REFERAT ILMU BEDAH “HIPERTIROID”
Penyusun: Vivi Silvia Santoso
2009.04.0.0094
Yonathan Arief
2010.04.0.0123
Pembimbing: Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, Sp.B., FINACS.FICS(K) Trauma
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2016 1
LEMBAR PENGESAHAN Referat Ilmu Bedah Hipertiroid Referat dengan judul Hipertiroid telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik Dokter Muda di SMF Bedah Rumah Sakit Umum Haji Surabaya
Surabaya, Januari 2016 Mengesahkan Dosen Pembimbing
Dr.dr.Koernia Swa Oetomo, Sp.B., FINACS.FICS(K) Trauma
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas kapita selekta ini dengan judul “Hipertiroid”. Referat ini penulis susun sebagai bagian dari proses belajar penulis selama kepaniteraan klinik di SMF bedah RS Haji Surabaya. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, Sp.B., FINACS.FICS(K) Trauma selaku pembimbing karena telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih ada keterbatasan kemampuan dan pengetahuan dalam penulisan tugas referat ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun supaya karya penulis dapat bermanfaat bagi kita semua ke depannya. Terima kasih.
Surabaya, Januari 2016
Penyusun
3
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................i KATA PENGANTAR....................................................................................ii DAFTAR ISI...............................................................................................iii DAFTAR GAMBAR....................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3 2.1 Kelenjar Tiroid...........................................................................3 2.1.1 Anatomi .................................................................................3 2.1.2 Histologi ................................................................................6 2.1.3 Fisiologi .................................................................................7 2.2 Hipertiroid ...............................................................................10 2.2.1 Definisi hipertiroid ...............................................................10 2.2.2 Regulasi hormon tiroid.........................................................11 2.2.3 Etiologi.................................................................................12 2.2.4 Epidemiologi .......................................................................14 2.2.5 Patofisiologi .........................................................................15 2.2.6 Gejala...................................................................................16 2.2.7 Diagnosis.............................................................................18 2.2.8 Penatalaksanaan.................................................................26 2.2.9 Komplikasi ...........................................................................37 2.2.10 Prognosis ..........................................................................38 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................39
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid ...........................................................3 Gambar 2.2 Vaskularisasi Kelenjar Tiroid ...................................................5 Gambar 2.3 Folikel Tiroid Inaktif .................................................................6 Gambar 2.4 Folikel Tiroid Aktif ....................................................................7 Gambar 2.5 Proses Pembentukan T3 dan T4.............................................10 Gambar 2.6 Hipotalamus-pituitari-tiroid ......................................................11 Gambar 2.7 Grave Optalmopati ..................................................................13 Gambar 2.8 Hipotalamus-pituitari-tiroid axis feedback................................15 Gambar 2.9 Grave optalmopati...................................................................19 Gambar 2.10 Pretibial myxedema ..............................................................19 Gambar 2.11 Algoritma diagnosis hipertiroid ..............................................24 Gambar 2.12 Macam pembedahan ............................................................34 Gambar 2.13 Tiroidektomi ..........................................................................36
5
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Hipertiroid merupakan kondisi di mana kelenjar tiroid bersifat overaktif
dan menyebabkan berlebihannya jumlah dari hormon tiroid. Kelenjar tiroid merupakan organ yang terletak di leher dan memproduksi hormon yang mengontrol metabolisme, bernapas, denyut jantung, sistem saraf, berat badan, suhu tubuh, dan banyak fungsi lain dari tubuh. Ketika kelenjar tiroid bersifat overaktif, metabolisme tubuh dapat berubah secara signifikan dan dapat menyebabkan penderita mengalami kecemasan, palpitasi, tremor, berkeringat berlebihan, kehilangan berat badan, gangguan tidur, dan banyak gejala lainnya. Wanita 5-10 kali lebih banyak terserang hipertiroid daripada laki-laki. (Aleppo, 2015). Grave’s disease merupakan bentuk paling umum dari hipertiroid di Amerika Serikat, yang menyebabkan sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis. Kejadian tahunan penyakit Grave’s ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20 tahun, dengan terjadinya puncak pada usia 20-40 tahun (Lee, 2014) Jumlah
penderita
hipertiroid
kini
terus
meningkat.
Hipertiroid
merupakan penyakit hormonal yang menempati urutan kedua terbesar di Indonesia setelah Diabetes mellitus. Urutuan tersebut serupa dengan kasus yang terjadi di dunia. Prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter diketahui sebesar 0,4% (Supadmi, dkk, 2012).
6
Ada beberapa cara untuk mengobati hipertiroid, di antaranya obatobatan anti-tiroid, radioaktif iodin (RAI), pembedahan yaitu tiroidektomi, serta beta
blocker.
Namun
sebelum
memilih
terapi
yang
tepat,
harus
dipertimbangkan dulu usia, kesehatan secara keseluruhan, keparahan gejala, serta etiologi yang spesifik (Jennifer, 2015)
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Kelenjar TIroid Kelenjar tiroid terletak di anterior leher, terbentang di dalam muskulus
sternotiroid dan sternohyoid setinggi vertebra C5-T1. Kelenjar ini terdiri dari lobus primer kanan dan kiri, anterolateral dari laring dan trakea. Kedua lobus tersebut dihubungkan oleh isthmus, yang terletak anterior dari trakea 2 dan 3 (Moore, 2007).
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid (Moore, 2007)
8
Kelenjar tiroid dibungkus oleh kapsula fibrosa tipis, yang mengirim septa-septanya secara dalam ke dalam kelenjar. Jaringan ikat padat menempel terhadap kapsula fibrosa tersebut ke kartilago krikoid dan cincin trakea (Moore, 2007). Vaskularisasi dari kelenjar tiroid berasal dari arteri tiroidea superior dan inferior. Arteri tiroidea superior adalah cabang pertama dari arteri karotis eksterna, berjalan turun secara lateral menuju laring di bawah lapisan pembungkus otot omohyoid dan sternohyoid. Arteri ini berjalan pada bagian superfisial pada batas anterior lobus lateral dan mengirimkan cabangcabangnya ke dalam kelenjar sebelum melengkung ke arah isthmus untuk beranastomose dengan pembuluh darah kontralateral. Sedangkan arteri tiroidea inferior, cabang terbesar dari trunkus tiroservikalis, cabang dari arteri subklavia. Arteri ini naik secara vertikal, kemudian melengkung ke arah medial memasuki celah trakeoesofageal. Arteri tiroidea inferior kanan dan kiri beranastomose dalam kelenjar. (Moore, 2007) Pada
10%
orang,
arteri
tiroidea
ima
muncul
dari
trunkus
brachiocephalicus, cabang dari arkus aorta, atau dari sisi kanan arteri karotis komunis, arteri subclavia, atau arteri thoracic interna. Arteri kecil ini naik ke permukaan anterior trakea, yang men-supply isthmus kelenjar tiroid. (Moore, 2007) Tiga pasang vena tiroid mengaliri plexus vena tiroid di permukaan anterior kelenjar tiroid dan trakea. Vena tiroidea superior berjalan bersama arteri tiroidea superior dan mengaliri lobus superior. Vena tiroidea media mengaliri lobus tengah, dan vena tiroidea inferior mengaliri lobus inferior. Vena superior dan media mengaliri vena jugularis interna, sedangkan vena tiroid inferior mengaliri ke vena brachiocephalica posterior terhadap manubrium. (Moore, 2007)
9
Persarafan kelenjar tiroid berasal dari ganglion simpatetik servikalis. Saraf-saraf ini mencapai kelenjar melalui plexus periarterial tiroidea superior dan inferior dan plecus cardiacus. Sabut-sabut ini bersifat vasomotor, menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah. Sekresi endokrin kelenjar tiroid diatur oleh kelenjar pituitari. (Moore, 2007) Pembuluh limfatik kelenjar tiroid berhubungan dengan jaringan kapsuler dari pembuluh limfe kapsuler. Pembuluh ini berjalan menuju ke nodus prelaringeal, pretracheal, dan paratracheal. Inferior dari kelenjar tiroid, pembuluh limfatik berjalan langsung ke nodus limfatik cervicalis inferior. Beberapa pembuluh limfatik mengaliri ke nodus limfe brachiocephalica atau ke duktus thorakikus. (Moore, 2002)
Gambar 2.2 Vaskularisasi Kelenjar Tiroid (http://www.britannica.com/science/thyroid-gland)
10
2.2 Histologi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid bersifat unik di antara kelenjar endokrin manusia yang lainnya karena menyimpan sejumlah hormon dalam bentuk inaktif dalam ruang ekstraseluler di pusat folikel-folikel. Sedangkan kelenjar endokrin yang lain hanya menyimpan jumlah kecil hormon-hormon di intraseluler (Young et al, 2007). Unit fungsional kelenjar tiroid adalah folikel tiroid, sruktur berbentuk bulat yang terdiri dari selapis epitel kuboid yang diikat oleh membran basal. Kelenjar tiroid dibungkus oleh kapsula fibrosa yang merupakan septa kolagen halus yang memanjang ke dalam kelenjar tiroid dan membagi ke dalam lobus-lobus. Septa tersebut membawa suplai yang kaya darah bersamasama dengan limfatik dan sabut-saraf (Young et al, 2007).
Gambar 2.3 Folikel Tiroid Inaktif (Young et al, 2007)
11
Folikel-folikel
tiroid
menyimpan
tiroglobulin,
suatu
glikoprotein
teriodinasi, bentuk simpanan dari tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Folikel tersebut dibatasi sel-sel epitel yang bertanggung jawab dalam sintesis glikoprotein dan mengubah iodida jadi iodin. Ketika hormon tiroid aktif dibutuhkan, sel epitel tiroid yang sama membersihkan koloid tiroid yang tersimpan dan melepaskan T3 dan T4. Ketika inaktif, sel epitel tiroid menjadi selapis pipih atau kubis, tetapi ketika aktif mensisntesis atau mensekresi hormon tiroid yang bersifat silindris.
Gambar 2.4 Folikel tiroid aktif (Young et al, 2007) 2.3
Fisiologi Kelenjar TIroid Untuk membentuk jumlah normal dari tiroksin, sekitar 50 mg dari iodin
yang dimakan untuk membentuk iodida dibutuhkan tiap tahun, atau sekitar 1mg/minggu. Iodida diserap dari traktus gastrointestinal ke darah, secara normal kebanyakan iodida diekskresi dengan cepat oleh ginjal, tapi hanya 1/15 yang dibuang dari sirkulasi darah dari kelenjar tiroid dan digunakan untuk sintesis hormon tiroid (Guyton, 2006).
12
Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid Ada 7 tahap, yaitu: 1. Iodida pump (trapping) Merupakan transport aktif (ATP-dependent) iodida melewati basal membran. Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel. Di mana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-40 kali kadar dalam plasma.dengan energi yang disediakan oleh pengangkutan Na + keluar sel tiroid oleh Na+K+ATPase. I- berpindah melalui difusi ke dalam koloid (Ganong, 2008). 2. Oksidasi Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi iodium oleh suatu enzim peroksidase. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu
tirosin
yang
terdapat
pada
tiroglobulin
membentuk
monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) (Bruncardi, 2014). 3. Coupling Dua molekul DIT mengalami kondensasi oksidatif membentuk tiroksin (T4), dan satu molekul DIT dengan satu molekul MIT membentuk triiodotironin (T3) dan residu triiodotironin (RT3) (Bruncardi, 2014). 4. Penimbunan (storage) Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (di mana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH. 5. Proteolisis TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan 13
enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT (Bruncardi, 2014). 6. Deiodinasi Proses ini menghasilkan iodida yang digunakan kembali untuk sintesis hormon (Bruncardi, 2014). T4 dan T3 mengalami deiodinasi di hati, ginjal, dan banyak jaringan lain (Ganong, 2006). 7. Pengeluaran hormon kelenjar tiroid (releasing) Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,02% hormon tiroid yang bebas (tidak terikat) dan secara fisiologi merupakan komponen aktif. T 3 lebih lebih berpotensi dibanding T4 meskipun kadar dalam plasma lebih rendah.
T3 berikatan lemah terhadap protein plasma dibanding T 4
sehingga lebih siap memasuki jaringan. T3 lebih aktif dibanding T4 (Bruncardi, 2014). Sekresi hormon tiroid dikontrol oleh hipotalamus-kelenjar pituitaritiroid. Hipotalamus memproduksi thyrotropin releasing hormone (TRH) yang menstimulasi pituitary melepaskan TSH atau thyrotropin. Sekresi TSH oleh hipofisis anterior juga diregulasi melalui umpan balik negatif oleh T4 dan T3. Pitutari mempunyai kemampuan mengubah T4 menjadi T3. T3 juga menghambat pelepasan TRH (Bruncardi, 2014). Kelenjar tiroid memiliki kemampuan autoregulasi sehingga ketika intake iodida rendah, kelenjar lebih mensintesis T 3 dibanding T4 dengan demikian secara efisien meningkatkan sekresi hormon. Apabila kelebihan hormon tiroid, transpor iodida, sintesis dan sekresi hormon tiroid dihambat. Apabila kelebihannya dalam jumlah yang besar akan menyebabkan peningkatan organifikasi, yang diikuti dengan supresi, yang
disebut fenomena
(Bruncardi, 2014).
14
Wolff-Chaikoff effect
Gambar 2.5 Proses pembentukan T3 dan T4 (Vander, 2003) 2.4 Hipertiroid 2.4.1 Definisi hipertiroid Hipertiroid adalah suatu kondisi di mana kelejar tiroid memproduksi hormon tiroid secara berlebihan. Tirotoksikosis adalah kondisi toksik yang disebabkan karena hormon tiroid yang berlebihan di sirkulasi pembuluh darah oleh karena beberapa penyebab (Mathur, 2015). Definisi lain menyebutkan hipertiroid adalah kumpulan gangguan yang diakibatkan oleh kelebihan sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, yang dapat mengakibatkan kondisi hipermetabolik. Bentuk-bentuk hipertiroid yang banyak antara lain diffuse toxic Goiter (Grave’s Disease), toxic multinoduler goiter (Plummer disease), dan toxic adenoma (Lee, 2014).
2.4.2 Regulasi hormon tiroid
15
Gambar 2.6 Hipotalamus-pituitary-thyroid axis (Fox, 2006) Kelenjar tiroid diregulasi oleh kelenjar hipofisis yang terletak di otak. Kelenjar hipofisis diregulasi oleh hormon tiroid yang beredar di pembuluh darah (feedback) dan sebagian oleh hipotalamus yang juga merupakan bagian dari otak. Hipotalamus melepaskan thyrotropin releasing hormone (TRH) yang memberikan sinyal kepada hipofisis untuk melepaskan thyroid stimulating hormone (TSH). Kemudian thyroid stimulating hormone (TSH) memberikan sinyal ke kelenjar tiroid untuk melepaskan hormon tiroid. Jika terjadi aktivitas yang berlebih dari salah satu ketiga kelenjar tersebut, maka hormon
tiroid
yang
diproduksi
berlebihan
dan
dapat
menyebabkan
hipertiroidisme. Jika hormon tiroid yang beredar di pembuluh darah tidak mencukupi kebutuhan tubuh, hipofisis meningkatkan produksi TSH untuk menstimulasi kelenjar tiroid meningkatkan produksi hormon tiroid, jika hormon tiroid yang beredar di pembuluh darah berlebihan, hipofisis menurunkan produksi TSH sehingga produksi hormon juga menurun (Fox, 2006).
16
2.4.3 Etiologi a. Grave’s disease Grave’s disease adalah penyebab terbanyak dari hipertiroid, sekitar 60-80% dari semua kasus. Grave’s disease adalah suatu penyakit autoimun di mana terdapat suatu antibodi thyroid stimulating immunoglobulin (TSI antibodies) yang merangsang kelenjar tiroid untuk mensintesis dan mensekresi hormon tiroid secara berlebihan (Reid, 2008). Hasilnya adalah produksi yang berlebihan dari T3 dan T4, pembesaran kelenjar tiroid, dan peningkatan uptake iodida. Pada kondisi ini kelenjar tiroid kehilangan kemampuan untuk merespon kontrol dari hipofisis melalui TSH. Yang dapat memicu Grave’s disease antara lain stress, merokok, radiasi pada leher, obat-obatan, dan agen infeksius (Lights, 2015). Oftalmopati merupakan manifestasi pertama dari penyakit ini dan gejalanya mulai dari perubahan tajam penglihatan atau mata kering hingga proptosis yang jelas. Selain itu pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan myxedema pada regio pretibial. Pada awalnya Grave opthalmopathy menyebabkan sensitif mata terhadap cahaya (fotofobia) dan rasa berpasir pada mata, kemudian mata menonjol dan penglihatan jadi ganda (Bruncardi, 2014). Seperti penyakit autoimun lainnya, kondisi ini cenderung menyerang beberapa anggota keluarga. Grave’s disease lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dan lebih cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.
Gambar 2.7 Grave opthalmopathy (http://www.aboutcancer.com/graves_nejm_0309.htm) 17
b. Toxic multinodular goiter Toxic multinodular goiter menyebabkan 5% kasus hipertiroid di Amerika Serikat dan dapat menjadi 10 kali lipat lebih sering pada daerah yang kekurangan iodin. Biasanya terjadi pada pasien lebih dari 40 tahun (Reid, 2008). Gangguan ini dapat mempengaruhi irama jantung (Anonim, 2012). Ketika ada nodul tunggal yang memproduksi hormon tiroid, disebut functioning adenoma. Jika lebih dari satu nodul disebut toxic multinoduler goiter. c. Toxic adenoma Toxic adenoma nodul autonomik yang ditemukan lebih banyak pada usia muda dan daerah kekurangan iodin. Satu nodul atau benjolan pada tiroid dapat memproduksi hormone tiroid lebih, sehingga dapat menyebabkan hipertiroid. Gangguan ini tidak diturunkan (Anonim, 2012). Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali dibedakan dari Grave disease oleh Plummer, sehingga disebut juga Plummer’s disease (Bruncardi, 2014). d. Thyroiditis Inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh virus dan ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid yang nyeri, sehingga menyebabkan pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dalam darah. Tiroid biasanya menyembuh sendiri dalam beberapa bulan (Anonim, 2012). e. Asupan iodin yang berlebihan Iodine-induced hyperthyroidism dapat terjadi setelah mendapat asupan iodin yang berlebihan dari makanan, paparan terhadap media kontras radiografi, atau medikasi. Obat-obat tertentu seperti Amiodaron (Cordaron) dapat
18
menyebabkan hipertiroid pada hingga 12% pasien yang diterapi Amiodaron, khususnya pada daerah yang kekurangan iodin. Amiodaron berisi 37% iodinm dan merupakan penyebab utama berlebihannya tiroid di Amerika Serikat. f. Tumor Penyebab yang jarang dari hipertiroid yaitu Ca tiroid metastase, tumor ovarium yang memproduksi hormon tiroid (struma ovarii), tumor tropoblastic yang dapat memproduksi korionik gonadotrophin dan mengaktifkan TSH reseptor dan TSH-secreting pituitary tumor (Reid, 2008). 2.4.4 Epidemiologi Grave’s disease merupakan bentuk hipertiroid yang paling umum di Amerika Serikat, yang menyebabkan 60–80% kasus tirotoksikosis. Kejaidian tahunan Grave’s disease ditemukan 0,5 kasus dari 1000 populasi, dengan kasus terbanyak pada usia 20–40 tahun (Lee, 2014). Toxic multinodular goiter merupakan penyebab 15–20 % kasus tirotoksikosis dan banyak terjadi pada daerah kekurangan yodium. Toxic adenoma merupakan penyebab 3–5 % kasus tirotoksikosis (Lee, 2014). 2.4.5 Patofisiologi Normalnya, sekresi hormon tiroid diatur oleh mekanisme kompleks feedback yang melibatkan faktor stimulator dan inhibitor. TRH dari hipotalamus menstimulasi hipofisis untuk melepaskan TSH. Pengikatan TSH terhadap reseptor pada kelenjar tiroid dapat menyebabkan pelepasan hormon tiroid, terutama T4 dan sedikit T3. Sebaliknya, peningkatan level dari hormon ini dapat berperan pada hipotalamus untuk menurunkan sekresi TRH. Sintesis hormon tiroid membutuhkan iodin. Iodida inorganik yang didapat dari diet ditranspor ke kelenjar tiroid oleh enzim tiroid peroxidase
19
melalui proses yang disebut organifikasi. Hasilnya adalah terbentuknya monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT), yang dipasangkan membentuk T3 dan T4, yang kemudian disimpan dengan tiroglobulin dalam lumen folikel tiroid (Lee, 2014). Hormon tiroid tersebar ke sirkulasi perifer. Lebih dari 99,9% T4 dan T3 di sirkulasi perifer diikat ke protein plasma dan sifatnya inaktif. T3 bebas 20100 kali lebih aktif dari T4 bebas. T3 bebas terikat terhadap reseptor nuclear (DNA-binding protein di sel nuclei), mengatur transkripsi dari protein seluler (Lee, 2014). Banyak proses yang menyebabkan peningkatan sirkulasi perifer dari hormon tiroid yang menyebabkan tirotoksikosis. Gangguan dari mekanisme homeostatik normal dapat terjadi pada level kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, atau di perifer. Hasilnya peningkatan transkripsi di protein seluler, menyebabkan peningkatan BMR. Gejala dari hipertiroid dapat menyebabkan berlebihannya katekolamin, dan blokade adrenergik dapat meningkatkan gejala-gejala ini (Lee, 2014).
20
21
Gambar 2.8 Patofisiologi hipertiroid (Pong, 2013) 2.4.6 Gejala hipertiroid Tingginya T4, T3 atau keduanya dapat menyebabkan tingginya basal metabolic rate. Keadaan ini disebut hypermetabolic state. Pada keadaan hipermetabolik, dapat mengalami tingginya denyut jantung, peningkatan tekanan darah, dan tremor tangan. Juga dapat terjadi intoleransi panas dan berkeringat
banyak.
Hipertiroid
dapat menyebabkan
seringnya
BAB,
penurunan berat badan, dan pada wanita dapat terjadi gangguan siklus menstruasi. Gejala yang mungkin dialami pasien dengan hipertiroid (Lights, 2015): -
Perubahan pola nafsu makan Susah tidur Kelelahan
22
-
Sering BAB, mungkin diare Palpitasi Intoleransi terhadap panas Berkeringat berlebihan Iritabilitas Mual, muntah Terganggunya periode menstruasi Gangguan mental Kelemahan otot Kecemasan Masalah fertilitas Nafas dangkal Paralisis tiba-tiba Tremor Perubahan penglihatan Kehilangan BB atau bisa juga bertambah BB Pusing Rambut menipis Gatal Kemungkinan naiknya gula darah
Pasien dengan Grave’s disease secara klinis dapat terjadi oftalmopati dan dermopati. Hal ini ditandai dengan adanya deposisi glikosaminoglikan yang menyebabkan penebalan kulit regio pretibial dan dorsum pedis. Penyakit mata infiltratif menyebabkan edema periorbital, pembengkakan
23
konjungtiva, kemosis, proptosis, terbatasnya penglihatan atas dan lateral. Hal ini disebabkan karena pembengkakan otot ekstraokuler dan orbita oleh karena akumulasi air dan glikosaminoglikan yang disekresi oleh fibroblas (Bruncandi, 2014). Gejala khas yang lainnya adalah: a. Mobius sign (gangguan konvergensi mata), b. von Graefe’s sign (kegagalan kelopak mata atas untuk mengikuti gerakan bola mata ke bawah dengan segera), c. Joffroy’s sign (otot-otot wajah tidak bergerak meskipun bola mata melirik ke atas), d. Stellwag’s sign (mata jarang berkedip), e. lid lag (kelopak mata atas tertinggal dibelakang tepi atas iris saat mata bergerak ke bawah). 2.4.7 Diagnosis hipertiroid 1. Pemeriksaan fisik Tirotoksikosis dari Grave’s
disease
berhubungan
dengan
membesarnya kelenjar tiroid, kadang-kdang dapat terdengar bruit dengan memakai bell dari stetoskop. Toxic multinoduler goiter secara umum terjadi ketika kelenjar tiroid membesar setidaknya 23 kali dari ukuran normal. Kelenjar bersifat lunak, tapi nodul yang soliter kadang-kadang dapat dipalpasi. Karena kebanyakan nodul tiroid tidak dapat dipalpasi, harus dibuktikan lewat USG tiroid, tapi nodul tiroid yang overaktif dapat dibuktikan hanya dengan nuclear tiroid imaging dengan radioiodine (I-123) atau technetium (Tc99m) thyroid scan (Lee, 2014). Opthalmologic dan dermatologic examination Sekitar 50% pasien dengan Grave tirotoksikosis
memiliki
oftalmopati ringan, sering hanya bermanifestasi sebagai periorbital edema, tapi juga dapat jadi edema konjungtiva (chemosis), extraocular muscle dysfunction (diplopia), dan proptosis. Bukti
24
adanya
thyroid
eye
disease
dan
tingginya
hormon
tiroid
mengkonfirmasi diagnosis Grave’s disease.
Gambar 2.9 Grave opthalmopathy (Lee, 2014) Pada kasus yang jarang, Grave disease dapat mempengaruhi kulit dengan adanya deposisi glikosaminoglikan di dermis pada kaki bawah. Hal ini menyebabkan nonpitting edema, yang biasanya berhubungan dengan eritema dan penebalan kulit tanpa nyeri.
Gambar 2.10 Pretibial myxedema (Lee, 2014) INSPEKSI (Gesundeith, 2015) - Minta pasien untuk duduk tegak dengan dagu agak diangkat, perhatikan struktur di bagian bawah-depan leher. Kelenjar tiroid normal
25
biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi, kecuali pada orang -
yang amat kurus Amati tulang hyoid, kartilago tiroid (Adam’s apple) dan kartilago krikoid,
-
serta trakea di bawahnya Lakukan inspeksi pada trakea ada atau tidaknya deviasi. Tempatkan jari pemeriksa pada salah satu sisi dari trakea (ruang antara trakea
-
dan m. sternocleidomastoid) Lakukan pada sisi yang lain dan bandingkan simetris atau tidak Beri pasien minum, hanya dikulum, lalu pasien menengadah ke atas lalu suruh menelan air. Perhatikan kelenjar tiroid bergerak ke atas saat
menelan air Amati leher dan lakukan penilaian kontur, simetris atau tidaknya
kelenjar tiroid PALPASI Palpasi dari depan: - Meminta pasien untuk mengangkat kepala tapi jagan sampai m. -
sternocleidomastoid tegang Raba isthmus tiroid (di bawah kartilago krikoid) dengan jari telunjuk
-
dan jari tengah Minta pasien untuk menelan, rasakan isthmus tiroid yang lunak
-
terangkat ke atas menyentuh di bawah jari telunjuk Geser jari-jari ke lateral sampai batas anterior m. sternocleidomastoid Menilai lobus lateral, sebelum dan saat pasien menelan Meminta pasien untuk fleksi ringan dan sedikit miring ke kanan Tempatkan ibu jari kanan pada bagian bawah kartilago tiroid dan
-
dorong ke arah kanan pasien Kaitkan jari telunjuk dan
tengah
kiri
di
belakang
m.
sternocleidomastoid dan raba bagian depan otot ini dengan ibu jari kiri - Menilai lobus lateral pada saat pasien menelan - Lakukan pada sisi satunya Palpasi dari belakang - Dari belakang pasien, tempatkan jari-jari secara natural pada -
permukaan anterior tiroid dan rabalah Meminta pasien menegakkan kepala (ekstensi ringan) Tempatkan ibu jari pada tengkuk pasien, temukan kartilago krikoid dan
-
raba isthmus tiroid di bawah kartilagi krikoid Meminta pasien untuk menelan
26
-
Geser jari-jari ke arah lateral dan nilai lobus lateral saat menelan. Meminta pasien untuk fleksi ringan dan miring ke kanan. Dorong kartilago tiroid ke kanan dengan jari-jari kiri. Tempatkan ibu jari kanan di belakang m. sternocleidomastoid dan raba
kelenjar tiroid dengan jari telunjuk dan tengah - Minta pasien untuk menelan AUSKULTASI Bila kelenjar tiroid membesar, lakukan auskultasi pada lobus lateral kelenjar tiroid untuk mendengarkan bruit. Klasifikasi awal: Derajat 0 : tidak teraba struma Derajat IA : teraba struma tapi tidak terlihat Derajat IB : teraba struma tapi baru dapat dilihat bila posisi kepala menengadah Derajat II Derajat III
: struma terlihat pada posisi biasa : struma mudah dilihat pada posisi biasa dari jarak yang
agak jauh Derajat IV : struma yang amat besar Untuk membedakan hipertiroid dengan penyebab yang lain dari tirotoksikosis, Radioactive Iodine Uptake (RAIU) dapat dilakukan. Hipertiorid memiliki RAIU yang tinggi sementara etiologi yang lain rendah dan hampir tidak ada (Mary, 2014). a. Evaluasi klinis Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis dapat ditegakkan dengan penilaian indeks Wayne:
27
Interpretasi hasil: >19 = toxic 11-19 = equivocal <11 = eutiroid toxic b. Pemeriksaan penunjang Serum TSH Pengukuran serum TSH memiliki sensitivitas dan spesifitas tertinggi dari tes darah tunggal. Tes ini digunakan sebagai tes skrining
yang
penting
untuk
hipertiroid.
Pada
keadaan
hipertiroid, serum TSH akan lebih rendah dari 0,01 mU/L atau bahkan tidak terdeteksi (Paz-Pacheco, 2012). Kadar T3 dan T4 Untuk menilai keparahan dari kondisi dan meningkatkan akurasi diagnostik, baik TSH dan T4 bebas harus dinilai pada saat evaluasi awal. Pada hipertiroid biasanya serum T3 dan T4 bebas meningkat. Pada hipertiroid yang lebih ringan, serum T4 dan T4 bebas mungkin normal, hanya serum T3 yang mungkin naik, dan serum TSH akan kurang dari 0,01 mU/L disebut T3 tirotoksikosis (Paz-Pacheco, 2012). Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan kadar TBG oleh pengaruh estrogen. 28
Namun peningkatan kadar T4 total di atas 190 nmol/L (15 ug/dL) menyokong diagnosis hipertiroid, Pemeriksaan kadar T4 dan T3 bebas merupakan prosedur yang tepat karena tidak dipengaruhi
oleh
peningkatan
TBG.
Beberapa
peneliti
melaporkan bahwa kadar T4 dan T3 bebas sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja mungkin sudah menunjukkan hipertiroid (Siraj, 2008).
Gambar 2.11 Algoritma diagnosis hipertiroid (Reid, 2008) 2. Pemeriksaan penunjang Radionuclide Imaging Kedua yodium 123 (123i) dan yodium 131 (131I) digunakan untuk menggambarkan
kelenjar
tiroid.
123i
memancarkan
radiasi
berdosis rendah, memiliki sebuah waktu paruh dari 12-14 jam, dan digunakan untuk menggambarkan tiroid lingual atau gondok.
29
Sebaliknya, 131I memiliki paruh waktu 8-10 hari dan mengarah ke paparan radiasi dengan dosis tinggi. Oleh karena itu, isotop ini digunakan untuk menyeleksi dan mengobati pasien dengan kanker tiroid yang berdiferensiasi untuk penyakit metastasis. Gambar yang diperoleh oleh studi ini tidak hanya memberikan informasi tentang ukuran dan bentuk kelenjar, tetapi juga aktivitas distribusi fungsional. Daerah yang kuarang menangkap radioaktivitas dari kelenjar
sekitarnya
disebut
cold,
sedangkan
daerah
yang
menunjukkan peningkatan aktivitas yang disebut hot. Resiko keganasan lebih tinggi pada lesi “cold” (20%) dibandingkan dengan lesi "hot" atau "warm" (<5%). Technetium Tc 99m pertechnetate (99mTc) diserap oleh kelenjar tiroid dan semakin sering digunakan untuk evaluasi tiroid. Isotop ini diserap oleh mitokondria, tetapi tidak organified. Hal ini juga memiliki keuntungan yakni memiliki waktu paruh yang lebih pendek dan meminimalkan paparan radiasi. Hal ini sangat sensitif untuk metastasis kelenjar. Baru-baru ini,
18
FDG)
F-fluorodeoxyglucose positron emission tomography (PET sedang
semakin
sering
digunakan
untuk
screening
metastasis pada pasien dengan kanker tiroid yang pada studi pencitraan lain hailnya negatif. PET scan tidak secara rutin digunakan dalam evaluasi nodul tiroid.Terdapat beberapa laporan terbaru mengenai tingkat keganasan pada lesi ini berkisar antara 14 sampai 63%. Nodul yang ditemukan secara kebetulan ini ditemukan harus diperiksa dengan USG dan aspirasi biopsi jarum halus (FNAB) (Bruncardi, 2014). USG USG adalah studi pencitraan noninvasif baik dan portabel dari kelenjar tiroid dengan keuntungan tambahan dari tidak adanya paparan radiasi. Hal ini membantu dalam evaluasi nodul tiroid,
30
membedakan nodul solid dan yang kistik, dan memberikan informasi tentang ukuran dan multicentricity. USG juga dapat digunakan
untuk
menilai
limfadenopati
servikal
dan
untuk
menuntun FNAB. Sebuah ultrasonographer yang berpengalaman diperlukan untuk hasil terbaik (Bruncardi, 2014). Computed Tomography / Magnetic Resonance Imaging Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) memberikan pencitraan yang amat baik dari kelenjar tiroid dan kelenjar yang berdekatan, dan sangat berguna dalam mengevaluasi ukuran, terfiksir, atau gondok substernal (yang tidak dapat dievaluasi oleh USG) dan hubungan mereka dengan saluran napas dan struktur vaskular. Noncontrast CT scan harus dilakukan pada
pasien
yang
cenderung
membutuhkan
terapi
RAI
berkelanjutan. Jika kontras diperlukan, terapi harus ditunda selama beberapa
bulan.
Gabungan
PET-CT
digunakan
untuk
Tg-positif,
tumor
scan
semakin
radioaktif
sering
yodium-negatif
(Bruncardi, 2014). Fine needle aspiration biopsy (FNAB) Pada Graves disease, FNAB sangat diperlukan jika ditemukan nodul pada tiroid untuk membedakan nodul jinak dan ganas (PazPacheco, 2012). 2.4.7 Penatalaksanaan Pengobatan Umum: 1) Istirahat. Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat.
Penderita
dianjurkan
tidak
31
melakukan
pekerjaan
yang
melelahkan/mengganggu pikiran baik di rumah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di rumah sakit (Bruncardi, 2014). 2) Diet. Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif (Bruncardi, 2014). 3) Obat penenang. Mengingat pada hipertiroid sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat diberikan. Di samping itu perlu juga pemberian psikoterapi (Bruncardi, 2014). Pengobatan Khusus 1) Obat antitiroid. Obat antirioid umumnya diberikan dalam persiapan untuk tindakan ablasi RAI ataupun operasi. Obat-obat yang biasanya digunakan adalah Propiltiourasil (PTU, dengan dosis 100–300 mg tiga kali sehari). Dan metimazol (dosis 10–30 mg tiga kali sehari, kemudian dilanjutkan satu kali sehari). Metimazol mempunyai waktu paruh yang panjang dan dapat diberikan satu kali dalam sehari. Kedua obat tersebut berfungsi untuk menurunkan produksi hormon tiroid dengan menghambat ikatan organik dari yodium dan penggabungan iodotirosin (diemediasi oleh TPO). Selain itu, PTU juga menghambat konversi perifer T4 menjadi T3, sehingga obat ini berguna untuk pengobatan Thyroid Storm/Crisis.
Kedua obat dapat menembus
plasenta, sehingga menghambat fungsi tiroid fetus, dan obat ini juga dieksresikan melalui air susu ibu meskipun PTU mempunyai resiko yang lebih rendah untuk ditransfer secara transplasental. Metimazol juga dikaitkan
32
dengan terjadinya kelainan kongenital berupa aplasia. Oleh karena itu, PTU lebih sering digunakan pada wanita hamil dan menyusui. Efek samping yang bisa didapatkan adalah granulositopenia reversibel, ruam kulit, demam, neuritis perifer, poliarteritis, vaskulitis, dan agranulositosis serta anemia aplastik. Pasien harus dipantau untuk kemingkinan terjadinya komplikasi dan harus diperingatkan untuk menghentikan PTU atau metimazol dengan segera jika kemudian pasien mengalami nyeri tenggorokan dan demam (Anonim, 2012). Dosis obat antitiroid harus dititrasi setiap 4 minggu sampai fungsi tiroid normal. Beberapa pasien dengan Graves disease dapat menjadi remisi setelah pengobatan selama 12–18 bulan dan obat dapat dihentikan. Setengah dari pasien yang menjadi remisi dapat mengalami kekambuhan pada tahun berikutnya (Lee, 2014). Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300-600 mg perhari untuk PTU atau 30-60 mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar (Lee, 2014). Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ, antara lain adalah: 1. MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama dibanding PTU di clalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI ± 6 jam sedangkan PTU + 11 /2 jam. 2. Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik dibanding PTU. 3. MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat pada albumin serum, sehingga MMI lebih bebas menembus barier plasenta
33
dan air susu, sehingga untuk ibu hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan (Lee, 2014). Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24 bulan) dan dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50-70%) akan mengalami perbaikan yang bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit memberikan perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur minum obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan yodium sebelumnya atau dosis kurang). Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash dapat ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian pengobatan. Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2-0,7%), kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40 tahun yang menggunakan dosis besar. Efek samping lain yang jarang terjadi. Antara lain berupa: arthralgia, demam rhinitis,
conjunctivitis,
alopesia,
sakit
kepala,
edema,
limfadenopati,
hipoprotombinemia, trombositopenia, gangguan gastrointestinal (Lee, 2014). 2) Yodium Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan hormon dan pada saat yodium dihentikan, timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroidi menghebat (Lee, 2014). Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh efek yang cepat seperti pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya digunakan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan dosis terbagi yang diberikan 2
34
minggu sebelum dilakukan pembedahan.Marigold dalam penelitiannya menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan 10 hari sebelum dan sesudah operasi (Lee, 2014). 3) Penyekat Beta (Beta Blocker). Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada sistem simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin (Lee, 2014). Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat pengaruh hati.Reserpin, guanetidin dan penyekat beta (propranolol) merupakan obat yang masih digunakan. Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah pemberian akan tampak penurunan gejala. Khasiat propranolol : − penurunan denyut jantung permenit − penurunan cardiac output − perpanjangan waktu refleks Achilles − pengurangan nervositas − pengurangan produksi keringat − pengurangan tremor Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu ± 4-6 jam hipertiroid dapat kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena
penggunaan
dosis tunggal
propranolol
sebagai
persiapan operasi dapat menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi. Penggunaan propranolol a.l. sebagai : persiapan tindakan pembedahan atau pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis tiroid 35
4)
Levotiroksin (L-tiroksin) Merupakan obat yang bisa memberikan kadar serum T3 danT4 yang
stabil. Penyerapan di usus bisa mencapai 75%.Obat ini merupakan pilihan untuk penggantian hormon tiroid dan terapi supersif karena stabil secara kimia, murah, bebas antigen, dan punya potensi seragam.Pada pasien yang direncanakan tiroidektomi, selain diberikan PTU atau metimazol, dapat diberikan levotiroksin untuk menjaga kondisi eutiroid. Pada penderita eutiroid sebelum operasi, terapi pengganti hormon mungkin tidak diperlukan setidaknya untuk 10 hari pasca bedah, bahkan setelah tiroidektomi total. Dosis harian hormon pengganti tiroid umumnya 100 ug levothyroxine (Synthroid) untuk orang dengan berat badan normal. Kebanyakan ahli endokrin percaya bahwa dosis levothyroxine perlu disesuaikan untuk menjaga kadar TSH pada kadar normal rendah setelah operasi untuk kanker atau terapi supresif. 5) Tindakan pembedahan Tindakan
pembedahan
direkomendasikan
ketika
kontraindikasi
terhadap RAI pada pasien yang dikonfirmasi kanker atau dicuragi nodul tiroid, berusia muda, memiliki reaksi yang parah terhadap antitiroid, memiliki gondok yang besar (>80 g) sehingga menyebabkan gejala kompresi. Indikasi relatif
pada
tiroidektomi
meliputi
pasien
dengan
perokok,
Graves
ophthalmopathy sedang hingga berat, pasien yang meginginkan control cepat sehingga segera menjadi eutiroid.Wanita hamil merupakan kontra ndikasi relatif dari pembedahan, dan pembedahan dilakukan hanya ketika dibuthkan kontrol cepat dan obat anitiroid tidak dapat digunakan. Pembedahan yang paling baik dilakukan pda trimester dua (Bruncardi, 2014). Tindakan pembedahan sangat direkomendasikan pada kasus toxic multinodular goiter dan toxic adenoma. Tiroidektomi subtotal merupakan bentuk penanganan hipertiroid
yang
terlama.
Tiroidektomi
36
totdal
dan
kombinasi
dari
hemitiroidektomi dan tiroidektomi subtotal kontralateral dapat digunakan (Lee, 2014). Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. Thionamid biasanya diberikan 6-8 minggu sebelum operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol selama 10-14 hari sebelum operasi.Propranolol dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum operasi (Lee, 2014). Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid yang permanen. Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan sampai 0 (Lee, 2014). Berbagai indikasi untuk melakukan tiroidektomi adalah pasien terdiagnosis kanker tiroid. Di luar keganasan, tiroidektomi juga menjadi pilihan terapi yang layak untuk pasien dengan goiter atau gondok. Pasien yang mengalami sesak nafas, nafas pendek, maupun sulit menelan karena adanya goiter yang besar harus dilakukan tiroidektomi. Indikasi lain dari tindakan ini adalah Graves disease yang sulit diatasi. Hipertiroid berat yang tidak terkontrol merupakan kontraindikasi relatih untuk melakukan tindakan operatif karena kekhawatiran keadaan saat operasi maupun setelah operasi Meskipun tiroidektomi bisa dilakukan saat kehamilan, banyak ahli yang menyatakan sebaiknya tindakan tiroidektomi ditunda hingga paska persalinan (Lee, 2014). Tergantung dari patologinya, berapa luas kelenjar yang diambil serta ada tidaknya penyebaran dari penyakitnya (keganasan) a.
Subtotal Lobektomi
37
Pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid sekitar pada satu sisi,dengan meninggalkan sebanyak kurang lebih 4-7 gram jaringan tiroid normal pada bagian dekat n. rekurens. Operasi dilakukan pada tonjolan jinak tiroid. b. Pengangkatan
nodul
sepenuhnya.Operasi
ini
Total Lobektomi tiroid dengan dilakukan
pada
jaringan
tonjolan
jinak
tiroid yang
mengenai seluruh jaringan tiroid satulobus, atau pada tonjolan tiroid dengan hasil pemeriksaan FNA-B menunjukkan suatu neoplasma folikuler. Bila hasil pemeriksaan histo PA dari specimen menunjukkan keganasan tiroid, maka tindakan lobektomi total sudah dianggap cukup pada penderita dengan faktor prognostik yang baik. c. Subtotal tiroidektomi Pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid sekitarnya pada kedua sisi, dengan meninggalkan kurang lebih 4-7 gram jaringan tiroid normal. d.
Near total tiroidektomi Pengangkatan nodul tiroid beserta seluruh jaringan tiroid pada satu sisi disertai pengangkatan sebagian besar jaringan tiroid sisi kontralateral
dengan
menyisakan
sekitar
5
gram
pada
sisi
tersebut.operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang mengenai seluruh jaringan tiroid satu lobus dan sebagian jaringan tiroid kontralateral. e.
Total tiroidektomi Pengangkatan nodul tiroid beserta seluruh jaringan tiroid.Operasi ini dikerjakan pada karsinoma tiroid diferensiasi tidak baik terutama bila disertai adanya faktor prognostik yang jelek
38
Gambar 2.13 Macam-Macam Pembedahan Kelenjar Tiroid (http://www.drugs.com/health-guide/images/205306.jpg. Diakses 5 Oktober 2015 Pukul 21.40 WIB) Teknik yang dijelaskan mengacu pada diseksi kapsular dari lobus tiroid yang bisa meluas hingga tiroidektomi total.
Menginsisi pada leher bagian depan 4 cm di atas suprasternal notch
sedikit melengkung dengan konkavitas ke atas Memperdalam incise sampai m. plastyma, flap atas dibebaskan dari jaringan di bawahnya dengan cara tajam kemudian dengan cara tumpul sampai setinggi incisura thyroidea. Merawat perdarahan yang terjadi. Flap bawah dibebaskan dengan cara seperti di atas sampai setinggi suprasternal notch, pembebasan bagian medial lebih penting
dari pada bagian lateral Membuat insisi vertical di garis tengah leher pada fascia colli dari
cartilage thyroid sampai supra sternal notch. Memisahkan M. Sternothyroideis secara longitudinal dengan struktur di bawahnya dengan jari telunjuk dan kemudian disisihkan ke lateral.
Tampak Kapsula chirrugis glandula thyroid dan M. Sternothyroid. Membuat insisi pada kapsula chirrugis, memisahkan dari stuktur di bawahnya secara tumpul dengan jari-jari kemudian ditarik ke lateral. Untuk dissectie sebelah lateral dan posterior di bawah fascia ini harus
39
hati-hati adanya kemungkinan perlukaan pada V. thyroid media. Maka
tampaklah Gl . thyroidea Dengan jari-jari lobus lateralis kanan kelenjar thyroid ditarik kemedial
dan V. Thyroidea media diklem dan diligasi barulah dipotong Lobus lateralis kanan kelenjar thyroid ditarik kekiri bawah dan M. Sterno hyoideus dan M. Sternothyroideus kanan ditarik kekanan atas untuk mengexpose pol. Superior lob. Lateralis kanan kel. Thyroid ini. Kemudian vascular pedicle superior kel. Thyroid sebelah kanan dimobilisir dengan cara : tajam pada sebelah medialnya dengan klem, tajam pada sebelah profundusnya yg relative lekat dengan struktur dibawahnya. Kemudian masukkan jari telunjuk tangan kiri kedalam ruangan profundus polus superior tersebut yang dibatasi sebelah profundus oleh Vert. cervicalis, sebelah lateral A. Carotis. Dengam jari-jari polus superior ini dibebaskan seluruhnya dari jaringan
sekitarnya. Setelah R.
externus
n.
laryngeus
Sup.
diindentifikasi
dan
diselamatkan, maka Vasa thyroidea superior dipegang dengan klem pada 2 tempat dan diligasi sebelah luar dari klem tersebut dengan zide atau catgut yg kuat, kemudian dipotong diantara kedua klem diatas. Untuk lebih safe maka buat ligasi lagi pada sebelah proximal dari ligasi
proximal vasa thyroidea superior. Melakukan dissectie jaringan ikat kendor yang dibatasi oleh kelenjar thyroid sebelah medial dari a. rotis disebelah lateral untuk mencari a. thyroidea inferior. Setelah didapat maka lingkari dengan zyde atau catgut yang kuat yang masih dilonggarkan lebih dulu. Kemudian vascular pedicle inferior dibebaskan dari jaringan sekitarnya secara tumpul.
Setelah bebas vascular pedicle inferior ini dipegang dengan klem kemudian diligasi lalu dipotong seperti vasculair pedicle superior diatas.
40
Polus superior dan polus inferior lateralis kanan kelenjar thyroid yang telahbebas ini disatukan kemudian lobus lateralis kanan ditarik ke medial. Jalann. laryngeus inferior kanan dan hubungannya dengan kelenjar parathyroidea superior dapat dilihat
Jaringan ikat kendor yang mengikat kelenjar thyroid kee lig. Cricothyroid yang disebut suspensorium dipegang dengan dengan dua klem dan
dipotong di antara di kedua klem tersebut
Kemudian kelenjar thyroid dapat dipotong (subtotal /partial resecti). Pada Subtotal thyroidectomy bilateral/ unilateral sisa lobus kelenjar thyoid dijahitkan fascia prethrtacealis dengan zyde.
Operasi pada lobus lateralis kanan untuk total thyroidektomy dilanjutkan, bila terdapat a. thyroidea ima dipegang dengan dua klem diligasi kemudian dipotong. Isthmus kelenjar thyroid dipisahkan dengan permukaan anterior trachea secara tumpul yatu masukkan klem arteri yang bengkok diantara isthmus dan trachea dari bawah keatas kemudian dibuka ditutup secara berganti. Lalu isthmus dipegang dengan dua klem diligasi dan dipotong.
Lobus lateralis kanan kel. Thyroid kemudian dibebaskan seluruhnya dari jaringan yang masih melekat padanya
Bila kedua lobus lateralis kel. Thyroid akan dipotong maka prosedur ini diulangi pada sisi kiri
M. sternothyroid kanan dan kiri dijahit kembali juga m. sternohyoid dijahit kembali dengan zyde. Bila perlu drain dipasang.
Fascia colli dijahit dengan baik
41
M.platysma dan kulit kemudian ditutup, operasi selesai
Gambar 2.14Tiroidektomi (http://epomedicine.com/medical-students/thyroidectomy-basics. Diakses 5 Oktober 2015 Pukul 23.15 WIB
2.4.8 Komplikasi 1.
Masalah jantung. Beberapa komplikasi yang paling serius dari hipertiroid melibatkan
jantung. Gejala ini termasuk detak jantung yang cepat, gangguan irama 42
jantung yang disebut fibrilasi atrium dan gagal jantung kongestif - suatu kondisi di mana jantung tidak dapat mengedarkan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Komplikasi ini umumnya reversibel dengan pengobatan yang tepat 2.
Osteoporosis. Hipertiroidisme yang tidak diobati juga dapat menyebabkan
kelemahan pada tulang dan tulang rapuh (osteoporosis). Kekuatan tulang tergantung dari jumlah kalsium dan mineral yang dikandungnya. Terlalu banyak
hormon
tiroid
mengganggu
kemampuan
tubuh Anda
untuk
menggabungkan kalsium ke dalam tulang. 3.
Masalah mata. Orang dengan Graves 'ophthalmopathydapat memiliki masalah pada
mata, termasuk mata menonjol, mata merah atau bengkak, sensitif terhadap cahaya, dan kabur atau penglihatan ganda. , Masalah mata yang parah tidak diobati dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. 4.
Kulit bengkak dan merah. Dalam kasus yang jarang terjadi, orang-orang dengan Graves disease
dapat memiliki gejala dermopati, yang mempengaruhi kulit, menyebabkan kemerahan dan bengkak, sering pada tulang kering dan kaki.
5.
Krisis tirotoksik. Hipertiroidisme juga meningkatkan resiko terjadinya tirotoksis krisis–
Gejala yang muncul secara tiba-tiba antara lain demam, denyut nadi cepat dan bahkan delirium.
43
2.4.9 Prognosis Hipertiroid akibat toxic multinodular goiter dan toxic adenoma biasannya bersifat permanen dan terjadi pada orang dewasa. Setelah normalisasi fungsi tiroid dengan obat antitiroid, yodium radioaktif biasanya direkomendasikan sebagai terapi definitif. Obat antitiroid Jangka panjang, dosis tinggi tidak dianjurkan. Gondok multinodular toksik dan adenoma toksik mungkin akan terus tumbuh perlahan-lahan selama penggunaan obat antitiroid (Lee, 2015). Umumnya, daerah yang thyrotoxic dilakukan tindakan ablasi, dapat mungkin menjadi tetap eutiroid. Mereka yang menjadi hipotiroid setelah terapi yodium radioaktif mudah dipertahankan dengan terapi penggantian hormon tiroid, dengan T4 diberikan sekali sehari (Lee, 2015). Pasien dengan penyakit Graves mungkin menjadi hipotiroid dalam perjalanan alami penyakit mereka, terlepas dari apakah pengobatan melibatkan yodium radioaktif atau operasi. Penyakit mata dapat berkembang pada saat jauh dari diagnosis awal dan terapi. Umumnya, setelah diagnosis, oftalmopati perlahan membaik selama tahun (Lee, 2015). Kelebihan hormon tiroid menyebabkan penebalan ventrikel kiri, yang berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung dan kematian yang berhubungan
dengan
jantung.
Tirotoksikosis
telah
dikaitkan
dengan
kardiomiopati, gagal jantung kanan dengan hipertensi pulmonal, dan disfungsi diastolik dan fibrilasi atrium (Lee, 2015). Peningkatan laju resorpsi tulang terjadi. Kehilangan tulang, diukur dengan densitometri mineral tulang, dapat dilihat pada hipertiroidisme berat pada semua usia dan jenis kelamin. Pada penyakit subklinis ringan, penurunan densitas tulang sering terjadi pada wanita pascamenopause (Lee, 2015).
44
DAFTAR PUSTAKA
Aleppo,
Grazia.
2015.
Hyperthyroidism.
Available
at
http://www.endocrineweb.com/conditions/hyperthyroidism/hyperthyroidi
45
sm-overview-overactive-thyroid Accessed February 11, 2015 at 15.30 pm Anonim, 2012. Hyperthyroidism. Available at www.thyroidawareness.com. Accessed at January 30, 2012. Bruncardi, F.C., et al. Chapter 38 in Thyroid, Parathyroid, and Adrenal in Schwartz’s Principal Of Surgery 9th Edition. 2014. United States of America Page 3198 – 3205. Fox, S I. 2006. Endocrin Glands. In: Human Physiology 8 th Ed. McGrawHill. Page 303-4. Ganong, F W. 2006. The thyroid gland. In: Review of Medical Physiology 22 th Ed. USA: McGrawHill Companies. Gesundheit,
Neil.
2005.
Thyroid
Exam.
Available
at
http://stanfordmedicine25.stanford.edu/the25/thyroid.html Accessed at May 21, 2015 at 23.00 pm. Guyton, A.C., dan Hall, J E. 2006. Thyroid Metabolic Hormones. In: Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders. Lee,
Stephanie
L.,
2014.
Hyperthyroidism.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/121865-overview#a6 Accessed at November 3, 2015 at 16.30 pm. Lights V., Solan M., Fantauzzo M. 2015. Hyperthyroidism. Available at http://www.healthline.com/health/hyperthyroidism#Overview1. Accessed at October 27, 2015.
46
Mathur,
Ruchi,
2015.
Overview
hyperthyroidism
of
in
the
clinical
manifestations
adults.
Available
of at
http://www.medicinenet.com/hyperthyroidism/article.htm#what_is_hype rthyroidism. Accessed at October 30, 2015, at 12.30 pm. Mary,
Shomon.
2014.
Thyroid
Imaging
Tests.
Available
at
http://thyroid.about.com/od/gettestedanddiagnosed/a/imagingtests.htm Accessed at December 15, 2014. Moore, Keith L., Agur, Anne M R. 2007. Chapter 8, Neck. In: Essential Clinical Anatomy 3rd. Lippincott Williams and Wilkins. Paz-Pacheco, Elizabeth, MD. Indonesian Clinical Practice Guidelines for Hyperthyroidism. Journal of the Asean Federation of Endocrine Societies.
2012,.
Available
at
http://asean-
endocrinejournal.org/index.php/JAFES/article/view/10/16 Accessed at May 20, 2015 at 23.15 pm Pong, Vincent. 2013. Journal of Endocrinology and metabolism. Availablr at http://www.jofem.org/index.php/jofem/article/view/144/199 Accessed at April 2013. Reid, J R., Wheeler S F. 2008. Hyperthyroidism: Diagnosis and Treatment. Available at http://www.aafp.org/afp/2005/0815/p623.html Accessed at August, 15 at 17.10 pm. Robinson, Jennifer. 2015. Overactive Thyroid (Hyperthyroidism) Available at http://www.webmd.com/women/overactive-thyroid-hyperthyroidism? page=3 Accessed at Agustus 27, 2015 at 17.26 pm. Siraj, 2008. Update on the Diagnosis and Treatment of Hyperthyroidism. Philadelphia: JCOM.
47
Supadmi S., Emilia O., Kusnanto H. 2012. Hubungan Hipertiroid dengan Aktivitas Kerja Pada Wanita Usia Subur dalam Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 23. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. pp 124-130. Vander, A.J. Sherman J.H., Luciano D.S. 2003. The Endocrine System. In: Human Physiology, The Mechanism of Body Function 9 th Ed. New York: McGrawHill Publishing Company. Young Barbara, Lowe JS, Stevens Alan, Heath J W. 2007. Thyroid Gland in Wheater’s Functional Histology, A Text and Colour Atlas 5 th Ed. Elsevier.
48