KIMIA MEDISINAL (HUBUNGAN STRUKTUR DAN PROSES METABOLISME OBAT) Secara umum, tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif dan tidak toksik (bioinaktivasi atau detoksifikasi), mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan dari tubuh. Hasil metabolit beberapa obat bersifat lebih toksik disbanding dengan senyawa induk (biotoksifikasi), dan ada pula hasil metabolit obat yang mempunyai efek farmakologis bebrbeda dengan senyawa induk. induk. Pengertian umum metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relative non polar, menjadi senyawa yang lebih polar sehingga mudah di keluarkan dari tubuh. A. FAKTOR-F FAKTOR-FAKTOR AKTOR YANG MEMPENGARUH MEMPENGARUHII METABOLISME OBAT
Metabolism obat secara normal melibatkan lebih dari suatu proses kimiawi dan enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit. Jumlah metabolit ditentukan oleh kadar dan aktivitas enzim yang berperan pada proses metabolism. Fakor-faktor yang mempengaruhi metabolism obat antara lain adalah factor genetic atau keturunan, perbedaan spesies dan galur, perbedaan jenis kelamin, perbedaan umum, penghambatan enzim metabolism, induksi enzim metabolisme dan factor-faktor lain. B. TEMPAT METABOLISME OBAT
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan organ-organ seperti hati, ginjal, paru dan saluran cerna. Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung lebih banyak enzim-enzimmetabolisme di banding organ lain. Setelah pemberian secara oral, obat di s erap oleh saluran cerna, ma suk ke peredaran darah dan kemudian ke hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang membawa obat atau senyawa organic asing melewati sel-sel hati secara perlahan-lahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang mudah larut dalam air kemudian diekskresikan melalui urin. C. JALUR UMUM METABOLISME OBAT DAN SENYAWA ORGANIK ASING
Reaksi metabolism obat dan senyawa organic asing ada dua tahap yaitu: 1. Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisasi 2. Reaksi fasa II atau reaksi re aksi konjugasi Yang termasuk reaksi fasa I adalah reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Meskipun reaksi fasa I kemungkinan tidak menghasilkan senyawa yang cukup hidrofil, tetapi secara umum dapat menghasilkan suatu gugus fungsional yang mudah terkonjugasi atau mengalami reaksi fasa II. Yang termasuk reaksi fasa II adalah reaksi konjugasi, metilasi dan asetilasi. Tujuan reaksi ini adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fasa I dengan senyawa endogen
yang mudah terionisasi dan bersifat polar, seperti asam glukuronat, sulfat, glisin dan glutamine, menghasilkan konjugat yang mudah larut dalam ai r. D. PERANAN SITOKROM P-450 DALAM METABOLISME OBAT Pada metabolism obat, gambaran secara tepat system enzim yang bertanggung jawab terhadap proses oksidasi dan reduksi, masih belum diketahui secara jelas. Proses ini memerlukan enzim sebagai konfaktor yaitu bentuk tereduksi dari nikotinamit-adenindinukleotida fosfat dan nikotinamid-adenin-dinukleotida. Enzim sitrokom p-450 adalah suatu heme-protein, karena terbentuk tereduksi enzim. E. REAKSI METABOLISME FASA I Reaksi fasa I disebut pula reaksi fungsionalisasi. Yang termasuk reaksi fasa I adalah reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. 1. Reaksi oksidasi Banyak senyawa obat mengalami proses metabolism yang melibatkan reaksi oksidasi dengan bantuan sitokrom p-450 2. Reaksi reduksi Proses reduksi mempunyai peran penting pada metabolism senyawa yang mengandung gugus karbonil, nitro dan azol. 3. Reaksi hidrolisis Metabolism obat yang mengandung gugus ester atau amida dapat menghasilkan metabolit asam karboksilat, alcohol dan amin yang bersifat polar dan mudah terkonjugasi.
F. REAKSI METABOLISME FASA II
Yang termasuk reaksi fasa II adalah reaksi konjugasi, metilasi dan asetilasi. 1. Reaksi konjugasi Reaksi konjugasi obat atau senyawa organic asing dengan asam glikuronat, sulfat, glisin, glutamine dan glutation, dapat mengubah senyawa senyawa induk atau hasil metabolit fasa I menjadi metabolit yang lebih polar, mudah larut dalam air, bersifat tidak toksik dan tidak aktif dan kemudian di ekskesikan melalui ginjal atau empedu. 2. Reaksi asetilasi Asetilasi merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin primer, seperti amin aromatik primer, sulfonamida, hidrazin, hidrazid, dan amin alifatik primer. 3. Reaksi metilasi Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis beberapa senyawa endogen, seperti norepinefrin, epinefrin, dan histamine, serta untuk proses bioinaktivasi obat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siswandono dan Bambang Soekardjo. Kimia Medisinal, Surabaya : Airlangga University Press, 1995 2. Siswandono dan Bambang Soekardjo. Eds. P. Prinsip-Prinsip Rancangan Obat , Surabaya : Airlangga University Press, 1998 3. Taylor JB, and Kennewell PD. Modern Medicinal Chemistry. Chicester : Ellis Horwood Ltd, 1993 4. Taylor JB, and Kennewell PD. Introductory Medicinal Chemistry. Chicester : Ellis Horwood Ltd, 1981
HUBUNGAN METABOLISME, AKTIVITAS OBAT DAN RANCANGAN OBAT HUBUNGAN METABOLISME, AKTIVITAS OBAT DAN RANCANGAN OBAT
OLEH NAMA : LA MALIHI NO.STAMBUK : 150 209 0317 KELAS : L.2 DOSEN : NURMAYA EFFENDY,S.Si.M.Sc.,Apt
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2012
BAB I PENDAHULUAN Pengertian Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat merupakan salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat farmakologis obat. Metabolisme obat sebagian besar terjadi di reticulum endoplasma sel – – sel sel hati. Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel – sel – sel sel epitel pada saluran pencernaan, paru – paru – paru paru , ginjal, dan kulit. Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor – – faktor faktor antara lain faktor fisiologis ( usia, genetika, nutrisi, jenis kelamin ), serta penghambatan dan juga induksi enzim yang terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain itu , faktor patologis ( penyakit pada hati atau ginjal ) juga berperan dalam menentukan laju metabolisme obat. Obat – Obat – obatan obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin atau empedu. Kecepatan metabolisme pada tiap orang berbeda tergantung faktor genetic, penyakit yang menyertai ( terutama penyakit hati dan gagal jantung ), dan adanya interaksi antara obat – obatan. Dengan bertambahnya umur, kemampuan metabolisme hati menurun samapi lebih dari 30% karena menurunnya volume dan aliran darah ke hati. ha ti. Ginjal adalah tempat utama “ ekskresi “ / pembuangan obat. Sedangkan system billier membantu eksresi untuk obat – – obatan obatan yang tidak di absorpsi kembali dari system pencernaan. Sedangkan kontribusi dari intestine ( usus ), ludah, keringat, air susu ibu, dan lewat paru – paru – paru paru kecil, kecuali untuk obat – obat – obat obat anestesi yang dikeluarkan waktu ekshalasi. Metabolisme oleh hati membuat obat lebih “polar “dan larut air sehingga mudah diekresi oleh ginjal. Obat di hati, dan pada umumnya obat sudah dalam bentuk tidak aktif jika sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam bentuk aktif sampai di hati. Obat – – obatan obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin dan empedu. Di dalam tubuh obat dapat berikatan dengan protein darah jaringan dan lemak, dan juga obat – obat – obat di metabolisme dengan cara reaksi konjugasi yaitu reaksi penggabungan molekul obat dan hasil metabolisme pada reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis yang mengubah obat menjadi senyawa lain dengan senyawa pengkonjugasi endogen tubuh. BAB II
A.
PEMBAHASAN
Hubungan Praobat, Metabolisme dan Aktivitas Obat Banyak contoh obat yang setelah mengalami proses metabolisme di tubuh menghasilkan metabolit aktif. Senyawa induk obat tersebut disebut pra-obat, yang pada in vitro tidak menimbulkan aktivitas biologis. Pra-obat bersifat labil, di dalam tubuh (in vivo) mengalami perubahan, melalui proses kimia atau enzimatik, menjadi senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor menghasilkan respons farmakologis. Penemuan bahwa efek obat kadang-kadang ditimbulkan oleh metabolitnya, mempunyai peran penting dalam penggunaan metabolit itu sendiri sebagai obat, oleh karena : a. Metabolit kemungkinan menimbulkan toksisitas atau efek samping samping lebih rendah dibanding praobat. b. Secara umum metabolit mengurangi variasi respons klinik dalam dalam populasi yang disebabkan perbedaan kemampuan metabolisme oleh individu-individu atau oleh adanya penyakit tertentu. Senyawa yang pertama kali digunakan di klinik sebagai prekursor adalah arsfenamin, untuk pengobatan sifilis. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa bentuk metabolitnya yaitu oksofenarsin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap mikroorganisme. Oksofenarsin kemudian digunakan sebagai pengganti arsfenamin karena selain lebih aktif, toksisitasnya juga lebih rendah. Kloralhidrat, senyawa hipnotik, pada manusia dimetabolisme menjadi senyawa aktif trikloroetanol, bentuk glukuronida dan asam trikloroasetat. Sekarang digunakan trikloroetanol atau garamnya asam trikloroetanol fosfat (triklofos) sebagai pengganti kloralhidrat, karena kloralhidrat mempunyai rasa tidak enak dan menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna. Penemuan zat warna azo prontosil merupakan awal dari pengobatan infeksi dengan turunan sulfonamida. Pada in vitro prontosil tidak aktif terhadap mikroorganisme tetapi pada in vivo aktif. Penemuan bahwa prontosil adalah pra-obat dan bentuk yang mendapatkan turunan sulfonamida yang lebih unggul, dengan cara modifikasi molekul sulfanilamid. Sampai sekarang telah tersedia berbagai macam turunan sulfonamida yang digunakan sebagai obat antiinfeksi, seperti sulfadiadzin, sulfametoksazol, dan sulfaguanidin. Obat antimalaria pamakuin dan paludrin adalah pra-obat, keduanya diubah oleh enzim tubuh menjadi bentuk metabolit yang aktif terhadap parasit malaria. Pamakuin mengalami dealkilasi dan dioksidasi menjadi bentuk kuinon, yang secara in vivo 16 kali lebih aktif dibanding senyawa induknya. Paludrin (klorguanil = proguanil) dimetabolisis membentuk cincin tertutup yang aktif yaitu turunan dihidrotriazin (sikloguanil). Ada hubungan struktur yang jelas antara metabolit aktif sikloguanil dan obat antimalaria pirimetamin, dan keduanya mempunyai mekanisme kerja serupa paludrin. Sikloguanil kemudian digunakan sebagai antimalaria, dalam bentuk garam embonat atau pamoat, dan diberikan secara injeksi intramuscular dosis tunggal dalam bentuk suspense dalam minyak. Pemberian garam tersebut memberikan perlindungan terhadap infeksi malaria selama beberapa bulan, karena senyawa mempunyai kelarutan dalam lemak yang tinggi dan dilepaskan secara perlahan-lahan dari depo, kemudian termetabolisis melepaskan obat aktif. Metsuksimid, obat antiepilepsi, aktivitasnya berhubungan dengan kadar metabolit dalam plasma. Obat mengalami demetilasi dalam tubuh menjadi metabolit aktif fensuksimid, yang mempunyai aktivitas 700 kali lebih besar dibanding senyawa induknya. Dengan cara yang sama metilfenobarbital diubah menjadi metabolit aktif fenobarbital, sementara primidon dioksidasi menjadi fenobarbital. Asetosal adalah pra-obat dari asam salisilat, yang menimbullkan efek iritasi terhadap mukosa saluran cerna lebih kecil dibanding asam salisilat. Fenilbutazon (butazolidin) pada in vivo diubah menjadi dua bentuk hidroksilasi, yaitu pada cincin benzen, menghasilkan oksifenbutazon, dan pada atom C rantai samping. Obat ini digunakan terutama sebagai antiradang, dan bentuk yang aktif adalah oksifenbutazon. Fenilbutazon juga digunakan sebagai urikosurik untuk pengobatan penyakit pirai, dan yang aktif adalah bentuk hidroksilasi pada atom C rantai samping. Pengamatan bahwa substitusi pada rantai samping fenilbutazon dapat meningkatkan efek urikosurik, mempunyai peranan penting pada penemuan obat baru yang lain, seperti sulfinpirazon. Fenasetin, obat anelgesik dan antipiretik, terutama dimetabolisis dalam tubuh menjadi metabolit aktif, N-asetil-p-aminofenol (asetaminofen) dan dalam jumlah kecil metabolit glukuronida dari 2-hidroksifenasetin yang tidak aktif. Sekarang fenasetin digunakan oleh asetaminofen karena bersifat nefrotoksik dan menimbulkan efek samping methemoglobin yang lebih besar dibanding asetaminofen. Meskipun demikian pada dosis berlebih, asetaminofen dapat menimbulkan kerusakan hati karena pada jalur biotransformasi normal akan membentuk metabolit reaktif N-asetilimidokuinon yang
dapat mengikat jaringan hati secara irreversibel. Pada dosis normal metabolit reaktif akan terkonjugasi dengan glutation. B.
Rancangan Praobat untuk Mengembangkan Sifat Fisika dan Sifat Biologi Obat
Sifat fisika dan biologis obat yang tidak diinginkan, seperti baud an rasa yang tidak enak, efek iritasi pada saluran cerna, dan absorbs dalam usus yang rendah, kemungkinann dapat diperbaiki atau dihilangkan melalui modifikasi kimia molekul senyawa induk, dengan cara membentuk pra-obat yang tidak aktif. Setelah diabsorbsi, pra-obat mengalami hidrolisis atau reduksi di hati oleh enzim-enzim tubuh menghasilkan obat aktif. Proses di atas dapat dijelaskan secara skematik sebagai berikut : Enzim-enzim yang terlibat dalam aktivasi pra- obat antara lain adalah α-kimotripsin, α -kimotripsin, tripsin, elastase, karboksilesterase, dan lipase. Enzim-enzim tersebut mampu menghidrolisis ester atau ikatan peptida pra-obat, menghasilkan senyawa aktif. Zimogen merupakan prekursor dari enzim-enzim enzim- enzim α-kimotripsin, α-kimotripsin, tripsin, dan elastase. Zimogen dihasilkan oleh pankreas dan bersifat tidak aktif. Setelah memasuki duodenum zimogen diubah oleh enzim preoteolik menjadi enzim-enzim aktif, yang dapat memecah protein dan polipeptida melalui proses hidrolisis ikatan peptida. Ikatan peptida dari sisi karboksil dari triptofan, tirosin, dan fenilalanin lebih cepat dihidrolisis oleh α-kimotripsin α -kimotripsin dibanding ikatan peptida yang berdekatan dengan residu hidrofob, seperti pada leusin dan metionin, atau pada ikatan peptida lain yang ada dalam struktur peptida. Ester dan turunan amida dari triptofan, tirosin, dan fenilalanin juga merupakan substrat yang baik dari enzim α-kimotripsin. α -kimotripsin. Contohnya yaitu pada p-nitrofenilasetat, substrat tidak khas yang mempunyai gugus penarik electron kuat, dengan mudah dihidrolisis oleh α -kimotripsin. Tripsin secara cepat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida turunan ester dan amida dari L-asam amino dasar, seperti arginin dan lisin, sedang enzim elastase menunjukkan kekhasan yang tinggi terhadap turunan asam amino yang tidak bermuatan dan asam amino rantai samping non-aromatik, seperti glisin, alanin, valin, leusin, dan serin. Enzim karboksilesterase, teruatama yang terdapat di hati, ginjal, duodenum, dan otak, dengan cepat menghidrolisis ester-ester, dan dengan kecepatan yang lebih rendah pada beberapa amidaamida. Karboksilesterase lebih efisien untuk menghidrolisis ester- ester tidak khas dibanding ααkimotripsin, dengan kecepatan 104 - 105 lebih besar. Enzim lipase pancreas yang terdapat saluran cerna dapat menghidrolisis ester-ester yang tidak larut sempurna dalam air. Telah banyak pengetahuan tentang proses metabolism yang terjadi dalam tubuh. Obat sebagai subyek akan diubah menjadi produk biologis yang aktif. Dalam hal tertenntu, pengetahuan ini merangsang ahli kimia medicinal untuk melakukan manipulasi kimia yang lebih baik agar menghasilkan obat yang secara terapetik aktif dan mempunyai penampilan yang lebih baik dibanding senyawa induk. Manipulasi kimia mungkin dirancang untuk memperpendek atau meningkatkan masa kerja senyawa induk, dengan cara modifikasi senyawa induk dan meramalkan hal-hal yang mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Modifikasi ini dapat mempengaruhi lama obat dalam plasma dan menjaga agar kadar obat tetap berada di atas nilai ambang yang bertanggung jawab pada efek farmakologis. Pendekatan yang lebih rasional pada pengembangan obat-obat ini hanya untuk obat-obat yang telah ada atau pada tipe-tipe dasar obat dengan aktivitas yang telah diketahui. Hal ini berarti untuk mendapatkan aktivitas biologis yang diinginkan, senyawa induk sebagai jalur pengembangan produk terapetik, menjadi lebih dapat diterima dan lebih meyakinkan dibanding sebelumnya. Pengembangan pra-obat digunakan untuk meingkatkan absorbsi obat dalam saluran cerna, menghilangkan sifat fisik, seperti bau dan rasa yang tidak menyenangkan, untuk pengaturan obat pada tempat yang spesifik dalam tubuh, untuk meningkatkan kelarutan obat, untuk memperpendek masa kerja obat, untuk memperpanjang masa kerja obat, dan untuk meningkatkan kestabilan obat. 1. Enzim-enzim yang terlibat dalam aktivasi pra-obat 2. Modifikasi untuk meningkatkan penyerapan obat Pada pemberian secara oral, banyak turunan penisilin yang tidak diabsorbsi secara baik pada saluran cerna. Oleh karena itu, digunakan ester-ester lipofilnya untuk meningkatkan absorbs obat. Ester-ester alifatik sederhana dan ester pra-obat dari penisisilin diabsorbsi lebih baik pada saluran cerna, di tubuh ester akan terhidrolisis melepaskan penisilin. Ampisilin, antibiotic turunan penisilin dengan spektrum luas, mempunyai sifat lipofil yang rendah, pada pemberian secara oral hanya 3040% yang diabsorbsi oleh saluran cerna. Bentuk pra-obat ester ampisilin seperti pivampisilin, bakampisilin, dan talampisilin lebih mudah diabsorbsi oleh saluran cerna dibanding ampisilin. Dalam cairan tubuh, pra-obat di atas segera terhidrolisis oleh enzim esterase melepaskan ampisilin.
Pivampisilin adalah pra-obat yang lebih disukai karena sebelum diabsorbsi hanya sedikit yang terhidrolisis dalam usus. Pivampisilin merupakan ester pivaloiloksimetil, emngandung gugus asiloksimetil, yang segera terhidrolisis oleh enzim membentuk ester hidroksimetil. Ester ini adalah hemiasetal dari formaldehid, di tubuh ester secara spontan terpecah melepaskan ampisilin dan formaldehid. Bakampisilin dengan cara serupa akan dipecah menjadi ampisilin dan asetaldehid, sedang talampisilin menjadi ampisilin dan 2-karboksibenzaldehid. Bentuk ester sederhana penisilin, missal ester metil, lebih stabil secara in vivo kemungkinan karena membentuk enzim-asil yang stabil, oleh adanya pengaruh halangan ruang dari inti penisilin, dengan melepaskan fragmen alkohol. Ester asiloksimetil juga membentuk enzim-asil dengan pengaruh halangan ruang yang lebih rendah sehingga mudah mengalami deasilasi. Obat yang mempunyai kepolaran tinggi tidak dapat melewati sawar darah otak. Penetrasi yang baik dari antagonis gas saraf pralidoksim ke system saraf pusat dapat dicapai dengan menggunakan bentuk pra-obat turunan dihidropiridin, suatu garam piridinium, yang bersifat lebih non-polar. Bentuk ini dapat melewati sawar darah otak, mencapai tempat spesifik di otak dan dengan cepat dioksidasi menjadi bentuk aktifnya. Asiklovir adalah senyawa yang digunakan untuk pemgobatan infeksi herpes simpleks dan herpes zoster. Secara oral absorpsi dalam saluran cerna relatif rendah, yaitu lebih kurang 20% pada dosis 200 mg dan sedikit meningkat pada dosis di atas 800 mg. Pra-obat asiklovir adalah 6deoksiasiklovir, digunakan sebagai pencegahan infeksi herpes pada penderita hematologis malignan. Secara oral 6-deoksiasiklovir diabsorpsi lebih baik dan memberikan kadar plasma lebih tinggi dibanding asiklovir. Pada in vivo senyawa diubah menjadi asiklovir aktif oleh enzim xantin oksidase. Efek antihipertensi dari asam enalaprilat, suatu penghambat enzim pengubah angiotensin (Angiotensin-Converting Enzyme = ACE), telah dikembangkan lebih lanjut dengan mengubahnya menjadi bentuk ester etil, enalapril, yang secara oral diabsorpsi lebih baik. Pra-obat enalapril pada in vivo dipecah oleh enzim menjadi asam enalaprilat aktif. Adrenalin digunakan untuk pengobatan glaucoma karena dapat mengura ngi tekanan intraocular. Pra-obat yang lebih lipofil, dipivefrin, mempunyai efek terapetik lebih baik dibanding adrenalin. Dipivefrin 100 kali lebih aktif dibanding adrenalin karena transpor ke kornea lebih efisien, diikuti oleh pemecahan ester pada jaringan kornea, melepaskan adrenalin dalam cairan aqueous humour. Dipivefrin dengan dosis yang lebih rendah (0,1%) dibanding adrenalin (1,0%), sudah memberikan efek yang diinginkan, dan dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh adrenalin, seperti efek terhadap jantung. Pilokarpin adalah obat mata yang mempunyai efek miotik, dengan masa kerja pendek. Garam kuartener heksadekanoilmetilpilokarpin mempunyai rantai samping yang bersifat lipofil. Pada kadar sepersepuluh dari pilokarpin, dapat memberikan efek miotik dengan masa kerja yang lebih panjang dibanding pilokarpin. Aktivitas tersebut ditunjukkan oleh pilokarpin, sebagai hasil pemecahan hidrolitik garam kuartener diikuti dengan pelepasan formaldehid. 3.
Modifikasi untuk menghilangkan sifat fisik obat yang tidak diinginkan Formaldehid adalah gas tak berwarna yang mudah terbakar, berbau tidak menyenangkan dan dapat mengiritasi mukosa membran. Larutan formaldehid digunakan sebagai disinfektan dan antiseptik. Formaldehid tidak digunakan secara langsung melalui oral karena menimbulkan efek samping dan toksisitas cukup besar. Metanamin, pra-obat yang dibuat dengan mereaksikan formaldehid dan amonia, dapat menghilangkan sifat fisik yang tidak diinginkan di atas, dan sangat berguna untuk antiseptik saluran seni. Pada pH urin yang bersifat asam, metanamin melepaskan secara perlahan-lahan formaldehid aktif dan amonia di tubulus ginjal. Antibiotik kloramfenikol, sekarang jarang digunakan secara oral, kecuali untuk pengobatan demam tipoid dan infeksi Salmonella, karena menimbulkan efek toksik agranulositosis cukup besar. Kloramfenikol mempunyai rasa yang sangat pahit sehingga kurang sesuai diberikan pada anak-anak. Kloramfenikol sekarang digunakan pada sediaan farmasi dalam bentuk tidak aktifnya, yaitu ester palmitat atau sinamat yang tidak berasa. Obat aktif akan dilepaskan aktifnya dari bentuk esternya melalui proses hidrolisis oleh enzim esterase yang ada di usus halus. Rasa pahit antibiotik klindamisin dapat ditutupi dalam bentuk pra-obat ester palmitat, sedang eritromisin dalam bentuk pra-obat ester hemisuksinat. 4.
Modifikasi untuk pengaturan pengaturan obat pada tempat yang yang khas di tubuh Modifikasi obat menjadi pra-obat mempunyai peran penting untuk meningkatkan efikasi obat, karena ada perbedaan distribusi pra-obat dalam jaringan tubuh sebelum melepaskan bentuk aktifnya. Modifkasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu membuat senyawa menjadi lebih hidrofilik, pembentukan ester, pembentukan kompleks dengan ADN, dan mengembangkan lokalisasi
selektif obat di dalam sel target. Penggabungan gugus-gugus hidrofilik kuat pada sulfonamida, dapat mencegah absorpsi obat pada saluran cerna sehingga pra-obat tetap tinggal di saluran usus dan efektif untuk pengobatan infeksi usus. Contohnya sulfaguanidin, suksinilsulfatiazol, dan ptalilsulfatiazol. Contoh serupa adalah merancang glikosida tertentu dari obat antiradang kortison, dengan tujuan agar pra-obat dapat melepaskan senyawa induk aktif dalam usus besar. Glikosida obat bersifat meruah dan pada umumnya lebih bersifat hidrofil dibanding senyawa induknya, sehingga dapat menurunkan absorpsi obat dalam saluran cerna. Di usus besar, pra-obat dihidrolisis oleh enzim glikosidase bakteri, melepaskan senyawa induk aktif. Pengembangan lokalisasi selektif obat telah dicapai pada obat-obat antikanker yang mampu menekan pertumbuhan jaringan neoplastik dengan menggunakan pra-obat non-tok sik, yang dapat melepaskan obat aktif dalam sel kanker. Cara lain adalah meningkatkan aktivitas enzim dalam sel, seperti meningkatkan aktivitas enzim reduktase pada sel-sel hipoksik yang kekurangan oksigen. Pra-obat siklofosfamid digunakan untuk pengobatan jenis kanker tertentu dan sebagai kekebalan sesudah transplantasi organ. Pra-obat tersebut tidak mempunyai sifat mengalkilasi karena adanya sifat penarik elektron dari gugus fosfono yang berdekatan akan menurunkan sifat nukleofil atom nitrogen dari β-kloretilamin β -kloretilamin sehingga mencegah pembentukan ion pengalkilasi etilenium reaktif. Pra-obat dimetabolisis mmelalui proses hidroksilasi di hati menjadi senyawa pengalkilasi aktif dan normustin. Akrolein yang dihasilkan pada waktu cincin siklofisfamid terbuka dapat menyebabkan kerusakan kandung kemih. Kesulitan ini dapat diatasi siklofosfamid diberikan bersama-sama dengan alkil sulfide (sodium α-merkaptoetansulfonat; α -merkaptoetansulfonat; Mesna), karena akrolein yang terbentuk akan mengalami adisi pada atom C-β C- β menghasilkan produk yang tidak toksik. Cara lain adalah menggunakan bentuk modifikasi siklofosfamid yang tidak membentuk akrolein pada waktu cincin terbuka. Pembentukan pra-obat dan bentuk modifikasi siklofosfamid di atas dijelaskan pada mekanisme berikut : 5. Modifikasi untuk meningkatkan kelarutan obat 6. Modifikasi untuk meningkatkan masa kerja obat 7. Modifikasi untuk kestabilan obat C. RANCANGAN YANG LEBIH EFISIEN BERDASARKAN METABOLISME OBAT Telah banyak pengetahuan tentang proses metabolism yang terjadi dalam tubuh. Obat sebagai subyek diubah menjadi produk biologis yang tidak aktif. Dalam hal tertentu, pengetahuan ini merangsang ahli kimia medicinal untuk melakukan manipulasi kimia yang lebih baik agar menghasilkan obat yang secara terapetik aktif dan mempunyai tampilan yang lebih baik dibanding senyawa induknya. Manipulasi kimia mungkin dirancang untuk memperpendek atau meningkatkan masa kerja senyawa induk, dengan cara memodifikasi senyawa induk dan meramalkan hal-hal yang mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Modifikasi ini dapat mempengaruhi lama obat dalam plasma dan menjaga agar kadar obat tetap berada di atas nilai ambang yang bertanggung jawab pada efek farmakologis. Pendekatan yang lebih rasional pada rancangan obat ini hanya digunakan untuk obat-obat yang telah ada atau pada tipe dasar obat dengan aktivitas yang diketahui. Hal ini berarti untuk mendapatkan aktivitas biologis yang diinginkan, senyawa induk sebagai jalur pengembangan produk terapetik menjadi lebih dapat diterima dan lebih meyakinkan dibanding sebelumnya. 1. Modifikasi untuk memperpendek masa kerja obat Pemasukan ke molekul obat gugus-gugus yang mudah diserang (gugus vulnerable) oleh proses metabolisme dalam tubuh, akan memberikan masa kerja yang lebih singkat dibanding senyawa induk. Diperkirakan hasil modifikasi tersebut tidak mengubah aktivitas, penyerapan, dan distribusi senyawa induk. Sangat sedikit contoh-contoh yang diketahui bahwa lebih diinginkan turunan dengan efek terapetik yang lebih singkat dibanding senyawa induk, kecuali untuk obat-obat yang digunakan untuk operasi pembedahan. Untuk pengobatan kronik pada umumnya lebih disukai obatobat dengan masa kerja yang panjang. Obat relaksasi otot sering digunakan sebagai penunjang anestesi pada operasi pembedahan, agar diperoleh efek relaksasi otot yang lebih besar. Bila diperlukan anestesi dengan masa kerja singkat, suatu bahan dipolarisasi dengan masa kerja yang panjang seperti dekametonium, menyebabkan rasa nyeri yang tidak menyenangkan, setelah pasien sadar. Dalam keadaan ini lebih baik digunakan relaksan otot yang mempunyai masa kerja singkat, seperti suksametonium klorida. Suksametonium mengandung dua gugus ester vulnerable diantara dua atom N-kationik, sehingga senyawa mudah dimetabolisis. Hidrolisis suksametonium klorida oleh enzim esterase plasma akan menghasilkan senyawa
inert, asam suksinat dan kolin, sehingga masa kerja obat menjadi lebih singkat. 2.
Modifikasi untuk memperpanjang masa kerja obat Suatu senyawa induk mungkin diubah menjadi obat dengan masa kerja yang lebih panjang melalui beberapa cara. Gugus-gugus pada senyawa induk yang mudah dimetabolisis (gugus vulnerable) akan memberikan masa kerja yang lebih panjang bila: a. Dilindungi dari dari serangan metabolik, yaitu yaitu dengan menempatkan gugus tertutup lain di dekatnya sehingga efek halangan ruang menjadi lebih besar b. Diganti dengan gugus-gugus yang lebih sulit dimetabolisis c. Meningkatkan efek halangan ruang pada gugus vulnerable Gugus-gugus vulnerable pada senyawa induk obat dapat diberikan efek halangan ruang terhadap proses metabolic, dengan cara memasukkan gugus alkil di sekitarnya. Keberhasilan metode ini terlihat pada kenaikan waktu paro biologis dari seri alcohol. D.
Struktur dan Aktifitas Obat Sifat-sifat kimia fisika merupakan dasar untuk menjelaskan aktifitas biologis obat karena: a. Sifat kimia fisika fisika memegang peranan penting dalam pengagngkutan obat untuk mencapai reseptor. Sebelum mencapai reseptor, molekul-molekul obat harus melalui bermacam-macam membran, berinteraksi dengan senyawa-senyawa dalam cairan luar dan dalam sel serta biopolimer. Disini sifat kimia dan fisika berperan dalam proses penyerapan dan distribusi obat sehingga kadar obat pada waktu tertentu mencapai reseptor dalam jumlah yang cukup besar. b. Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan yang tinggi saja yang dapat berinteraksi dengan reseptor biologis, sifat kimia fisika harus menunjang orientasi khas molekul pada permukaan reseptor. Jenis-jenis kerja obat adalah sebagai berikut: 1. Obat berstruktur non spesifik Obat berstruktur nonspesifik , obat yang bekerja secara langsung tidak tergantung struktur kimia. Mempunyai struktur kimia bervariasi, tidak berinteraksi dengan struktur kimia spesifik. Aktifitas Biologis dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia fisika seperti: adsorpsi, kelarutan, aktifitas termodinamika, tegangan permukaan, potensi oksidasi reduksi, mempengaruhi permeabilitas, depolarisasi membran, koagulasi protein, dan pembentukan kompleks. Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah anastetika umum, hipnotika, bakterisida, antiseptik dan anti jamur Ciri-ciri obat yang berstruktur nonspesifik adalah : a. Obat tidak bereaksi dengan reseptor spesifik b. Kerja biologisnya berlangsung dengan aktifitas termodinamika c. Bekerja dengan dosis yang relatif besar d. Menimbulkan efek yang mirip walaupun strukturnya berbeda e. Kerjanya hampir tidak berubah pada modifikasi struktur 2.
Obat berstruktur spesifik Obat berstruktur spesifik yaitu obat-obat yang memberikan aktifitas biologis akibat adanya ikatan obat dengan reseptor atau akseptor spesifik. Aktivitas biologisnya dihasilkan dari struktur kimia yang mengadaptasikandirinya ke dalam struktur reseptor dalam bentuk tiga dimensi dalam organisme dan membentuk kompleks. Karakteristik obat berstruktur spesifik a. Efektif pada kadar rendah b. Modifikasi sedikit dalam struktur kimianya akan menghasilkan perubahan dalam aktifitas biologisnya c. Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal d. Pada keadaan kesetimbangan, aktivitas biologisnya maksimal e. Melibatkan ikatan-ikatan kimia yang yang lebih kuat dibandingkan pada senyawa yang berstruktur nonspesifik. Mekanisme obat yang mungkin terjadi •Bekerja terhadap enzim antagonis dengan cara c ara pengaktifan, penghambatan, atau pengaktifan kembali enzim-enzim tubuh. •Penularan fungsi gen yang bekerja pada membran, yaitu dengan mengubah membran sel dan mempengaruhi sistem transport membran. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas biologis a. Sifat kimia fisika b. Koefisien partisi
Koefisien partisi adalah kelarutan relatif zat antara dua fase yang saling tidak tercampur. c. Derajat ionisas E.
Efek Farmakologi Gugus Spesifik Modifikasi dalam molekul suatu senyawa induk adalah salah satu cara untuk mendapatkan obat baru, variasi dalam struktur akan mengubah aktivitas aktivitas biologis yang ditentukan oleh sifat sifat fisika, distribusi ke sel dan jaringan, penembusan ke enzim dan reseptor, cara bereaksi ke target dan eksresi F.
Modifikasi Lamanya Aksi Obat Modifikasi Lamanya Aksi Obat yaitu aksi yang diperpanjang atau diperpendek, biasanya diinginkan agar obat mempunyai kerja yang diperpanjang, contoh :antibiotik sering diperlukan untuk memperoleh konsentrasi yang tinggi dan harus dipertahankan dalam darah. Ada beberapa cara yang digunakan untuk memperpanjang aksi obat: a. Esterifikasi: terutama untuk steroid seperti androgen, estrogen, progesteron, dan juga antibiotik antibiotik tertentu, sperti eritromisin, oleondromisin. b. Pembentukan kompleks, seperti: vit B-12, amfetamin tannat c. Pembentukan garam, contoh: garam penisilin seperti prokain penisilin d. Pengubahan senyawa-senyawa yang tidak jenuh jenuh menjadi jenuh, contoh prednison menjadi prednisolon. Jika ingin memperpendek lama kerja obat dapat dengan mengganti gugus kimia yang stabil dengan yang labil, contoh: substitusi ion cl dari Cl-profamid dengan gugus metil menjadi tolbutamid, karena gugus metil labil maka gugus ini segera teroksidasi menjadi karboksilat yang memberikan suatu produk inaktif, waktu paruh tolbutamid hanya 5,7 jam sedangkan klorporamid 33 jam. Berdasarkan sumbernya dewasa ini obat digolongkan menjadi 3 diantaranya adalah : 1. Obat alamiah Obat alamiah adalah obat yang terdapat di alam, contohnya pada tanaman, kuinon dan atropin, pada hewan contohnya minyak ikan dan hormon, serta mineral contohnya adalah belerang, Kbr 2. Obat semisintetik Obat semisintetik adalah obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari obat bahan alam, contoh morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron. 3. Obat sintetik murni Obat sintetik murni adalah obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu. Contoh : obat-obatan golongan analgetikantipiretik, antihistamin dan diuretik. Tiga fasa yang menentukan terjadinya aktifitas obat diantaranya adalah : 1. Fasa farmasetik Fasa farmasetis meliputi proses pabrikasi, pengaturan dosis dan proses formulasi, bentuk sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya zat aktif. Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk diserap oleh tubuh. 2. Fasa farmakokinetik Fasa farmakokinetik meliputi proses penyerapan obat (Absorpsi), distribusi obat, metabolisme obat, dan Eksresi obat (ADME). Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai sasaran atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respons biologis. 3. Fasa farmakodinamik Fasa farmakodinamik merupakan fasa terjadinya interaksi antara obat dengan reseptor dalam jaringan sasaran. Fasa ini berperan dalam timbulnya respons biologis
Daftar Pustaka Siswandono dan Bambang, S. 2000. Kimia Medisinal .Airlangga University
Press: Surabaya.
Hubungan Struktur, Struktur, Sifat Fisika Kimia Dengan Proses Metabolisme Dan Distribusi Obat
Proses metebolisme dapat dipengaruhi oleh aktivitas biologis sel, massa kerja, dan toksisitas obat. Sehingga pengetahuan tentang metabolism obat dan senyawa organic asing (xenobiotik) sangat penting dalam kimia medicinal. Studi ini sangat penting karena dapat digunakan untuk menilai atau menaksir efikasi dan keamanan obat, merancang pengaturan dosis obat, menaksir kemungkinan terjadi resiko atau bahaya dari zat pengotor, dan mengevaluasi toksisitas bahan kimia. Suatu obat dapat menimbulkan respon biologis melalui dua jalur yaitu yaitu : a.
Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah langsung berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis.
b. Pra-Obat setelah masuk ke peredaran darah dan mengalami metabolism menjadi obat aktif berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis biologis (bioaktivasi). Secara umum, tujuan metabolism obat mengubah obaat menjadi metabolit tidak aktif dan tidak toksik (bioinaktivitas dan detoksifitkasi), mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan dari tubuh. Hasil metabolit beberapa obat bersifat toksik disbanding dengan senyawa induk (biotoksifikasi) ada pula hasil metabolit memunyai efek farmakologis berbeda dengan senyawa induk.
1. Bioaktivasi & bioinaktivasi. Protonsil rubrum, suatu antibtri turunan sulfonamida,dalam tubuh mengalami reduksi menjadi sulfanilamid yang aktif sebagai antibtri (bioaktivasi) kemudian terasetilasi membentuk asetilsulfanilamid yang tidak aktif (bioinaktivasi). 2.
Bioaktivasi & biotoksifikasi. O analgesik trn p-aminofenol, seperti asetanilid & 5-
fenasetin, di tubuh mengalami metabolisme membentuk parasetamol (asetaminofen) aktif sebagai analgesik (bioaktivasi), senyawa-senyawa ini kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi p-aminofenol, turunan anilin, N-oksida & hidroksilamin, yang diduga sebagai penyebab terjadi methemoglobin (biotoksifikasi). (biotoksifikasi).
Struktus obat sangat behubungan erat dengan sifat kelarutan, sifat kimia fisika dan aktifitas termodinamik dan biologis obat. a.
Senyawa obat berstruktur spesifik Aktivitas biologis bergantung pada struktur st ruktur kimianya bekerja dengan mengikat reseptor
atau
asepror
yang
meliputi stereokimia ikatan,kimia intraksi
sepesifik. Kereaktifan
obat dan reseptor, distribusi
kimia obat
gugus
fungsi efek
induksi & resonansi dandistribusi elektronik. Mekanisme kerja senyawa obat ini meliputi kerja pada enzim, antagonis, anta gonis, dan bekerja pada membran. Contohnya senyawa kolinergik. b. Senyawa obat berstruktur tidak spesifik Struktur kimia bervariasi tidak berinteraksi dengan reseptor spesifik Sifat fisika kimia lebih
berpengaruh
fisika aktivitas
dibanding
struktur
biologis meliputi aktivitas
kimianya. Struktur
kimia
sifat
termodinamik, Kelarutan,Koefisien
kimia partisi
lemak – lemak – air, air, Derajat ionisasi, ionisasi , Pembentukan kelat, Potensial redoks, dan Tegangan permukaan. c.
Kelarutan Kelarutan pada obat meliputi mudah atau tidaknyapenembusan obar pada membrane biologis. Kelarutan obat berupa lipofil-hidrofob dan hidrofil-lipofob. Semakin panjang rantai karbon dalam suatu senyawa, maka senyawa tersebut akan semakin non-polar. Prinsip inilah yang mendasari dari kelarutan pada obat.
sifat fisika kimia obat dengan proses ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. dis tal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. diperpanjang. Bersihan kreatinin kreatinin dapat dijadikan dijadikan patokan dalam dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam
jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada p ada kedokteran forensik.
STRUKTUR DAN PROSES METABOLISME OBAT Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja dan toksisitas kerja obat sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa organik asing lain (xenobiotika) sangat penting dalam bidang kimia medisinal. Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan dua jalur, yaitu : 1. · Obat aktif setelah masuk ke dalam peredaran darah, langsung beinteraksi dengan reseptor dan menimbulakan respons biologis. 1. · Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme menjadi obat aktif, berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis (bioaktivasi). Metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relatif non polar, menjadi senyawa yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh. 1. Faktor-faktor yang mempengaruuhi metabolisme obat. · Factor genetik atau keturunan. Hal ini ditunjukan dengan perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat yang kadang-kadang terjadi dalam sistem individu. · Perbedaan spesies dan galur. Pada proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-kadang ada perbedaan yang cukup besar pada reaksi metabolismenya. · Perbedaan jenis kelamin. · Perbedaan umur. Penghambatan enzim metabolisme. Indikasi enzim metabolisme. Faktor-faktor lain. Diet makanan, keadaan kurang gizi, ganguan keseimbangan hormone, kehamilan, peningkatan obat oleh protein plasma, distribusi obat dalam jaringan dan keadaan patologis hati.
1.
Tempat Metabolisme Obat. perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan organ. Organ seperti hati, ginjal, dan saluran cerna. Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung lebih banyak enzim-enzim metabolism disbanding dengan organ lain, setelah pemberian secara oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk ke peredaran darah dan kemudian ke hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang membawa obat atau senyawa organik yang melewati sel-sel hati secaraperlahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang yang mudah larut dalam air kemudian kemudian diekskresikan melalui urin.
Jalur Umum Metabolisme Obat dan Senyawa Organik Asing. Reaksis metabolisme obat dan senyawa organic asing ada dua tahap, yaitu : 1. Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisme. 2. Reaksi fasa II atau reaksi konjugasi. a. 1.
Reaksi fasa I Reaksi oksidasi.
2.
b.
c. d.
Oksidasi gugus aromatic, ikatan rangkap, atom C benzilik dan alilik, atom C dari gugus karbonil dan imin. Oksidasi atom C alifatik dan alisiklik. Oksidasi sistem C-N, C-O, dan C-S Oksidasi alcohol dan aldehid Reaksi oksidassi lain. Reaksi reduksi. Reduksi aldehid dan keton. Reduksi senyawa azo dan nitro Reaksi reduksi lain. Reaksi fasa I dapat dicapai dengan : Secara langsung memasukan gugus fungsional. Contoh : hidroksilasi senyawa aromatik dan alifatik. Memodifikasi gugus fungsional yang ada dalam struktur molekul, contoh : reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alcohol. Fasa ini dapat menghasilkan suatu gugus fungsional yang mudah terkojugasiatau mengalami reaksi fasa II. Reaksi fasea II Konjugasi asan glukuronat, konjugasis sulfat, konjugasi dengan glisin dan glukamin, konjugasi dengan glukation/asam merkaturat. Reaksi asetilasi. Reaksi metilasi.
Diposting oleh bobone di 12.49 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi EmailBlogThis !Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan Faceboo kBagikan ke Pinterest
HUBUNGAN METABOLISME DENGAN RANCANGAN OBAT HUBUNGAN METABOLISME DENGAN RANCANGAN OBAT
A. HUBUNGAN PRA OBAT, METABOLISME DAN AKTIVITAS OBAT
Banyak contoh obat yang setelah mengalami proses metabolisme di tubuh menghasilkan metabolit aktif. Senyawa induk obat tersebut disebut pra-obat, yang pada in vitro tidak menimbulkan aktivitas biologis. Pra-obat bersifat labil, di dalam tubuh (in vivo) mengalami perubahan, melalui proses kimia atau enzimatik, menjadi senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor menghasilkan respons farmakologis. Penemuan bahwa efek obat kadang-kadang ditimbulkan oleh metabolitnya, mempunyai peran penting dalam penggunaan metabolit itu sendiri sebagai obat, oleh karena : a. Metabolit kemungkinan menimbulkan toksisitas atau efek samping lebih rendah dibanding pra-obat. b. Secara umum metabolit mengurangi variasi respons klinik dalam populasi yang disebabkan perbedaan kemampuan metabolisme oleh individu-individu atau oleh adanya penyakit tertentu. Senyawa yang pertama kali digunakan di klinik sebagai prekursor adalah arsfenamin, untuk pengobatan sifilis. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa bentuk metabolitnya yaitu oksofenarsin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap mikroorganisme. Oksofenarsin kemudian digunakan sebagai pengganti arsfenamin karena selain lebih aktif, toksisitasnya juga lebih rendah.
Kloralhidrat, senyawa hipnotik, pada manusia dimetabolisme menjadi senyawa aktif trikloroetanol, bentuk glukuronida dan asam trikloroasetat. Sekarang digunakan trikloroetanol atau garamnya asam trikloroetanol fosfat (triklofos) sebagai pengganti kloralhidrat, karena kloralhidrat mempunyai rasa tidak enak dan menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna.
Penemuan zat warna azo prontosil merupakan awal dari pengobatan infeksi dengan turunan sulfonamida. Pada in vitro prontosil tidak aktif terhadap mikroorganisme tetapi pada in vivo aktif. Penemuan bahwa prontosil adalah pra-obat dan bentuk yang mendapatkan turunan sulfonamida yang lebih unggul, dengan cara modifikasi molekul sulfanilamid. Sampai sekarang telah tersedia berbagai macam turunan sulfonamida yang digunakan sebagai obat antiinfeksi, seperti sulfadiadzin, sulfametoksazol, dan sulfaguanidin.
Obat antimalaria pamakuin dan paludrin adalah pra-obat, keduanya diubah oleh enzi m tubuh menjadi bentuk metabolit yang aktif terhadap parasit malaria. Pamakuin mengalami dealkilasi dan dioksidasi menjadi bentuk kuinon, yang secara in vivo 16 kali lebih aktif dibanding senyawa induknya.
Paludrin (klorguanil = proguanil) dimetabolisis membentuk cincin tertutup yang aktif yaitu turunan dihidrotriazin (sikloguanil). Ada hubungan struktur yang jelas antara metabolit aktif sikloguanil dan obat antimalaria pirimetamin, dan keduanya mempunyai mekanisme kerja serupa paludrin. Sikloguanil kemudian digunakan sebagai antimalaria, dalam bentuk garam embonat atau pamoat, dan diberikan secara injeksi intramuscular dosis tunggal dalam bentuk suspense dalam minyak. Pemberian garam tersebut memberikan perlindungan terhadap infeksi malaria selama beberapa bulan, karena senyawa mempunyai kelarutan dalam lemak yang tinggi dan dilepaskan secara perlahan-lahan dari depo, kemudian termetabolisis melepaskan obat aktif.
Metsuksimid, obat antiepilepsi, aktivitasnya berhubungan dengan kadar metabolit dalam plasma. Obat mengalami demetilasi dalam tubuh menjadi metabolit aktif fensuksimid, yang mempunyai aktivitas 700 kali lebih besar dibanding senyawa induknya.
Dengan cara yang sama metilfenobarbital diubah menjadi metabolit aktif fenobarbital, sementara primidon dioksidasi menjadi fenobarbital.
Asetosal adalah pra-obat dari asam salisilat, yang menimbullkan efek iritasi terhadap mukosa saluran cerna lebih kecil dibanding asam salisilat.
Fenilbutazon (butazolidin) pada in vivo diubah menjadi dua bentuk hidroksilasi, yaitu pada cincin benzen, menghasilkan oksifenbutazon, dan pada atom C rantai samping. Obat ini digunakan terutama sebagai antiradang, dan bentuk yang aktif adalah oksifenbutazon. Fenilbutazon juga digunakan sebagai urikosurik untuk pengobatan penyakit pirai, dan yang aktif adalah bentuk hidroksilasi pada atom C rantai samping. Pengamatan bahwa substitusi pada rantai samping fenilbutazon dapat meningkatkan efek urikosurik, mempunyai peranan penting pada penemuan obat baru yang yang lain, seperti sulfinpirazon.
R1
R2 H
CH2CH3
OH
CH2-CH3
H
H
Fenasetin, obat anelgesik dan antipiretik, terutama dimetabolisis dalam tubuh menjadi metabolit aktif, N-asetil-p-aminofenol (asetaminofen) dan dalam jumlah kecil metabolit glukuronida dari 2-hidroksifenasetin yang tidak aktif.
Sekarang fenasetin digunakan oleh asetaminofen karena bersifat nefrotoksik dan menimbulkan efek samping methemoglobin yang lebih besar dibanding as etaminofen.
Meskipun demikian pada dosis berlebih, asetaminofen dapat menimbulkan kerusakan hati karena pada jalur biotransformasi normal akan membentuk metabolit reaktif Nasetilimidokuinon yang dapat mengikat jaringan hati secara irreversibel. Pada dosis normal metabolit reaktif akan terkonjugasi dengan glutation. B. RANCANGAN PRA OBAT UNTUK MENGEMBANGKAN SIFAT FISIKA DAN SIFAT BIOLOGIS OBAT
Sifat fisika dan biologis obat yang tidak diinginkan, seperti baud an rasa yang tidak enak, efek iritasi pada saluran cerna, dan absorbs dalam usus yang rendah, kemungkinann dapat diperbaiki atau dihilangkan melalui modifikasi kimia molekul senyawa induk, dengan cara membentuk pra-obat yang tidak aktif. Setelah diabsorbsi, pra-obat mengalami hidrolisis atau reduksi di hati oleh enzim-enzim tubuh menghasilkan obat aktif. Proses di atas dapat dijelaskan secara skematik sebagai berikut :
Enzim-enzim yang terlibat dalam aktivasi pra-obat pra-obat antara lain adalah α-kimotripsin, α-kimotripsin, tripsin, elastase, karboksilesterase, dan lipase. Enzim-enzim tersebut mampu menghidrolisis ester atau ikatan peptida pra-obat, menghasilkan sen yawa aktif.
Zimogen merupakan prekursor dari enzim-enzim enzim- enzim α-kimotripsin, α-kimotripsin, tripsin, dan elastase. Zimogen dihasilkan oleh pankreas dan bersifat tidak aktif. Setelah memasuki duodenum zimogen diubah oleh enzim preoteolik menjadi enzim-enzim aktif, yang dapat memecah protein dan polipeptida melalui proses hidrolisis ikatan peptida. Ikatan peptida dari sisi karboksil dari triptofan, tirosin, dan fenilalanin lebih cepat dihidrolisis oleh α-kimotripsin α -kimotripsin dibanding ikatan peptida yang berdekatan dengan residu hidrofob, seperti pada leusin dan metionin, atau pada ikatan peptida lain yang ada dalam struktur peptida. Ester dan turunan amida dari triptofan, tirosin, dan fenilalanin juga merupakan substrat yang baik dari enzim ααkimotripsin. Contohnya yaitu pada p-nitrofenilasetat, substrat tidak khas yang mempunyai gugus penarik electron kuat, dengan mudah dihidrolisis oleh α-kimotripsin. α -kimotripsin. Tripsin secara cepat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida turunan ester dan amida dari L-asam amino dasar, seperti arginin dan lisin, sedang enzim elastase menunjukkan kekhasan yang tinggi terhadap turunan asam amino yang tidak bermuatan dan asam amino rantai samping non-aromatik, seperti glisin, alanin, valin, leusin, dan serin. Enzim karboksilesterase, teruatama yang terdapat di hati, ginjal, duodenum, dan otak, dengan cepat menghidrolisis ester-ester, dan dengan kecepatan yang lebih rendah pada beberapa amida-amida. Karboksilesterase lebih l ebih efisien efis ien untuk menghidrolisis ester-ester est er-ester tidak khas dibanding α-kimotripsin, α -kimotripsin, dengan kecepatan 10 4 - 105 lebih besar. Enzim lipase pancreas yang terdapat saluran cerna dapat menghidrolisis ester-ester yang tidak larut sempurna dalam air. Telah banyak pengetahuan tentang proses metabolism yang terjadi dalam tubuh. Obat sebagai subyek akan diubah menjadi produk biologis yang aktif. Dalam hal tertenntu, pengetahuan ini merangsang ahli kimia medicinal untuk melakukan manipulasi kimia yang lebih baik agar menghasilkan obat yang secara terapetik aktif dan mempunyai penampilan yang lebih baik dibanding senyawa induk. Manipulasi kimia mungkin dirancang untuk memperpendek atau meningkatkan masa kerja senyawa induk, dengan cara modifikasi senyawa induk dan meramalkan hal-hal yang mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Modifikasi ini dapat mempengaruhi lama obat dalam plasma dan menjaga agar kadar obat tetap berada di atas nilai ambang yang bertanggung jawab pada efek farmakologis. farmakologis.
Pendekatan yang lebih rasional pada pengembangan obat-obat ini hanya untuk obatobat yang telah ada atau pada tipe-tipe dasar obat dengan aktivitas yang telah diketahui. Hal ini berarti untuk mendapatkan aktivitas biologis yang diinginkan, senyawa induk sebagai jalur pengembangan produk terapetik, menjadi lebih dapat diterima dan lebih meyakinkan dibanding sebelumnya. Pengembangan pra-obat digunakan untuk meingkatkan absorbsi obat dalam saluran cerna, menghilangkan sifat fisik, seperti bau dan rasa yang tidak menyenangkan, untuk pengaturan obat pada tempat yang spesifik spesif ik dalam tubuh, untuk meningkatkan kelarutan obat, untuk memperpendek masa kerja obat, untuk memperpanjang masa kerja obat, dan untuk meningkatkan kestabilan obat. 1. Enzim-enz Enzim-enzim im yang terlibat dalam aktivasi pra-obat 2. Modifikasi untuk meningkatkan penyerapan obat
Pada pemberian secara oral, banyak turunan penisilin yang tidak diabsorbsi secara baik pada saluran cerna. Oleh karena itu, digunakan ester-ester lipofilnya untuk meningkatkan absorbs obat. Ester-ester alifatik sederhana dan ester pra-obat dari penisisilin diabsorbsi lebih baik pada saluran cerna, di tubuh ester akan terhidrolisis melepaskan penisilin. Ampisilin, antibiotic turunan penisilin dengan spektrum luas, mempunyai sifat lipofil yang rendah, pada pemberian secara oral hanya 30-40% yang diabsorbsi oleh saluran cerna. Bentuk pra-obat ester ampisilin seperti pivampisilin, bakampisilin, dan talampisilin lebih mudah diabsorbsi oleh saluran cerna dibanding ampisilin. Dalam cairan tubuh, pra-obat di atas segera terhidrolisis oleh enzim esterase melepaskan ampisilin.
Pivampisilin adalah pra-obat yang lebih disukai karena sebelum diabsorbsi hanya sedikit yang terhidrolisis dalam usus. Pivampisilin merupakan ester pivaloiloksimetil, emngandung gugus asiloksimetil, yang segera terhidrolisis oleh enzim membentuk ester hidroksimetil. Ester ini adalah hemiasetal dari formaldehid, di tubuh ester secara spontan terpecah melepaskan ampisilin dan formaldehid. Bakampisilin dengan cara serupa akan dipecah menjadi ampisilin dan asetaldehid, sedang talampisilin menjadi ampisilin dan 2karboksibenzaldehid. Bentuk ester sederhana penisilin, missal ester metil, lebih stabil secara in vivo kemungkinan karena membentuk enzim-asil yang stabil, oleh adanya pengaruh halangan ruang dari inti penisilin, dengan melepaskan fragmen alkohol.
Ester asiloksimetil juga membentuk enzim-asil dengan pengaruh halangan ruang yang lebih rendah sehingga mudah mengalami deasilasi. Obat yang mempunyai kepolaran tinggi tidak dapat melewati sawar darah otak. Penetrasi yang baik dari antagonis gas saraf
pralidoksim ke system saraf pusat dapat dicapai dengan menggunakan bentuk pra-obat turunan dihidropiridin, suatu garam piridinium, yang bersifat lebih non-polar. Bentuk ini dapat melewati sawar darah otak, mencapai tempat spesifik di otak dan dengan cepat dioksidasi menjadi bentuk aktifnya.
Asiklovir adalah senyawa yang digunakan untuk pemgobatan infeksi herpes simpleks dan herpes zoster. Secara oral absorpsi dalam saluran cerna relatif rendah, yaitu lebih kurang 20% pada dosis 200 mg dan sedikit meningkat pada dosis di atas 800 mg. Pra-obat asiklovir adalah
6-deoksiasiklovir, digunakan sebagai pencegahan infeksi herpes pada penderita
hematologis malignan. Secara oral 6-deoksiasiklovir diabsorpsi lebih baik dan memberikan kadar plasma lebih tinggi dibanding asiklovir. Pada i n vivo senyawa diubah menjadi asiklovir aktif oleh enzim xantin oksidase.
Efek antihipertensi dari asam enalaprilat, suatu penghambat enzim pengubah angiotensin ( Angiotensin-Converting Angiotensin-Converting Enzyme = ACE ), ), telah dikembangkan lebih lanjut dengan mengubahnya menjadi bentuk ester etil, enalapril, yang secara oral diabsorpsi lebih baik. Pra-obat enalapril pada in vivo dipecah oleh oleh enzim menjadi asam enalaprilat aktif.
Adrenalin digunakan untuk pengobatan glaucoma karena dapat mengurangi tekanan intraocular. Pra-obat yang lebih lipofil, dipivefrin, mempunyai efek terapetik lebih baik dibanding adrenalin. Dipivefrin 100 kali lebih aktif dibanding adrenalin karena transpor ke kornea lebih efisien, diikuti oleh pemecahan ester pada jaringan kornea, melepaskan adrenalin dalam cairan aqueous humour . Dipivefrin dengan dosis yang lebih rendah (0,1%) dibanding adrenalin (1,0%), sudah memberikan efek yang diinginkan, dan dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh adrenalin, seperti efek terhadap jantung.
Pilokarpin adalah obat mata yang mempunyai efek ef ek miotik, dengan masa kerja pendek. Garam kuartener heksadekanoilmetilpilokarpin mempunyai rantai samping yang bersifat lipofil. Pada kadar sepersepuluh dari pilokarpin, dapat memberikan efek miotik dengan masa kerja yang lebih panjang dibanding pilokarpin. Aktivitas tersebut ditunjukkan oleh pilokarpin, sebagai hasil pemecahan hidrolitik garam kuartener diikuti dengan pelepasan formaldehid.
3. Modifikasi untuk menghilangkan sifat fisik obat yang tidak diinginkan
Formaldehid adalah gas tak berwarna yang mudah terbakar, berbau tidak menyenangkan dan dapat mengiritasi mukosa membran. Larutan formaldehid digunakan sebagai disinfektan dan antiseptik. Formaldehid tidak digunakan secara langsung melalui oral karena menimbulkan efek samping dan toksisitas cukup besar. Metanamin, pra-obat yang dibuat dengan mereaksikan formaldehid dan amonia, dapat menghilangkan sifat fisik yang tidak diinginkan di atas, dan sangat berguna untuk antiseptik saluran seni. Pada pH urin yang bersifat asam, metanamin melepaskan secara se cara perlahan-lahan formaldehid aktif dan amonia di tubulus ginjal.
Antibiotik kloramfenikol, sekarang jarang digunakan secara oral, kecuali untuk pengobatan demam tipoid dan infeksi Salmonella Salmonella,, karena menimbulkan efek toksik agranulositosis cukup besar. Kloramfenikol mempunyai rasa yang sangat pahit sehingga kurang sesuai diberikan pada anak-anak. Kloramfenikol sekarang digunakan pada sediaan farmasi dalam bentuk tidak aktifnya, yaitu ester palmitat atau sinamat yang tidak berasa. Obat aktif akan dilepaskan aktifnya dari bentuk esternya melalui proses hidrolisis oleh enzim esterase
yang
ada
di
usus
halus.
Rasa pahit antibiotik klindamisin dapat ditutupi dalam bentuk pra-obat ester palmitat, sedang eritromisin dalam bentuk pra-obat ester hemisuksinat. 4. Modifikasi untuk pengaturan obat pada tempat yang khas di tubuh
Modifikasi obat menjadi pra-obat mempunyai peran penting untuk meningkatkan efikasi obat, karena ada perbedaan distribusi pra-obat dalam jaringan tubuh sebelum
melepaskan bentuk aktifnya. Modifkasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu membuat senyawa menjadi lebih hidrofilik, pembentukan ester, pembentukan kompleks dengan ADN, dan mengembangkan lokalisasi selektif obat di dalam sel target. Penggabungan gugus-gugus hidrofilik kuat pada sulfonamida, dapat mencegah absorpsi obat pada saluran cerna sehingga pra-obat tetap tinggal di saluran usus dan efektif untuk pengobatan infeksi usus. Contohnya sulfaguanidin, suksinilsulfatiazol, dan ptalilsulfatiazol.
Contoh serupa adalah merancang glikosida tertentu dari obat antiradang kortison, dengan tujuan agar pra-obat dapat melepaskan senyawa induk aktif dalam usus besar.
Glikosida obat bersifat meruah dan pada umumnya lebih bersifat hidrofil dibanding senyawa induknya, sehingga dapat menurunkan absorpsi obat dalam saluran cerna. Di usus besar, pra-obat dihidrolisis oleh enzim glikosidase bakteri, melepaskan senyawa induk aktif. Pengembangan lokalisasi selektif obat telah dicapai pada obat-obat antikanker yang mampu menekan pertumbuhan jaringan neoplastik dengan menggunakan pra-obat non-toksik, yang dapat melepaskan obat aktif dalam sel kanker. Cara lain adalah meningkatkan aktivitas enzim dalam sel, seperti meningkatkan aktivitas enzim reduktase pada sel-sel hipoksik yang kekurangan oksigen.
Pra-obat siklofosfamid digunakan untuk pengobatan jenis kanker tertentu dan sebagai kekebalan sesudah transplantasi organ. Pra-obat tersebut tidak mempunyai sifat mengalkilasi karena adanya sifat penarik elektron dari gugus fosfono yang berdekatan akan menurunkan sifat nukleofil atom nitrogen dari β-kloretilamin β -kloretilamin sehingga mencegah pembentukan ion pengalkilasi etilenium reaktif. Pra-obat dimetabolisis mmelalui proses hidroksilasi di hati menjadi senyawa pengalkilasi aktif dan normustin. Akrolein
yang
dihasilkan
pada
waktu
cincin
siklofisfamid
terbuka
dapat
menyebabkan kerusakan kandung kemih. Kesulitan ini dapat diatasi siklofosfamid diberikan bersama-sama bersamasama dengan alkil sulfide (sodium α-merkaptoetansulfonat; α -merkaptoetansulfonat; Mesna), karena akrolein yang terbentuk akan mengalami adisi pada atom C-β C- β menghasilkan produk yang tidak toksik. Cara lain adalah menggunakan bentuk modifikasi siklofosfamid yang tidak membentuk akrolein pada waktu cincin terbuka. Pembentukan pra-obat dan bentuk modifikasi siklofosfamid di atas dijelaskan pada mekanisme berikut :
5. Modifikasi untuk meningkatkan kelarutan obat 6. Modifikasi untuk meningkatkan masa kerja obat
7. Modifikasi untuk kestabilan obat C. RANCANGAN YANG LEBIH EFISIEN BERDASARKAN METABOLISME OBAT
Telah banyak pengetahuan tentang proses metabolism yang terjadi dalam tubuh. Obat sebagai subyek diubah menjadi produk biologis yang tidak aktif. Dalam hal tertentu, pengetahuan ini merangsang ahli kimia medicinal untuk melakukan manipulasi kimia yang lebih baik agar menghasilkan obat yang secara terapetik aktif dan mempunyai tampilan yang lebih baik dibanding senyawa induknya. Manipulasi kimia mungkin dirancang untuk memperpendek atau meningkatkan masa kerja senyawa induk, dengan cara memodifikasi senyawa induk dan meramalkan hal-hal yang mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Modifikasi ini dapat mempengaruhi lama obat dalam plasma dan menjaga agar kadar obat tetap berada di atas nilai ambang yang bertanggung jawab pada efek farmakologis. Pendekatan yang lebih rasional pada rancangan obat ini hanya digunakan untuk obat-obat yang telah ada atau pada tipe dasar obat dengan aktivitas yang diketahui. Hal ini berarti untuk mendapatkan aktivitas biologis yang diinginkan, senyawa induk sebagai jalur pengembangan produk terapetik menjadi lebih dapat diterima diteri ma dan lebih meyakinkan dibanding sebelumnya. 1. Modifikasi untuk memperpendek masa kerja obat
Pemasukan ke molekul obat gugus-gugus yang mudah diserang (gugus vulnerable) oleh proses metabolisme dalam tubuh, akan memberikan masa kerja yang lebih singkat dibanding senyawa induk. Diperkirakan hasil modifikasi tersebut tidak mengubah aktivitas, penyerapan, dan distribusi senyawa induk. Sangat sedikit contoh-contoh yang diketahui bahwa lebih diinginkan turunan dengan efek terapetik yang lebih singkat dibanding senyawa induk, kecuali untuk obat-obat yang digunakan untuk operasi pembedahan. Untuk pengobatan kronik pada umumnya lebih disukai obat-obat dengan masa kerja yang panjang. Obat relaksasi otot sering digunakan sebagai penunjang anestesi pada operasi pembedahan, agar diperoleh efek relaksasi otot yang lebih besar. Bila diperlukan anestesi dengan masa kerja singkat, suatu bahan dipolarisasi dengan masa kerja yang panjang seperti dekametonium, menyebabkan rasa nyeri yang tidak menyenangkan, setelah pasien sadar. Dalam keadaan ini lebih baik digunakan relaksan otot yang mempunyai masa kerja singkat, seperti suksametonium klorida. Suksametonium mengandung dua gugus ester vulnerable diantara dua atom N-kationik, sehingga senyawa mudah dimetabolisis.
Hidrolisis suksametonium klorida oleh enzim esterase plasma akan menghasilkan senyawa inert, asam suksinat dan kolin, sehingga masa kerja obat menjadi lebih singkat. 2. Modifikasi untuk memperpanjang masa kerja obat
Suatu senyawa induk mungkin diubah menjadi obat dengan masa kerja yang lebih panjang melalui beberapa cara. Gugus-gugus pada senyawa induk yang mudah dimetabolisis (gugus vulnerable) akan memberikan masa kerja yang lebih panjang bila: a.
Dilindungi dari serangan metabolik, yaitu dengan menempatkan gugus tertutup lain di dekatnya sehingga efek halangan ruang menjadi lebih besar
b. Diganti dengan gugus-gugus yang lebih sulit dimetabolisis
a.
Meningkatkan efek halangan ruang pada gugus vulnerable Gugus-gugus vulnerable pada senyawa induk obat dapat diberikan efek halangan ruang terhadap proses metabolic, dengan cara memasukkan gugus alkil di sekitarnya. Keberhasilan metode ini terlihat pada kenaikan waktu paro biologis dari seri alcohol.
3. Modifikasi untuk meningkatkan kekhasan tempat