BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
mempelajari tentang tentang cara-cara pekerjaan Ilmu Ukur Tanah adalah ilmu yang mempelajari pengukuran diatas tanah yang diperlukan untuk menyatakan kedudukan atau situasi diatas permukaan permukaan bumi. bumi. Ilmu ukur tanah adalah adalah bagian bagian dari dari Ilmi Geodesi, Geodesi, Ilmu Geodesi menurut Sutomo Wongsotjirto 1977 mempunyai dua maksud yaitu :
Maksud Ilmiah Maksud Ilmiah : Ilmu yang mempelajari bentuk dan besar bulatan bumi.
Maksud Praktis : Ilmu Ilmu yang yang mempel mempelajar ajarii pengga penggamba mbaran ran dari dari sebagia sebagian n besar dan sebagian kecil permukaan bumi yang dinamakan dinamakan Peta.
Pada pekerjaan-pe pekerjaan-pekerjaa kerjaan n Geodesi secara teknis teknis di mulai dari pengukuran pengukuran tanah, dimana dalam pengukuran tanah diperlukan ketelitian untuk mendapatkan hasil pengukuran yang sesuai dengan keadaan keadaan dilapangan. Dalam pengukuran pengukuran di lapangan lapangan selalu diperoleh kesalahan-kesalah kesalahan-kesalahan an yang disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu : alat, manusia, alam. Oleh karena itu dalam pengukuran harus terukur seteliti mungkin.
1.2.
Maksud dan Tujuan 1.2. 1.2.1. 1. Maks Maksud ud Pra Prakt ktik ikum um
Maksud dilaksanakan praktikum ilmu ukur tanah III adalah : 1. Untuk mendapatkan bayangan yang sebenarnya di lapangan. Keadaan yang dimaks dimaksud ud adalah adalah semua semua pekerja pekerjaan-p an-peke ekerja rjaan an prakti praktiss dalam dalam kaitan kaitannya nya dengan hasil yang diinginkan, persiapan menjelang pengukuran (orientasi lapang lapangan) an) dan pengol pengolaha ahan n data, data, serta serta pengga penggamba mbaran ran permuk permukaan aan bumi bumi berdasarkan dari data yang didapat di lapangan. 2. Menambah wawasan kepada praktikan mengenai jenis pekerjaan dan segala permasalahan yang terdapat dalam praktikum. 3. Untuk mempratekkan materi-materi perkuliahan ilmu ukur tanah III.
1.2.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilaksanakan praktikum ilmu ukur tanah III adalah : 1. Dapat mengoperasikan alat-alat ukur tanah dengan baik. 2. Dapat mengolah data dari pengukuran lapangan. 3. Dapat mengaplikasikan mengaplikasikan teori-teori yang telah didapatkan dalam perkuliahan. 4
4. Untuk Untuk menambah menambah pengalaman pengalaman pekerjaan-pe pekerjaan-pekerjaan kerjaan pengukuran pengukuran di lapangan. lapangan. 5. Dapat melakukan pengukuran poligon, detail, azimuth matahari, dll.
1.3. Volume Pekerjaan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama praktikum meliputi : 1.3. 1.3.1 1
Orie Orient ntas asii lap lapan anga gan. n.
1.3. 1.3.2 2
Peng Penguk ukur uran an pol polig igon on..
1.3. 1.3.3 3
Peng Penguk ukur uran an wate waterp rpass ass mem meman anja jang ng
1.3. .3.4
Pengu enguku kura ran n Jara Jarak k
1.3. 1.3.5 5
Peng Pengam amata atan n azim azimut uth h matah matahari ari..
1.3. 1.3.6 6
Peng Penguk ukur uran an situ situasi asi / tit titik ik det detail ail..
1.3.7 1.3.7
Pengol Pengolaha ahan n data data dan pengga penggamba mbaran ran..
1.4. Metode Penulisan
Metode Metode penulisan penulisan yang digunakan digunakan dalam penyusunan penyusunan laporan laporan praktikum praktikum ini adalah : 1.4.1 1.4.1 Studi Studi litera literatur ture, e, penuli penulisan san lapora laporan n ini berped berpedoma oman n pada pada teori-t teori-teor eorii yang yang diberikan diberikan dalam perkuliahan perkuliahan dan dari buku-buku buku-buku yang berkaitan dengan Ilmu Ukur Tanah.. 1.4.2 Studi lapangan, penyusunan penyusunan laporan didasarkan didasarkan pada data-data yang diperoleh dilapangan saat pelaksanan praktikum pada tanggal 7 April 2003 – 8 April 2003, di daerah Perumahan Pondok Alam Malang
1.2.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilaksanakan praktikum ilmu ukur tanah III adalah : 1. Dapat mengoperasikan alat-alat ukur tanah dengan baik. 2. Dapat mengolah data dari pengukuran lapangan. 3. Dapat mengaplikasikan mengaplikasikan teori-teori yang telah didapatkan dalam perkuliahan. 4
4. Untuk Untuk menambah menambah pengalaman pengalaman pekerjaan-pe pekerjaan-pekerjaan kerjaan pengukuran pengukuran di lapangan. lapangan. 5. Dapat melakukan pengukuran poligon, detail, azimuth matahari, dll.
1.3. Volume Pekerjaan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama praktikum meliputi : 1.3. 1.3.1 1
Orie Orient ntas asii lap lapan anga gan. n.
1.3. 1.3.2 2
Peng Penguk ukur uran an pol polig igon on..
1.3. 1.3.3 3
Peng Penguk ukur uran an wate waterp rpass ass mem meman anja jang ng
1.3. .3.4
Pengu enguku kura ran n Jara Jarak k
1.3. 1.3.5 5
Peng Pengam amata atan n azim azimut uth h matah matahari ari..
1.3. 1.3.6 6
Peng Penguk ukur uran an situ situasi asi / tit titik ik det detail ail..
1.3.7 1.3.7
Pengol Pengolaha ahan n data data dan pengga penggamba mbaran ran..
1.4. Metode Penulisan
Metode Metode penulisan penulisan yang digunakan digunakan dalam penyusunan penyusunan laporan laporan praktikum praktikum ini adalah : 1.4.1 1.4.1 Studi Studi litera literatur ture, e, penuli penulisan san lapora laporan n ini berped berpedoma oman n pada pada teori-t teori-teor eorii yang yang diberikan diberikan dalam perkuliahan perkuliahan dan dari buku-buku buku-buku yang berkaitan dengan Ilmu Ukur Tanah.. 1.4.2 Studi lapangan, penyusunan penyusunan laporan didasarkan didasarkan pada data-data yang diperoleh dilapangan saat pelaksanan praktikum pada tanggal 7 April 2003 – 8 April 2003, di daerah Perumahan Pondok Alam Malang
BAB II DASAR TEORI
2.1. 2.1. Peta Peta Topogr Topografi afi
Peta topografi adalah suatu peta yang memperlihatkan unsur – unsur alam dan buatan manusia diatas permukaan bumi dengan skala tertentu melalui proyeksi tertentu. Peta topografi bersifat umum, sebab penyajian merupakan semua unsur yang ada di permukaan bumi, sehingga peta topografi dapat digunakan sebagai peta dasar untuk pembuatan peta – peta lain. Peta Peta ini ini juga juga digu diguna naka kan n seba sebaga gaii saran saranaa peren perencan canaan aan umum umum untu untuk k suat suatu u pekerjaan perencanaan pengembangan wilayah yang cakupannya cakupannya sangat luas.
2.2. Kerangka Kerangka Kontrol Kontrol Peta (KKP) (KKP)
Kerangka kontrol peta merupakan gambaran dari keseluruhan atau sebagian kecil dari permukaan bumi diatas bidang datar dalam sistem proyeksi tertentu dan skal skalaa tert terten entu tu.. Dalam Dalam peng penguk ukur uran an keran kerangk gkaa kont kontro roll peta peta diba dibagi gi menj menjad adii dua dua pengukuran yaitu : 1. Pengukuran 1. Pengukuran Kerangka Kontrol Horisontal (KKH ), ), dalam menentukan kerangka kontrol horisontal ada beberapa beberapa metode yang digunakan, digunakan, yaitu :
Poligon (rangkaian titik-titik yang membentuk segi banyak)
Triangulasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui sudutnya)
Trilaterasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui jaraknya)
2. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal (KKV ), ), dalam dalam melaku melakukan kan pengu pengukur kuran an posisi vertikal dikenal beberapa macam metode pengukuran antara lain :
Barometris (pengukuran dengan menggunakan menggunakan perbedaan tekanan tekanan udara)
Tachymetris (pengukuran dengan perhitungan trigonometri)
Sipat Sipat datar datar (pengu (pengukur kuran an dengan dengan waterp waterpass ass untuk untuk menget mengetahu ahuii beda beda tinggi tinggi masing-masing titik)
Dari beberapa metode di atas, yang paling banyak digunakan dalam penentuan kerangka kontrol horisontal adalah metode poligon. poligon . Sedangkan yang paling banyak digunakan dalam menentukan kerangka kontrol vertikal adalah metode sipat datar .
2.2.1. Kerangka Kontrol Horisontal ( KKH )
Poligon merupakan rangkaian titik-titik yang membentuk rangkaian segi banyak. Rangkaian titik-titik tersebut dapat digunakan sebagai kerangka peta. Koordinat titik-titik dapat dihitung dengan data masukan yang merupakan hasil pengukuran sudut dan jarak. Posisi titik-titik di lapangan (detail) dapat ditentukan dengan mengukur sudut dan jarak ke arah titk kontrol. Pengukuran titik-titik kontrol harus mempunyai ketelitian yang tinggi serta dapat menjangkau semua titik detail. Data-data ukuran lapangan untuk pengukuran poligon meliputi : 2.2.1.1. Pengukuran Sudut
Metode pengukuran sudut dapat menjadi 2 (dua) yaitu :
Sudut tunggal Pada pengukuran sudut tunggal hanya didapatkan satu data ukuran sudut horisontal antara 2 titik atau lebih. P8
P2
Ket : P1 : Letak Alat Ukur Theodolit P2,P8 : Titik yang dituju S : Sudut Horizontal
S
P1 Gambar 2.1 Sudut Tunggal
Sudut ganda Sudut ganda ini juga disebut dengan pernyataan seri. Sudut satu seri didapatkan dua data ukuran sudut atau lebih, yaitu data ukuran sudut pada kedudukan biasa dan luar biasa, dan besarnya sudut dapat ditentukan dengan rata – rata banyaknya pengambilan data pengukuran sudut, serta digunakan untuk mengetahui ketelitian alat. P8
P2
B, LB B, LB S
P1 Gambar 2.2 Sudut Ganda
Ket : P1 : Letak Alat Ukur Theodolit P2,P8 : Titik yang dituju S : Sudut Horizontal B : Sudut Biasa LB : Sudut Luar Biasa
2.2.1.2.
Pengukuran Jarak
Jarak adalah hubungan terpendek antara 2 buah titik atau posisi, pengukuran jarak dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain :
Metode jarak langsung, yaitu jarak titik-titik poligon di ukur secara langsung dengan roll meter. Apabila antara dua titik poligon terlalu jauh untuk diukur langsung dengan menggunakan roll meter, maka dilakukan pelurusan dengan bantuan jalon. d P1
P2
Gambar.2.3. Pengukuran jarak langsung P1
P2
Ket : P1,P2 : Titik d : Jarak
d
Metode jarak optis, yaitu pengukuran jarak titik-titik poligon dengan menggunakan alat ukur theodolite maupun waterpass melalui pembacaan benang silang (benang atas, benang tengah, benang bawah) pada rambu ukur. Adapun rumus yang digunakan untuk perhitungan jarak optis ini adalah : Ba Dm
Bt Bb
Z H B
Dd A
Dm = ( ba – bb ).100.sin Z Dd = (ba – bb) . 100. Sin 2 Z Dm = ( ba – bb ).100.cos H Dd = (ba – bb) . 100. cos 2 H Gambar .2.4. Pengukuran jarak optis
keterangan : Dd = jarak datar ba = benang atas bb = benang bawah bt = benang tengah K = kostanta (100) Dm= jarak miring H = sudut vertikal (helling) Z = sudut vertikal (zenith)
Metode jarak elektronis, yaitu pengukuran jarak titik-titik yang di ukur dengan menggunakan alat ukur EDM (Elektronik Distance Measurement).
Ditinjau dari posisinya, jarak dibagi menjadi 3 macam yaitu : a. Jarak datar adalah hubungan terpendek antara 2 titik pada posisi mendatar ( Hz ) b. Jarak miring adalah hubungan terpendek antara 2 titik pada posisi miring c. Jarak vertikal adalah hubungan terpendek antara 2 titik pada posisi tegak ( V ) atau disebut juga dengan beda tinggi. B
Ket : Dm AB : Jarak miring dari titik A ke titik B Dd AC : Jarak datar dari titik A ke titik C Dv BC : Jarak vertikal dari titik B ke titik C
Dm AB Dd AC
Dv BC
A
C
Gambar 2.5. Pengukuran jarak dilihat dari posisi
2.2.2. Kerangka Kontrol Vertikal (KKV)
Kerangka Kontrol Vertikal ditentukan dengan ketinggian titik poligon dengan mengukur beda tinggi dari titik tetap (BM) ke titik lain secara berurutan. Pengukuran beda tinggi dapat dilakukan dengan metode pergi pulang maupun doble stand dari titik awal sampai titik akhir dengan BM sebagai titik ikat. 2.2.2.1. Pengukuran Waterpass Memanjang
Adapun yang perlu di perhatikan dalam pengukuran waterpass memanjang antara lain untuk menghilangkan kesalahan nol rambu, yaitu menentukan slag genap dalam satu sesi pengukuran beda tinggi antara kedua titik yang diukur beda tingginya dan untuk mengantisipasi adanya garis bidik tidak sejajar garis arah nivo maka alat harus didirikan ditengah-tengah antara rambu belakang dan rambu muka Cara pengukuran beda tinggi tergantung dari keadaan dilapangan, yaitu : 1. Alat berdiri diatas titik Alat ukur waterpass ditempatkan diatas titik dan membidik titik-titik yang lain. Rambu ukur Dd B
∆h
Ti A
Ket : A,B : Titik tetap Ti : Tinggi alat Dd : Jarak datar
∆h : Beda tinggi
2. Alat berdiri diantara dua titik Alat ukur waterpass ditempatkan diantara titik yang satu dengan yang lain, jarak antara titik satu ke alat dan titik dua ke alat usahakan sama. Karena dengan cara pengukuran seperti ini maka data pengukuran akan lebih teliti. Rambu ukur b
Ket : A,B : Titik tetap Ti : tinggi alat b : bacaan belakang m : bacaa muka
m Ti A
B
3. Alat berdiri di luar titik Alat ukur waterpass ditempatkan di luar antara titik yang satu dengan yang lain, karena mungkin adanya rintangan di sekitar titik tersebut. Rambu ukur m
b
A
Ti
B
Ket : A,B : Titik tetap Ti : tinggi alat b : bacaan belakang m : bacaa muka
Sungai
b b
Rambu ukur
m
m
Alat waterpass 2
Pulang
1
8
3
7 Pergi
4
6 5
Keterangan : 1,2,….,8 : Posisi Rambu pada titik poligon b : bacaan belakang m : bacaan muka Gambar pengukuran waterpass memanjang
•
Cara perhitungan yang berlaku pada pengukuran waterpass memanjang :
Bila dikehendaki beda tinggi antara dua titik di ujung dan di akhir perjalanan pengukuran, maka dapat di jumlahkan semua bacaan benang tengah skala rambu belakang di kurangkan dengan semua bacaan skala rambu muka. Hal ini dapat dijelaskan secara matematis sebagai berikut : Σ∆H ∆Η 1 ∆Η 2 ∆Η n
= ΣB−ΣM karena, = B1 – M1 = B2 – M2 = Bn – Mn + = ΣB−ΣM
Σ∆H
• Rumus perhitungan elevasi : H1 = H
awal
+ ∆Η 1
Keterangan rumus :
Σ∆Η ΣΒ ΣΜ ∆Η n B1 M1 H1 Hawal
= jumlah beda tinggi = jumlah bacaan benang tengah pada skala rambu belakang = jumlah bacaan benang tengah pada skala rambu muka = beda tinggi pada titik tertentu = bacaan benang tengah pada skala rambu belakang pada titik satu = bacaan benang tengah pada skala rambu muka pada titik satu = elevasi pada titik satu = elevasi awal
2.3. Poligon 2.3.1. Pengertian Poligon
Poligon adalah suatu rangkaian dari titik-titik di lapangan yang membentuk segi banyak atau sudut banyak yang dipakai sebagai kerangka peta dan diketahui koordinatnya.
2.3.2. Macam- Macam Poligon
Menurut bentuknya poligon dibagi menjadi dua, yaitu : 2.3.2.1. Poligon tertutup
Poligon tertutup adalah poligon yang dimulai dari titik awal dan diakhiri pada titik yang sama.
αAC
A
dA-C
Sa
Sc
C
dA-B
dC-D Sb
B
Sd
Keterangan gambar : Sa s/d Sd : sudut dalam poligon A s/d D : titik-titik poligon : azimuth titik A ke titik B αAC dA-C : Jarak antara titik A ke C
D
dB-D
Gambar. 2.6 Jaringan Poligon tertutup
Syarat-syarat poligon tertutup :
1. Syarat sudut untuk poligon tertutup:
• Untuk sudut dalam : Σβ + f β = ( n − 2 ) . 180” • Untuk sudut luar
: Σβ + f β = ( n + 2 ) . 180”
Keterangan : f β : kesalahan penutup sudut n : banyaknya titik poligon yang di ukur Σβ : jumlah perhitungan sudut 2. Syarat untuk koordinat :
• Untuk absis
: (X akhir – X awal) + fx = 0
• Untuk ordinat
: (Y akhir – Y awal) + fy = 0
3. Syarat koreksi untuk kesalahan koordinat : Koreksi ini dilakukan dengan perhitungan koordinat : X = d sin α Y = d cos α Dari harga tersebut dapat diperoleh kesalahan koordinat dengan : fx = Σ∆x fy = Σ∆y Sehingga besar koreksi masing-masing koordinat yaitu :
fx1 = d1/Σd . fx fy1 = d1/Σd . fy
keterangan : fx fy
Σ∆x Σ∆y d1 Σd
: jumlah koreksi absis : jumlah koreksi ordinat : koreksi absis pada titik satu : koreksi ordinat pada titik satu : jarak pada sisi satu : jumlah keseluruhan jarak antar titik poligon
4. Kesalahan Jarak dinyatakan dengan : Cd =
∆X2 + ∆Y2
Keterangan : Cd = Kesalahan Jarak ∆X = Kesalahan absis ∆Y = Kesalahan ordinat 5. Ketelitian azimuth ∆X Eb = arc tan ∆Y 6. Ketelitian Linier Cd K= Σd 2.3.2.2. Poligon terbuka
Poligon terbuka merupakan poligon yang titik awal dan titik akhir tidak saling bertemu atau berimpit, poligon ini terdiri dari : 1. Poligon terbuka terikat sempurna Merupakan poligon terbuka dengan titik awal dan titik akhir adalah titik tetap. A (xa,ya)
D (xd,yd)
S2
αAB
dab
db1 S1
B (xb,yb)
d12
S4 d23
d3c
αCD dcd
S3 C (xc,yc)
Gambar 2.7 Rangkaian poligon terbuka terikat sempurna
Keterangan gambar : A,B,C,D dB1,dB2,dB3 αAB,αCD S1,S2,..Sn (Xa, Ya)
: titik tetap : jarak sisi poligon : azimuth awal dan azimuth akhir : sudut titik poligon : koordinat titik tetap
Pernyataan yang harus dipenuhi adalah : 1. ΣS + f(S) = (α awal −α akhir) + (n−1) . 180° 2. Σd . sin α ± f(X) = X akhir − X awal 3. Σd . cos α ± f(Y) = Y akhir − Y awal Keterangan : F(S) : kesalahan penutup sudut poligon F(X) : kesalahan absis F(Y) : kesalahan ordinat ΣS : jumlah sudut Σd : jumlah jarak sisi poligon
2. Poligon terbuka terikat dua koordinat Merupakan poligon yang titik awal dan titik akhir berada pada titik tetap, hanya terdapat koreksi pada jarak.
S2
BM2 αBM2-1 DBM2-1 S1 BM1
d1-2
2
1
Gambar 2.8 Rangkaian poligon terbuka terikat koordinat
Rumus : α BM 2 − 1 = arc tan α1− 2
XBM1 − XBM 2 YBM1 − YBM 2
= α BM2 − 1 - (180 - S1)
S3 3
Keterangan : BM1 dan BM2 : titik tetap S1, ...........,Sn : sudut horizontal αBM2 - 1 : azimuth XBM1: koordinat X di BM1 XBM2: koordinat X di BM 2 YBM1 : koordinat Y di BM 1 YBM2: koordinat Y di BM 2
3. Poligon terbuka terikat azimuth Pada prinsipnya poligon ini sama dengan poligon terbuka terikat sepihak, hanya saja pada titik awal dan titik akhir diadakan pengamatan azimuth. Sehingga ada koreksi sudut. U
B
U
S2 dB-1
αab
2 S1
A
d1-2
d2-3 3
1
Gambar 2.9 Rangkaian poligon terbuka terikat azimuth
Rumus : α AB
arc tan
B
XA
YB
YA
Keterangan : A, B S1, .....Sn
αab d12, .....,dn XA XB YA YB
: titik tetap : sudut horizontal : azimuth : jarak : koordinat X di A : koordinat X di B : koordinat Y di A : koordinat Y di B
4. Poligon terbuka terikat sepihak Poligon terbuka terikat sepihak merupakan poligon yang terikat pada dua titik tetap di awal rangkaian. U
B dB-1
αab A
Keterangan :
S2
A, B S1, .....Sn
2 S1
d1-2
d2-3
1
Gambar 2.10 Rangkaian poligon terbuka terikat sepihak
5. Poligon terbuka bebas
3
: titik tetap : sudut horizontal αab : azimuth d1-2, .....,dn : jarak
Poligon terbuka bebas merupakan poligon yang tidak terikat pada titik tetap jaring poligon.
U
2 d1-2
S1
Keterangan :
S3 d2-3
α1-2
1,…,5 S1, .....Sn
: titik poligon : sudut horizontal α1-2 : azimuth 5 d1-2, .....,dn : jarak
4
d4-5 S2
1
3
Gambar 2.10 Rangkaian poligon terbuka bebas
2.4. Pengukuran Titik Detail
Pengukuran detail merupakan pengukuran posisi – posisi obyek baik berupa detail alam maupun detail buatan manusia terhadap titik kontrol untuk menentukan posisi planimetris (x,y) dan posisi vertikal (z) dari titik detail. Data ukuran yang harus dihitung adalah data sudut horizontal dan vertikal, serta data jarak datar. 2.4.1. Metode penentuan posisi titik detail.
Pada pemetaan dikenal beberapa metode pengukuran detail seperti :
Metode Radial Metode ini menggunakan titik poligon sebagai tempat berdirinya alat, dari alat dapat membidik titik – titik detail ke segala arah (menyebar), yang mana disetiap titik detail yang akan diambil / diukur diberi rambu ukur supaya dapat di tentukan jaraknya dan mengukur sudut horizontalnya.
3 c a
b d2-a
α1-2
bs Sa 1
Sb
Sc
α2-a
Ket : 1,2,3 : Titik Poligon a,b,c : Titik detail Sa,Sb,Sc : Sudut Detail Bs : Arah back sight
α2-a d2-a
: Azimuth titik 2 ke titik detail a : Jarak titik 2 ke detai a
2 Gambar.2.11. Pengukuran Detail Metode Radial
Rumus perhitungan koordinat titik detail :
Xa = X2 + d2-a sin α2-a
Ket : Xa,Ya : Koordinat pada titik detail a X2,Y2 : Koordinat pada titik 2
Ya = Y2 + d2-a cos α2-a
Metode Polar Metode ini pengambilan titik – titik detail dengan menaruh alat ukur di sembarang titik, dan untuk pembacaan backsight / foresight dapat dibidikkan pada titik tetap, yang titik tetap tersebut merupakan hasil transfer dari titik BM terdekat, dan dari titik tersebut alat membidik sebanyak mungkin titik – titik kisi – kisi yang ada. 1
2
3
4
5
6
7 10
8 11
9 12
BM1 b
BM2
Ket : 1,2,3 : Titik detail BM : Bench Mark Bs : Arah backsight
Gambar 2.12. Pengukuran Detail Metode Polar
2.4.2. Metode penentuan posisi ketinggian titik detail
Untuk mencari beda tinggi titik – titik detail dapat digunakan rumus dibawah :
•
Rumus perhitungan beda tinggi :
∆H A1 = Ti + p - bt , dimana P
= Dd . Cotg Z Dd = (ba – bb) . 100. Sin Z (zenith) 2
Keterangan rumus :
∆HA1 = beda tinggi antara titik A dan titik 1. Ti bt Dd ba bb Z
= tinggi alat = bacaan benang tengah pada skala rambu di titik 1 = jarak datar antara titik A dan titik 1 = bacaan benang atas pada skala rambu di titik 1 = bacaan benang bawah pada skala rambu di titk 1 = bacaan skala piringan vertikal pada bacaan mikrometer pada theodolite Ba Bt Bb
Dm Z H
B
Ti Dd A
∆H
keterangan : Dd = jarak datar ba = benang atas bb = benang bawah bt = benang tengah K = kostanta (100) Dm= jarak miring H = sudut vertikal (helling) Z = sudut vertikal (zenith)
∆H= Beda Tinggi
Gambar 2.13. Beda timggi Tachymetri
2.5. Azimuth Matahari
Azimuth dengan pengamatan matahari adalah suatu cara yang digunakan untuk menetukan arah utara rata-rata dari azimuth titik acuan terhadap azimuth pusat matahari. Azimuth matahari bisa ditentukan setiap saat pagi atau sore hari jangan lupa dalam pembacaan skala piringan horizontal dan vertikal kita harus mencatat jam pada saat pengamatan matahari baik dalam keadaan teropong biasa maupun luar biasa. M
αP2-M
SP3-M P3
αP2-3 P2
Keterangan :
M : matahari P2,P3 : tempat berdiri alat αP2-M : azimuth dari P2 ke matahari : azimuth dari titik P2 ke titik αP2-P3 P3 SP3-M : sudut horisontal dari pusat Titik P3 ke matahari Rumus : αP2-P3 = αP2-M - SP3-M
U
Gambar 2.14. Pengamatan Matahari 2.5.1. Macam-macam metode pengamatan Azimuth matahari :
1. Metode tinggi matahari Pada metode ini dilakukan pengukuran tinggi matahari yang biasa dilakukan dengan cara :
Menggunakan filter gelap Pada pengamatan ini filter dipasang di okuler teropong, sehingga pengamat dapat langsung membidik kearah matahari, kemudian menyinggung benang silang pada tepi-tepi bayangan matahari yang diamati secara tepat.
Menggunakan prisma Roelofs Pada pengamatan ini prisma roelofs digunakan bila teropong tidak memiliki lingkaran matahari dan titik filter. Keistimewaan lain alat ini adalah pengamatan dapat menempatkan benang silang pada tepi-tepi matahari dengan mudah. Alat ini juga dapat dipasang di depan lensa obyektif pada theodolite.
Menggunakan sistem tadah bayangan matahari
Pada pengamatan ini bayangan matahari ditadah dengan kertas putih di belakang lensa okuler pada theodolite, apabila diafragma memiliki lingkaran matahari dapat diamati pusat matahari. Namun bila tidak ada, dilakukan dengan menyinggungkan tepi-tepi matahari (metode tangen) atau sisi menyinggung dan yang lain ditengah bayangan matahari (metode tangen pusat) IV
I
III
II
bayangan matahari
IV III
I II
Ket : I,II,..,IV : kwadran I,II,III,IV : bayangan matahari
Gambar . metode tangen dan metode tangen pusat
Adapun dasar dari metode ini adalah mengukur tinggi suatu benda langit yang diketahui deklinasinya dengan tinggi (h), deklinasinya( δ), lintang pengamatan (ϕ). Rumus titik acuan : sinδ - sin ϕ sin h
Cos A
=
Cos A
=
cos ϕ cos h sin δ sin ϕ cos
z
cos ϕ sin z
Dimana : : deklinasi δ : lintang ϕ h : tinggi matahari A : azimuth z : zenith
2. Metode sudut waktu Seperti halnya dalam metode tinggi matahari, dalam metode ini juga diperlukan peta topografi untuk menentukan lintang dan bujur pengamat dengan ketelitian yang cukup. Adapun data pengamatan adalah waktu mengamat matahari dan sudut horisontal antara matahari dan titik acuan. Adapun rumus dasar untuk metode sudut waktu adalah : Cos t =
3.
sin h - sin ϕ sin δ cos ϕ cos h
Dimana : t : sudut waktu h : tinggi matahari ϕ : lintang δ : deklinasi
Metode tinggi matahari pada tinggi yang sama. Untuk mendapatkan ketinggian yang sama, maka matahari harus diamati berpasangan pagi atau sore hari. Dengan mencatat pembacaan piringan horisontal pada pagi atau sore hari pada tinggi yang sama maka akan didapat sudut horisontal, sedang arah kutub di dapat dengan membagi dua sudut horisontal ini. Apabila arah kutub dapat ditentukan, maka azimuth matahari dapat dihitung, dan apabila sudut mendatar antara matahari dan titik acuan di ukur ( ψ ) berarti azimuth acuan dapat dihitung pula dan besarnya = ½ β ± ψ . Pada metode ini tidak diperlukan hitungan
dengan rumus-rumus, tetapi hanya berdasarkan pada geometri peredaran matahari mengelilingi kutub dalam gerak hariannya. Untuk pengamatan matahari ini ada empat koreksi yang harus diberikan, koreksi tersebut dinamakan koreksi astronomis. Adapun koreksi-koreksi tersebut adalah: A. Koreksi refraksi
Udara yang meliputi bumi berlapis-lapis, maka sinar matahari yang sampai ke bumi dibiaskan oleh setiap lapisan udara sehingga arahnya mengalami perbelokan. pada waktu sinar mencapai pengamat arah sinar matahari kelihatan datang kemata pengamat, sehinga matahari lebih tinggi, sudut pergeseran arah tersebut dinamakan koreksi refraksi (r) yang harus dikurangkan terhadap tinggi hasil ukuran. Adapun data temperatur dan tekanan udara tidak ada, maka koreksinya digunakan rumus : r = −58" ctg hu Dimana : r : koreksi refraksi hu : tinggi matahari B. Koreksi paralaks
Paralaks adalah sudut pada benda langit yang terbentuk oleh garis arah benda langit ke pangamat dan ke pusat bumi. Paralaks (p) matahari dari tempat pengamat atau besarnya paralaks dinyatakan dengan rumus : Z
Z’ R 0 cos hu
p ph d
Ph =
p"
P " ph cos hu =
Dimana : P” : koreksi paralaks Ph : rata-rata setiap hari dalam tabel deklinasi (8.8”) hu : tinggi matahari
C. Koreksi ketinggian
Sudut yang terbentuk ditempat pengamat antara horison yang sebenarnya dan horison yang miring dinamakan sudut kemiringan horison. Akibat keadaan yang demikian, maka tinggi benda langit yang dibidik adalah tinggi semu. Cara koreksinya dengan menggunakan rumus : cos β =
R R + d
Keterangan : R Cos β d
: Jari-jari : sudut kemiringan horison : tinggi tempat pengamat
D. Koreksi setengah diameter matahari ( ½ d )
Koreksi setengah diameter matahari diberikan pada pengamatan matahari. Besarnya setengah diameter matahari ini dapat dilihat dalam tabel atau kalau tidak diketahui dapat diambil rata-ratanya. Koreksi ini dapat (+) atau (–) tergantung pada tepi mana yang diamati, apabila yang diamati tepi atas maka koreksi (-) dan apabila tepi bawah koreksi (+). Dh = ½ . d
dan Ds = ½ . d
Dimana : Dh : Koreksi diameter untuk tinggi matahari Ds : Koreksi diameter untuk sudut horizontal d : Diameter Langkah perhitungan azimuth matahari ada beberapa tahap yaitu : 1. Tinggi matahari (hu)
Biasa (hu)
= 90º 00’00” - bacaan vertikal
Luar biasa (hu)
= bacaan vertikal –270º 00’ 00”
2. Koreksi refraksi (r)
(r B)
= -58” . ctg hu
3. Koreksi paralaks
P
= Ph . Cos hu
4. Koreksi ½ d
½ lingkaran 5. Tinggi pusat matahari (h)
h
= hu + r + p + ½ d
6. Azimuth pusat matahari
Cos A =
Sinδ − (sin θ. sinh) Cosθ.Cosh
7. Koreksi ½ d . sec h 8. Azimuth titik acuan
AP = A - β + Koreksi ½ d . sech Keterangan : hu Ph P r d h A
: Tinggi matahari : Paralaks horizontzl : Koreksi paralaks : koreksi refraksi : diameter matahari : Tinggi pusat matahari : azimuth matahari β : sudut horizontal yang dibentuk antara titik acuan dengan matahari δ : deklinasi pada saat pengamatan θ : lintang pengamat AP : azimuth titik acuan 2.6. Penggambaran Garis Kontur
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama di permukaan bumi, atau dengan kata lain garis permukaan tanah yang mempunyai ketinggian tertentu. Pada peta garis kontur, kontur digambarkan sebagai garis lengkung yang menutup artinya garis kontur tersebut tidak mempunyai ujung pangkal akhir. Interval garis kontur tergantung oleh skala peta yang ditentukan, yang diperoleh dengan rumus : Interval kontur
Skala peta 2000
Sifat-sifat garis kontur :
1. Garis kontur tidak pernah berpotongan 2. Ujung-ujung garis kontur akan bertemu kembali 3. Garis kontur yang semakin rapat menginformasikan keadaan permukaan tanah semakin terjal. 4. Garis kontur yang semakin jarang menginformasikan keadaan permukaan bumi semakin datar.
Sifat garis kontur terhadap suatu medan 1. Bentuk kontur sungai
2. Bentuk kontur jalan
901,0
901,0
901,5
902,0
901,5 902,0
3. Bentuk kontur gunung
4. Bentuk kontur danau
901,0 901,5 902,0
902,0 901,5 901,0
Cara penggambaran garis kontur adalah dengan menginterpolasi titik tinggi dengan langkah kerjanya sebagai berikut : a. Membuat jaring segitiga antara tiga titik b. Pembagian garis kontur antara titik terhadap interval garis kontur yang didapat dari perhitungan pada garis jaring segitiga yang rumusnya : Garis kontur =
Titik yang dicari – titik yang terendah * jarak pada peta Titik yang tertinggi – titik yang terendah
901,125
901,560
901,25
901, 426
Titik yang dicari
901,5
901,75
901,781
Gambar 2. 15. contoh penggambaran garis kontur
Penggambaran garis kontur dilakukan dengan empat tahapan, yaitu :
1. Ploting titik ikat atau kerangka dasar pada milimeter blok dengan menggunakan sistem koordinat kartesian 2. Ploting titik detail tersebut digambar secara grafis dengan argumen sudut jurusan, jarak mendatar, dan ketinggian. 3. Menarik garis kontur dengan menggambarkan detail yang ada diatas milimeter blok tersebut sesuai dengan skala dan tata cara yang berlaku. 4. Menyalin / menjiplak hasil no.3 ke kertas kalkir.
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Pengamatan Azimut Magnetis
Hari / tanggal
: Rabu, 28 Januari 2004
Lokasi
: Kampus II ITN Malang
Alat yang digunakan : 1. Theodolite Topcon TL 6 GF
= 1 buah
2. Kompas
= 1 buah
3. Statif
= 1 buah
Langkah kerja : 1. Dirikan alat thedolite dan letakkan kompas diatas theodolite pada salah satu titik poligon, misal titik P7 atur alat theodolite sesuai dengan prosedur. 2. Lakukan centering dengan mendirikan alat secara tepat diatas patok, sehingga ujung paku payung pada patok berada tepat ditengah-tengah lingkaran teropong centering optis. 3. Seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur A, B dan C saehingga berada tepat ditengah-tengah lingkaran nivo. 4. Setkan piringan horizontal pada bacaan 0°0’0”. 5. Letakkan jalon pada titik yang akan dibidik (titik 1). 6. Bidik jalon pada patok (titik 1). Bacaan piringan horizontal tetap 0°0’0”. 7. Set kompas, dan perhatikan ujung jarum yang menunjukkan arah utara. 8. Putar penggerak horizontal, sehingga jarum kompas sejajar dengan garis horizontal. 9. Baca sudut horizontal pada alat ukur theodolit. Cata hasil bacannya sehingga didapat azimut 7-1.
Gambar 3.6. Pengukuran azimuth magnetis
Keterangan gambar : 7
= titik 7
1
= titik 1
176°7’57” = azimut titik 7-1
3.2. Pengukuran Poligon Tertutup
Hari / tanggal
: Selasa, 27 Januari 2004
Lokasi
: Kampus II ITN Malang
Alat yang digunakan : 1. Theodolite Topcon TL 6 GF
= 1 buah
2. Payung
= 1 buah
3. Statif
= 1 buah
4. Roll meter
= 1 buah
5. Patok kayu
= 7 buah
6. Paku payung
= 7 buah
Langkah kerja : 1. Dirikan statif dan pasang theodolite pada titik P1sebagai titik awal poligon. 2. Centering theodolite sesuai dengan prosedur. 3. Apabila alat sudah sesuai prusedur arahkan teropong ke titik P7 sebagai titik akhir dan set 00º00’00’’ dan teropong dalam keadaan biasa. 4. Arahkan teropong ke titik P2, tepatkan target dan baca skala piringan horizontal, catat bacaan skala piringan horizontal di titik P2 (bacaan biasa) 5. Putar theodolite menjadi posisi luar biasa dan arahkan kembali teropong di titik P2 tepatkan target dan catat bacaan skala piringan horisontalnya (bacaan luar biasa). 6. Arahkan teropong ke titik P7 tepatkan target dan catat bacaan skala piringan horisontalnya (bacaan luar biasa). 7. Lakukan pengukuran dengan pengukuran 1 seri
rangkap, yaitu dengan
melakukan 4 kali pembacaan sudut horizontal biasa dan luar biasa sehingga didapatkan sudut dalam rata - rata. 8. Ulangi pengukuran 1 seri rangkap diatas sampai dengan titik terakhir yaitu titik P7 dengan arah sudut horizontal dari titik P6 ke titik P1.
P7
dP7-1
S7 dP1-2
S6 P6
dP6-7
P1 S1 dP2-3
S5 P5
Sudutluar P2
dP5-6
S2 P4
S4
S4
dP3-4
P3 dP4-5
P3
S3
Gambar 3.1. Sket pengukuran poligon tertutup
Keterangan Gambar : P1,…P7 = Titik poligon S1,…S7 = Sudut dalam rata – rata dP1-n = Jarak datar
3.3. Pengukuran Jarak
Hari / tanggal
: Rabu, 28 Januari 2004
Lokasi
: Kampus II ITN Malang
Alat yang digunakan : 1. Theodolite Topcon TL 6 GF
= 1 buah
2. EDM
= 1 buah
3. Prisma segitiga
= 1 buah
4. Payung
= 1 buah
5. Statif
= 2 buah
6. Roll meter
= 1 buah
7. Patok kayu
= 7 buah
8. Paku payung
= 7 buah
Langkah kerja pengukuran jarak langsung :
1. Dirikan alat Theodolite dan EDM di titik 1. 2. Lakukan centerring dengan mendirikan secara tepat diatas patok titik 1. 3. Seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur a, b, c. 4. Dirikan prisma sgitiga diatas titik 2 dan rambu ukur dititik 7. 5. Lakukan centerring dengan mendirikan prisma segitiga secara tepat diatas patok. 6. Seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur a, b, c 7. Ukur tinggi alat Theoolite dan EDM. 8. Karena jarak antara EDM ke Theodolite adalah 17 cm, maka ukur sepanjang 17 cm dari dari tengah-tengah prisma ke bawah dan berikan tanda yang sekiranya dapat terlihat jelas.
9. Ukur jarak dari titik 1dengan membidikan EDM ke pusat prisma segitiga dan theodolit ke pusat triba kemudian baca bacaan yang terdapat pada EDM. 10. Ukur jarak bolak balik dengan memindahkan theodolit dan EDM ke titik 2 lalu prisma ke titik1, kemudian lakukan seperti langkah-langkah diatas, hingga titik terakhir.
Theodolite + EDM
Z
dm h
T
Reflektor
V
dd
Gambar 3.2. Pengukuran jarak
3.4. Pengukuran Waterpass Memanjang (Pergi Pulang)
Hari / tanggal
: Senin, 26 januari 2004
Lokasi
: Kampus II ITN Malang
Alat yang di gunakan
:
1. Waterpass Leica = 1 buah 2. Statif
= 1 buah
3. Rambu ukur
= 2 buah
4. Roll meter
= 1 buah
5. Payung
= 1 buah
6. Patok
= 7 buah
7. Paku payung
= 7 buah
Langkah Kerja : 1. Dirikan alat waterpass di antara 2 titik, usahakan jarak antara alat waterpass ke titik P1 dan titik P2 sama. 2. Centering waterpass sesuai dengan prosedur, imana seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur a, b, c. 3. Letakan rambu ukur pada titik P1 sebagai rambu belakang dan letakan rambu ukur pada titik P2 sebagai rambu muka. 4. Arahkan alat waterpass pada titik P1 dan baca bacaan skala rambu catat benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu belakang.
5. Arahkan alat waterpass pada titik P2 dan baca bacaan skala rambu, catat benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu muka. 6. Pindahkan alat waterpass diantara titik P2 dan titik P3, atur nivo kotak sesuai prosedur. 7. Arahkan alat waterpass pada titik P2 dan baca bacaan skala rambu, catat benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu belakang. 8. Arahkan alat waterpass pada titik P3 dan baca bacaan skala rambu, catat benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu muka. 9. Lakukan kegiatan pengukuran seperti diatas sampai pada patok terakhir dan lakukan pengukuran dengan metode pergi – pulang, dan ukur jarak waktu pergi dan waktu pulang, setelah itu didapat jarak rata – rata. Rambu ukur dp 6-7 dp 7-1
7 6
1
Alat water pas dp 5-6
dp 1-2
5 dp 4-5
2
dp 2-3
4 dp 3-4
3
Sket pengukuran waterpass memanjang
Keterangan : P1,P2,….,P7
= Posisi Rambu pada titik poligon
dP1-2
= Jarak datar
3.5. Pengukuran Titik Detail (Situasi)
Hari / tanggal
: Selasa- Rabu, 27-28 Januari 2004
Lokasi
: Kampus II ITN Malang
Alat yang digunakan
:
1. Theodolite Topcon TL 6 GF = 1 buah 2. Rambu ukur
= 2 buah
3. Payung
= 1 buah
4. Statif
= 1 buah
Langkah kerja : 1. Dirikan alat theodolite pada titik poligon P1 dan lakukan centering optis sesuai dengan prosedur dan ukur tinggi alat setiap mendirikan alat theodolite. 2. Apabila alat sudah siap digunakan arahkan teropong pada titik poligon P7 sebagai back sight dan tepatkan bacaan skala piringan horisontal pada bacaan 00°00′00″. 3. Letakan rambu ukur pada titik detail yang akan diukur, putar theodolite searah jarum jam ke titik detail yang akan diukur dan baca skala piringan horisontal dan vertikal, catat bacaan skala rambu untuk benang atas, benang tengah dan benang bawah. 4. Apabila pengukuran titik-titik detail pada titik poligon tersebut sudah selesai pindahkan alat pada titik poligon yang lain dan lakukan langkah kerja seperti diatas sampai pada titik poligon yang terakhir. P7
S1
1.a
1.b
1.b
1.d
S2 S3 P1
P2 Gambar 3.4 Pengukuran titik detail
Keterangan gambar : P1,P2,P7 1.a,…1.d S1,S2,S3
= Titik poligon = Posisi titik-titik detail = Bacaan skala piringan horisontal dari titik back sight ke titik detail.
3.6. Penggambaran Detail
Langkah kerja penggambaran detail adalah : 1. Persiapkan alat – alat yang diperlukan ( pensil, busur lingkaran, penggaris ) 2. Persiapkan hasil penggambaran poligon pada kertas milimeter dan hasil hitungan pengukuran detail. 3. Tempatkan busur lingkaran di titik P1 dan setkan 00
ke arah titik P7 sebagai
titik belakang. 4. Lihat sudut horizontal pada tabel hitungan dan aplikasikan pada gambar, dan jarak datar antara P1 ke detail didapat dari rumus : Jarak pada gambar = jarak pengukuran * 100 * skala 5. Lanjutkan penggambaran detail sampai titik poligon yang terakhir, setelah selesai garis kontur siap diaplikasikan.
Gambar 3.5. Sket penggambaran detail
Keterangan Gambar : P1,…P7 = Titik poligon 1.a,..7.a = Titik detail
BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA
4.1 Perhitungan Poligon 4.1.1. Perhitungan jarak
Data perhitungan jarak langsung menggunakan EDM No
Bacaan Jarak Pergi (m) Pulang (m)
P1-P2 P2-P3 P3-P4 P4-P5 P5-P6 P6-P7 P7-P1 ∑d=
74.776 71.185 73.372 73.525 75.667 64.260 71.286 504.071 m
74.774 71.188 73.375 73.523 75.668 64.259 71.286 504.073 m
Jarak Rata -rata 74.775 71.186 73.372 73.522 75.666 64.259 71.287 504.072 m
4.1.2. Perhitungan sudut
Data perhitungan sudut poligon diperoleh dari pembacaan satu seri rangkap Titik
Arah P7
P1 P2 P1 P2 P3 P2 P3 P4 P3 P4 P5 P4 P5 P6
Sudut Biasa 00º00’00” 00º00’02” 128º45’39” 128º45’42” 00º00’00” 00º00’01” 139º18’40” 139º18’40” 00º00’00” 00º00’03” 114º28’51” 114º28’55” 00º00’00” 00º00’02” 104º49’56” 104º49’59” 00º00º01” 00º00’02” 189º44’24”
Horizontzl Luar Biasa 179º59’58” 180º00’01” 308º45’38” 308º45’40” 180º00’02” 179º59’59” 319º18’43” 319º18’40” 179º59’59” 179º59’58” 294º28’51” 294º28’53” 180º00’01” 179º59’59” 284º49’59” 284º49’57” 179º59’59” 180º00’01” 09º44’24”
Sudut Biasa 128º45’39”
Dalam Luar biasa
Sudut Rata - rata
128º45’40” 128º45’39”
128º45’40”
128º45’39”
139º18’40”
139º18’37” 139º18’39.3”
139º18’39”
139º18’41”
114º28’51”
114º28’52” 114º28’49.8”
114º28’52”
114º28’55”
104º46’56”
104º49’58” 104º49’57”
104º49’57”
104º49’58”
189º44’22”
189º44’22” 189º44’22”
P5 P6 P7 P6 P7 P1
189º44’24” 00º00’02” 00º00’01” 90º46’26” 90º46’23” 00º00’02” 00º00’01” 132º6’25” 132º6’25”
09º44’23” 179º59’57” 179º59’59” 270º46’22” 270º46’23” 179º59’58” 180º00’01” 312º6’24” 312º6’22”
189º44’22”
189º44’22”
90º46’22”
90º46’25” 90º46’23”
90º46’22”
90º46’22”
132º6’23”
132º6’26” 132º6’23”
132º6’24”
132º6’21” ∑ sudut =
900º00’0.0766 7”
Besar kesalahan sudut :
∑S + f(s) = (n-2).180º 900º00’0.07667” + f(s) = (7-2).180º f(s) = 900º00’0.07667” - 900º f(s) = 00º00’0.07667” Besar koreksi tiap sudut Koreksi = -f(s) / n = - 00º00’0.07667” / 7 = - 00º00’0.01095” ; Untuk 7 titik 4.1.3. Perhitungan koordinat titik poligon
Diketahui koordinat titik awal poligon : XP1 = 5000,3 m YP1 = 6000,3 m Perhitungan data yang didapat dalam pengukuran poligon adalah : Titik
sudut horizontal
koreksi
Azimuth (α)
Jarak
d.sin α
koreksi
d.cos α
Koreksi
P7
132 06º23’”
0.01095”
124º53’36”
71.287
58.470
0.0000166
-40.779
-0.01078
P1
128º45’39”
0.01095”
176º7’57”
74.775
5.0435
0.0000166
-74.604
-0.01078
P2
139º18’39.3”
0.01095”
216º49’17.7”
71.186
-42.663
0.0000166
-56.984
-0.01078
P3
114º28’49.75”
0.01095”
282º20’28”
72.5779
-70.902
0.0000166
15.512
-0.01078
P4
104º49’57”
0.01095”
357º30’31”
73.5834
-3.1986
0.0000166
73.513
-0.01078
P5
189º44’22”
0.01095”
347º46’9”
69.3031
-14.681
0.0000166
67.730
-0.01078
P6
90º46’23”
0.01095”
76º59’46”
69.7203
67.932
0.0000166
15.688
-0.01078
0
∑d =
∑f(x) =
0.0001163
∑f(y) =
-
502.435
-0.0001
18
0.076
0.075514
∑S = 900º00’0.07667” -0.07667”
16318
Perhitungan koordinat untuk titik poligon :
938
XP2 = XP1 + dsin α+ f(x1) = 5000,3 + 58.47091211+ 0,0000166 = 5058.771 m YP2 = YP1 + dcos α+ f(y1) = 6000,3 - 40.77975976 – 0.010787848 = 5959.509 m Data koordinat yang didapat dari perhitungan Titik P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Koordinat X 5058.771 5063.814 5021.151 4950.248 4947.050 4932.368 5000.300
Koordinat Y 5959.509 5884.894 5827.898 5843.400 5916.903 5984.623 6000.300
4.1.4. Ketelitian Linier Poligon
∑d = 502.435
Jika diketahui :
Cd = 0.0760000888 Maka ketelitian linier poligon : KL = = =
Cd Σd
0.0760000888 502.435 1 6610.980177
= 1 : 6610.980177
≈ 1 : 6611 Jadi ketelitian linier poligon adalah 1 : 6610.98 Beda tinggi Titik P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P1
(∆h Pergi) 0.384 0.830 1.260 -0.735 -0.123 -0.703 -0.909
Kor.
-0.001 -0.001 -0.001 -0.001
Elevasi (H) 400.300 400.684 401.514 402.773 402.037 401.913 401.209 400.300
∑∆h= 0.004
∑ = -0.004
Beda tinggi Titik P1 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1
(∆h Pulang) 0.910 0.713 0.129 0.717 -1.261 -0.829 -0.385 ∑∆h= -0.006
Kor.
Elevasi (H)
-0.001 -0.001 -0.001 -0.001 -0.001 -0.001
400.300 401.211 401.925 400.055 401.773 401.513 400.685 400.300
∑ = -0.006
4.2. Perhitungan waterpass memanjang
Perhitungan beda tinggi dari data pengukuran waterpass memanjang pergi dan pulang Perhitungan beda tinggi
∆h1 = Bt belakang – Bt muka = 1.347 – 0.963 = 0.384 m Perhitungan elevasi Elevasi awal (P1) = 400.3 m Pergi
HP2 = HP1 + ∆h1 + koreksi
Pulang
HP7 = HP1 + ∆h1 + koreksi
= 400.3 + (0.384) – 0.001
= 400.3 + (0.910) + 0.001
= 400.684 m
= 401.211 m
Data elevasi yang didapat dari perhitungan Titik P1 P2 P3 P4 P5 P6
Elevasi pengukuran pergi 400.300 400.684 401.514 402.773 402.037 401.913
Titik P1 P7 P6 P5 P4 P3
Elevasi pengukuran pulang 400.300 401.211 401.925 400.055 401.773 401.513
P7 P1
401.209 400.300
P2 P1
400.685 400.300
Ketelitian pengukuran waterpass memanjang
Data pengukuran pergi :
∆h = 0.004 m = 4 mm ∑d = 486.800 m = 0.48680 km
Data pengukuran pulang :
∆h = -0.006 m = 6 mm ∑d = 493.300 m = 0.49330 km
Pada poligon tertutup, jumlah beda pengukuran waterpass memanjang pergi – pulang harus sama dengan nol (0) atau mendekati nol (0), karena pengukuran kembali ketitik semula. Toleransi kesalahan dari pengukuran waterpass memanjang yang diberikan adalah 10 √d
Dari pengukuran pergi Ketelitian : 10√0.48680 = 6.977105417 mm
Dari pengukuran pulang Ketelitian : 10√0.49330 = 7.023531875mm
Jadi pengukuran waterpass memanjang pergi – pulang masih dalam toleransi yang ditentukan.
4.3. Perhitungan titik detail
Hasil perhitungan dari pengukuran titik-titik detail yang diperoleh di lapangan dibagi menjadi tiga tahap yaitu : 1. Perhitungan jarak Perhitungan jarak datar yang digunakan pada titik-titik detail dengan memakai alat theodolite adalah : Dd = (ba – bb) . K. Sin 2 Z = (2.257-2.233).100.Sin 2 91°11’00” = 2.399 m 2. Perhitungan beda tinggi
Perhitungan beda tinggi titik-titik detail dengan menggunakan metode trigonometris adalah :
∆h1 = (Ti – bt) + Dd .Cotg Z = (1.234-2.245) + 2.399.Cotg 91 °11’00” = -1.061 m 3. Perhitungan elevasi Perhitungan elevasi titik-titik detail adalah : H
= Hawal + ∆h
H1.b
= Ha + ∆h.b = 400.403 + (-1.061) = 399.623 m
4.4. Analisa Data 4.4.1. Pengamatan Azimuth Magnetis
Α12 = α 71 + 180° - S dn = 124°53’36” +180° - 128°45’39” = 176°7’57”
Α23 = α 12 + 180° - S dn = 176°5’57” +180° - 139°18’39.25” = 216°49’17.7”
Α34 = α 23 + 180° - S dn = 216°49’17.7” +180° - 114°28’49.75” = 282°20’28”
Α45 = α 23 + 180° - S dn = 282°49’17.7” +180° - 104°49’57” = 357°30’31”
Α56 = α 45 + 180° - S dn = 357°30’31” +180° - 189°4’22”
= 347°46’9”
Α67 = α 56 + 180° - S dn - 360 ° = 347°30’31” +180° - 90°46’23” - 360 ° = 76°59’46”
Α71 = α 67 + 180° - S dn = 76°59’46” +180° - 132°6’23” = 124°53’23”
4.4.2. Poligon Tertutup
Dari pengukuran poligon tertutup diperoleh data sebagai berikut : 1. Sudut yang diukur adalah sudut dalam dengn menggunakan metode satu seri rangkap. 2. Jumlah sudut dalam adalah (n-2).180 = 900º00’00”,dimana n = 7 adalah jumlah titik polygon, tetapi dalam pengukuran didapat jumlah sudut dalam β1 + β2 + … + β7 = 900º00’0.07667”, jadi kesalahan sudut yang harus dikoreksi sebesar 00º00’0.07667” 3. Dalam perhitungan data poligon, diperoleh ketelitian linier polygon 1 :6610.980177 . 4.4.5. Pengukuran dan Perhitungan Waterpass Memanjang
Ketelitian pengukuran waterpass memanjang Data pengukuran waterpass memanjang pergi : ∑∆h = 0.004
+ m = -4 mm ∑d = 486.800m = 0.48680 km
Data pengukuran waterpass memanjang pulang : ∑∆h = -0.006 m = 6 mm ∑d = 493.300 m = 0.49330 km
Pada poligon tertutup, jumlah beda pengukuran waterpass memanjang harus sama dengan nol (0) atau mendekati nol (0), karena pengukuran kembali ketitik semula. Toleransi kesalahan dari pengukuran waterpass memanjang yang diberikan adalah 10√d Dari pengukuran waterpass memanjang pergi :
Ketelitian : 10√0.48680 = 6.977105417 mm Dari pengukuran waterpass memanjang pulang : Ketelitian : 10√0.49330 = 7.023531875 mm Jadi pengukuran waterpass memanjang masih dalam toleransi yang ditentukan.
BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN
Dari pelaksanaan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa dalam pengukuran ini adalah sebagai berikut : 1. Ketelitian linier poligon di tentukan oleh jarak yang dipakai untuk pengukuran, makin teliti jarak ketelitian linier maka poligon makin teliti. Kesalahan jarak yang dapat terjadi : a. Pelurusan yang kurang baik b. Kelengkungan pita roll meter