induk, pemijahan, pemanenan telur, perhitungan per hitungan telur, penetasan telur. 2. Ciri-ciri induk ikan bandeng yang matang gonad yaitu berukuran 70 – 80 80 cm dengan berat mencapai 5-8 kg dan umur kurang lebih 5-6 tahun, organ tubuh lengkap, responsive dan tidak cacat. Perbandingan antara jantan dan betina 1:2 dengan pemijahan berlangsung secara alami. 3. Proses pemijahan masih dilakukan secara alami dengan cara memanipulasi suhu air. 4. Kendala yang menyebabkan kegagalan dalam proses pembenihan bandeng diakibatkan oleh cuaca yang buruk yang mengakibatkan ikan tidak mau memijah 7.2. Saran
Berdasarkan rangkaian kegiatan yang telah diikuti selama praktik kerja lapang di BBPBAP Jepara maka disarankan sebaiknya monitoring kualitas air seperti Do, pH, Nitrat, Nitrit dan Amonia dilakukan pengecekan setiap hari agar anak-anak magang dapat mengetahui kualitas air dan apa pengaruhnya terhadap pemijahan ikan bandeng.
48
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Ikan Bandeng Potensial Dibudidayakan Dalam KJA di Laut. Diaksesdari (http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/31/ikan-bandeng potensialdibudidayakan-dalam-kja-di-laut/).. potensialdibudidayakan-dalam-kja-di-laut/) Aqil. 2010. Pemanfaatan Plankton Sebagai Sumber Makanan Ikan Bandeng. Skripsi Biologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatuliah. Jakarta. Hal 70 Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia Nutrisi.UNHAS. Makassar. Cahyono. 2000. Morfologi 2000. Morfologi Ikan Bandeng. Penebar Bandeng. Penebar Swadaya, Jakarta Direktorat Jenderal Perikanan. 2001. Pembenihan 2001. Pembenihan Bandeng. Jakarta Bandeng. Jakarta Direktorat Jenderal Perikanan Balai Budidaya Air Payau Jerapa. 1995. Teknologi Pembenihan Bandeng Bandeng Secara Terkendali. Jepara. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2006. Petunjuk 2006. Petunjuk Teknis Balai Benih Ikan (Bbi), Balai Benih Ikan Sentral (Bbis), Balai Benih Udang (Bbu), Balai Benih Udang Galah (Bbug), (Bbug), Dan Balai Benih Benih Ikan Pantai (Bbip. Jakarta. DKP.2004. Potensi Perairan Indonesia. Ditjen BudidayaKementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta Effendy, (2009), Ihktiologi (2009), Ihktiologi.. IPB Fakultas Periknan, Bogor Gammanpila, m., Age, A. Yakupity and Bart, N. A. 2007. Evaluation of the Effects of Dietary Vitamin C, E dan Zinc Suplementation on Reproductive Performance of Nile Tilapia (Oreochromis nloticus). Journal of Aquaculture Sciene. 12 (1) : 39-60. Ghufran et al,. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara Buatan. Buatan . Yogyakarta: Lily Publisser. Halver, E. J. and Hardy, W.R. 2002. Fish Nutrition. 3th Edition. Academic Press. New York. 99-120 pp. pp. Kordi. G. 2009. Budidaya Perairan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung
49
Mania, Sitti, 2008. Observasi Sebagai Alat Evaluasi dalam Dunia Pendidikan dan Pengajaran. Lentera Pendidikan:Makasar. Murtidjo, B. A,. 2002. Bandeng. Kanisius. Yogyakarta Pillay. 2004. Aquaculture and the Environment. Environment. USA. Pp 19-58. Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta. Purnamawati. 2002. Peranan 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam.Warta Kolam.Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 2011. Pembenihan Ikan Bandeng. Hal 2. Riyadi, S et al,. 2017. Produksi Telur Ikan Bandeng, WBS-0.1 Sistim Produksi Benih. Jepara. Rosario, R. W., W. Nipales, B.C. & Roxas,. C.E. 2012. Commercial Production of Milkfish Fry (Hatchery Operation). Operation) . Prosiding of Integrated Nasional Fisheries Techhnology and Developmental Center . Satria, F. 2006. Teknik Pembenihan Ikan Bandeng. Universitas Tadulako. Palu. Standar Nasional Indonesia. 1999. Induk 1999. Induk Ikan Bandeng (Chanos (Chanos chanos Forskal) kelas induk pokok (Parent Stock). . Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Alfabeta CV: Bandung. Yap et al . 2007. Milkfish Production and Procesing Technologies in the Philippines. Prosiding of Milkfish Aquaculture Technology in the Philippines. pp 1-97. Yulfiperius, M. I. dan Jusadi, D.2003. Pengaruh Kadar Vitamin E dalam dalam Pakan Terhadap Kualitas Telur Ikan Patin (pangasius hypophthalmus). Jurnal Iktiologi Indonesia. 3 (1) : 1-11 hal. Zakaria. 2010. Petunjuk Tehnik Budidaya Ikan Bandeng. Diakses dari http://cvrahmat.blogspot.com/2011/04/budidaya-ikan-bandeng.html
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1. Peta Lokasi dan Struktur Organisasi BBPBAP Jepara 1. Peta Lokasi BBPBAP Jepara
2. Struktur Organisasi BBPBAP Jepara
52
Lampiran 2. Perhitungan 1. Perhitungan jumlah telur
Jumlah telur = jumlah rata-rata telur dalam sampel x volume air incubator (ml) Volume sampel (ml) Jumlahtelur = 95 x 10.000 (ml) 10 (ml) = 950.000 10(ml) = 95.000 2. Perhitungan FR dan HR
1. Hasil telur yang dibuahi (Fertilizing rate)
FR =
Jumlah total telur – Jumlah telur yang tidak terbuahi terbuahi Jumlah total telur =
95.000 95.000 – 62.000 62.000 95.000
100%
100%
=34,73 % 2. Hasil telur yang menetas (Hatching Rate)
HR =
Jumlah total terbuahi terbuahi – Jumlah telur yang tidak menetas menetas Jumlah total telur terbuahi 33.000 33.000 – 24.100 24.100 = 100% 33.000 =86%
100%
53
Lampiran 3. Pengamatan Kualitas Air Induk Bandeng
No
Parameter
Minggu I
Minggu II
Minggu III
1.
Oksigen Terlarut (ppm)
3,50
4,66
4,20
2.
Salinitas (ppt)
25
28
29
3.
Suhu (0C)
30
27
28
4.
pH
7,8
7,5
7,9
54
Lampiran 4. Alat dan Bahan 1. Alat
Saringan
Mikroskop
Ember
Refraktometer
Skringnet
Ph Meter
Selang Sifon
DO Meter
Penyimpanan Pelet
55
Hapa
Sand Filter
Blender
Telur
Vitamin E
Pelet
Madu
Biovit
2. Bahan
56
Lampiran 5. Kegiatan Praktek Magang
Pengamatan Diameter Telur
Pemberian Pakan Induk Bandeng
Pengkayaan Pakan Induk
Pengamatan Kualitas Air
Perhitungan Jumlah Telur