2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan perekonomian yang semakin berkembang kearah system perekonomian global maka menuntut manusia harus dapat berpikir secara global juga. Baik itu berupa perencanaan atau kualitas dari sumber daya manusia itu sendiri. Perencaan sumber daya manusia secara sistematik memperkirakan permintaan dan ketersediaan pekerjaan dimasa depan. Perencaan sumber daya manusia atau kadang-kadang disebut juga perencaan tenaga kerja memungkinkan para manajer dan departemen sumber daya manusia untuk mengembangkan rencana pengadaan staf yang mampu mendukung strategi organisasi melalui pengisian jabatan yang lowong secara proaktif. Bila organisasi tidak memiliki staf dalam jumlah dan jenis yang tepat, maka tujuan-tujuan strategi operasional dan fungsional, tidak mungkin dapat tercapai. Kini semakin banyak para eksekutif atau pemimpin perusahaan yang menyadari bahwa rencana sumber daya manusia yang disusun dengan baik sangat esensial bagi keberhasilan strategis atau keberhasilan jangka panjang.
1.2 TUJUAN PENULISAN
Mengetahui faktor-faktor penyebab permintaan sumber daya manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Prediksi permintaan SDM dalam perencanaan SDM di lingkungannya sebuah organisasi, pada dasarnya disebabkan oleh berbagai alasan atau sebab-sebab tertentu. Prediksi yang dilakukan tanpa rasa alasan tidak akan menghasilkan SDM yang mampu bekerja secara efektif dan efisien, dalam memberikan kontribusi pada usaha organisasi/perusahaan dalam mencapai tujuan strategic dan mewujudkan visinya. Untuk itu prediksi harus didasari alasan yang kuat untuk memastikan bahwa permintaan SDM merupakan kebutuhan obyektif atau bukan disebabkan oleh ketidakmampuan mendayagunakan secara efektif dan efisien SDM yang sudah dimiliki.
Menurut Hadari Nawawi (2003) Terdapat tiga faktor yang dijadikan sebab permintaan SDM, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor ketenagakerjaan
FAKTOR INTERNAL SEBAGAI SEBAB PERMINTAAN SDM
Faktor internal adalah kondisi persiapan dan kesiapan SDM sebuah organisasi atau perusahaan dalam melaksanankan operasional bisnis pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi perkembangannya di masa depan. Alasan atau sebab ini harus dilihat dari segi ketersediaan SDM, baik jumlah maupun kualitasnya yang relevan dengan bidang bisnis sebagai pilihan organisasi/perusahaan. Dengan kata lain faktor internal adalah alasan permintaan SDM, yang bersumber dari kekurangan SDM di dalam organisasi/perusahaan untuk melaksanakan bisnisnya. Berikut yang terdiri dari faktor internal:
Faktor Rencana Strategik dan Rencana Operasional
Faktor Prediksi Produk dan Penjualan
Faktor pembiayaan SDM
Faktor Pembuka bisnis baru
Faktor Desain Organisasi dna Desain Pekerjaan
Faktor keterbukaan dan keikutserataan
Faktor Rencana Strategik(RENSTRA) dan Rencana Operasional(RENOP)
Pengadaan SDM di lingkungan sebuah organisasi/perusahaan adalah untuk melaksanlan kegiatan bisnis yang terdapat di dalam RENOP sebagai penjabaran dari RENSTRA. Dengan demikian berarti RENOP dan RENSTRA merupakan penyebab utama yang terpenting dalam memprediksi permintaan SDM. Untuk itu prediksi jumlah dan kualifikasi SDM yang dibutuhkan, hanya dapat dilakukan apabila terdapat kekurangan SDM yang berdampak terdapat program-program atau kegiatan-kegiatan bisnis yang tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Faktor Prediksi Produksi dan Penjualan
Dalam kenyataan kegiatan bisnis berdasarkan RENSTRA dan RENOP hanya akan mampu mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi/perusahaan, apabila bisnis menghasilkan laba yang kompetitif secara berkesinambungan. Kenyataan itu mengharuskan organisasi melakukan prediksi produk aoa yang akan dihasilkan dan memprediksi pula produk yang dapat dipasarkan.
Prediksi itu pada dasarnya merupakan prediksi laba yang dapat diraih, dengan mempergunakan jumlah dan kualitas SDM yang sudah dimiliki organisasi sekarang. Selanjutnya perusahaan harus memprediksi pula apakah produk dan kemampuan memasarkan dapat ditingkatkan di masa depan, yang berdampak pada peningkatan laba.
Faktor Anggaran/Pembiayaan SDM
Dalam perencanaan SDM sangan dipengaruhi oleh anggaran atau pembiayaan SDM yang dapat disediakan organisasi dari laba komperatif yang berkelanjutan. Kondisi itu berarti organisasi memikul tanggung jawab menjamin bahwa upah/gaji tetap setiap SDM yang dipekerjakan sebagai karyawan tetap dapat dibayar secara berkelanjutan. Dengan kata lain upah/gaji tetap SDM yang dipekerjakan harus dibayar meskipun organisasi mengalami penurunan laba, bahkan mungkin rugi dalam menjalankan bisnisnya.
Faktor Bisnis Baru
Bisnis baru di lingkungan sebuah organisasi pada dasarnya berarti pengembangan jenis produk dengan mempergunakan teknologi yang dimiliki yang belum dipergunakan secara maksimum. Kondisi itu dapat dilakukan apabila dari hasil survey pasar diperoleh informasi masih terdapat konsumen potensial dalam jumlah yang cukup besar. Pengembangan produk baru akan berdampak diperlukannya penmabahan SDM, karena terjadi penambahan pekerjaan dan bahkan mungkin bertambahnya jabatan baru.
Faktor Struktur Organisasi dan Desain pekerjaan
Struktur organisasi yang terdiri dari unit-unit kerja yang disebut divisi, departemen dll yang tersusun secara vertical dan horizontal, pada tahap awal berpengaruh pada prediksi jumlah manajer/pemimpin yang harus dikerjakan. Dengan kata lain jumlah manajer harus disesuaikan dengan banyaknya unit kerja dengan kualifikasi sesuai jenjangnya masing-masing. Dengan kata lain setiap dilakukan penambahan atau pengurangan unit kerja, berarti juga harus dilakukan prediksi jumlah dan kulifikasi manajer yang dibutuhkan.
Faktor Keterbukaan dan Keikutsertaan Para Manajer
Pada dasarnya faktor ini berkenaan dengan keterbukaan dalam kebijaksanaan Manajer Puncak dan pengimplementasiannya oleh para manajer unit kerja sebagai pembatunya. Dari segi bijaksanaan sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian-uraian terdahulu dapat berbentuk kebijakan tanpa diskriminasi atau sebaiknya kebijaksanaandiskriminatif.
FAKTOR EKSTERNAL SEBAGAI SEBAB PERMINTAAN SDM
Faktor Eksternal adalah kondisi lingkungan bisnis yang berada di luar kendali perusahaan, yang berpengaruh pada RENSTRA dan RENOP, sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pula pada perencanaan SDM. Sebab atau alasan terdiri dari:
Faktor Ekonomi Nasional dan International
Faktor Sosial, Politik dan Hukum
Faktor Teknologi
Faktor Pasar Tenaga Kerja dan Pesaing
Faktor Ekonomi Nasional dan Internasional
Faktor ini pada dasarnya berupa kondisi dan kecenderungan pertumbuhan ekonomi dan moneter nasional atau internasional yang berpengaruh pada kegiatan bisnis setiap dan semua organisasi/perusahaan. Dalam kenyataannya pengaruh yang berpotensial terjadi adalah kondisi ekonomi internasional berpengaruh pada trend pertumbuhan ekonomi nasional dan tidak pernah terjadi sebaliknya. Dampak kondisi pertumbuhan ekonomi internasional dan nasional pada RENSTRA dan RENOP tersebut, bagi sebuah organisasi langsung berpengaruh pada prediksi permintaan SDM, baik jumlah maupun kualifikasinya dalam Perencanaan SDM.
Faktor Sosial, Politik dan Hukum
Faktor Sosial
Faktor ini diartikan sebagai kondisi kehidupan bersama di lingkungan suatu masyarakat yang menggambarkan merata atau tidak tingkat kesejaterahan anggotanya sebagai hasil interaksi sosial antar individu dan individu dengan kelompok sosial termasuk juga dengan organisasi dibidang bisnis. Faktor sosial yang bersumber dari interaksi seperti diuraikan di atas, terlihat dalam adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, kehidupan beragama, rata-rata tingkat pendidikan anggota masyarakat, jumlah populasi, kondisi ketenagakerjaan, rata-rata tingkat kesejaterahan anggota masyarakat dll. Kondisi itu secara langsung mempengaruhi pada jenis dan cara mengkonsumsi produk yang dipasarkan oleh berbagai organisasi.
Kondisi seperti yang diuraikan diatas sangat besar pengaruhnya bagi setiap dan semua organisasi termasuk perusahaan multi nasional dalam menetapkan kualifikasi SDM yang akan dipekerjakannya. Khusus bagi perusahaan multi nasioanl penentuan kualifikasi SDM yangakan semakin rumit terutama untuk SDM yang ditugaskan pada perusahaan cabangnya di banyak negara.
Faktor Politik
Faktor ini sangat menyangkut kondisi dan perkembangan politik nasional dan internasional, yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di suatu negara dan kondisi moneter nasional.
Politik Negara/Nasional
Dari suatu sisi stabilitas pemerintahan suatu negara sangat memerlukan stabilitas di semua bidang khususnya stabilitas politi, agar dapat melaksanakan pembangunan untuk mensejaterahkan kehidupan rakyat. Dari sisi lain pemerintah suatu negara harus mampu menciptakan stabilitas kehidupan di semua bidang, terutama di bidang politik, agar memperoleh kondisi yang kondusif bagi rakyat dalam mewujudkan produktivitas dan berprestasi yang akan menunjang pelaksanaan tugas dan stabilitas pemerintahan secara keseluruhan.
Dari uraian diatas berarti organisasi bisnis dalam mepertahankan dan mengembangkan eksistensinya, sangat memerlukan kondisi suatu negara yang memiliki stabilitas politik, ekonomi, sosisal budaya, ketertiban dan keamanan yang dinamis di negara operasional bisnisnya. Dengan kondisi seperti itu maka setiap organisasi, akan semakin meningkatkan kebutuhan untuk mendapatkan SDM yang harus diprediksi di dalam Perencanaan SDM masing-masing.
Politik Internasional/Global
Politik internasional pada dasarnya berarti kemampuan dan kebijakan pemerintahan suatu negara dalam memelihara dan mengembangkan dinamika hubungan bilateral dengan negara-negara lain di seluruh dunia. Politik internasioanl tergantung pada cara pemerintah dan rakyat suatu negara dalam merespon kondisi politik negara lain, baik bersifat menguntungkan maupun yang menekan dan dapat merugikan. Pengaruh positif atau negative terhadap pertumbuhan ekonomi dan moneter negara akan mempengaruhi RENSTRA dan RENOP organisasi di bidang bisnis. Dampak dari pengaruh itu akan berpengaruh pula secara langsung pada permintaan SDM dalam Perencanaan SDM setiap dan semua organisasi di negara berkembangan.
Faktor hukum
Hukum Nasional
Semua ketentuan hukum sangat berpengaruh terhadap prediksi permintaan SDM di dalam perencanaan SDM, karena pengembangannya eksistensi perusaaan sangan tergantung pada kemampuan organisasi mematuhinya. Misalnya prediksi permintaan SDM sebagai pekerja tingkat bawah dan menengah bawah, sangat dipengaruhi jumlahnya oleh kemampuan organisasi dalam membayar upah berdasarkan ketentuan UMR atau UMP
Hukum internasional
Hukum internasional adalah komitmen antar dua tau lebih bahkan seluruh negara di dunia atau antar suatu negara dengan badan internasional yang memiliki kekuatan dan kekuasaan yuridis formal. Salah satu contoh komitmen dalam bidang ekonomi adalah ketentuan-ketentuan mengenai perdagangan bebas. Hukum internasioanl sangat besar pengaruhnya pada kegiatan bisnis dan eksistensi organisasi bisnis, yang pada gilirannya berpengaruh pula pada prediksi permintaan SDM dari segi kualifikasinya dalam Perencanaan SDM. Di antaranya adalah kualifikasi SDM yang memiliki kemampuan melaksanakan bisnis interntional secara efektif dan efisien.
3.Faktor Kemajuan Perkembangan Ilmu dan Teknologi
Ilmu dan Teknologi yang sangat pesat kemajuan dan perkembangannya pada akhir abad XX, akan terus berkelanjutan sepanjang abad XXI sekarang ini. Dunia usaha atau lingkungan bisnis tidak mungkin memperlamban atau menghentikan perkembangan dan kemajuan tersebut, karena pelakunya adalah para ilmuwan di lingkungan lembaga-lembaga ilmiah termasuk Perguruan Tinggi. Banyak penemuan-penemuan baru yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan kegiatan bisnis, di antaranya berupa peralatan kerja berteknologi canggih. Untuk usaha mengadaptasi perubahan kemajuan teknologi sangat berpengaruh langsung pada prediksi permintaan SDM terutama dari segi kualifikasinya dalam membuat perencanaan SDM.
4.Faktor Pasar Tenaga Kerja Dan Perusahaan Pesaing
Organisasi dalam bidang bisnis yang sama membutuhkan SDM yang kualifikasinya sama pula, yang dapat menjadi penghambat dalam mendapatkan tenaga kerja kunci dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi. Persaingan terjadi untuk memperoleh tenaga kerja berketerampilan dan berkeahlian tinggi/langka yang jumlahnya tidak banyak di pasar.
FAKTOR KETENAGAKERJAAN
Faktor ini adalah kondisi tenaga kerja yang dimiliki perusahaan sekarang dan prediksinya di masa depan yang berpengaruh pada permintaan Tenaga kerja baru. Kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil Audit SDM dan Sistem Informasi SDM sebagai bagian dari Sistem Informasi Manajemen (SIM). Beberapa dari faktor ini adalah:
Jumlah, waktu dan kualifikasi SDM yang pensiun, yang harus dimasukan dalam prediksi kebutuhan SDM sebagai pekerjaan/jabatan kosong yang harus dicari penggantinya.
Prediksi jumlah dan kualifikasi SDM yang akan berhenti/keluar dan PHK sesuai dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau kontrak kerja, yang harus diprediksi calon penggantinya untuk mengisi kekosongan pada waktu yang tepat, baik yang bersumber internal maupun eksternal.
Prediksi yang meninggal dunia
STUDI KASUS
Sumber Daya Manusia Pada NIKE, Inc di Indonesia (Upah, Jam Kerja, Usia Pegawai, Uang Lembur, dan Pesangon)
Source : www.novitna47.blogstudent.mb.ipb.ac.id
Profil Perusahaan NIKE
Nike. Inc merupakan perusahaan multinasional terkemuka yang menghasilkan produk sepatu dan perlengkapan olah raga ternama di dunia. Perusahaan ini menyerahkan semua pengerjaan produksinya ke pihak ketiga termasuk Indonesia.
Pada tahun 1970an Nike memusatkan produksinya di Jepang karena upah buruh di Jepang lebih murah dibanding di Amerika Serikat. Selanjutnya pada tahun 1982, sebagian besar produk Nike dihasilkan di Korea dan Taiwan. Namun, karena upah buruh di kedua negara tersebut kian mahal, Nike merelokasi perusahaannya ke Indonesia, Cina, dan Vietnam.
Produk sepatu dan pakaian olahraga Nike dengan mudah diidentifikasi oleh khas logo perusahaan, para "swoosh" tik, dan slogan "Just Do It". Berbasis dari nama dewi Yunani yang berarti kemenangan, Nike didirikan tahun 1964 ketika atlet sekaligus pengusaha Oregon bernama Phillip Knight, mengagas impor sepatu lari dari Jepang untuk bersaing dengan merek Jerman seperti Adidas dan Puma yang kemudian mendominasi pasar Amerika Serikat. Keuntungannya adalah bahwa sepatu Jepang lebih murah karena tenaga kerja lebih murah di Jepang.
Terlepas dari eksperimen singkat namun tidak berhasil dengan manufaktur di AS, sepatu Nike selalu dibuat di Asia, awalnya di Jepang, kemudian di Korea Selatan dan Taiwan, dan baru-baru ini di China dan Asia Tenggara. Nike memulai produksi di Korea Selatan dan Taiwan pada tahun 1972, karena tertarik oleh tenaga kerja murah di sana, dan segera bergabung dengan perusahaan lain termasuk Adidas dan Reebok. Tapi Nike kemudian memulai langkah lebih jauh. Alih-alih memiliki pabrik sendiri, mereka dikontrak produksi lokal di Korea dan Taiwan.
Gambar 1. Logo Nike
Source : www.google.com
Sebagai perusahaan bos Nike Phil Knight mengatakan: "Tidak ada nilai pasti dalam membuat sesuatu hal. Nilai tersebut akan ditambahkan oleh penelitian yang cermat, dengan inovasi dan pemasaran" (Katz 1994). Produk Nike sekarang pada dasarnya mengikuti ide dari seorang desainer dan pemasar sepatu. Industri lantas dilakukan oleh pemasok Korea dan Taiwan. Sekali lagi, perusahaan lain mengikuti model ini.
Pada 1980an Nike mencoba membuat produksi di Cina, dalam kemitraan dengan perusahaan milik negara, tapi hal ini malah mendatangkan bencana. Nike lantas memindahkan investasinya ke Taiwan. Nike lantas mengambil keuntungan dari ongkos tenaga kerja yang lebih murah di sana.
Pada akhir 1980an dengan adanya pergolakan buruh di Korea Selatan, -peningkatan tingkat upah dan hilangnya kontrol dari tempat kerja oleh otoritas Korea -telah membuat negara tersebut menjadi kurang menarik bagi investor, baik asing maupun dalam negeri, yang mulai mencari lokasi lain yang lebih menyenangkan. Nike lantas memindahkan operasi mereka ke Thailand selatan dan Indonesia, dalam mencari tenaga kerja lebih murah dan tidak merepotkan. Upah di kedua negara tersebut disebut-sebut sebagai salah satu yang murah karena hanya memakai seperempat tarif dari yang dibayarkan di Korea Selatan. Beberapa asosiasi Nike yang bermarkas di Taiwan juga didirikan di Asia Tenggara.
Alasan lain untuk perpindahan ini adalah bahwa pada tahun 1988, baik Korea Selatan dan Taiwan kehilangan akses khusus untuk pasar AS, yang telah lama mereka nikmati sebagai status "negara berkembang" di bawah Sistem Preferensi Umum (GSP) AS. investor Korea dan Taiwan lantas bergerak ke pabrik di Thailand, Indonesia dan Cina dengan menggunakan pembuatan hak istimewa GSP dari negara-negara miskin
Gambar 2. Proporsi Manufaktur Nike
Source : www.google.com
Dari tujuh Nike pemasok atas sepatu olahraga pada tahun 1992, tiga adalah perusahaan Taiwan yang memproduksi produknya di Cina, tiga lainnya beroperasi di Korea Selatan, dan juga di Indonesia, satu adalah sebuah perusahaan di Thailand (Anonim, 2011).
Pada awal tahun 1990-an, Produk Nike di hasilkan oleh enam pabrik yang mempekerjakan 25.000 pekerja. Empat diantaranya milik suplier Nike Korea. Nike mempunyai standar panduan kebijakan pabrik perusahaan seperti yang dapat dilihat dalam kutipan berikut:
"The core standards are set forth below.
Forced Labor. The contractor does not use forced labor in any form —prison, indentured, bonded or otherwise.
Child Labor. The contractor does not employ any person below the age of 18 to produce footwear. The contractor does not employ any person below the age of 16 to produce apparel, accessories or equipment. If at the time Nike production begins, the contractor employs people of the legal working age who are at least 15, that employment may continue, but the contractor will not hire any person going forward who is younger than the Nike or legal age limit, whichever is higher. To further ensure these age standards are complied with, the contractor does not use any form of homework for Nike production.
Compensation. The contractor provides each employee at least the minimum wage, or the prevailing industry wage, whichever is higher; provides each employee a clear, written accounting for every pay period; and does not deduct from employee pay for disciplinary infractions.
Benefits. The contractor provides each employee all legally mandated benefits
Hours of Work/Overtime. The contractor complies with legally mandated work hours; uses overtime only when each employee is fully compensated according to local law; informs each employee at the time of hiring if mandatory overtime is a condition of employment; and on a regularly scheduled basis provides one day off in seven, and requires no more than 60 hours of work per week on a regularly scheduled basis, or complies with local limits if they are lower.
Environment, Safety and Health (ES&H). From suppliers to factories to distributors and to retailers, Nike considers every member of our supply chain as partners in our business. As such, we've worked with our Asian partners to achieve specific environmental, health and safety goals, beginning with a program called MESH (Management of Environment, Safety and Health).
Documentation and Inspection. The contractor maintains on file all documentation needed to demonstrate compliance with this Code of Conduct and required laws; agrees to make these documents available for Nike or its designated monitor; and agrees to submit to inspections with or without prior notice."
Pada kutipan di atas saat dilihat dengan pasti bahwa Nike membuat kesepakatan yang ideal mengenai buruhnya. Nike tidak akan memperkerjakan buruh di bawah umur, akan memberikan upah yang layak, memberikan banyak keuntungan bagi buruh, dan memberikan semua hak buruh setiap kali lembur (Baroroh, 2011).
Peraturan di atas dilengkapi juga dengan panduan kebijakan Nike, yaitu: Karyawan kontraktor tidak bekerja lebih dari 60 jam per minggu, atau jam kerja reguler dan lembur yang di perbolehkan oleh undang-undang di negara produsen, pilih yang paling sedikit. Jam kerja lembur disetujui oleh kedua belah pihak dan mendapatkan kompensasi dengan bayaran premium. Karyawan berhak atas minimal 24 jam istirahat secara berturut-turut untuk setiap periode tujuh hari (Baroroh, 2011).
III.1 Penjabaran Kasus
Kasus Nike sudah bukan rahasia umum lagi, berbagai demo terkait dengan ketidakpuasan buruh terhadap manajemen Nike terus bergulir sejak pertengahan 2011 lalu. Berita ini menyebar hampir diseluruh media, dan akhirnya membawa-bawa nama pemerintah Indonesia yang dianggap tutup mata tentang kasus ini. Sebuah Non-Governmental Organization (NGO) yang dibentuk tahun 2000, Team Sweat, ikut turun tangan mengatasi masalah ini. Team Sweat dibentuk untuk melakukan koalisi internasional antar pekerja Nike demi mempertahankan hak mereka sebagai pekerja, terutama pekerja harus dibayar dengan upah yang sesuai.
Gambar 3. Logo Team Sweat
Source : www.google.com
Salah satu masalah yang mereka soroti adalah kasus kontraktor Nike di Karawang, Jawa Barat, PT Chang Shin (PT CS). Perusahaan ini telah memproduksi Nike selama satu tahun, produk Nike yang mereka produksi ada dua jenis yaitu untuk running shoes dan sepatu anak-anak. Seorang pekerja mereka Pak Karyana terpilih menjadi pimpinan serikat pekerja di PT CS, namun tidak ada fasilitas apapun yang diterima Pak Karyana untuk memimpin serikat pekerja di sana. Pak Karyana menjadi target intimidasi oleh manajemen perusahaan. Akibat tingkah laku Pak Karyana yang selalu mengkritisi isu-isu pekerja di PT CS membuat manajemen mengambil sikap untuk membubarkan serikat pekerja. Pak Karyana juga diancam oleh manajer disana, Pak Sutikno, dan dituntut dengan Pasal 158 Poin E. Pak Karyana masih terus diintimidasi sampai sekarang (Keady, 2011).
Kasus Nike berikutnya datang dari PT Hardaya Aneka Shoes Industri (HASI) dan PT Naga Sakti Paramashoes (NASA). NASA dan HASI adalah dua pabrik yang selama ini memproduksi sepatu Nike, namun tanpa alasan yang tidak jelas Nike memutuskan kontrak. Pegawai kedua perusahaan tersebut yang jumlahnya mencapai 14.000 orang pun dibuat gelisah, mereka semua terancam di PHK. Surat pemutusan kontrak datang tanggal 6 Juli 2007, dan menyatakan bahwa kontrak akan berakhir tahun 2008 ini. CEO HASI, Ibu Hartati beranggapan Nike hanya mengada-ada tentang pemutusan kontrak, HASI termasuk sebagai 15 besar pabrik Nike dengan performa terbaik, bahkan return produk hanya 2%. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibanding pabrik Nike lainnya yang mencapai 11-12%. Semua tuntutan Nike terhadap kinerja hanya masalah administratif, dan terkesan tidak masuk akal. Ibu Hartati yakin bahwa standard produk dari HASI dan NASA sudah sangat memenuhi permintaan Nike. Jadi tidak mungkin pemutusan kontrak terjadi karena kualitas buruk (Anonim, 2011).
Tidak cukup dengan masalah pemutusan kontrak secara sepihak, keluhan tentang manajemen Nike juga terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Pou Chen Group, sebuah perusahaan asal Taiwan, telah memproduksi Converse yang telah diambil Nike selama empat tahun terakhir ini. Salah seorang pekerja mereka mengatakan bahwa supervisor Pou Chen Group sangat tidak memperhatikan hak-hak pekerja. Ia pernah ditendang oleh supervisor saat salah memotong sol sepatu. Pekerja bingung harus melakukan tindakan apa, jika mereka diam maka akan terus disiksa, namun jika mereka membawa berita ini keluar, mereka akan dipecat dengan tidak hormat.
Pabrik ini memiliki 10.000 orang pekerja yang didominasi oleh perempuan. Mereka menerima bayaran 50 sen per jam, makanan, dan barak untuk menginap. Pada Maret dan April lalu pekerja dipukul hingga lengannya terluka, bahkan sampai berdarah. Ketika pekerja mengeluhkan tindakan tersebut, tanpa pertimbangan apapun akan langsung dipecat.
Kasus penganiayaan pekerja juga terjadi di PT Amara, pabrik Nike yang juga memproduksi Converse. Para supervisor dengan sengaja menjemur 6 orang pekerja perempuan mereka di bawah terik matahari saat mereka gagal menyelesaikan target 60 lusin sepatu di waktu yang telah ditentukan. Ketika 6 perempuan tersebut menangis, setelah dijemur selama 2 jam di bawah terik matahari, mereka kembali diijinkan untuk bekerja. Supervisor PT Amara sebenarnya telah mendapatkan surat peringatan dari serikat pekerja tentang peristiwa tersebut.
Namun kasus yang sama terus berulang (Megasari, 2011). Hampir di seluruh pabrik Nike di Indonesia melakukan pelanggaran jam kerja, fakta di lapangan menunjukkan bahwa:
50% hingga 100% buruh Nike, jam kerja melebihi yang ditentukan oleh Code of Conduct.
25% hingga 50% pabrik Nike, buruh bekerja selama 7 hari dalam seminggu.
25% hingga 50% pabrik Nike, jam kerja buruh melebihijam kerja yang diatur secara hukum.
25% pabrik Nike, pekerja dihukum ketika menolak bekerja lembur.
Fakta lain yang mengejutkan adalah mengenai upah para buruh yang tidak sebanding dengan harga sepasang sepatu yang dibandrol oleh Nike. Gaji sebulan dari buruh pabrik HASI (tidak termasuk lembur) yang sudah bekerja selama 10 tahun sebesar Rp 900.000,- atau sama dengan $97,8 (dengan kurs Rp 9.200/ $1) yang berarti mereka hanya mendapatkan RP 30.000,-/harinya atau setara dengan $ 3,3. Dengan pendapatan harian sebesar $3,3 terebut mereka bisa membuat sejumlah sepatu Nike yang dijual oleh pabrik ke Nike di kisaran $11-$20. Sedangkan untuk satu pasang sepatu Nike bisa dijual seharga $60 (Rp 552.000,-). Berdasarkan gambaran tersebut, Nike sudah dipastikan tidak menghargai buruh dengan sepantasnya. Mengingat dengan gaji Rp 900.000,-/bulan bagi buruh pabrik yang tinggal di Tangerang adalah jauh dari cukup karena harga kebutuhan maupun ongkos transportasi semakin meningkat.
Sepasang sepatu Nike bias berharga lebih dari 100 dollar AS. Nike jelas mampu mengeruk uang dalam jumlah yang sangat besar. Bahkan Nike mampu membayar Michael Jordan sebesar 20 juta dollar per tahun untuk membantu menciptakan citra Nike. Demikian pula Andre Agassi yang bisa memperoleh 100 juta dollar untuk kontrak iklan selama 10 tahun. Sementara itu bos dan dedengkot Nike Inc, Philip H. Knight, mengantongi gaji dan bonus sebesar 864.583 dollar dan 787.500 dollar pada tahun 1995. Jumlah ini belum termasuk stok Nike sebesar 4,5 biliun dollar. Dari harga sepatu sekitar 100 dollar AS tersebut, hanya sekitar 2,46 dollar per hari yang disisihkan untuk buruh di Indonesia. Itupun dihitung sebelum ada krisis moneter. Sementara buruh di Vietnam hanya menerima 1 dollar.
Fakta yang terjadi di lapangan sangatlah berbeda dengan standar panduan kebijakan. Tidak ada fakta yang berpihak pada kaum buruh. Tuntutan buruh Nike kepada PT Nike Indonesiauntuk membayar pesangon juga menjadi isu bisnis sejak tahun 2007 lalu. Buruh meminta kontrak dilanjutkan atau Nike harus membayar pesangon kepada pekerja yang telah membesarkan Nike di Indonesia selama 18 tahun. Pihak Nike tidak kalah bukti dengan HASI dan NASA, Nike mengatakan bahwa memang produksi Nike di HASI dan NASA sudah tidak lagi memenuhi standar yang berlaku, bahkan sering terlambat untuk mengantarkan produk jadi ke distributor tertentu. Nike mengaku hanya akan memutuskan kontrak dengan HASI dan NASA namun tetap bekerja sama dengan pabrik lain di Indonesia (Ferdianto, 2007).
Akhirnya di awal tahun 2012 ini, Dilansir dari harian Washington Post, Kamis 12 Januari 2012, pembayaran lembur dari Nike akan dimulai awal bulan depan. Menurut Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang mewakili 4.500 pekerja PT Nikomas, pabrik pembuat sepatu Nike di Banten, Nike tidak membayar upah 600.000 jam lembur selama dua tahun.
Bambang Wirahyoso, ketua SPN, mengatakan bahwa uang lembur sebesar US$1 juta diperoleh setelah melakukan negosiasi selama 11 bulan. Jumlah ini pun menurutnya masih terlalu kecil dibandingkan apa yang dialami pekerja di Nikomas selama 18 tahun. Kendati demikian, Bambang memberikan opini bahwa kasus ini akan menjadi cambuk pagi pergerakan pekerja Indonesia. Perusahaan Nike dalam pernyataannya mengatakan akan melakukan koreksi kinerja dalam kesejahteraan pekerja. Nike juga akan menawarkan program pelatihan dan membentuk gugus tugas untuk menampung aspirasi pekerja. Nike mendukung pabrik-pabrik dalam rencana aksi mereka dan upaya mengoreksi kekurangan pada kebijakan yang ada untuk melindungi hak-hak pekerja. Nike akan terus memonitor dan mendukung upaya serikat pekerja untuk memperbaiki keadaan (Pratama, 2012).
III.2 Pembahasan
Kasus Nike di Indonesia sangat terkait dengan masalah manajemen sumber daya manusia. Nike telah melaggar beberapa aturan dalam serikat buruh, melihat dari kasus yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan kesalahan manajemen Nike adalah sebagai berikut:
Tidak ada keadilan kinerja untuk pekerja.
Tidak ada reward apapun yang diterima pekerja setelah menjalankan tugasnya.
Perusahaan tidak memfasilitasi karyawan ketika ingin berorganisasi melalui serikat pekerja.
Manajer tidak menghargai hak-hak pekerja untuk menerima uang lembur, mendapatkan hari libur, dan diperlakukan selayaknya manusia
Manajer cenderung memaksa pekerja memenuhi target produksi, tanpa memberikan fasilitas yang memadai.
Perusahaan tidak memotivasi karyawan bekerja dengan baik, tapi cenderung mengancam.
Perusahaan tidak pernah mendengar keluhan dan aspirasi pekerja.
Pekerja merasa terancam dan terpaksa bekerja karena takut menerima upah lebih rendah lagi.
Upah yang diterima pekerja dibawah standar hidup layak, padahal mereka bekerja di atas jam kerja normal.
Nike memperkerjakan banyak anak dibawah umur, demi meningkatkan kapasitas produksi dengan harga murah.
Pekerja akan menerima hukuman jika menolak lembur.
Pekerja wanita yang berasal dari Jawa lebih diutamakan karena upah lebih rendah
Gambar 4. Diagram Komposisi Pegawai di Nike Indonesia
Source : www.google.com
Semua kesalahan ini akan berdampak buruk bagi perusahaan baik itu dalam jangka waktu pendek atau panjang. Berikut akibat-akibat yang mungkin diterima perusahaan:
Kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan menurun berkelanjutan.
Pekerja tidak loyal pada perusahaan dan dengan cara apapun berharap perusahaan bangkrut.
Pekerja akan beralih dengan cepat saat ditawarkan pekerjaan dengan tingkat upah lebih tinggi.
Pekerja sangat perhitungan pada perusahaan, dan cenderung malas bekerja jika tidak sesuai dengan job description mereka.
Konflik kecil internal akan menyulut kemarahan pekerja dan terjadi demonstrasi besar-besaran.
Pekerja cenderung membolos kerja jika ada peluang.
Seperti yang telah terjadi pihak penanam modal (Nike Internasional) akan memutuskan kontrak kerja karena kualitas menurun.
Terjadi demo besar-besaran saat pekerja menemukan NGO yang mampu menerima aspirasi mereka.
Pekerja merasa jalan kekerasan lebih baik daripada duduk berdikusi dengan damai.
Efek jangka panjangnya akan mempengaruhi kesan penanam modal asing di Indonesia, jika kinerja Indonesia buruk maka penanam modal enggan menginvestasikan dana mereka.
Ketidakpuasan dan pemberontakan pekerja semakin menjadi karena tidak adanya keadilan dalam pembayaran upah. Celakanya kebijakan pemerintah yang berlaku dirasa memang sengaja member lakukan upah rendah demi menarik investor asing. Pelaksanaan upah minimum regional tidak pernah berjalan lancar di Indonesia. Perdebatan tersebut sebenarnya juga didasari oleh pemahaman yang tidak terlalu sama mengenai konsepsi tentang upah baik di kalangan buruh maupun pengusaha. Kalangan asosiasi pengusaha sebagai pihak pemberi upah memang siap dengan konsep upah yang memadukan antara kompensasi terhadap kerja yang dilakukan oleh buruh dalam suatu hubungan kerja dan usaha untuk memberikan kesejahteraan bagi buruh
Pada kalangan serikat buruh koridor permasalahan upah yang menonjol adalah yang berkaitan dengan peraturan dan pelaksanaan uah minimum sembari tidak banyak mempersoalkan hakikat dan konsep upah. Perspektif hak buruh terhadap upah bersifat dominan dan oleh karenanya setiap tindakan pengusaha yang dianggap menyalahi peraturan pengupahan yang menjamin hak buruh akan menimbulkan aksi industrial.
Masalah tentang pekerja dan upah di para kontraktor Nike ini memiliki efek lingkaran bagi keseluruhan sistem bisnis Indonesia. Jika terjadi kesalahan manajemen pada satu bagian dalam rantai pasok maka akan berdampak buruk bagi keseluruhan sistem. Seperti yang telah dijabarkan di atas, manajemen SDM harus mengikuti 3 tujuan, tujuan individu (personal), tujuan organisasi, dan tujuan nasional. Ketika Nike tidak berani investasi di Indonesia, maka secara otomatis berpengaruh pada citra Indonesia di mata dunia. Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki jumlah penduduk tinggi. Investor berharap dengan membuka pabrik di Indonesia, mampu mereduksi biaya produksi, dan keuntungan perusahaan bertambah. Ironisnya hal ini terbalik dengan apa yang dirasakan pekerja. Pekerja merasa upah mnimum yang telah diberlakukan sekarang masih jauh dari layak. Pekerja berharap upah mereka ditingkatkan, tapi ketika upah ditingkatkan kalangan pengusaha akan protes karena dirasa memberatkan mereka.
Kekerasan yang terjadi dalam pabrik ketika pegawai tidak mampu memenuhi target produksi semata-mata dilakukan untuk mempertahankan kinerja pabrik tersebut. Kualitas SDM Indoneia yang memnag masih rendah membuat pabrik harus memperlakukan pekerja mereka dengan keras. Jika sampai kualitas menurun maka resiko terbesarnya adalah pemutusan kontrak. Hanya dari perpanjangan kontrak ini lah pabrik-pabrik yang hidup dari investor asing mampu bertahan. Sangat wajar jika penanam modal menarik modal ketika pabrik tidak mampu mempertahankan kualitas.
Hukum di Indonesia juga menyatakan bahwa seharusnya pesangon dibayarkan oleh kontraktor Indonesia (HASI dan NASA) yang memperkerjakan para pegawai, bukan Nike selaku pembeli produk. Pengaturan upah lembur juga secara resmi berada di tangan kontraktor, namun aturan resminya berasal dari Nike. Posisi pekerja semakin lemah saat pihak kontraktor secara tidak langsung dikekang oleh target dari Nike.
Sisi pekerja juga sebenarnya tidak sepenuhnya salah, sudah sepantasnya pekerja menerima hak mereka. Keterbatasan sumber daya dari pihak kontraktor melatarbelakangi upah rendah. Usut punya usut dinyatakan bahwa harga beli oleh Nike terlalu rendah, sehingga ruang bergerak kontraktor untuk bermain dana juga sangat terbatas. Standar minimum upah yang diberlakukan oleh pemerintah dan berbagai aturan lain dari pemerintah juga tetap harus dipenuhi oleh kontraktor dan Nike Indonesia, ini juga menjadi kendala dalam manajemen SDM mereka.
III.3 Manajemen Sumber Daya Manusia
Melihat kasus Nike di Indonesia, ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan 4 pemain besar dalam kasus ini, terutama yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia. Kontraktor Indonesia tidak dapat bergerak bebas karena terkait oleh Nike Internasional, dimana semua langkah diatur dalam peraturan pemerintah Indonesia. Sedikit saja terjadi kesimpangsiuran maka yang dipertaruhkan adalah nasib pekerja dan keunggulan kompetitif bangsa di mata dunia.
Manajemen SDM yang baik diperlukan dalam kasus ini, sehingga semua stakeholders dapat terintegrasi dengan baik dan berhasil meraih tujuan bersama. Kerjasama yang baik anatar pemerintah, NGO, pekerja, dan kontraktor dapat memperkuat posisi pekerja di mata Nike Internasional. Nike membutuhkan Indonesia sebagai lahan produksi murah, Indonesia membutuhkan Nike untuk memperluas lapangan pekerjaan, dan pekerja membutuhkan kontraktor (produsen) sebagai tempat bekerja.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan (tanpa mempertimbangkan unsur politis) adalah sebagai berikut:
Pemerintah
Perkuat prinsip pemerintah untuk mengutamakan kepentingan rakyat.
Permudah peraturan investasi asing di Indonesia, sehingga investor bisa masuk dengan mudah.
Perbaiki moral pemain pemerintah untuk menegakkan peraturan.
Tinjau ulang upah minimum regional untuk pekerja.
Audit dilakukan secara annual ke setiap perusahaan asing di Indonesia.
Ciptakan tenaga kerja yang terampil dengan pelatihan.
Berikan pemahaman pada pekerja, bahwa pemerintah akan melindungi gerakan mereka, sejauh itu sesuai dengan peraturan.
Kontraktor (Produsen)
Tegakkan peraturan yang telah diatur oleh perusahaan asing dengan baik dan benar.
Lakukan mediasi dengan pihak asing jika dirasa ada peraturan yang memberatkan.
Buat serikat pekerja yang terkoneksi dengan seluruh kontraktor dari penanam modal yang sama.
Hindari hukuman fisik dengan pekerja, lakukan jika memang pekerjaan mereka membutuhkan kekuatan fisik.
Berikan pelatihan dan pemberian motivasi untuk menguatkan hubungan kekeluargaan anatara pekerja dan perusahaan.
Jangan kalah dengan ancaman perusahaan asing, karena sesungguhnya mereka juga membutuhkan Indonesia.
Berikan upah sesuai dengan aturan, tanpa memandang pekerja lokal atau pekerja asing.
Perkuat hubungan dengan NGO dan serikat pekerja nasional.
Berikan reward yang sesuai jika pekerja melakukan pekerjaan dengan baik dibanding standar yang berlaku.
Non-Governmental Organization (NGO)
Fasilitasi pekerja untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Lindungi hak-hak pekerja melalui jalan kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan.
Berikan fasilitas agar pekerja dapat sharing dengan pekerja dari industri asing lain.
Berikan pengetahuan bagi pekerja tentang kedudukan mereka sebagai pekerja di perusahaan asing.
Berikan pemahaman bahwa perusahaan (kontraktor) tempat mereka bekerja juga dituntut target oleh perusahaan asing pusat.
Pekerja
Beranikan diri untuk mengungkapkan apa yang terjadi dalam perusahaan melalui NGO terkait.
Bekerja dengan loyal dan baik sesuai peraturan perusahaan.
Jika memang sudah tidak sanggup menerima beban pekerjaan maka lebih baik keluar.
Gunakan jalan damai, sebelum melakukan aksi industrial.
Pererat ikatan antara perusahaan dan pekerja, melalui berbagai event diluar rutinitas pekerjaan.
IV.1 Kesimpulan
1. Kasus Nike terjadi karena pekerja merasakan banyak ketidakadilan, terutama terkait dengan upah yang rendah, pekerja di bawah umur, uang lembur yang tidak dibayar, pesangon yang terancam tidak dibayar, jam kerja melebihi jam kerja normal, larangan secara tidak langsung untuk berserikat, dan kekerasan fisik yang kerap kali terjadi.
2. Pemerintah memang menerapkan upah yang rendah untuk buruh, hal ini dilandasi oleh alasan: kualitas pekerja memang masih rendah, jumlah pengangguran banyak, dan memperkuat keunggulan kompetitif bangsa sebagai tempat investasi yang dapat mereduksi biaya produksi.
3. Perlu ada manajemen sumber daya yang baik antara pemerintah, kontraktor (produsen), NGO, dan pekerja untuk mencapai target dan memenuhi peraturan dari perusahaan asing penanam modal. Namun harus tetap dikritisi jika terdapat peraturan yang memberatkan pihak lokal.
IV.2 Saran
1.Peningkatkan kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan disamping kuantitas yang besar.
2.Komunikasi antara seluruh stakeholders merupakan kunci kesuksesan utama.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penjabaran di atas memperlihatkan dapat disimpulkan bahwa peranan sumber daya manusia (SDM) dalam organisasi atau perusahaan sangat penting. Tidak semua perencanaan bisa berjalan dengan baik karena pengukuran kinerja SDM tidak dapat dilakukan dengan akurat dan pasti waktunya. Manajemen SDM di perusahaan juga sangat terkait pada biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, terutama untuk gaji pegawai. Kemampuan pembayaran gaji juga dikaitkan dengan jumlah produksi perusahaan dan tingkat penjualan mereka. Permintaan SDM ke pasar tenaga kerja juga dilandasi oleh kemampuan perusahaan untuk membayar SDM (Parwiyanto, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Profil Perusahaan Nike, Inc. http://id.wikipedia.org/wiki/Nike,_Inc.[8 Februari 2012]
Anonim. 2011. Blak-Blakan Hartati Murdaya. http://www.detiknews.com/read/2007/07/25/090007/809095/158/nike-nggak-usah-banyak-cingcong[7 Februari 2012]
Baroroh F. 2012. Lemahnya Proteksi Pemerintah Terhadap Buruh Nike Indonesia.
http://fitribaroroh.blogdetik.com/2012/02/02/lemahnya-proteksi-pemerintah-terhadap-buruh-nike-indonesia/[6 Februari 2012]
Ferdianto R, Gunanto ES, Sutarto, Agoeng W. 2007. Nike Dituntut Bayar Pesangon.
http://www.tempo.co/read/news/2007/07/17/056103830/Nike-Dituntut-Bayar-Pesangon. [6 Februari 2012]
Keady J. 2011. Detail Kasus yang Baru Kita Menangkan Atas Pabrik PT Chang Shin di Indonesia. http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150182040156379 [7 Februari 2012]
Megasari D. 2011. Nike Hadapi Dugaan Penganiayaan Buruh di Indonesia. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/07/14/11355771/Nike.Hadapi.Dugaan.Penganiayaan.Buruh.di.Indonesia. [6 Februari 2012]
Parwiyanto H. 2007. Perencanaan Sumber Daya Manusia. herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id/.../perencanaan-sumber-daya-manusia.doc.[6 Februari 2012]
Pratama D. 2012. Nike Akhirnya Bayar Lembur Ribuan Pekerja RI.
http://searchdoc.blogspot.com/2012/01/nike-akhirnya-bayar-lembur-ribuan.html [15 Januari 2012]
www.novitna47.blogstudent.mb.ipb.ac.id
Nawawi, Hadari. Perencanaan SDM. Gadjah Mada University Press. 2003