IMUNISASI
A.
Peny Penyak akit it yang yang dapa dapatt dic diceg egah ah deng dengan an imun imunis isas asii Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia adalah : 1.
Difteri Dift Difter erii adal adalah ah yang yang dise diseba babk bkan an oleh oleh bakt bakter erii Corynebacterium diphtheriae. diphtheriae. Peny Penyeb ebar aran anny nya a adal adalah ah mela melalu luii kont kontak ak fisi fisik k dan dan pernaf pernafasa asan. n. Gejala Gejala awal awal penya penyakit kit adalah adalah radang radang tenggo tenggorok rokan an,, hila hilang ng nafs nafsu u maka makan n dan dan dema demam m ring ringan an.. Dala Dalam m 2-3 2-3 hari hari timb timbul ul selapu selaputt putih putih kebiru kebiru-bi -birua ruan n pada pada tenggo tenggorok rokan an dan tonsil tonsil.. Difter Difterii dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian.
2.
Pertusis Pert Pertus usis is dise disebu butt juga juga batu batuk k reja rejan n atau atau batu batuk k 100 100 hari hari adal adalah ah penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui tetesantetesan tetesan kecil yang keluar keluar dari batuk atau bersin. Gejala Gejala penyakit penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian.
3.
Tetanus Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang yang meng mengha hasi silk lkan an koto kotora ran n yang yang masu masuk k ke dala dalam m luka luka yang yang
1
dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. demam. Pada Pada bayi bayi terdap terdapat at juga juga gejal gejala a berhen berhenti ti menete menetek k (sucking ) antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala beriku berikutny tnya a adalah adalah kejang kejang yang yang hebat hebat dan tubuh tubuh menjad menjadii kaku. kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian. 4.
Tuberculosis Adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa (dis (diseb ebut ut juga juga batu batuk k dara darah) h).. Peny Penyak akit it ini ini meny menyeb ebar ar mela melalu luii pernapasa pernapasan n lewat lewat bersin bersin atau batuk. Gejala Gejala awal penyakit penyakit adalah adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala Gejala selanjutn selanjutnya ya adalah adalah batuk batuk terus menerus, menerus, nyeri dada dan (mungkin) batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberculosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian.
5.
Campak Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Myxovirus Myxovirus viridae viridae measles. measles. Diseba Disebarka rkan n melalu melaluii udara udara sewakt sewaktu u droplet bersin bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh
2
dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran nafas (pneumonia). 6.
Poliomyelitis Merupakan penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1, 2, atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut ( Acute Flaccid Paralysis / AFP ). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.
7.
Hepatitis B Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit adalah dari darah dan produksinya melalui suntikan yang tidak aman, melalui transfusi darah, dari ibu ke bayi selama proses persalinan atau melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak seringkali subklinis dan biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala infeksi klinis akut yang ada adalah merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit. Penyakit
3
ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatic , kanker hati dan menimbulkan kematian.
B.
Jenis dan Sifat Vaksin Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan
dan
berguna
untuk
merangsang
kekebalan
tubuh
seseorang. 1. Penggolongan Vaksin Vaksin dapat digolongkan menurut sensitifitas terhadap suhu. Ada 2 golongan yaitu : a. Vaksin yang sensitive terhadap beku (freeze Sensitive/FS), yaitu: Vaksin DPT, DT(pada usia sekolah), TT(untuk ibu hamil), Hepatitis B dan DPT-HB. b. Vaksin yang sensitive terhadap panas (Heat Sensitive/HS), yaitu: Vaksin campak, polio dan BCG. 2. Jenis –jenis vaksin Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di Indonesia adalah : a. Vaksin BCG (Bacillus
Calmette Guerine )
1) Indikasi Untuk pemberian kekebalan terhadap tuberculosis. 2) Cara pemberian dan dosis
4
•
Sebelum
disuntikkan vaksin harus dilarutkan terlebih
dahulu dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5ml). •
Dosis pemberian : 0,05 ml, sebanyak 1 kali
•
Disuntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertion musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml
•
Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
3) Kontra indikasi •
Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya.
•
Mereka yang sedang menderita TBC.
4) Efek samping Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam 1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan
tanda
parut.
Kadang-kadang
terjadi
pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam.
5
Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya. b. Vaksin DPT 1) Indikasi Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis dan tetanus. 2) Cara pemberian dan dosis •
Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
•
Disuntikkan
secara
intra
muskuler
dengan
dosis
pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis. •
Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu (1 bulan).
3) Kontra indikasi Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontra indikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT. 4) Efek samping
6
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan, kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas dan memacu yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi. c. Vaksin TT 1) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus. 2) Cara pemberian dan dosis A. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen. B. Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikkan secara intramuscular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis keempat dan kelima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ketiga dan ke empat. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada trimester pertama.
3) Kontra indikasi
7
Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT. 4) Efek samping Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala – gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam. d. Vaksin DT 1) Indikasi Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus. 2) Cara pemberian dan dosis •
Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
•
Disuntikkan secara intramuscular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
•
Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun. Untuk usia 8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin Td.
3) Kontra indikasi Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT 4) Efek samping Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi sementara dan kadang-kadang gejala demam. e. Vaksin Polio
8
1) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis. 2) Cara pemberian dan dosis •
Diberikan secara IM, 1 dosis 0,5 ml/ pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu
3) Kontra indikasi Pada individu yang menderita immune deficiency . Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian vaksin polio pada anak yang sedang sakit. 4) Efek samping Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1000.0000; Bull WHO 66:1988). f. Vaksin Campak 1) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak. 2) Cara pemberian dan dosis •
Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
•
Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada usia 9 - 11 bulan dan ulangan (booster ) pada usia 6 - 7 tahun (kelas 1 SD) setelah
9
catch-up campaign campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6. 3) Kontra indikasi Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma. 4) Efek samping Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. g. Vaksin Hepatitis B 1) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B. 2) Cara pemberian dan dosis •
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
•
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID,
pemberian
suntikan
secara
intra
muskuler,
sebaiknya pada anterolateral paha. •
Pemberian sebanyak 3 dosis, dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan)
10
3) Kontra indikasi Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang. 4) Efek samping Reaksi
local
seperti
rasa
sakit,
kemerahan
dan
pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. h. Vaksin DPT/HB 1) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B. 2) Cara pemberian dan dosis •
Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
•
Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan).
3) Efek samping Reaksi
local
seperti
rasa
sakit,
kemerahan
dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
I. PERALATAN RANTAI VAKSIN
11
Yang dimaksud dengan peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan. A. Jenis Peralatan Rantai Vaksin 1. Lemari Es Berdasarkan system pendinginannya, lemari es dibagi 2, yaitu : Sistem kompresi dan absorbsi. Perbedaan kedua system tersebut adalah :
a. b.
c. d.
Sistem Kompresi Lebih cepat dingin Mengg unakan kompresor sebagai mekanik yang dapat menimbulkan aus Hanya dengan listrik AC/DC Bila terjadi kebocoran panda system mudah diperbaiki
a. b.
c.
d.
Sistem Absorbsi Pendingina n lebih lambat Tidak menggunakan mekanik sehingga tidak ada bagian yang bergerak sehingga tidak ada aus Dapat dengan listrik AC/DC atau nyala api minyak tanah/gas Bila terjadi kebocoran panda system tidak dapat diperbaiki
Bila suhu panda lemari es sudah stabil antara +20 C sampai dengan +80 C, maka posisi thermostat jangan dirubah-rubah BERI SELOTIP Merubah thermostat bila suhu pada lemari es dibawah +20 C atau diatas +80 C. Perubhaan thermostat tidak dapat merubah suhu lemari es dalam sesaat. Perubahan suhu dapat diketahui setelah 24 jam
12
Menurut bentuk pintunya, lemari es dibagi dua : buka atas dan buka depan. Perbedaan antara bentuk pintu buka depan dan bentuk pintu buka ke atas. Bentuk buka dari depan a. Suhu tidak stabil. Pada saat pintu lemari es dibuka ke depan maka suhu dingin dari atas akan turun kebawah dan ke luar. b. Bila listrik pada relative tidak dapat bertahan lama c. Jumlah vaksin yang dapat ditampung sedikit d. Susunan vaksin menjadi mudah dan vaksin terlihat jelas dari samping.
a.
b.
c. d.
Bentuk buka dari atas Suhu lebih stabil. Pada saat pintu lemari es dibuka ke atas maka suhu dingin dari atas akan turun ke bawah dan tertampung. Bila listrik padam relative suhu dapat bertahan lama. Jumlah vaksin yang dapat ditampung lebih banyak Penyusunan vaksin agak sulit karena vaksin bertumpuk dan tidak jelas dilihat dari atas.
2. Vaccine carrier / thermos Vaccine carrier/thermos adalah alat untuk mengirim/membawa vaksin dari puskesmas ke posyandu atau tempat pelayanan imunisasi lainnya yang dapat mempertahankan suhu +20 C sampai dengan +80 C. 3. Kotak dingin cair Adalah wadah plastic berbentuk segi empat yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada es selama 24 jam.
A. Pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
13
Definisi KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada kejadian tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau sampai 6 bulan (infeksi virus campak vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi
atau resipien
imunodefisiensi pasca vaksinasi polio). 1. Klasifikasi KIPI (WHO) a. Reaksi Vaksin (Vaccine reaction) •
Induksi vaksin (vaccine reaction); instrisik vaksin vs individu potensiasi vaksin (vaccine potentiated ): gejala timbul dipicu oleh vaksin.
•
Kejadian disebabkan atau dipicu oleh vaksin walaupun diberikan secara benar
•
Disebabkan oleh sifat dasar dari vaksin.
b. Kesalahan program Sebagain besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi ksalahan program penyimpanan, pengelolaan dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya: •
Dosis antigen (terlalu banyak)
•
Lokasi dan cara penyuntikan
•
Sterilisasi spuit dengan jarum
14
•
Jarum bekas pakai
•
Tindakan aseptik dan antiseptik
•
Kontaminasi vaksin dan alat suntik
•
Penyimpanan vaksin
•
Pemakaian sisa vaksin
•
Jenis dan jumlah pelarut vaksin
•
Tidak
memperhatikan
petunjuk
produsen
(petunjuk
pemakaian, indikasi kontra, dll) c. Kebetulan (Coincidental ) Kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh vaksin. Indikator faktor kebetulan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakter serupa tetapi tidak mendapat imunisasi. d. Reaksi Suntikan (Injectio Reaction) Kejadian yang disebabkan oleh rasa takut/gelisah atau sakit dari tindakan penyuntikan dan bukan dari vaksin. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntik, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual. e. Penyebab tidak diketahui, Penyebab kejadian tidak dapat ditetapkan. 2. Gejala Klinis KIPI
15
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan syaraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin berat gejalanya. 3. Surveilans KIPI Surveilans KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon kasus KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negative imunisasi untuk kesehatan individu dan pada program imunisasi. Hal ini adalah merupakan indikator kualitas program. Kegiatan surveilans KIPI meliputi: •
Mendeteksi, memperbaiki dan mencegah kesalahan program.
•
Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada batch vaksin atau merek vaksin tertentu.
•
Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI merupakan koinsidens (suatu kebetulan)
•
Menimbulkan kepercayaan masyarakat pada program imunisasi dan memberi respons yang tepat terhadap perhatian orang tua/masyarakat
tentang
keamanan
imunisasi
di
tengah
kepedulian (masyarakat dan professional) tentang adanya risiko imunisasi. •
Memperkirakan angka kejadian KIPI (rasio KIPI) pada suatu populasi.
16
Pelaporan KIPI Hal-hal perlu diperhatikan pada pelaporan : •
Identitas: nama anak, tanggal dan tahun lahir (umur) jenis kelamin, nama orang tua dan alamat harus jelas.
•
Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomor batch, siapa yang memberikan vaksin sisa disimpan dan diperlukan seperti vaksin yang masih utuh.
•
Nama dokter yang bertanggung jawab.
•
Adakah KIPI pada imunisasi terdahulu.
•
Gejala klinis yang timbul dan atau diagnosis (bila ada) bila tidak terdeteksi dalam kolom tertulis. Pengobatan yang diberikan dan perjalanan
penyakit,
(sembuh,
dirawat
atau
meninggal).
Sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan. Tulis juga apabila terdapat penyakit lain yang menyertai. •
Waktu pemberian imunisasi (tanggal, jam)
•
Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui, berapa lama interval waktu antara pemberian imunisasi dengan terjadinya KIPI.
•
•
•
Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh. Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologis) Adakah tuntutan dari keluarga.
Hal-hal yang dipandang perlu dilaporkan KIPI yaitu;
17
a. KIPI yang harus dilaporkan 24 jam pasca imunisasi
-
Reaksi anafilaktoid (reaksi hipersensitivitas akut)
- Anafilaksis -
Menangis yang tidak berhenti selama > 3 jam ( persistent inconsolable screaming ).
-
Hypotonic hyporesponsive episode
-
Toxic shock syndrome
b. KIPI yang harus dilaporkan 5 hari pasca imunisasi
-
Reaksi lokal hebat
-
Sepsis
- Abses pada bekas suntikan (infeksi/steril). c. KIPI yang harus dilaporkan 30 hari pasca imunisasi KIPI terjadi dalam 30 hari setelah imunisasi (satu gejala atau lebih).
-
Ensalopati
-
Kejang
-
Meningitis aseptic
-
Trombositopenia
-
Lumpuh layu (acute flaccid paralysis)
-
Meninggal, dirawat di RS
-
Reaksi lokal yang hebat
- Abses didaerah suntikan -
Neuritis Brakhial
18
Hal-hal yang dipandang perlu dilaporkan/wajib untuk dilaporkan : •
KIPI yang harus dilaporkan3 bulan pasca imunisasi Lumpuh layu (acute flaccid paralysis)/ polio : 4-30
hari.
Neuritis brakhialis : tetanus 2-28 hari
•
•
KIPI yang harus dilaporkan 1-12 bulan pasca imunisasi
-
Limfadenitis
-
Dissemnated BCG-itis
-
Osteitis/Osteomielitis.
KIPI yang harus dilaporkan pasa imunisasi (tanpa batas waktu)
-
Semua kematian
-
Semua penerima vaksin yang dirawat
-
Semua kejadian berat dan tidak biasa (diduga berhubungan dengan imunisasi oleh petugas atau masyarakat)
4. Tatalaksana Kasus KIPI No KIPI Gejala 1 Vaksin Reaksi Nyeri, eritema, Lokal bengkak di daerah ringan bekas suntikan,1 cm Timbul , 48 jam setelah imunisasi •
Tindakan •
•
•
Reaksi lokal berat (jarang terjadi) Reaksi Arthus
•
•
•
Eritema/indurasi >8 cm Nyeri, bengkak dan manifestasi sistemik Nyeri, bengkak,
•
•
•
Kompres hangat Jika nyeri mengganggu dapat diberikan parasetamol ½1 tablet Kompres hangat Parasetamol ½-1 tablet
Keterangan Pengobatan dapat dilakukan oleh guru UKS atau orang tua
Kompres
19
indurasi dan edema Terjadi akibat reimunisasi pada pasien dengan kadar antibody yang masih tinggi Timbul beberapa jam dengan puncaknya 12-36 jam setelah imunisasi Demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala dan menggigil
•
•
•
Parasetamol ½-1 tablet Dirujuk dan dirawat di RS
•
Reaksi umum (sistemik)
Kolaps/kea daan seperti syok
•
Episode hipotonik hiporesponsif Anak tetap sadar tetapi tidak bereaksi terhadap rangsangan Pada pemeriksaan frekuensi, amplitude nadi serta tekanan darah tetap dalam batas normal. Lumpuh layu, simetris, asendens (menjalar keatas) biasanya tungkai bawah. Ataksia Penurunan refleksi tendon Gangguan menelan Gengguan pernafasan Parestesi
•
•
•
•
•
•
•
Sindrom GullainBarre (jarang terjadi)
•
•
Berikan minum hangat dan selimut Parasetamol -1 tablet Rangsang dengan wangian atau bahan yang merangsang Bila belum dapat diatasi dalam waktu 30 menit segera rujuk ke Puskesmas terdekat Rujuk segera Perlu untuk ke RS untuk survey AFP perawatan dan pemeriksaan labih lanjut
• •
•
•
•
20
Meningimus Tidak demam Peningkatan protein dalam cairan serebrospinal tanpa pleositosis Terjadi antara 5 hari-6 minggu setelah imunisasi Perjalanan penyakit dari 1 s/dan 3-4 hari Prognosis umumnya baik Nyeri di dalam terus menerus pada daerah bahu dan lengan atas Terjadi 7 jams/dan 3 minggu setelah imunisasi Terjadi mendadak Gejala klasik, kemerahan merata, edem. Urtikaria, sembab pad kelopak mata, sesak, nafas berbunyi Jantung berdebar kencang Anak pingsan/tidak sadar Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa diketahui gejala lain.
• • •
•
•
•
Neuritis brakial (Neuropati pleksus brakilalis)
Syok anafilaksis
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
2
•
•
Parasetamol ½-1 tablet Bila gejala menetap rujuk ke RS untuk fisioterapi Suntikan adrenalin 1:1000, dosis 1-0,3 ml Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1amp) secaraintraven a/intramuscular Segera pasang infuse NaCL 0,9% 12 tetes/menit Rujuk ke RS terdekat
Tatalaksa na
21
Program Abses dingin
Pembeng Kakan
•
•
•
Sepsis
Bengkak dan keras, nyeri daerah bekas suntikan. Terjadi karena vaksin disuntikan masih dingin Bengkak disekitar bekas suntikan Terjadi karena penyuntikan kurang dalam
Bengkak disekitar suntikan Demam Terjadi karena jarum suntik tidak steril Gejala timbul 1 minggu atau lebih setelah peyuntikan Kejang, dapat disertai dengan demam, anak tetap sadar Lengan sebelah (daerah yang disuntik), tidk bias digerakan Terjadi karena daerah penyuntikan salah (bukan pertengahan muskulus deltoid)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Kompres hangat Parasetamol ½-1 tablet
Jika tidak ada perubahan hubungi puskesmas terdekat
Kompres hangat
Jika tidak ada perubahan hubungi puskesmas terdekat
Kompres hangat Parasetamol ½-1 tablet Rujuk ke RS terdekat
•
Tetanus
Kelumpuha n/kelemah an otot
•
Rujuk ke terdekat
•
RS
Rujuk ke RS terdekat untuk fisioterapi.
•
3
Faktor penemu/pe jamu Alergi
•
Pembengkakan bibir dan tenggorokan, sesak nafas
Suntikan dexametason 1 amp im/iv. Jika berlanjut
Tanyakan pada orang tua adakah penyakit
22
•
Faktor psikologis
• • •
eritema, papula terasa gatal Tekanan darah menurun Ketakutan Berteriak Pingsan
pasang infuse alergi NaCL 0,9% 12 tetes/menit •
•
Koinsidens (faktor kebetulan)
•
•
Gejala penyakit terjadi secara kebetulan bersamaan dengan waktu imunisasi Gejala dapat berupa salah satu gejala KIPI tersebut diatas atau bentuk lain
•
•
•
Tenangkan penderita. Beri minum air hangat Beri wewangian/alc ohol
Sebelum penyuntikan guru sekolah dapat memberikan pengertian dan menenangka n murid. Bila berlanjut hubungi puskesmas
Tangani penderita sesuai gejala Cari informasi apakah ada kasus lain di sekitarnya pada anak yang tidak di imunisasi Kirim ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut
23