IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA SAPONIN, TRITERPENOID DAN STEROID
(Ekstrak Sapindus rarak DC)
Disusun Oleh
Nama : Fitriyanawati
NIM : 201410410311091
Kelas : Farmasi A
Kelompok : V (Lima)
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2017
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida
saponin, triterpenoid dan steroid dalam tanaman.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tanaman Buah lerak (Sapindus rarak DC)
Menurut taksonominya, Sapindus rarak dikalsifikasikan dalam :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledonae
Bangsa : Sapindales
Suku : Sapindaceae
Marga : Sapindus
Spesies : Sapindus rarak
Nama umumnya adalah lerak. Masyarakat Sunda menyebutnya dengan nama
Rerek, penduduk Jambi menyebutnya Kalikea, masyarakat Minang
menyebutnya Kanikia. Di Palembang tanaman ini dikenal dengan nama
Lamuran, di Jawa tanaman ini dikenal dengan nama Lerak atau Werak dan
Tapanuli Selatan dikenal dengan nama buah sabun. Sapindus rarak
merupakan tanaman rimba yang tingginya mencapai 42 meter dan batangnya
1 meter. Tanaman ini tumbuh liar di Jawa pada ketinggian antara 450 dan
1500 meter diatas permukaan laut. Tanaman ini mempunyai batang berwarna
putih kotor. Daun tanaman ini majemuk menyirip ganjil dan anak daun
berbentuk lanset. Bunga tanaman ini melekat di pangkal, kuning, dan
daun mahkotanya empat. Tanaman ini mempunyai buah yang keras, bulat,
diameter ± 1,5 cm dan berwarna kuning kecoklatan. Biji tanaman ini
tunggang dan kuning kecoklatan. Buah lerak terdiri dari 73% daging buah
dan 27% biji. Secara tradisional, lerak juga digunakan sebagai sabun
wajah untuk mengurangi jerawat, obat eksim dan kudis. Sementara khasiat
farmakologiknya antara lain adalah sebagai antijamur, bakterisid, anti
radang, anti spasmodinamik, peluruh dahak, dan diuretik. Pada
penelitian Nunik SA disebutkan bahwa senyawa saponin, alkaloid,
steroid, dan triterpen yang dikandung oleh buah lerak secara berurutan
adalah 12%, 1%, 0,036%, dan 0,029%. Kandungan utama lerak adalah
saponin yang berfungsi sebagai detergen. Hal ini dibuktikan pada
penelitian Dyatmiko W, dkk yang mendapatkan saponin 20% dari buah
lerak. Saponin buah lerak pada konsentrasi 0,008% dapat membersihkan
dinding saluran akar gigi lebih baik dari NaOCl 5%. Berbagai khasiat
farmakologik dari saponin adalah antiinflamasi, antimikroba, antijamur,
antivirus, ekspektoran, antiulser, perbaikan sintesa protein, stimulasi
dan depresi susunan saraf pusat dan molusida serta sebagai ekspektoran.
Disamping itu, ekstrak lerak mempunyai efek antibakteri dan dan
antifungal yang telah dibuktikan dengan beberapa penelitian. Penelitian
Fadhilna I membuktikan bahwa ekstrak lerak komersil dan ekstrak lerak
0,01% mempunyai efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans lebih
baik dari NaOCl 5%, Sementara pada penelitian Sanny dibuktikan bahwa
0,25% ekstrak buah lerak dan 0,01% saponin buah lerak mempunyai efek
antibakteri terhadap F.Nucleatum. Selain itu pada penelitian Juni F
dibuktikan ekstrak lerak 0,01% mempunyai efek antifungal terhadap
Candida albicans lebih baik dari NaOCl 5%.
2. Golongan Senyawa Glikosida Saponin, Triterpenoid dan Steroid
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida
steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang
rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan
komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne, 1996).
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa
sapogenin. Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan
saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal
dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin
merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan
bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya
digunakan sebagai racun ikan (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Saponin memiliki berat molekul tinggi, dan berdasarkan struktur
aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe
steroida dan tipe triterpenoida. Kedua senyawa ini memiliki hubungan
glikosidik pada atom C- 3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama
lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid (Gunawan dan Mulyani,
2004).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon
C-30 asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk
kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif
(Harborne,1987). Menurut Harborne (1987) senyawa triterpenoid dapat
dibagi menjadi empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin,
steroid, dan glikosida jantung.
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung
inti siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana
dan sebuah cincin Universitas Sumatera Utara siklopentana. Dahulu
sering digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu, dll. Tetapi pada
tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan
dalam jaringan tumbuhan .Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol
terdapat pada hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu: sitosterol,
stigmasterol, dan kampesterol.(Harborne, 1987; Robinson, 1995).
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:
Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol.
Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya
sitosterol dan stigmasterol.
Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi misalnya
ergosterol.
Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut misalnya
spongesterol.
Berdasarkan jumlah atom karbonnya, steroid terbagi atas:
Steroid dengan jumlah atom karbon 27, misalnya zimasterol.
Steroid dengan jumlah atom karbon 28, misalnya ergosterol.
Steroida dengan jumlah atom karbon 29, misalnya stigmasterol.
3. Cara Identifikasi Golongan Senyawa Glikosida Saponin, Triterpenoid, dan
Steroid
Golongan kandungan kimia yang akan diperiksa adalah: glikosida
saponin, steroid dan triterpen Pada identifikasi terpenoid/saponin
meliputi uji buih, Liebermann-Burchard, Salkowski, dan KLT (Fong, 1973;
Zaini et al., 1978).
Uji buih dilakukan untuk melihat ada tidaknya senyawa saponin pada
sampel yang akan diuji. Keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan
pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok
menimbulkan buih yang stabil (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang
dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau
menunjukkan saponin steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu
menunjukkan saponin triterpenoida (Farnsworth, 1966).
Pada uji salkoswki, apabila sterol dengan konfigurasi tidak jenuh
di dalam molekulnya direaksikan dengan asam kuat dalam kondisi bebas
air, maka akan memberikan reaksi warna.
Uji salkowski dilakukan dengan menggunakan ekstrak dari sampel yang
akan diuji lalu ditambahkan dengan H2SO4, terbentuknya warna merah
mengindikasikan adanya steroid. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk
memutuskan ikatan gula pada senyawa. Sehingga akan terbentuk cincin
yang berwarna merah, selain itu gugus sulfat akan menggantikan gugus OH
sehingga terbentuk kompleks warna merah.
Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi serapan, dimana
sebagai fasa tetap (diam) berupa zat padat yang disebut adsorben
(penyerap) dan fasa gerak adalah zat cair yang disebut larutan
pengembang (Gritter, 1991).
Penyerap untuk KLT ialah silika gel, alumina, kiselgur, dan
selulosa. Penyerap biasanya mengandung pengikat atau mengandung zat
tambahan lain. Silika gel Silika gel merupakan penyerap yang paling
banyak dipakai dalam KLT. Senyawa netral yang mempunyai gugusan sampai
tiga pasti dapat dipisahkan pada lapisan yang diaktifkan dengan memakai
pelarut organik atau campuran pelarut yang normal. Karena sebagian
besar silika gel bersifar sedikit asam, maka asam sering agak mudah
dipisahkan, jadi meminimumkan reaksi asam-basa antara penyerap dengan
senyawa yang dipisahkan. Alumina berbeda dengan silika gel, alumina
bersifat sedikit basa dan sering dipakai untuk pemisahan basa. KLT pada
alumina sering dipakai sebagai cara kualitatif cepat. Kiselgur dan
selulosa merupakan bahan penyangga lapisan zat cair yang dipakai dalam
sistem KCC, dan lapisan tipis selulosa berkaitan erat dengan
kromatografi kertas klasik. Kromatografi jenis ini selalu dipakai untuk
pemisahan senyawa polar seperti asam amino, karbohidrat, nukleotida,
dan berbagai senyawa hidrofil alam lainnya.
4. Fase Gerak
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang
dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan
resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas
keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen
sampel (Johnson, 1991).
Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah
satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas
dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KLT, tetapi ada
beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi
oleh semua fase gerak.
Fase gerak harus:
Murni; tidak ada pencemar/kontaminan
Tidak bereaksi dengan pengemas
Sesuai dengan detektor
Melarutkan cuplikan
Mempunyai viskositas rendah
Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan
Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas
Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur
pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di
atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting. Gelembung udara
(degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang
terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise
sehingga data tidak dapat digunakan (Johnson, 1991).
Elusi Gradien dan Isokratik Elusi dapat dilakukan dengan cara
isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara
bergradien (komposisi fase gerak berubah – ubah selama elusi). Elusi
bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks
terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas (Rohman,
2007).
5. Polaritas
Polaritas sering diartikan sebagai adanya pemisahan kutub
bermuatan positif dan negatif dari suatu molekul sebagai akibat
terbentuknya konfigurasi tertentu dari atom-atom penyusunnya. Dengan
demikian, molekul tersebut dapat tertarik oleh molekul yang lain yang
juga mempunyai polaritas yang kurang lebih sama. Besarnya polaritas
dari suatu pelarut proporsional dengan besarnya konstanta dielektriknya
(Adnan 1997).
Menurut Stahl (1985), konstanta dielektrik (ε) merupakan salah
satu ukuran kepolaran pelarut yang mengukur kemampuan pelarut untuk
menyaring daya tarik elektrostatik antara isi yang berbeda.
Ekstraksi berkesinambungan dilakukan secara berturut-turut dimulai
dengan pelarut nonpolar (misalnya n-heksan atau kloroform) dilanjutkan
dengan pelarut semipolar (etil asetat atau dietil eter) kemudian
dilanjutkan dengan pelarut polar (metanol atau etanol). Pada proses
ekstraksi akan diperoleh ekstrak awal (crude extract) yang mengandung
berturutturut senyawa nonpolar, semipolar, dan polar (Hostettmann et
al. 1997).
C. ALAT DAN BAHAN
"Alat "Bahan "
"Pipet "Ekstrak Sapindus rarak DC "
"Tisu dan kain lap "Etanol "
"Sudip "Aquadest "
"Label "Asam asetat anhidrat "
"Penjepit kayu "H2SO4 pekat "
"Aluminium foil "HCl 2N "
"Pinset "Ammonia "
"Vial 10ml "n-heksana "
"KLT "Kiesel gel GF 254 "
"Plat Kaca " "
"Tabung reaksi " "
"Rak kayu " "
"Timbangan gram balance " "
"Corong " "
"Kapas " "
D. BAGAN ALIR
a. Uji Buih
b. Reaksi Warna
1. Preparasi Sampel:
2. Uji Liebermann-Burchard
3. Uji Salkowski
c. Kromatografi Lapis Tipis
1. Identifikasi sapogenin steroid/ triterpenoid
2. Identifikasi terpenoid/ steroid bebas secara KLT
E. Hasil
1. Uji Buih
"Ekstrak Sapindus rarak DC " "
"Hasil dari penambahan ekstrak" "
"0,2 gram + aquadest 10 ml, " "
"dikocok kuat ±30 detik " "
"Setelah didiamkan ±30 menit " "
"didapatkan buih tingginya ±7" "
"cm diatas permukaan larutan. " "
"Hasil menunjukkan adanya " "
"kandungan saponin pada " "
"ekstrak Sapindus rarak DC " "
2. Reaksi Warna
"Ekstrak Sapindus rarak DC " "
"Hasil dari uji " "
"Liebermann-Burchard setelah " "
"penambahan 3 tetes asam " "
"asetat dan 5 tetes H2SO4 " "
"pekat. Terdapat endapan " "
"berwarna merah merah ungu. " "
"Hasil membuktikan bahwa " "
"terdapat kandungan saponin " "
"triterpenoid pada ekstrak " "
"Sapindus rarak DC " "
"Hasil dari uji Salkowski " "
"setelah penambahan 1-2 ml " "
"H2SO4 pekat melalui dinding " "
"tabung reaksi, didapatkan " "
"cincin warna merah. Hasil " "
"membuktikan bahwa terdapat " "
"kandungan steroid tak jenuh " "
"pada ekstrak Sapindus rarak " "
"DC " "
3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
"Ekstrak Sapindus rarak DC " "
"0,5 gram ekstrak Sapindus " "
"rarak DC + 5 ml HCl 2N " "
"dididihkan dan ditutup dengan" "
"corong berisis kapas basah " "
"lalu didinginkan dan " "
"ditambahkan ammonia kemudian " "
"diekstraksi dengan 4-5 ml " "
"n-heksana " "
"Ekstrak sapindus rarak " "
"ditambahkan 0,5-1 ml " "
"n-heksana, diaduk sampai " "
"larut kemudian diuapkan " "
"sampai 1/3 bagian " "
"Penampakan noda setelah " "
"eluen, dilihat dari sinar UV " "
"254 nm (Kanan) terdapat 5 " "
"titik noda yang berwarna " "
"merah ungu menunjukkan adanya" "
"kandungan sapogenin pada " "
"ekstrak Sapindus rarak DC. " "
"(Kiri) tidak terlihat titk " "
"noda " "
"Penampakan noda setelah " "
"eluen, dilihat dari sinar UV " "
"356 nm " "
"(Kanan) terdapat 5 titik noda" "
"yang berwarna merah ungu " "
"menunjukkan adanya kandungan " "
"sapogenin pada ekstrak " "
"Sapindus rarak DC. " "
"(Kiri) tidak terlihat titik " "
"noda " "
"Setelah penambahan penampak " "
"noda anesaldehida dan " "
"dipanaskan " "
"(Kanan) terdapat 5 titik noda" "
"yang berwarna merah ungu " "
"menunjukkan adanya kandungan " "
"sapogenin pada ekstrak " "
"Sapindus rarak DC. " "
"(Kiri) terdapat 3 titik noda " "
"yang berwarna ungu " "
"menunjukkan adanya kandungan " "
"terpenoid dan steroid pada " "
"ekstrak Sapindus rarak DC " "
F. PERHITUNGAN
1. Identifikasi sapogenin steroid/ triterpenoid
Nilai RF1
Nilai RF2
Nilai RF3
Nilai RF4
Nilai RF5
2. Identifikasi terpenoid/ steroid bebas
Nilai RF1
Nilai RF2
Nilai RF3
G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini, kelompok kami melakukan identifikasi adanya
senyawa golongan glikosida saponin, triterpenoid dan steroid dari ekstrak
Sapindus rarak DC. Sebanyak 0,2 gram, ekstrak Sapindus rarak DC
ditambahkan 10 ml aquadest dan dikocok kuat-kuat selama ±3G. 0 detik.
Tes buih ini positif ketika buih atau busa yang dihasilkan tingginya 3 cm
diatas permukaan cairan dan bertahan selama lebih dari 30 menit. Uji buih
ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kandungan saponin pada
ekstrak Sapindus rarak DC dan pada percobaan ini didapatkan hasil buih
yang tingginya ±7 cm dan hal ini menunjukkan bahwa adanya kandungan
saponin pada ekstrak Sapindus rarak DC.
Identifikasi yang kedua yaitu dengan menggunakan pereaksi warna, uji
Liebermann-Burchard dan uji Salkowski. Mula-mula ekstrak Sapindus rarak
DC ditimbang sebanyak 0,5 gram lalu dilarutkan dengan etanol 15 ml.
Penambahan etanol ini bertujuan untuk melarutkan senyawa golongan
glikosida saponin, triterpenoid dan steroid. Kemudian bagi larutan
menjadi tiga bagian secara visual masing-masing 5 ml (larutan IIA, IIB,
dan IIC). Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB dugunakan
untuk uji Liebermann-Burchard, dan larutan IIC digunakan untuk uji
Salkowski. Pada uji Liebermann-Burchard (larutan IIB) ditambahkan dengan
3 tetes asam asetat anhidrat dan 5 tetes H2SO4 pekat. Penambahan asam
asetat dan H2SO4 pekat ini bertujuan untuk menarik air yang terdapat pada
ekstrak karena pada percobaan ini, tidak diperbolehkan adanya kandungan
air pada reaksi ini sedangkan asam sulfat pekat berfungsi untuk
menghidrolisis air sehingga terbentuk warna merah ungu yang berasal dari
reaksi antara sterol tidak jenuh atau triterpen dalam asam, kemudian
amati perubahan warna yang terjadi pada larutan. Pada uji Liebermann-
Burchard ini didapatkan hasil larutan bewarna merah ungu, hal ini
menunjukkan adanya kandungan saponin triterpenoid pada ekstrak Sapindus
rarak DC. Pada uji Salkowski (larutan IIC) ditambahkan 1-2 ml H2SO4 pekat
melalui dinding tabung reaksi. Penambahan H2SO4 ini bertujuan untuk
menghidrolisis air yang akan bereaksi dengan turunan asetil membentuk
cincin merah coklat atau ungu, kemudian amati perubahan warna yang
terjadi. Pada uji Salkowski ini didapatkan pada larutan terdapat cincin
warna merah coklat, hal ini menunjukkan adanya kandungan steroid tak
jenuh pada ekstrak Sapindus rarak DC.
Identifikasi yang ketiga yaitu mengidentifikasi sapogenin steroid/
triterpenoid dan terpenoid/ steroid bebas dengan metode Kromatografi
Lapis Tipis (KLT). Mula-mula timbang ekstrak Sapindus rarak DC 0,5 gram
kemudian tambahkan dengan 5 ml HCl 2N, didihkan dan tutup dengan corong
berisi kapas basah selama 50 menit. Penambahan HCl 2N ini bertujuan untuk
membebaskan aglikonnya (sapogenin) dari suatu ikatan glikosida, sedangkan
pemanasan ini bertujuan untuk membantu dan mempercepat putusnya
(hidrolisis) sapogenin dari ikatan glikosidanya. Setelah dingin,
tambahkan dengan ammonia sampai basa, kemudian ekstraksi dengan 4-5 ml n-
heksana sebnyak 2X, penambahan ammonia ini bertujuan untuk menentralkan
larutan yang awalnya bersifat asam sedangkan tujuan dari pengekstraksian
dengan n-heksana unutuk memisahkan sapogenin dan senyawa lainnya. Dalam
pengekstrakan tersebut akan terbentuk 2 lapisan. Lapiasan yang diambil
adalah lapisan n-heksana, karena sapogenin cenderung larut dalam n-
heksana. Kemudian dilakukan penguapan untuk menghilangkan n-heksana tadi
setalah itu ditotolkan pada plat KLT. Fase diam yang digunakan adalah
kiesel gel 254, fase geraknya dalah n-heksana-etil asetat (4:1), dan
penampak nodanya digunakan anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan).
Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu (ungu)
untuk anisaldehida asam sulfat. Pada percobaan ini didapatkan 5 titik
noda berwarna ungu setelah ditambahkan penampak noda anisaldehida
(dipanaskan), hal ini menunjukkan adanya kandungan sapogenin pada ekstrak
Sapindus rarak DC. Sedangakn untuk identifikasi terpenoid/ steroid bebas
yaitu mula-mula ambil sedikit ekstrak Sapindus rarak DC, lalu tambahkan
dengan beberapa tetes n-heksana 0,5-1 ml aduk ad larut. Penambahan n-
heksana ini bertujuan untuk melarutkan ekstrak setelah itu diuapkan
dilemari asam sampai 1/3, totolkan pada plat KLT. Fase diam yang
digunakan kiesel gel 254, fase geraknya n-heksana-etil asetat (4:1), dan
penampak nodanyanya anisakdehida asam sulfat (dengan pemanasan). Pada
percobaan ini didapatkan 3 titik noda berwarna ungu setelah ditambahkan
penampak noda anisaldehida (dipanaskan), hal ini menunjukkan adanya
kandungan terpenoid dan steroid pada ekstrak Sapindus rarak DC.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia
Jilid III. Jakarta : Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Indonesia
Jilid IV. Jakarta : Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
Sarker, S.D, Latif, Z. and Gray, A, I. 2006. Natural Products Isolation
Second Edition. Humana Press, New Jersey.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28697/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 22 Februari 2017)
http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53776/2/BAB%20II%20Tin
jauan%20Pustaka.pdf (diakses pada tanggal 22 Februari 2017)
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/view/914 (diakses
pada tanggal 28 Februari 2017)
https://www.researchgate.net/profile/Retno_Widyowati/publication/277741546_K
andungan_Kimia_dan_Aktivitas_Antimikroba_Ekstrak_Garcinia_Celebica_l_ter
hadap_Staphylococcus_Aureus_Shigella_Dysenteriae_dan_Candida_Albicans/li
nks/55bc2ea308ae9289a0957ba6.pdf (diakses pada tanggal 28 Februari
2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23253/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 28 Februari 2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16111/4/Chapter%20II.pdf(dia
kses pada tanggal 28 Februari 2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20837/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 28 Februari 2017)
-----------------------
Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukkan tabung reaksi
Tambahkan air suling 10 ml
Kocok kuat-kuat selama ± 30 detik
Tes buih positif mengandung saponin bila buih stabil selama lebih dari 30
menit dengan tinggi 3 cm diatas permukaan cairan
Larutkan dalam etanol 15 ml
Timbang 0,5 gram ekstrak
Bagi menjadi 3 bagian masing-masing 5 ml
Larutan IIA, IIB, IIC
Terjadi warna hijau biru menunjukkan adanya saponin steroid, warna
merah ungu menunjukkan adanya saponin triterpenoid dan warna kuning
muda menunjukkan adanya saponin triterpenoid/ steroid jenuh
Kocok perlahan dan amati perubahan warna
Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5 ml + 3 tetes
asam asetat anhidrat dan 5 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan
warna yang terjadi
Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5 ml +
1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi
Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna merah
Timbang ekstrak 0,5 gram + 5 ml HCl 2N, didihkan dan tutup dengan
corong berisi kapas basah selama 50 menit untuk menghidrolisis saponin
Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basah, kemudian ekstraksi
dengan 4-5 ml n-heksana sebanyak 2x, lalu uapkan sampai tinggal 0,5 ml,
totolkan pada plat KLT
Fase diam: Kiesel Gel 254
Fase gerak: n-heksana-etil asetat (4:1)
Penampak noda: Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)
Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah
ungu (ungu) untuk anisaldehida asam sulfat
Sedikit ekstrak + beberapa tetes n-heksana 0,5-1 ml, aduk
Totolkan pada fase diam
Fase diam: Kiesel Gel 254
Fase gerak: n-heksana-etil asetat (4:1)
Penampak noda: Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)
SafghtÖÙ - ' ¢ ª ¶ Ä à î Z[ œªæ
ô
'? ÕâïÝïθΩÎï Š {ŠkŠkŠ_Š_ŠkŠkŠPŠPŠPh7wh],7CJOJQJaJhÜ"²CJOJQJaJh7wh?vz6?CJOJ
QJaJh7whoŒCJOJQJaJh7wh?vzCJOJQJaJAdanya terpenoid/ streroid ditunjukkan
dengan terjadinya
warna merah ungu atau ungu