2013 PT. Trubaindo Coal Mining Mery Marthen
IDENTIFIKASI POTENSI PEMBENTUKAN AIR ASAM TAMBANG, NAPP VS NTAPP Laboratorium AAT adalah laboratorium kimia yang beraktifitas pada analisis tanah tambang yang bertujuan menyediakan data untuk keperluan pencegahan pembentukan AAT. Metode-metode analisis yang digunakan pada laboratorium AAT telah banyak digunakan oleh beberapa laboratorium. Metode NAPP saat ini adalah yang paling umum digunakan, namun dalam metode ini didapatkan beberapa kekurangan yang tidak dapat dihindari, oleh karena itu beberapa laboratorium menerapkan metode analisis terbaru yaitu NTAPP. Dari hasil analisis potensi keasaman terhadap 1136 sample tanah tambang dengan metode NAPP dan NTAPP didapatkan perbedaan hasil akhir analisis. Overestimate pada metode NAPP terbukti dengan selisih 1,95% material PAF dari NTAPP dan selisih 5,74% material NAF, sedangkan sisanya adalah sample terkategori uncertain sebanyak 3,79%. Kelemahan metode NAPP yang terbesar terletak pada penentuan MPA dan analisa NAG yang tidak akurat pada nilai %TS tinggi. Namun kelebihan metode ini yang paling utama adalah sederhana dan mudah diapplikasikan, sebaliknya NTAPP memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Pemilihan metode yang tepat harus berdasarkan kebutuhan dari masing-masing perusahaan tambang dengan karakter tanah yang berbeda. NAPP lebih tepat digunakan untuk analisis tanah tambang dengan nilai sulfur yang rendah, hal ini bertujuan untuk meminimalkan potensi penyimpangan hasil analisis seperti yang disebutkan diatas. Sedangkan metode NTAPP tepatnya digunakan untuk mengetahui potensi keasaman pada tanah tambang dengan nilai sulfur tinggi (% TS > 0,7), hal ini dilakukan dengan tujuan agar sulfur yang tidak membentuk asam dalam sample tanah tidak ikut terukur sebagai sulfur pembentuk asam.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala bimbingan, rahmat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan artikel dengan judul “Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP” yang dilakukan pada laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining. Penulisan artikel ini dapat selesai berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ibu Nurul Fitriani, selaku superintendent laboratorium Coal dan AMD, PT. Trubaindo Coal Mining,
2.
Bapak Sunaryo, selaku supervisor laboratorium AMD, PT. Trubaindo Coal Mining,
3.
Seluruh karyawan dan karyawati PT. Trubaindo Coal Mining yang tidak sempat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dan mendukung dalam penelitian di laboratorium AMD PT. Trubaindo Coal Mining, Semoga Tuhan Yang maha Esa senantiasa melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada semua pihak atas bantuan dan dukungannya dalam penulisan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam artikel ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karenanya penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis sangat mengharapkan agar penulisan artikel ini dapat dibaca oleh siapa saja dan dapat memberikan tambahan wawasan serta manfaat yang besar bagi semua pihak. Bunyut, Desember 2013 Penulis
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB 1 ......................................................................................................................1 PENDAHULUAN ...................................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1 1.1 Laboratorium Air Asam Tambang .....................................................................1 1.1.2 Laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining .....................................................3 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................4 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................4 1.4 Manfaat Penulisan ..............................................................................................4 BAB 2 ......................................................................................................................5 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................5 2.1 Analisis Potensi Keasaman Tanah Tambang .....................................................5 2.1.1 Proses Preparasi ..............................................................................................5 2.1.2. Proses Analisis Kimia ....................................................................................9 2.1.3.Pelaporan Hasil Analisis ...............................................................................31 BAB 3 ....................................................................................................................33 PEMBAHASAN ....................................................................................................33 3.1Persamaan dan Perbedaan NAPP / NTAPP ......................................................33 3.1.1Penentuan Potensi Pembentukan Asam Maksimum ......................................33 3.1.2 Penentuan Potensi Penetralan .......................................................................34 3.1.3 Penetapan tipe sample PAF, NAF, Uncertain ...............................................35 3.1.4 Penetapan NAG ............................................................................................39 3.2 Kekurangan dan Kelebihan NAPP / NTAPP ...................................................40 BAB 4 ....................................................................................................................44 KESIMPULAN ......................................................................................................44 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................45 LAMPIRAN ...........................................................................................................46
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.1 Laboratorium Air Asam Tambang
Perusahaan pertambangan batubara telah banyak beroperasi di berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Kegiatan ini mencakup aktivitas penggalian lapisan tanah dalam usaha pengambilan batubara yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan industri dan masyarakat. Namun aktivitas ini membawa dampak negatif berupa perubahan bentuk permukaan bumi, dan yang paling utama adalah potensi terbentuknya Air Asam Tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan Acid Rock Drainage (ARD) atau Acid Mine Drainage (AMD). Pembentukan AAT berasal dari oksidasi mineral-mineral sulfida dan yang paling umum didapati dialam adalah pirit, FeS2. Oksidasi pirit ini melibatkan proses biokimia yaitu proses oksidasi-reduksi dengan kehadiran bakteri sebagai katalisator, menghasilkan asam sulfat dan logam-logam terlarut diantaranya Fe, Mn, Zn, Cu yang menyebabkan penurunan pH air hingga di bawah pH 3. Berdasarkan
peraturan
pemerintah,
masing-masing
perusahaan
pertambangan memiliki tanggung jawab dalam melakukan pencegahan kerusakan lingkungan akibat aktifitas pertambangan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui lapisan-lapisan tanah tambang yang berpotensi membentuk asam sebagai cikal bakal masalah terbesar dalam pertambangan. Untuk itu keberadaan laboratorium AAT sangat diperlukan dalam usaha pencegahan perusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Laboratorium AAT adalah laboratorium kimia yang beraktifitas pada analisis tanah tambang yang bertujuan menyediakan data untuk keperluan pencegahan pembentukan AAT. Metode-metode analisis yang digunakan pada
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
laboratorium AAT telah banyak digunakan oleh beberapa laboratorium yang khusus menangani masalah pencegahan AAT, baik laboratorium dari perusahaan pertambangan itu sendiri maupun laboratorium independent dari luar perusahaan. Beberapa analisis laboratorium telah banyak dikembangkan di Indonesia dan
negara-negara
yang
melakukan
aktifitas
pertambangan
khususnya
pertambangan bijih dan batubara. Tujuan dari analisis tanah tambang ini adalah untuk mengetahui sifat dari lapisan tanah dari lokasi pertambangan sebelum dilakukan pertambangan. Ini dilakukan untuk mengetahui ada dan tidak adanya lapisan tanah yang berpotensi membentuk keasaman. Metode analisis yang paling umum dikenal adalah metode statik dan kinetik. Dalam artikel ini akan dibahas tentang metode statik Net Acid Producing Potential (NAPP) dan Net Total Acid Producing Potential (NTAPP). Di Indonesia analisis statik NAPP adalah yang paling banyak dikenali baik oleh pemerintah, laboratorium independent dan perusahaan pertambangan itu sendiri. Pada metode ini potensi keasaman maksimum dari tanah tambang yang dianalisis ditentukan berdasarkan jumlah total sulfur yang terkandung dalam tanah. Kandungan sulfur sebesar 1% pada batuan sebanyak 1 ton akan menghasilkan asam sulfat sebanyak 30,62 kg yang membutuhkan 31,25 kg CaCO3 untuk menetralkannnya. (Rudi Sayoga Gautama, 2012). Pada metode NAPP didapatkan beberapa kekurangan yang tidak dapat dihindari. Hal ini menyebabkan kesalahan dalam mengestimasi jumlah potensi keasaman tanah. Oleh karena itu beberapa laboratorium menerapkan metode analisis terbaru yaitu NTAPP. Dalam metode ini beberapa kekurangan dari metode NAPP dapat diatasi, namun metode NTAPP memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dari metode NAPP. Oleh karena itu penggunaan salah satu dari metode ini membutuhkan pertimbangan matang dari pihak yang terkait dalam penentuan potensi keasaman tanah.
2
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
1.1.1 Laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining
PT. Trubaindo Coal Mining didirikan pada tanggal 13 Maret 1990. Terletak di Kabupaten Muara Lawa, Bentian Besar, Muara Pahu dan Damai dari Kabupaten Kutai Barat di provinsi Kalimantan Timur. Konsesi wilayah 23.650 hektar terdiri dari Blok Utara dan Blok Selatan. Batubara yang dapat dieksploitasi dalam kontrak ini adalah sepanjang 30 tahun, yang berlaku sejak awal produksi pada tanggal 28 Februari 2005 hingga 27 Februari 2035. Lapisan batubara terbentuk pada formasi-formasi Pamaluan dan Cekungan Kutai, dan memiliki nilai kalori berkisar antara 6.500 sampai 7.300 kkal / kg dan kandungan sulfur antara 0,8-1,4%. (Sumber informasi : www.itmg.co.id) Metode open pit mining dilakukan dengan pengoperasian menggunakan ekskavator dan dump truck, kualitas batu bara yang dihasilkan dikontrol dengan metode pencampuran (blending) di crushing plant yang diambil dari stockpile / ROM (Run of Mining) berdasarkan data analisa laboratorium. Selanjutnya batu bara yang telah diproduksi diangkut dengan truck dengan jarak 37 km ke coal stockpile di pelabuhan yang selanjutnya di angkut dengan kapal ke terminal batu bara syang kemudian dikirim ke tempat tujuan. Laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining mengikuti Standar ASTM dalam prosedur sampling, preparasi, dan analisa. Untuk mengecek performa alat insrument yang digunakan, maka setiap hari dilakukan pemeriksaan sampel refferensi yang telah diketahui kadar komponennya terlebih dahulu. sedangkan apabila ada kesalahan maka investigasi dilakukan dengan melakukan penyidikan memperhatikan beberapa faktor yang berpotensi mengakibatkan kesalahan seperti : a. Faktor manusia b. Kondisi akomodasi dan lingkungan c. Pengujian, kalibrasi metode dan validasi metode. d. Peralatan
3
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
e. Ketertelusuran pengukuran f. Sampling g. Pengendalian metode pengujian dan kalibrasi. Secara singkatnya Laboratorium PT. Trobaindo Coal Mining menerapkan sistem manajemen laboratorium berdasarkan ISO/IEC 17025;2008.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dibuat sebagai berikut: apakah perbedaan antara kedua metode analisis potensi keasaman tanah tambang.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Membandingkan hasil analisis dengan menggunakan metode NAPP dan NTAPP 2. Mengulas persamaan dan perbedaan metode NAPP dan NTAPP 3. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari masing-masing metode
1.4 Manfaat Penulisan
1. Memperluas ilmu pengetahuan khususnya dibidang pengujian potensi pembentukan AAT 2. Meningkatkan pemahaman tentang metode-metode yang digunakan dalam analisis potensi keasaman tanah tambang
4
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Potensi Keasaman Tanah Tambang
Analisis potensi keasaman tanah tambang dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu preparasi, proses analisis kimia, pelaporan hasil analisis. Pada seluruh bagian proses ini, masing–masing terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari adanya data yang tidak akurat pada pelaporan akhir hasil analisis. 2.1.1 Proses Preparasi
Preparasi adalah suatu tahapan yang terdiri atas beberapa proses penyiapan sample dari bentuk awal penerimaan sample hingga menjadi sample yang siap untuk dianalisa pada laboratorium kimia. Dalam proses preparasi, preparator sample harus mengerti dengan baik methodology seluruh proses preparasi dengan memahami adanya potensi error pada proses dan dilakukan dengan standar prosedur preparasi sesuai ketentuan laboratorium. Hal utama yang paling penting dalam proses preparasi adalah hasil preparasi sample yang representative, karena dalam beberapa kasus pada batuan sample terdapat lapisan pirit dalam bentuk lapisan tipis, maka harus dipastikan bahwa proses preparasi meghasilkan sample yang homogen untuk setiap litologi sample. 2.1.1.1 Prosedur Kerja
a. Penimbangan Sample Sample diterima dalam bentuk core yang dikemas dalam bag sample. Penimbangan dilakukan secara langsung (sample + kemasan) dan dicatat bobot
5
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
penerimaan sample.
Gambar 3.1. Sample Tanah
Gambar 3.2 Timbangan Sample
b. Pengeringan Sample Pengeringan pada gross sample dilakukan untuk meghilangkan kandungan air dalam sample. jika kandungan air tidak dihilangkan maka akan menyebabkan timbulnya kesukaran untuk pengecilan ukuran, pengeringan dilakukan dalam Drying Oven atau Drying Sheed pada suhu ambient sampai suhu maximum yang
dapat diterima yaitu 800C.
Gambar 3.3 Alat Drying Sheet dan Drying Oven
c. Pengambilan Sample Representatif Pengambilan sample representatif dilakukan dengan menggunakan alat Rotary Sample Divider, tujuan dari tahap ini adalah untuk mengurangi jumlah
6
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
sample yang akan dikecilkan ukurannya, namun tetap mewakili seluruh sample yang diterima.
Gambar 3.4 Alat Rotary Sampler Divider
d. Pengecilan Ukuran Pengecilan ukuran butir adalah proses pengecilan ukuran atas sample tanpa menyebabkan perubahan apapun terhadap massa sample. Contoh alat mekanis yang digunakan untuk pengecilan ukuran butir sample adalah : •
Jaw Crusher Alat ini digunakan untuk mengecilkan ukuran partikel sample tanah hingga ukuran partiikel hingga 2 mm yang telah di keringkan di Drying Sheed.
Gambar 3.5 Alat Jaw Crusher
7
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
•
Raymond mill Alat ini digunakan untuk mengecilkan ukuran partikel sample tanah hingga ukuran partiikel ±0.25 mm atau 250 µm setelah proses pada Jaw Crusher sebelum di equalize dalam ruang analisa.
Gambar 3.6 Alat Raymond Mill
Setelah melalui proses diatas, maka sample hasil preparasi disimpan kedalam botol sample bertutup rapat dan diberi label nomor analisa dan dibawa ke laboratorium analisa.
2.1.1.2 Faktor penting dalam proses preparasi
Beberapa hal penting lainnya dalam proses preparasi adalah: 1. Proses pengeringan sample Sample dikeringkan dalam oven bersuhu standar selama 48 jam atau hingga kering, dalam hal ini beberapa penyimpangan suhu yang menginterfensi kondisi sample antara lain: Jika suhu oven tidak mencapai suhu standar (terlalu rendah), maka sample akan terlalu lama mengikat kelembaban (moisture) dimana dalam kondisi ini pirit dalam sample akan teroksidasi menjadi
8
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
asam sulfat. Jika reaksi tersebut terjadi maka akan menghasilkan bias pada nilai kandungan pirit-sulfur pada analisa CRS, meskipun sample dipanaskan diatas 48 jam, namun kandungan moisture pada sample akan terperangkap pada bagian dalam sample. Jika suhu oven terlalu panas, maka kandungan sulfur dalam sample akan menguap dan juga akan menghasilkan bias berupa turunnya nilai kandungan pirit-sulfur pada analisa CRS. 2. Segera setelah proses pengeringan, sample dihaluskan menjadi bubuk dengan ukuran 0.05 µm menggunakan grinder mill dan di packing dalam wadah kedap udara dan disimpan pada ruangan bertemperatur ruang (25 0
C) untuk menghindari kemungkinan degradasi karena adanya penyerapan
air dari udara.
2.1.2. Proses Analisis Kimia
2.1.2.1 Metode Analisa NAPP
NAPP singkatan dari Net Acid Producing Potential adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui potensi keasaman yang dapat dibentuk oleh sejumlah tanah tambang, dimana nilai potensi keasaman dinyatakan dalam kg H2SO4/ton. Nilai dari total NAPP akan dijadikan acuan untuk menggolongkan tipe tanah tambang seperti berikut: NAPP ≤ 0 and NAGpH ≥ 4.5 , digolongkan sebagai NAF NAPP > 0 and NAGpH < 4.5, digolongkan sebagai PAF NAPP > 0 and NAGpH > 4.5 or NAPP ≤ 0 and NAGpH < 4.5, digolongkan sebagai Uncertain.
9
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Nilai NAPP dinyatakan dengan rumus: NAPP = MPA – ANC MPA = % TS × 30,625 Catatan: Masing-masing unit dinyatakan dalam satuan kg H2SO4/ton. 1. Penentuan Total Sulfur ( %TS) (umumnya dengan metode LECO) 2. Kapasitas penetralan asam atau Acid Neutralizing Capacity (ANC) Mengacu pada EGi Environmental Geochemistry International, Australia, revisi April 2000, diadaptasi dari Sobek, A.A., Schuller,W.A., Freeman, J.R., and Smith, R.M., 1978. Field and Laboratory Methods Applicable to Overburdens and Minesoils. p.p. 47-50. U.S. Environmental Protection Agency, Cincinati, Ohio, 45268 (EPA-600/2-78-054)
3. Net acid generating (NAG) Mengacu pada EGi Environmental Geochemistry International, Australia, revisi Maret 2001. 4. paste pH Mengacu pada Sobek et al (1978).
2.1.2.1.a Total Sulfur (% TS)
%TS adalah jumlah atau banyaknya kandungan sulfur organik & anorganik dalam sample tanah dimana total sulfur dalam sample mengindikasikan
10
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
jumlah atau banyaknya asam sulfat yang dapat terbentuk pada proses oksidasi dan reduksi dalam sample tanah. Jika pada penetapan jumlah atau banyaknya sulfur organik dan anorganik telah didapatkan hasilnya, maka nilai %TS adalah koreksi terhadap jumlah dari nilai sulfur organic dan anorganik, dimana %TS selalu lebih besar dari jumlah nilai sulfur organik dan anorganik yang dinyatakan dalam persen. Prinsip Dasar: % TS ditetapkan melalui proses pemijaran sample pada suhu ± 1250 0C menggunakan alat instrument. Oksida-oksida sulfur yang dihasilkan dari proses pemijaran di tangkap oleh sensor pendeteksi sulfur pada alat dan jumlah sulfur yang terdeteksi dinyatakan dalam satuan %. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil analisa % TS, antara lain: Metoda ini menetapkan jumlah atau banyaknya sulfur organik dan anorganik, baik yang berpotensi membentuk asam sulfat ataupun yang tidak berpotensi, Nilai sulfur yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan memberikan hasil analisa yang anomaly. Alat & Bahan Alat: 1. Neraca analitik 2. Lecco S-144DR 3. Push boat (wadah sampel) 4. Spatula 5. PC computer 6. Software 7. Pengait Push Boat 8. Gas oksigen
11
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Bahan: 1. Sample tanah, 2. Sample Referensi Batubara Prosedur Kerja: 1. Diklik Add Sample atau tekan tombol F3 pada keyboard untuk menambah jumlah sample. 2. Dipilih Metoda sesuai dengan analisa yang akan digunakan, 3. Dimbang kosong wadah sample (crucible), 4. Ditekan TARE untuk menera neraca sampai stabil (0,0000). 5. Ditimbang sample yang tanah crucible ± 0,2500 gram (± 0,0002 g), sample dibuat setara mungkin pada crucible. Dilakukan duplo untuk setiap sample. 6. Ditekan tombol Print ( Ω ) pada balance atau masukkan secara manual setelah pembacaan stabil, 7. Ditekan Analyze atau tombol F4 pada keyboard untuk untuk mulai analisa, 8. Pada kotak dialog akan tampil “Push Boat Into The Furnace” kemudian didorong crucible kedalam furnace dengan menggunakan pengait push boat sampai menyentuh Boat Stop, 9. Setelah analisa selesai hasil % TS ditampilkan, crucuble ditarik keluar, 10. Dicatat nilai kadar sulfur pada masing-masing analisa duplo yang dilakukan dan diperhatikan nilai repeat, Catatan: 1. Dipersiapkan sample Check untuk setiap 10 sample analisis, 2. Crucible yang digunakan adalah alat pemakaian ulang, namun sebelum penggunaan alat, harus dipastikan suhu pada crucible adalah suhu ruang dan tidak mempengaruhi pada saat penimbangan sample.
12
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
2.1.2.1.b Net Acid Generation (NAG)
Net acid generation adalah analisis jumlah potensi keasaman yang terbentuk setelah terjadi oksidasi pirit dalam tanah tambang. Dalam analisis NAG reaksi yang terjadi adalah reaksi keasaman dan penetralan dimana hasil akhir dari reaksi oksidasi adalah nilai NAGpH yang akan memberikan indikasi sifat keasaman dan kebasaan dari suatu tanah tambang yang dianalisis. Untuk sample analisis dengan nilai NAGpH ≥ 7,0, maka tidak dilakukan penetapan nilai NAG, sedangkan untuk sample analisis dengan nilai NAGpH < 4,5 maka dilakukan penitaran dengan basa NaOH hingga pH 4,5 dan dilanjutkan dengan penitaran pada pH 7,0. Jumlah larutan penitar berbanding lurus dengan jumlah potensi pembentukan asam yang terkandung dalam sample analisis. Prinsip Dasar: NAG dalam sample tanah tambang ditetapkan melalui proses reaksi oksidasi pirit dalam tanah menjadi asam sulfat dengan penambahan pereaksi H2O2 15% selama satu malam atau minimal 12 jam waktu reaksi (overnight reaction). Alat & Bahan Alat: 1. Neraca Analitik, 2. Gelas Piala 500 ml, 3. Alat Pemanas (Hot Plat) 4. Buret Digital, 5. Labu Semprot, 6. Pengaduk digital & magnetik, 7. Kaca Arloji, 8. pHmeter
13
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Bahan: 1. Sample Tanah, 2. Hydrogen Peroksida, H2O2 15% 3. Natrium Hidroksida, NaOH 0,1 M Prosedur Kerja: 1. Ditimbang 1,0 gram sample tanah kedalam gelas piala, dicatat bobot penimbangan sample, 2. Ditambahkan 250 ml H2O2 15%, 3. Dibiarkan bereaksi bereaksi semalaman sekurang-kurangnya 12 jam (overnight reaction). 4. Dipanaskan dengan suhu sedang 50-800C selama 1 jam. 5. Didinginkan hingga suhu ruang dan reaksi sempurna. Reaksi sempurna ditandai dengan tidak adanya buih yang naik ke permukaan larutan sample. 6. Diukur pH larutan sample sambil diaduk dengan pengaduk magnetik, jika pH ≥ 7,0, dicatat pH larutan sebagai NAGpH dan tidak dilakukan perlakuan lanjutan. Jika pH < 4,5 maka dilanjutkan dengan penitaran dengan NaOH 0,1 M hingga sample hingga pH 4,5, dicatat volume penitar, kemudian dilanjutkan hingga pH 7,0. Catatan: Dipersiapkan sample blank dan standar untuk setiap hari pengerjaan untuk semua sample analisis.
Perhitungan: NAG = (49 ×V × M) / Bobot Sample
14
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Dimana: NAG
=
Net Acid Generation (kg H2SO4/ton)
V
=
Vol. NaOH hasil penitaran sample (ml)
Bobot Sample = Bobot penimbangan sample (g) M HCl
= Molaritas larutan NaOH (mol/l)
Catatan: Jika nilai NAG >25 kg H2SO4/ton, maka dilakukan pengulangan pengerjaan sample dengan penimbangan bobot sample lebih rendah (misalnya 1 gram).
2.1.2.1.c Acid Neutralizing Capacity (ANC)
ANC adalah suatu metode penetapan jumlah atau banyaknya mineral penetral (pada umumnya karbonat, CO3) dalam contoh tanah yang dapat bereaksi dengan mineral pengasam (pada umumnya sulfat, SO4) dalam sample tanah. Berbeda dengan metode penentuan jumlah keasaman (aktual dan potensial asam), metode ini digunakan untuk menentukan kemampuan sample dalam menetralkan asam yang terkandung dalam sample itu sendiri. Banyaknya jumlah nilai ANC akan mempengaruhi sifat alkalinitas suatu sample tanah. Prinsip Dasar: ANC ditetapkan melalui proses titrasi kembali (back titration). Kandungan mineral penetral (CO3) dalam sample direaksikan dengan asam (HCl) yang ditambahkan berlebih. Kelebihan asam dititar dengan basa (NaOH) hingga pH 7. Banyaknya jumlah mineral penetral adalah setara dengan selisih jumlah asam berlebih yang ditambahkan dengan sisa asam yang dititar dengan NaOH pada akhir proses reaksi.
15
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil analisa ANC antara lain: Penentuan fizz rating pada sample dilakukan untuk mengestimasi jumlah atau kandungan mineral penetral dalam sample tanah, maka untuk memastikan jumlah asam yang ditambahkan berlebih maka harus dipastikan bahwa pH sample tidak kurang dari 0,8 dan tidak lebih dari 1.5 (0,8 ≥ pH ≤ 1,5). Jika pH sample mencapai kurang dari 0,8 maka hal ini mengindikasikan bahwa HCl yang ditambahkan terlalu banyak, sehingga perlu dilakukan pengulangan analisis, sedangkan jika pH diatas 1,5 maka harus dilakukan penambahan HCl kembali, hal ini mengindikasikan bahwa asam yang ditambahkan tidak cukup untuk menyisakan asam berlebih dalam analisis ANC. Untuk itu ketepatan dalam penentuan fizz rating sangat penting untuk memaksimalkan efektifitas proses kerja. Reaksi
Fizz Rating
HCl
Molaritas
Molaritas
Vol
NaOH
(M)
(ml)
(M)
Tidak ada reaksi
0
0,5
4
0,1
Reaksi Sedikit
1
0,5
8
0,1
Reaksi Sedang
2
0,5
20
0,5
Reaksi Kuat
3
0,5
40
0,5
Reaksi Sangat Kuat
4
1,0
40
0,5
*
1,0
60
0,5
5
Tabel.1 Penambahan jumlah asam sesuai “Fizz Rating”
Catatan: 5* digunakan untuk material dengan ANC yang sangat tinggi (>400 kgH2SO4/t) seperti limestone
16
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Alat & Bahan Alat: 1. Neraca Analitik, 2. Gelas Piala 250 ml, 3. Dispenser 4 & 20 ml, 4. Alat Pemanas (Hot Plat) 5. Buret Digital, 6. Labu Semprot, 7. Pengaduk magnetik, 8. Kaca Arloji, 9. pHmeter Bahan: 1. Sample Tanah, 2. Asam Klorida, HCl 0,5 & 1,0 M 3. Natrium Hidroksida, NaOH 0,1 & 0,5 M Prosedur Kerja: 1. Ditetapkan fizz rating dari setiap sample dengan meneteskan 2-3 tetes HCL 8% pada ± 0,5 gram sample, dilihat reaksi yang terjadi seketika setelah penetesan. 2. Ditimbang 2,0 gram sample tanah kedalam gelas piala 250 ml, dicatat bobot penimbangan sample, 3. Ditambahkan HCl sesuai fizz rating, dan 20 ml aquadest. 4. Dipanaskan larutan diatas hot plate pada suhu 80-90 0C selama 1-2 jam. 5. Didinginkan hingga suhu ruang, 6. Diukur pH larutan sample sambil diaduk dengan pengaduk magnetik, range ph yang dibutuhkan adalah pH 8-15, jika pH < 8 atau pH > 1,5 maka pada larutan sample dilakukan pengulangan analisis, kecuali jika untuk larutan sample dengan fizz rating 0 atau tidak ada reaksi.
17
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
7. Dititar larutan sample dengan NaOH 0,1 atau 0,5 M hingga pH 7, dicatat volume NaOH. Catatan: Dipersiapkan sample blank untuk setiap fizz rating yang didapatka dalam sample analisis.
Perhitungan: ANC = (Y × M. HCl / Bobot Sample) × C Dimana: Y = (Vol. HCl pada fizz rating) – (Vol. NaOH hasil penitaran × B) B = (Vol. HCl sample blank) / (Vol. NaOH hasil penitaran sample Blank) Bobot Sample = Bobot penimbangan sample M HCl
= Molaritas larutan HCl
C
= Faktor konversi C = 49,0 (untuk menghitung kedalam kg H2SO4/ton) C = 5,0 (untuk menghitung kedalam kesetaraan % CaCO3)
2.1.2.2 Metode Analisa NTAPP
Net Acid Production Potentally (NTAPP) adalah metode yang dikembangkan untuk mengidentifikasi dan mengetahui jumlah potensi pembentukan asam dari komponen pirit dan material organik dan juga mengidentifikasi dan mengetahui jumlah komponen sulfat lainnya yang dihasilkan oleh proses dekomposisi komponen pirit.
18
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Ada 3 jenis analisa untuk peetapan NTAPP, yaitu: 1. Total Actual Acidity (TAA) Actual Acidity adalah keasaman yang dapat diketahui jumlahnya tanpa melalui proses penguraian material pengasam. Dalam proses analisa TAA, sample dilarutkan dengan larutan KCl untuk melepaskan komponenkomponen pengasam dan komponen-komponen penetral dalam sample. 2. Chrom reducible Sulfur (Potential Acidity) Potential Acidity dinyatakan dalam nilai CRS, yaitu kandungan komponen sulfur seperti pirit, yang tidak membentuk keasaman dengan sendirinya, namun terpecah dengan adanya kelembaban dan oksigen menjadi asam sulfat. Keasaman ini tidak terdeteksi pada analisa TAA. CRS untuk pertama kalinya dipublikasikan sebagai “Miscellaneous Research method”. Pada tahun 1998 Acid Sulphate Soils Laboratory Methods Guidelines (ASSLMG) dihasilkan sebagai hasil kerjasama antara Queensland
Acid
Sulphate
Soils
Investigation
Team
(QASSIT),
Queensland Department of Natural Resources, Mines and Energy (Qld NRM&E), The Southern Cross University (SCU), National Committee for Acid Sulphate Soils (NatCASS), Queensland Acid Sulphate Soils Management Advisory Committee (QASSMAC) dan New South Wales Acid Sulphate Soils Management Advisory Committee (ASSMAC). Setelah dilakukan penelitian oleh Sullivan et al. 1998, 1999, 2000, para peneliti dari Southern Cross University dan beberapa Laboratorium di Australia yang berpengalaman dalam method ini termasuk ALS, maka prosedur ini ditetapkan untuk digunakan dalam mengidentifikasi pirit berdasarkan kandungan sulfur dalam sample batuan atau tanah.
19
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
3. Acid Neutralizing Capacity Neutralizing Capacity adalah kapasitas dari kandungan penetral dalam sample untuk menetralkan asam yang terbentuk dari komponen pembentuk asam dalam sample itu sendiri. Dengan Menggunakan ketiga hasil analisa di atas, maka hasil perhitungan untuk akhir dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: NTAPP = (Total Actual Acidity + Chrom Reducible Sulfur) – Acid Neutralizing Capacity
2.1.2.2.a pH Slurry, 1:5
pH Slurry adalah suatu cara penentuan tingkat keasaman (negative log konsentrasi ion hidrogen, -log [H+] dari suspensi sample tanah dan merupakan cara tercepat untuk menafsirkan nilai pH dari suatu sample tanah. Metoda ini juga dapat digunakan untuk mengetahui sifat keasaman, kenetralan atau bahkan alkalinitas suatu sample tanah. Penentuan pH slurry tidak secara langsung mempengaruhi kategori sample tanah, akan tetapi akan menjadi pertimbangan bagi departemen geology sebagai pengolah data hasil analisa di lapangan. Prinsip Dasar: pH Slurry ditentukan dengan melarutkan sample tanah dengan air (aquadest) dengan perbandingan 1:5. Tingkat keasaman hasil pelarutan sample tanah diukur pada bagian suspensi menggunakan pHmeter. Semakin rendah nilai pH hasil pengukuran, maka penafsiran konsentrasi ion hydrogen akan semakin besar, sebaliknya jika nilai pH tinggi maka hasil pengukuran mengindikasikan kurangnya konsentrasi ion hydrogen.
20
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil analisa pH Slurry, antara lain: Metoda ini menetapkan jumlah atau banyaknya keasaman yang telah ada (bukan potensi keasaman) dalam sample tanah, Konsentrasi tinggi dari kandungan material organik akan mempengaruhi pengukuran pH oleh karena pembentukan asam-asam organik, namun nilai pH < 4 kemungkinan besar adalah berasal dari oksidasi pirit. Sebagai tambahan, nilai EC tidak dipengaruhi oleh material organik dan dapat digunakan untuk membedakan antara material organic yang membawa keasaman ( EC rendah) dan pirit yang membawa keasaman (EC tinggi) (Warwick Stewart), atau dapat diuraikan sebagai berikut: pH ≤ 4 → EC tinggi → penurunan pH dipengaruhi oleh oksidasi pirit pH ≤ 4 → EC rendah → penurunan pH dipengaruhi oleh material organic Alat & Bahan: Alat: 1. Alat Shaker, 2. pHmeter, 3. Neraca Analitik, 4. Dispenser 20 ml, 5. Botol Plastik Bertutup, 6. Labu Semprot,
Bahan: 1. Sample Tanah, 2. Air Suling, Aquadest, Prosedur Kerja:
21
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
1. Ditimbang 4 gram sample tanah kedalam botol plastik bertutup, 2. Ditambahkan 20 ml aquadest kedalam botol berisi sample, 3. Diekstraksi larutan sample menggunakan alat shaker selama 1 jam, 4. Didiamkan selama 1 jam, 5. Diukur pH larutan sample pada bagian suspensi larutan sample, dicatat pH larutan, Catatan: 1. Dipersiapkan sample Check untuk setiap 10 sample analisis, 2. Ratio perbandingan larutan adalah 1:5, bobot sample dan volume air disesuaikan dengan kondisi laboratorium & alat. 2.1.2.2.b Total Actual Acidity (TAA)
TAA adalah suatu metode penetapan jumlah atau banyaknya sulfur organik yang terkandung dalam tanah yang dapat diekstraksi oleh KCl, dimana hasil reaksi extraksi akan menentukan banyaknya material yang dihitung sebagai jumlah sulfur organik yang menyebabkan penurunan pH tanah. Prinsip Dasar: TAA ditetapkan melalui proses penitaran hasil ekstraksi larutan 1 M KCl dengan NaOH hingga pH 6,5. Jika pH larutan setelah ekstraksi ≥ 6,5 maka diperlukan penitaran pada larutan hasil ekstraksi. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil analisa TAA, antara lain: Metoda ini menetapkan jumlah atau banyaknya keasaman dari sulfur organik, Proses oksidasi pirit yang dapat terjadi sebelum sample tanah diterima pada laboratorium analisa yaitu pada proses sampling, dalam hal ini kemungkinan oksidasi dapat terjadi pada sample yang dikeringkan tidak
22
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
pada suhu terkontrol (80-85 0C) dan akan menyebabkan hasil analisa yang tidak akurat. Ekstraksi dilakukan menggunakan larutan dengan ratio tinggi, jika ratio larutan KCl rendah, maka sejumlah Gypsum (CaSO4.2H2O) yang dengan tingkat kelarutan lambat tdk akan larut dalam larutan KCl, maka dari itu ratio yang digunakan adalah 1:40, sample tanah:KCl. Alat & Bahan Alat: 1. Alat Shaker, 2. pHmeter, 3. Neraca Analitik, 4. Dispenser 80 ml, 5. Buret Digital, 6. Botol Plastik Bertutup, 7. Labu Semprot, 8. Pengaduk magnetik, Bahan: 1. Sample Tanah, 2. Kalium Klorida, KCl, 3. Natrium Hidroksida, NaOH 0,05 & 0,25 M, 4. Air Suling, Aquadest, Prosedur Kerja: 1. Ditimbang 2 gram sample tanah kedalam botol plastik bertutup, dicatat bobot penimbangan sample, 2. Ditambahkan 80 ml KCl 1 M kedalam botol berisi sample, 3. Diekstraksi larutan sample menggunakan alat shaker selama 4 (± 0,25) jam,
23
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
4. Didiamkan selama 12 jam, 5. Dikocok kembali larutan sample dalam setiap botol atau dengan alat shaker selama 5 menit, 6. Diukur pH larutan sample pada bagian suspensi larutan sample, dicatat pH larutan, 7. Dititar larutan sample sesuai dengan ketentuan berikut: Untuk sample dengan pH ≥ 6,5 tidak dilakukan penitaran Untuk sample dengan pH ≥ 4,0 dan < 6,5 maka sample dititar sambil diaduk menggunakan pengaduk magnetik dengan NaOH 0,05 M hingga pH 6,5 Untuk sample dengan pH < 4,0 maka sample dititar sambil diaduk menggunakan pengaduk magnetik dengan NaOH 0,25 M hingga pH 6,5. Catatan: 1. Dipersiapkan sample blank dan standar untuk setiap 20 sample analisis 2. Dipersiapkan sample Check untuk setiap 10 sample analisis Perhitungan: =
(. – . ) × × 1000
Dimana: V. Sample
= Volume NaOH pada penitaran sample hingga pH 6,5
V. Blank
= Volume NaOH pada penitaran blank sample hingga pH 6,5
M NaOH
= Molaritas NaOH
1000
= Bilangan konversi dari satuan Liter (L) dan Gram (g) kedalam
satuan ton Bobot Sample = Bobot penimbangan sample
24
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
2.1.2.2.c Chromium Reducible Sulfur (CRS)
Chromium Reducible Sulfur (CRS) adalah suatu metode penetapan jumlah atau banyaknya sulfur anorganik dalam contoh tanah yang dapat direduksi oleh chromium (II), dimana banyaknya sulfur anorganik yang tereduksi dihitung sebagai jumlah sulfur dari pirit (FeS2) yang dapat membentuk asam sulfat dan berpotensi menyebabkan penurunan pH tanah. Prinsip Dasar: CRS ditetapkan melalui proses reduksi-oksidasi, sulfur dalam sample direduksi oleh Chromium (II) dalam suasana asam melalui pemanasan dan menghasilkan H2S(g) dan selanjutnya dibawa oleh gas N2(g) kemudian ditangkap dalam larutan alkali Zn meggunakan alat destilator, ZnS yang terbentuk kemudian dititar dalam suasana asam dengan larutan Iodium hingga terbentuk perubahan warna ungupekat (dark-purple). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil analisa CRS, antara lain: Metoda ini menetapkan jumlah atau banyaknya potensi keasaman dari sulfur anorganik, Untuk memaksimalkan ketepatan hasil analisa maka bobot untuk penimbangan sample tanah harus disesuaikan dengan kandungan sulfur anorganik dalam sample tanah, ketentuan yang dimaksud adalah sebagai berikut: Untuk sample tanah dengan nilai CRS > 2%, bobot sample ± 0,1 g, Untuk sample tanah dengan nilai CRS < 1,8% dan > 0,8 %, bobot sample ± 0,5 g, Untuk sample tanah dengan nilai CRS <1,2 % dan > 0,5 %, bobot sample ± 1 g,
25
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Untuk sample tanah dengan nilai CRS < 0,5%, bobot sample ± 2 g,
Penentuan bobot sample dilakukan dengan beberapa alas an, yaitu: Jika kandungan sulfur anorganik dalam tanah terlalu besar, maka jumlah H2S yang terbentuk terlalu besar dan melebihi kapasitas larutan penangkap gas H2S yang ditangkap sebagai ZnS dan dengan demikian penitaran akan membutuhkan volume penitar Iodium dalam jumlah yang berlebihan. Jika kandungan sulfur anorganik dalam tanah terlalu kecil, maka jumlah H2S yang terbentuk terlalu kecil dan gas H2S yang ditangkap sebagai sebagai ZnS yang terbentuk didapatkan dalam jumlah sangat kecil dan dengan demikian penitaran akan membutuhkan volume penitar Iodium dalam jumlah yang tertalu kecil dan memberikan presisi yang kurang akurat. Alat & Bahan Alat: 1. Neraca Analitik, 2. Erlenmeyer CRS 150ml, 3. Dispenser 20ml, 4. Gelas Ukur 100ml, 5. Alat Destilasi, 6. Alat Suntikan (untuk penambahan etanol), 7. Buret Digital, 8. Labu Semprot, 9. Pengaduk magnetik, Bahan: 1. Sample Tanah,
26
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
2. Zinc Asetate, Zn(CH3COO)2 3. Larutan Ammonia 28%, 4. Natrium Thiosulfate pentahydrate (Na2S2O3.5H2O), 0,025 M 5. Natrium Hidroksida, NaOH 6 M 6. Indikator Starch, 7. Kalium Iodida, KI 8. Larutan Iodium, 9. Bubuk Chrom 10. Ethanol 95%, 11. Asam Klorida, HCl 6 M, 12. Gas Nitrogen, N2, 13. Besi (II) sulfide, FeS, 14. Zinc Sulfida, ZnS, Prosedur Kerja: 1. Ditimbang 1,0 ± 0,01 gram sample tanah kedalam Erlenmeyer CRS, dicatat bobot penimbangan sample, 2. Ditambahkan 1,0 ± 0,1 g bubuk Chrom dan 10 ml Ethanol, 3. Dipasang erlenmeyer berisi sample pada alat destilator, 4. Disiapkan 40 ml larutan penangkap Zinc asetat kedalam Erlenmeyer 100 ml dan dipasang pada alat destilasi, 5. Dipastikan aliran air pendingin pada kondensor berjalan dengan baik, 6. Dipastikan HCl 6 M bereaksi dengan sempurna, 7. Dialirkan gas N2 kedalam system destilasi, diatur kecepatan aliran gas dengan indikasi 3 kali pembentukan gelembung dalam setiap detik, dan dibiarkan sestem berjalan selama 3 menit, 8. Dialirkan 60 ml HCl 6 M dengan menekan tombol pompa pada alat destilasi CRS, 9. Dipanaskan Elenmeyer berisi sample selama 35 menit, 10. Dilepaskan Erlenmeyer berisi larutan hasil destilasi, 11. Ditambahkan 20 ml HCl 6 M kedalam Erlenmeyer,
27
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
12. Ditambahkan ±0,3 g indicator starch, 13. Diaduk larutan menggunakan pengaduk maqnetik, 14. Dititar dengan Iodium hingga terjadi perubahan warna permanen ungu pekat (dark purple), dicatat volume Iodium.
Catatan: 1. Jika volume penitar lebih dari 25 ml, maka analisa diulangi dengan menggunakan bobot penimbangan sample yang lebih kecil. Karena larutan penangkap gas (H2S) memiliki kapasitas terbatas untuk menampung gas, maka ada beberapa ketentuan penimbangan berat untuk menjaga agar agar jumlah gas yang ditangkap tidak melebihi kapasitas larutan penangkap, yaitu:
Tabel Pengulangan Analisis CRS
Perlakuan
Bobot Sample
2g
1g
0,5
0,1
Pengulangan
Bobot Rendah
0*
0,5
0,8
1,8
Penambahan Barat
Bobot Tinggi
0,5
1,0
2,0
10*
Pengurangan Berat
2. Dipersiapkan sample blank dan standar untuk setiap 20 sample analisis 3. Dipersiapkan sample Check untuk setiap 10 sample analisis Perhitungan: (%) =
(. – . ) × × 3,206
Dimana: V. Sample
= Volume Iodium pada penitaran sample hingga titik akhir,
V. Blank
= Volume Iodium pada penitaran blank sample hingga titik akhir,
Bobot Sample = Bobot penimbangan sample
28
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
C
= Molaritas larutan penitar Iodium yang ditetapkan secara volumetric dengan penitaran larutan standar Na2S2O3 0,025 N. ( $%&' ) =
( (()* +* ,- ×..()* +* ,../01234 ×5
Dimana: N Na2S2O3
= Molaritas Natrium tiosulfat (0,025M)
V. Na2S2O3
= Volume Natrium Tiosulfat
V. Iodium
= Volume Iodium
3,206
= Massa atom relative, Ar. S, 32,06/10, 10 = bilangan konversi dari satuan g/l menjadi %,
2.1.2.2.d Acid Neutralizing Capacity (ANC)
Analisis ANC pada metode NTAPP memiliki dasar dan prinsip yang sama dengan analisis ANC pada analisa NAPP. Perbedaannya hanya pada langkah dalam menetapkan fizz rating. Prinsip Dasar: ANC ditetapkan melalui proses titrasi kembali (back titration). Kandungan mineral penetral (CO3) dalam sample direaksikan dengan asam (HCl) yang ditambahkan berlebih. Kelebihan asam dititar dengan basa (NaOH) hingga pH 7. Banyaknya jumlah mineral penetral adalah setara dengan selisih jumlah asam berlebih yang ditambahkan dengan sisa asam yang dititar dengan NaOH pada akhir proses reaksi. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil analisa ANC antara lain:
29
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Penentuan fizz rating pada sample dilakukan untuk mengestimasi jumlah atau kandungan mineral penetral dalam sample tanah, maka untuk memastikan jumlah asam yang ditambahkan berlebih maka harus dipastikan bahwa pH sample tidak diatas 3 (pH < 3). Jika pH sample mencapai 3 atau lebih (pH ≥ 3), maka dilakukan kembali penambahan asam hingga tercapai konsentrasi asam berlebih dan didapatkan kelebihan asam untuk bereaksi dengan penitar, NaOH. Alat & Bahan Alat: 1. Neraca Analitik, 2. Gelas Piala 250 ml, 3. Dispenser 25 ml, 4. Alat Pemanas (Hot Plat) 5. Buret Digital, 6. Labu Semprot, 7. Pengaduk magnetik, 8. Kaca Arloji, 9. pHmeter Bahan: 1. Sample Tanah, 2. Asam Klorida, HCl 0,1 M 3. Natrium Hidroksida, NaOH 0,1 M Prosedur Kerja: 1. Ditimbang 1,0 gram sample tanah kedalam gelas piala 250 ml, dicatat bobot penimbangan sample, 2. Ditambahkan 50 ml aquadest dan 25 ml HCl 0,1 M, 3. Didihkan larutan diatas hot plate selama 2 menit,
30
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
4. Didinginkan hingga suhu ruang, 5. Diukur pH larutan sample sambil diaduk dengan pengaduk magnetik, jika pH ≥ 3, maka pada larutan sample ditambahkan kembali 25 ml HCl 0,1 M, dididihkan kembali selama 2 menit, dan dilanjutkan dengan proses yang sama hingga larutan sample mencapai pH < 3. 6. Dititar larutan sample dengan NaOH 0,1 M hingga pH 7, dicatat volume NaOH.
Catatan: 1. Dipersiapkan sample blank dan standar untuk setiap 20 sample analisis 2. Dipersiapkan sample Check untuk setiap 10 sample analisis
Perhitungan:
(%) =
. × 6&% × 5
Dimana: V. Sample
= Volume asam yang bereaksi dengan mineral penetral,
Bobot Sample = Bobot penimbangan sample, M Acid
= Molaritas larutan HCl 0,1 M.
2.1.3. Pelaporan Hasil Analisis
31
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Pelaporan hasil analisa dilakukan oleh pihak laboratorium pada bagian operasional untuk kebutuhan geology modeling, dan selanjutnya akan bertindak langsung oleh pihak terkait untuk mengelola lapisan tanah tambang yang telah diketahui sifat keasamannya.
32
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
BAB 3 PEMBAHASAN 2.1 Persamaan dan Perbedaan NAPP / NTAPP
Persamaan NAPP dan NTAPP tentunya adalah keduanya merupakan metode yang digunakan untuk menentukan potensi keasaman yang terkandung dalam suatu tanah tambang. Namun kedua metode ini memiliki perbedaanperbedaan yang sangat mendasar.
2.1.1 Penentuan Potensi Pembentukan Asam Maksimum Pada metode NAPP potensi pembentukan asam maksimum dinyatakan dalam MPA, yaitu hasil kali % total sulfur dengan 30,625, MPA = % TS × 30,625 Sedangkan potensi pembentukan asam maksimum pada metode NTAPP dinyatakan dalam MTA, yaitu hasil penjumlahan hasil analisis TAA dan CRS, MTA = TAA + CRS Kedua metode ini memberikan nilai potensi pembentukan asam melalui penetapan potensi penentuan asam maksimum yang diselisihkan dengan potensi penetralan asam, NAPP = MPA – ANC NTAPP = MTA – ANC Penentuan MPA yang berdasarkan pada nilai % TS adalah satu kelemahan pada metode NAPP. Nilai %TS yang terukur adalah berasal dari seluruh mineralmineral sulfur dalam tanah termasuk pirit, namun pada kenyataannya tidak semua
33
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
sulfur dalam tanah adalah pembentuk asam atau dengan kata lain tidak semua mineral sulfur dalam tanah adalah pirit. Hal ini tidak dapat dihindari, sehingga pada kasus-kasus tertentu sample tanah tambang dengan nilai sulfur tinggi akan memberikan hasil analisis yang tidak akurat (overestimate), dengan demikian nilai MPA yang ditetapkan akan melebihi nilai yang sebenarnya terkandung dalam tanah tambang, maka nilai hasil akhir NAPP juga akan melebihi potensi yang sebenarnya terkandung dalam tanah tambang. Hal ini akan menghasilkan data analisis dengan kecederungan sample tanah yang terkategori sebagai PAF. Penentuan MPA yang berdasarkan pada nilai penjumlahan TAA + CRS akan memberikan hasil yang lebih akurat. Hal ini dapat dilihat dari pokok pemikiran yang menggabungkan potensial asam dari bahan organik dengan potensial asam dari bahan anorganik. Asam organic dalam suatu tanah tambang dapat ditetapkan lewat cara pemisahan bedrdasarkan tingkat kelarutan sulfur organic dalam tanah, sedangkan untuk sulfur anorganik tidak dapat ditetapkan dengan cara ektraksi melainkan melalui proses reduksi sulfur anorganik (pirit, FeS2) banyaknya sulfur yang tereduksi dalam reaksi akan berbanding lirus dengan nilai MTA dalam tanah tambang.
3.1.2 Penentuan Potensi Penetralan
Penentuan potensi penetral dalam tanah tambang ditetapkan dengan analisis ANC, baik metode NAPP maupun metode NTAPP. Prisip dari analisis ANC adalah penitaran kembali atau back titration. Perbedaan analisis ANC pada kedua metode ini adalah pada proses penentuan fizz rating. Untuk metode NAPP fizz rating ditentukan berdasarkan hasil reaksi yang ditimbulkan setelah sejumlah kecil sample tanah tambang diteteska dengan 2-3tetes asam klorida, keberadaan bahan penetral ditandai dengan timbulnya gelembung (bubble) pada permukaan tanah, semakin banyak gelembung yang dihasilkan maka semakin besar potensi penetral terkandung
34
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
dalam tanah dan semakin banyak pula asam yang dibutuhkan dalam analisis ANC. Pada penetapan ANC ini terdapat kemungkinan adanya kesalahan dalam menetapkan fizz rating, sehingga asam yang ditambahkan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menghasilkan kelebihan asam atau bahkan asam yang ditambahkan terlalu banyak sehingga perlu dilakukan pengulangan analisis ANC. Berbeda dengan metode NAPP, fizz rating yang ditetapkan pada analisis ANC dengan metode NTAPP secara langsung menambahkan sejumlah banyak asam pada setiap sample tanah tambang yang dianalisis. Dalam hal ini tidak didapati adanya penambahan asam yang terlalu berlebih sehingga tidak ada pengulangan pengerjaan, sedangkan untuk penambahan jumlah asam yang masih kurang dilanjutkan dengan penambahan asam kembali dengan langkah pengerjaan yang sama.
3.1.3 Penetapan tipe sample PAF, NAF, Uncertain
Pada
metode
NAPP
hasil
analisis
laboratorium
memghasilkan
penggolongan tipe sample tanah yang terkategori sebagai PAF, NAF dan uncertain. Penggolongan tipe sample tanah tidak hanya berdasarkan pada nilai NAPP namun juga mempertimbangkan tingkat pH hasil oksidasi pirit dalam tanah yang dinyatakan dalam nilai NAGpH. Hasil analisis akan menghasilkan nilai NAPP yang berbanding terbalik dengan nilai NAGpH. Sample tanah dengan nilai NAPP positif akan menghasilkan NAGpH rendah (dalam hal ini pH < 4,5), sebaliknya sample dengan nilai NAGpH > 4,5 akan memberikan nilai NAPP ≤ 0. Namun dalam beberapa kasus kriteria penggolongan tipe sample tanah diatas tidak dapat terpenuhi, maka sample tanah tidak terkategori sebagai PAF atau NAF, dan untuk sample dengan kasus tersebut akan terkategori sebagai tanah tambang tipe uncertain. Contoh kategori sample tanah dapat dilihat pada table 1.
35
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
NAG Total %S
NAG MPA
ANC
NAPP
pH overnight
to pH 4,5
to pH 7,0
Field NAG Type
1
0.01
0.3060
-1.0063
1.312
4.2
1.1230
18.9032
PAF
2
0.10
3.0600
0.7833
2.277
2.8
16.7749
26.3339
PAF
3
0.34
10.4040
-0.7843
11.188
3.0
15.9220
20.6049
PAF
4
0.33
10.0980
15.7323
-5.634
5.8
<0.01
5.9898
NAF
5
0.25
7.6500
15.3916
-7.742
6.6
<0.01
4.6805
NAF
6
0.09
2.7540
26.7511
-23.997
7.1
<0.01
<0.01
NAF
7
0.22
6.7320
22.2959
-15.564
7.3
<0.01
<0.01
NAF
8
1.42
43.4520
-2.2003
45.652
2.6
25.4931
34.9487
PAF
9
1.97
60.2820
-2.7818
63.064
2.4
41.4097
50.2105
PAF
10
0.20
6.1200
43.4141
-37.294
7.2
<0.01
<0.01
NAF
11
0.06
1.8360
13.6419
-11.806
7.0
<0.01
<0.01
NAF
11
0.03
0.9180
10.0424
-9.124
6.6
<0.01
1.2961
NAF
12
0.01
0.3060
9.9217
-9.616
7.1
<0.01
<0.01
NAF
13
0.02
0.6120
0.5837
0.028
4.8
<0.01
2.5971
UNCRTAIN
14
0.64
19.5840
-5.0946
24.679
2.4
21.0224
34.8212
PAF
15
0.05
1.5300
0.2318
1.298
3.4
2.6833
9.4379
PAF
16
0.05
1.5300
0.6953
0.835
4.0
0.2781
3.3377
PAF
17
0.16
4.8960
3.7356
1.160
3.8
1.0196
5.0053
PAF
18
0.20
6.1200
13.5449
-7.425
6.2
<0.01
1.8530
NAF
19
0.77
23.5620
-9.6328
33.195
2.4
57.7907
63.9958
PAF
20
0.12
3.6720
5.5733
-1.901
5.9
<0.01
3.1544
NAF
Table 2. Data pelaporan NAPP
Gambar 1. Grafik NAPP Vs NAGpH
36
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Sample terkategori uncertain dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1. Faktor material, tanah tambang yang dianalisis memiliki sifat kandungan tertentu yang membawa gangguan pada laju reaksi kimia. Misalnya pada grafik 1 terdapat 5 sample terkategori sebagai sample tipe uncertain disebabkan oleh sulfur yang terkandung dalam sample tanah adalah sulfur yang bukan pembentuk asam, sehingga over estimate pada nilai MPA dan NAPP. Sedangkan 1 sample uncertain lainnya disebabkan oleh kesalahan estimasi pada analisis ANC dimana terdapat kandungan karbonat yag berikatan dengan besi (II) yang tidak akan berperan sebagai material penetral. 2. Faktor alat, alat instrument yang digunakan tidak berfungsi secara maksimal, sehingga menghasilkan data yang tidak akurat. 3. Faktor human manusia, faktor kesalahan manusia (human error) adalah salah satu penyebab hasil analisis yang tidak akurat yang paling memungkinkan terjadi. Faktor-faktor tersebut diatas dapat diminimalisir dengan membentuk sistem pengerjaan yang terkontrol dan disiplin. Pada kategori tipe sample tanah untuk metode NTAPP, tidak didapatkan tipe sample uncertain. Pembagian tipe sample adalah PAF, NAF dan PAF (low Capacity) atau PAF dengan kapasitas rendah. Kategori tipe sample diikuti dengan kebutuhan bahan penetral CaCO3 atau liming rate semakin tinggi nilai NTAPP maka semakin tinggi nilai liming rate yang setara dengan potensi keasaman yang akan terbentuk, seperti pada table 2.
TS
TAA
CRS
ANC
NTAPP
NTAPP
Liming Rate
Liming Rate
Reportable (kg CaCO3/t)
Reportable kg H2SO4/ton
Classification
NO %S
%S
%S
%S
%S
kg H2SO4/t
1
0.05
0.03
0.01
0.05
-0.0024
-0.07
0.5964
58.4504
Non Acid Forming
2
0.02
0.02
-0.01
0.03
-0.0204
-0.62
-0.4222
-41.3761
Non Acid Forming
37
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
3
0.32
0.12
0.08
-0.12
0.3279
10.04
13.4021
1313.4053
4
0.24
0.04
0.01
0.02
0.0341
1.04
1.8462
180.9251
Potentially Acid Forming Non Acid Forming
5
0.05
0.05
0.01
0.02
0.0478
1.46
2.4893
243.9501
Non Acid Forming
6
0.03
0.01
0.03
0.10
-0.0473
-1.45
-0.7122
-69.7993
7
0.02
0.00
0.10
0.05
0.0502
1.54
3.1377
307.4926
8
0.02
0.00
0.03
0.06
-0.0238
-0.73
-0.2486
-24.3626
Non Acid Forming Potentially Acid Forming Non Acid Forming
9
0.03
0.00
0.00
0.04
-0.0418
-1.28
-1.3221
-129.5663
Non Acid Forming
10
0.15
0.01
0.00
0.00
0.0056
0.17
0.3366
32.9886
Non Acid Forming
Table 3. Data pelaporan NTAPP
Pada metode NTAPP didapatkan keterangan kesetaraan jumlah kebutuhan bahan penetral yang dihitung sebagai CaCO3 dan jumlahnya setara dengan potensi asam yang terbentuk. Hal ini tidak didapatkan pada kolom hasil analisa metode NAPP, namun jika diperlukan perhitungan yang sama dapat dilakukan juga pada metode NAPP. Uraian perhitungannya adalah sebagai berikut: 1% TS pada batuan sebanyak 1 ton = =
8999 :; 899 8999 :; 899
×
<=.>5+,? @=.+ AB
× C5
= 30,625 kg H2SO4 1% TS pada batuan sebanyak 1 ton = =
8999 :; 899 8999 :; 899
×
×
<=.D)D,C @=.+
899 C5
= 31,25 kg H2SO4 Jadi, 1%TS pada batuan sebanyak 1 ton = 30,625 kg H2SO4 dan membutuhkan 31,25 kg CaCO3 untuk menetralkan sifat asam tersebut. Namun sekali lagi perhitungan maksimum kebutuhan bahan penetral asam CaCO3 tidak sepenuhnya akurat, hal ini disebabkan karena nilai yang didapatkan berdasar pada %TS dimana seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua sulfur dalam tanah tambang merupakan pembentuk asam dan memerlukan bahan penetral.
38
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
3.1.4 Penetapan NAG
Pada metode NAPP penetapan NAG dilakukan sebagai pertimbangan dalam menetapakan kriteria tipe sample PAF, NAF dan uncertain. Nilai NAPP akan dibandingkan dengan pencapaian pH sample yang didapatkan dari hasil pengukuran NAGpH. Jika pirit dalam tanah tambang membentuk asam sulfat setelah teroksidasi oleh air dan udara, maka proses reaksi yang sama dapat dilakukan melalui penambahan H2O2 dan didapatkan kondisi keasaman dari tanah tambang akan terbentuk. Keuntungan paling utama dari analisis NAG adalah pada analisis ini secara langsung dilakukan pengukuran keasaman yang dihasilkan melalui oksidasi dari sample, menyebabkan terjadinya interaksi dari asam yang terbentuk dan kapasitas penetral yang kemungkinan terkandung, (Warwick Steward, 2002). Oksidasi pirit akan terganggu oleh kenaikan temperatur pada reaksi oksidasi disebabkan oleh kandungan sulfur yang tinggi. Indikasi adanya kandungan sulfur tinggi yaitu terjadinya boiling solution atau larutan mendidih. Proses ini akan lebih cepat mengurai H2O2 dan reaksi oksidasi pirit dalam sample tanah tidak akan maksimal. Reaksi pelepasan panas pada umumnya terjasi pada sample tanah dengan konsentrasi sulfur dari pirit > 0,7%. (Warwick Stewart).
39
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
3.2 Kekurangan dan Kelebihan NAPP / NTAPP
Dari uraian diatas maka dapat pula diuraikan kekurangan dan kelebihan dari masing-masing metode. Metode NAPP
Kekurangan
Kelebihan
1. Kandungan sulfur tinggi pada sample 1. Sederhana tanah akan menghasilkan nilai MPA
dan
mudah
diapplikasikan.
yang over estimate. 2. Pemakaian alat 2. Penetapan
NAGpH tidak
maksimal
dan bahan
kimia yang relatif sedikit.
dimana tidak semua sample teroksidasi karena
penguraian
H 2 O2
yang 3. Beberapa
disebabkan oleh reaksi pelepasan panas.
prosedur
dapat
dimodifikasi sesuai kebutuhan masing-masing site.
3. Bahan organik dalam analisa NAG membentuk mengindikasikan
frothing kehadiran
yang 4. Tingkat asam
organik dan bukan asam sulfat dari pirit.
keasaman
tambang dapat diketahui secara langsung melalui NAGpH
Tabel 4. Perbandingan kekuranngan & kelebihan metode NAPP
40
tanah
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Metode NTAPP
Kekurangan
Kelebihan
1. Proses analisis lebih rumit dan 1. Nilai potensial asam maksimum panjang sehingga potensi terjadinya
lebih akurat dan reasonable.
kesalahan lebih besar.
2. Pemakaian alat lebih banyak dan 2. Penggolongan tipe sample tanah membutuhkan bahan kimia dalam
lebih jelas tanpa kehadiran sample
jumlah banyak dan beragam.
uncertain.
3. Alat yang digunakan masih sangat terbatas di Indonesia.
3. Tidak ada penyimpangan reaksi yang disebabkan oleh kandungan
4. Metode tergolong baru dan masih
sample tanah yang dianalisis.
sulit untuk dimodifikasi.
Tabel 5. Perbandingan kekuranngan & kelebihan metode NTAPP
Seperti yang disebutkan diatas masing-masing metode
memiliki
kekurangan dan kelebihan. Metode NTAPP lebih sulit untuk digunakan, namun hal ini adalah kondisi awal karena metode ini masih sangat baru dan belum banyak digunakan oleh laboratorium AAT di Indonesia. Perbandingan data
hasil analisa sample tanah tambang dengan
menggunakan metode NAPP dan NTAPP dapat dilihat pada table berikut.
41
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
sumber : data laboratorium AMD PT.Trubaindo Coal Mining
Metode
NAPP
NTAPP
Type
Total
%
Type
Total
%
PAF
674
59.33
PAF
727
57.38
NAF
419
36.88
NAF
540
42.62
UC
43
3.79
PAF (LC)
0
0.00
Total
1136
100
Total
1267
100
Tabel 6. Perbandingan hasil analisis metode NAPP & NTAPP
Catatan: perbedaan total sample disebabkan adanya sample duplo untuk setiap 10 sample pada metode NTAPP. Dari hasil analisis potensi keasaman terhadap 1136 sample tanah tambang dengan metode NAPP dan NTAPP didapatkan perbedaan hasil akhir analisis. Overestimate pada metode NAPP terbukti dengan selisih 1,95% material PAF dari NTAPP dan selisih 5,74% material NAF, sedangkan sisanya adalah sample terkategori uncertain sebanyak 3,79%. Untuk hasil analisis ini tidak didapati sample tanah terkategori sebagai material PAF (LC). Dari hal ini dapat ditarik penjelasan bahwa pada sample tanah, potensi keasaman yang terkandung cenderung dibawa oleh sulfur anorganik (pirit, FeS2), karena keasaman sample tanah terkategori PAF(LC) lebih dipengaruhi oleh tingginya nilai TAA yang mengekspresikan nilai sulfur organik dari proses ekstraksi. Sementara pada 3,79% sample uncertain pada metode NAPP
42
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
mengindikasikan pengaruh bahan organik yang menyebabkan hasil akhir reaksi pada analisis NAG overestimate, selain itu kemungkinan tingginya suhu yang dilepaskan pada reaksi oksidasi sulfur organik juga pada analisis NAG menyebabkan reaksi tidak maksimal.
43
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
BAB 4 KESIMPULAN Kebutuhan akan analisis potensi keasaman tanah tambang semakin bertambah seiring pertumbuhan perusahaan pertambangan di Indonesia khususnya tambang batubara. Pemilihan metode yang tepat adalah hal yang sangat penting mengingat dampak dari aktifitas pertambangan. Dari uraian diatas 2 metode NAPP dan NTAPP memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan metode yang sebaiknya diapplikasikan oleh laboratorium AMD. Kelemahan metode NAPP yang terbesar terletak pada penentuan MPA dan analisa NAG yang tidak akurat pada nilai %TS tinggi. Namun kelebihan metode ini yang paling utama adalah sederhana dan mudah diaplikasikan. Metode NTAPP tidak mendasarkan nilai total sulfur untuk menetapkan potensial pembentukan asam maksimum suatu tanah tambang, melainkan sulfur yang terukur secara keseluruhan adalah sulfur yang berpotensi membentuk asam, sehingga metode ini memiliki kelebihan dalam memisahkan sulfur pembentuk asam dan yang bukan pembentuk asam. Dengan demikian, maka untuk analisa NAPP lebih tepat digunakan untuk analisis tanah tambang dengan nilai sulfur yang rendah, hal ini bertujuan untuk meminimalkan potensi penyimpangan hasil analisis seperti yang disebutkan diatas. Sedangkan metode NTAPP tepatnya digunakan untuk mengetahui potensi keasaman pada tanah tambang dengan nilai sulfur tinggi (% TS > 0,7), hal ini dilakukan dengan tujuan agar sulfur yang tidak membentuk asam dalam sample tanah tidak ikut terukur sebagai sulfur pembentuk asam.
44
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
DAFTAR PUSTAKA Michael. 2010. 10 Day Short Course Chromium Reducible Sulphur Suite. Australian Laboratory services Pty Ltd. Brisbane-Stafford, Queensland, Australia. Warwick Stewart. 1994.
Development of Acid Rock Drainage Prediction
Methodologies For Coal Mine Waste. Ian Wark Research Institute. Mawson Lakes, Australia. Chris Mills, 2001. Acid Base Accubting (ABA) Test Procedures. Environmental Geochemistry International Pty Ltd. Sysney Australia. Quality System Manual Book. 2004. Laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining. Bunyut, Kutai Barat, Kalimantan Timur, Indonesia Sobek, A.A., Schuller,W.A., Freeman, J.R., and Smith, R.M., 1978. Field and Laboratory Methods Applicable to Overburdens and Minesoils. p.p. 47-50. U.S. Environmental Protection Agency, Cincinati, Ohio, 45268 (EPA600/2-78-054). EGi Environmental Geochemistry International, Australia, revisi April 2000, EGi Environmental Geochemistry International, Australia, revision March 2001. Rudy Sayoga Gautama, 2012. PENGELOLAAN AIR ASAM TAMBANG,Fakultas Teknik Pertambangan & Perminyakan. Institut Teknologi Bandung http://id.wikipedia.org/wiki/Pertambangan www.itmg.go.id
45
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
LAMPIRAN Alat-alat yang digunakan pada analisa NTAPP, yaitu:
Neraca Analitik
Dispenset
Hot Plate dan Stirrer
pH meter
46
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Alat Destilasi CRS
Ruang Asam 1
Digital Buret
Ruang Asam 2
47
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Alat instrumen analisa %TS
Alat Destilasi untuk air suling (aquadest)
48
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Beberapa aktifitas di Laboratorium AAT,
Proses pemanasan pada analisa ANC
Proses analisa %TS dengan alat instrument furnance
49
Identifikasi Potensi Pembentukan Air Asam Tambang, NAPP Vs NTAPP
Perangkaian alat destilasi CRS
Proses extraksi sampel pada analisa TAA
50