Energi listrik dapat disimpan dalam sebuah kapasitor dalam bentuk medan listrik. Energi listrik juga dapat disimpan dalam bentuk medan magnet menggunakan alat
yang
disebut
induktor.
Induktor
bekerja
berdasarkan prinsip Faraday yaitu perubahan medan magnet
dapat
menginduksi
medan
listrik
Bab yang akan dipelajari: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
dan
sebaliknya.
Tujuan Pembelajaran:
Prinsp kerja dari induktor shampir mirip dengan gerak harmonik teredam, lihat kembali
Bab 13
1.
mekanika.
Karena sifat induktor yang cukup unik, induktor
2.
banyak dimanfaatkan untuk mendukung kerja alat-alat elektronika. Pada bab ini kita akan mempelajari prinsip
3.
dasar
4.
induktor
Induktansi Bersama Induktansi Diri dan Induktor Induktor dan Energi Medan Magnet Rangkaian R – L Rangkaian L – C C Rangkaian R – L – C C
dan
bagaimana
perilaku
rangkaian yang di dalamnya terdapat induktor.
sebuah
5. 6.
Menjelaskan bahwa perubahan arus dalam kumparan (1) dapat menginduksi GGL Induksi pada kumparan (2) di sebelahnya. Menghubungkan GGL Induksi dalam rangkaian dengan kecepatan perubahan arus pada rangkaian rangkaian tersebut. tersebut. Menghitung energi tersimpan dalam medan magnet. Menganalisa rangkaian yang terdiri dari sebuah resistor dan sebuah induktor. Menjelaskan osilasi pada rangkaian yang terdiri dari kapasitor dan induktor. Menjelaskan peluruhan osilasi pada rangkaian resistor, kapasitor dan induktor.
Rosari Saleh dan Sutarto
Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 9 Induktansi | 195
Pada dasarnya setiap bentuk energi dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain melalui mekanisme tertentu. Seperti yang telah kita pelajari pada Bab 4, kita dapat menyimpan sejumlah energi dalam bentuk medan listrik pada kapasitor. Energi tersebut terepresentasi dalam bentuk polarisasi muatan pada setiap plat. Michael Faraday, dengan serentetan eksperimen yang telah dilakukannya, telah membuktikan bahwa energi listrik dapat dihasilkan dari energi mekanik melalui mekanisme induksi elektromagnetik. Dua kumparan yang didekatkan satu sama lain dimana salah satu kumparan diberi arus listrik dapat menginduksi kumparan yang lain sehingga pada kumparan tersebut dihasilkan GGL induksi. Dari sudut pandang energetik, peristiwa tersebut dapat dilihat sebagai suatu bentuk mekanisme pengubahan energi. Kumparan yang terinduksi menyimpan sejumlah energi dalam bentuk medan magnet. Alat yang berperilaku seperti kumparan, yaitu dapat menyimpan energi dalam bentuk medan magnet, disebut induktor .
9 – 1 Induktansi Diri, Induktansi Bersama dan Induktor
Seperti yang telah dipelajari pada Bab 8, arus listrik yang mengalir pada kawat akan menghasilkan medan magnet, lihat Gambar 9.1. Perhatikan bahwa rangkaian tersebut membentuk sebuah loop. Ketika medan magnet dibangkitkan pada rangkaian tersebut maka fluks magnet pada loop tersebut juga berubah. Berdasarkan hukum Faraday, ketika saklar di on kan, arus listrik tidak seketika menjadi maksimum tetapi naik secara perlahan dari nol hingga nilai maksimum yaitu ε/ R. Arus listrik yang berubah-ubah tersebut menyebabkan fluks magnet yang mengenai loop juga berubah-ubah, semakin lama semakin besar. Gambar 9.1 Sebuah rangkaian listrik yagn terdiri dari kawat penghantar dan sebuah resistor. Rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan. Ketika saklar di on kan, arus listrik mengalir pada rangkaian.
Adanya perubahan fluks magnetik tersebut menginduksi loop itu sendiri. Perubahan fluks magnet menyebabkan munculnya GGL induksi yang, berdasarka hukum Lenz, melawan perubahan fluks magnetik yang menyebabkannya. Keadaan tersebut diilustrasikan pada Gambar 9.2, terepresentasi dalam gambar sumber tegangan εin. Keadaan semacam ini, dimana suatu rangkaian menginduksi dirinya sendiri, disebut induksi diri. Fluks Rosari Saleh dan Sutarto
196 | Bab 9 Induktansi
magnet yang mengenai loop dapat ditentukan dengan persamaan:
Φ magnet = ∫ B • d A luasan
= BA cos θ GGL induksi εin
Jika sudut antara medan magnet dan vektor bidang luas A2 sejajar maka sudut θ = 0 sehingga fluks magnet menjadi
Φ magnet = BA . Berdasarkan hukum Faraday, fluks magnet akan menginduksi loop sehingga pada loop dihasilkan GGL induksi, dimana GGL tersebut terepresentasi dalam simbol εin:
ε in = −
d Φ magnet
dt
(9–1)
Kita akan sedikit bermain trik dengan persamaan (9–1), perhatikan bahwa GGL induksi εin dapat dinyatakan sebagai:
ε in = −
d Φ magnet dt
×
dI dI
⎛ d Φ magnet ⎞⎛ dI ⎞ ⎟⎟⎜ ⎟ = − ⎜⎜ dI ⎝ ⎠⎝ dt ⎠ Seperti diketahui bahwa fluks magnet bergantung pada arus listrik sehingga jika arus listrik berubah maka fluks magnet juga berubah. Pada sistem dimana arus listrik dan fluks magnet saling bergantung secara linier maka nilai dari
dari
d Φ magnet dI 1 d Φ magnet dI 1
adalah konstan. Implikasinya adalah nilai
sama dengan
Φ magnet I 1
. Besaran
d Φ magnet dI 1
didefinisikan sebagai induktansi, L: L =
d Φ magnet dI
→ Φ magnet = LI
(9–2)
Induktansi L disebut dengan induktansi diri atau induksi diri. Secara umum induktansi diri yang dihasilkan oleh suatu sistem yang terdiri dari N kumparan dapat ditentukan dengan persamaan:
L = N
d Φ magnet dI
Arus induksi
Rosari Saleh dan Sutarto
(9–3)
Gambar 9.2 Rangkaian menginduksi dirinya sendiri melalui perubahan fluks magnetik yang mengenai loop tersebut. GGL induksi yang dihasilkan terepresentasi dalam εin.
Bab 9 Induktansi | 197
GGL induksi pada persamaan (9–1) dapat dinyatakan kembali sebagai berikut:
ε in = − L
dI dt
(9–4)
Contoh soal 1: Sumbu pusat Toroida
Lihat Gambar 9.3, sebuah toroida memiliki N lilitan. Toroida diberi arus listrik sebesar I . Jari-jari penampang toroida adalah R sedangkan panjang kawat yang digunakan adalah l . Tentukan induktansi toroida. Penyelesaian: Medan magnet yang dihasilkan oleh toroida adalah:
Btoroida = µ 0 nI µ 0 NI
= Gambar 9.3 Sebuah toroida memiliki N lilitan. Toroida diberi arus listrik sebesar I .
l
Fluks magnetik toroida:
Φ toroida = NBtoroida A µ 0 N 2 I
=
l
π R 2
Induktansi toroida dengan demikian dapat ditentukan dengan persamaan:
L = N
=
d Φ magnet dI 2
µ 0 N l
π R 2
Sekarang, perhatikan rangkaian berikut ini.
Gambar 9.4 Dua rangkaian listrik didekatkan satu sama lain. Fluks magnet yang terdapat pada loop 1 disebabkan oleh fluks magnetik dari loop 1 itu sendiri dan juga dari loop 2.
Rosari Saleh dan Sutarto
198 | Bab 9 Induktansi
Pada Gambar 9.4, pada loop 1 mengalir arus listrik I 1 sedangkan pada loop 2 mengalir arus listrik I 2. Rangkaian 1 menghasilkan medan magnet B1 sedangkan rangkaian 2 menghasilkan medan magnet B2. Kita perhatikan rangkaian 1, fluks magnet total
Φ1 yang mengenai loop 1 dapat
dinyatakan sebagai:
Φ1 = Φ1→1 + Φ 2→1 = L1 I 1 + M 12 I 2 Yang mana M 12 menyatakan induksi oleh rangkaian 2 terhadap rangkaian 1. M 12 disebut sebagai induksi bersama yang secara matematis dinyatakan dengan persamaan: M 12 =
d Φ 1→2 dI 2
(9–5)
Bagaimana dengan rangkaian 2? Rangkaian 2 juga mengalami induksi magnetik dari rangkaian 1. Fluks total yang mengenai loop 1 berasal dari fluks oleh rangkaian 1 dan rangkaian 2.
Φ 2 = Φ 2→2 + Φ1→2 = L2 I 2 + M 21 I 1 Seperti pada loop 1, induksi bersama pada loop 2 dapat ditentukan dengan persamaan: M 21 =
d Φ 2→1 dI 1
(9–6)
Induktansi bersama antara loop 1 terhadap loop 2 atau sebaliknya adalah sama, M 12 = M 21. Relasi tersebut dapat dibuktikan dengan mudah, sebagai berikut: Perhatikan dua buah rangkaian dimana induktansi bersamanya dinyatakan dengan persamaan (9–6). Karena perubahan fluks magnet selalu sebanding dengan perubahan arus listrik maka
d Φ 21 dI 1
sama dengan
Φ 21 I 1
.
Mengacu pada persamaan (8–4), persamaan (9–6) dapat dtuliskan kembali sebagai berikut:
⎛ d L × (r − r ) ⎞ Φ 2→1 = I 1 ∫ ⎜ ∫ 1 2 3 1 ⎟ • n da 2 ⎟ 4π 2 ⎜ 1 r 2 − r 1 ⎝ ⎠
µ 0
Rosari Saleh dan Sutarto
(9–7)
Bab 9 Induktansi | 199
d L1 × (r 2 × r 1 )
∫
Karena
r 2 − r 1
1
3
d L1
= ∇2 × ∫
r 2 − r 1
1
maka induktansi
bersama M 21 =
menjadi
Φ 2→1 I 1
=
µ 0
⎛
∫ ∇ 2 × ⎜⎜ ∫
d L1 ⎞
⎟ • n da 2 ⎟ r r − ⎝ 1 2 1 ⎠
4π 2
Ingat kembali definisi operator ( ∇ ) pada Bab 4, tanda ( × ) menunjukkan operasi cross, tengok kembali Bab Pengukuran. Solusi dari persamaan (9–7) dapat dituliskan sebagai berikut:
M 21 =
µ 0
∫∫
d L1 • d L2
4π 2 1 r 2 − r 1
(9–8)
Dari persamaan (9–8) terlihat bahwa induktansi bersama antara rangkaian 1 dan 2 bersifat simetris. Sifat tersebut
terlihat
pada
suku
d L1 • d L2 .
Seperti
yang
telah
dikemukakan pada Bab Pengukuran, operasi vektor dot
bersifat simetris artinya d L1 • d L2 sama dengan d L2 • d L1 . Persamaan (9–8) disebut sebagai persamaan Neumann.
Contoh soal 2: Perhatikan Gambar 9.5, dua buah solenioda dengan jari jari masing-masing r 1 dan r 2 dimana r 1 < r 2 diletakan secara konsentris. Solenoida pertama memiliki N 1 lilitan sedangkan solenoida kedua memiliki N 2 lilitan. Panjang kedua solenoida adalah sama yaitu l . Solenoida masingmasing diberi arus listrik I 1 dan I 2. Tentukan induktansi bersama solenoida 1 dan 2! Penyelesaian: Gambar 9.5 Dua buah solenioda dengan jari-jari masing-masing r 1 dan r 2 dimana r 1 < r 2 diletakan secara konsentris.
Medan magnet yang dihasilkan oleh solenoida 1 dan 2 masing-masing adalah: B1 = B2 =
µ 0 N 1 I 1 l µ 0 N 2 I 2 l
Fluks magnet yang dihasilkan oleh solenoida 1 terhadap solenoida 2 adalah:
Rosari Saleh dan Sutarto
200 | Bab 9 Induktansi
Φ1→2 = N 2 B1 A2' → A2' luasan yang dikenai medan magnet B1 , A2' = A1 =
µ 0 N 1 N 2 I 1 l
π r 12
⎛ π r 12 ⎞ ⎟ = µ 0 N 1 N 2 I 1 ⎜⎜ ⎟ l ⎝ ⎠ Fluks magnet yang dihasilkan oleh solenoida 2 terhadap solenoida 1 adalah:
Φ 2→1 = N 1 B2 A1' → A1' luasan yang dikenai medan magnet B2 , A1' = A1 =
µ 0 N 1 N 2 I 2 l
π r 12
⎛ π r 12 ⎞ ⎟ = µ 0 N 1 N 2 I 2 ⎜⎜ ⎟ l ⎝ ⎠ Induktansi bersama antara rangkaian 1 terhadap 2 adalah: M 12 =
Φ1→2 I 2
⎛ π r 2 ⎞ = µ 0 N 1 N 2 ⎜⎜ 1 ⎟⎟ ⎝ l ⎠ Sedangkan induktansi bersama antara rangkaian 2 terhadap rangkaian 1 adalah: M 21 =
Φ 2→1 I 1
⎛ π r 12 ⎞ ⎟ = µ 0 N 1 N 2 ⎜⎜ ⎟ l ⎝ ⎠
Alat yang digunakan dalam proses induksi elektromagnetik disebut inductor. Induktor banyak digunakan dalam rangkaian elektronika. Salah satu contoh induktor sederhana adalah solenoida. Kemampuan induktor untuk menyimpan energi dalam bentuk medan magnet , dalam aplikasinya, banyak digunakan untuk mendukung rangkaian elektronika mulai dari televisi hingga komputer. Induktansi diukur dalam satuan Henry (H) dimana 1 H = 1 Wb/A = 1 T m 2/A.
Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 9 Induktansi | 201
9–2
Energi Medan Magnet
Dalam sebuah rangkaian tertutup yang dihubungkan dengan sumber tegangan, hubungan antara arus listrik dan GGL induksi secara umum dapat dinyatakan sebagai: V + εin = IR Kerja yang dilakukan oleh potensial V untuk memindahkan partikel pembawa muatan q sebanding dengan W = Vdq. Dengan menggunakan hukum Faraday, kerja potensial tersebut dinyatakan sebagai:
dW = Vdq = Id Φ magnet + I 2 Rdt
(9–9)
Perhatikan bahwa suku I 2 Rdt merupakan kerja irreversible yang dihasilkan dari proses termal pada sirkuit. Faktor kerja tersebut muncul sebagai representasi penyerapan energi total dari beda potensial. Kerja maksimum oleh suku I 2 Rdt hanya terjadi ketika perubahan fluks magnet nol, dengan kata lain arus listrik yang mengalir adalah maksimum. Ketika fluks magnet pada suatu rangkaian berubah karena arus listrik naik secara perlahan maka pada rangkaian akan dihasilkan GGL induksi. GGL induksi menghasilkan sejumlah kerja tertentu yang melawan kerja yang dihasilkan oleh potensial listrik. Kerja yang dilakukan potensial listrik tersebut dinyatakan oleh suku persamaan Id Φ magnet . Suku persamaan Id Φ magnet menyatakan kerja yang dilakukan oleh potensial listrik terhadap rangkaian sebagai bentuk reaksi munculnya kerja akibat munculnya GGL induksi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, GGL induksi dihasilkan dari induksi elektromagnetik dan dengan demikian kerja Id Φ magnet tidak lain adalah kerja magnetik yang dilakukan oleh potensial. Jika kita abaikan suku persamaan kerja non-magnetik pada persamaan (9– 9), maka kita peroleh:
dW magnet = Id Φ magnet
(9–10)
Dalam konteks bab yang kita bahas saat ini, diasumsikan tidak ada energi yang hilang kecuali energi yang hilang karena panas, suku persamaan I 2 Rt . Perubahan kerja pada persamaan (9–10) sebanding dengan perubahan fluks magnetik. Perubahan kerja tersebut dapat bernilai negatif Rosari Saleh dan Sutarto
202 | Bab 9 Induktansi
atau positif. Perubahan kerja dW magnet positif perubahan fluks magnet positif dan sebaliknya.
jika
Dari persamaan (9–10) kita dapat menentukan persamaan kerja magnet dengan cara mengambil nilai integral dari persamaan tersebut. Namun karena variabel arus listrik I dan fluks magnet Фmagnet selalu berubah maka persamaan (9–10) tidak dapat langsung ditentukan dengan integral langsung. Perhatikan bahwa arus listrik selalu mengalami perubahan setiap saat. Kita asumsikan bahwa nilai arus listrik naik dengan fraksi yang sama, misalnya ζ, maka pada setiap keadaan arus listrik dapat dinyatakan sebagai: I ζ = I ζ
(9–11)
Fluks magnet Фmagnet dapat dinyatakan juga dalam persamaan berikut: d Фmagnet = Фmagnet d ζ
(9–12)
Kerja magnetik dengan demikian menjadi: 1
W magnet = ∫ I ζ Φ magnet d ζ 0 1
= I Φ magnet ∫ ζ d ζ 0 1
⎡1 ⎤ = I Φ magnet ⎢ ζ 2 ⎥ ⎣2 ⎦0 1
= I Φ magnet 2
(9–13a)
Mengacu pada persamaan (9–2) kerja magnetik dapat dinyatakan sebagai: 1 W magnet = LI 2 2
W magnet =
Φ magnet 2 L
(9–13b)
(9–13c)
Persamaan (9–13abc) menyatakan kerja magnetik dalam suatu rangkaian tunggal. Kita dapat mengaplikasikan persamaan (9–13abc) untuk sistem yang terdiri dari banyak rangkaian, tentu saja dengan sedikit modifikasi. Untuk sistem yang terdiri dari banyak rangkaian, fluks magnetik total yang bekerja pada rangkaian ke i dapat dinyatakan sebagai berikut:
Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 9 Induktansi | 203
Φ i = Φ i1 + Φ i1 + Φ ii + ... + Φ in n
= ∑ Φ ij j =1
Fluks magnet yang mengenai rangkaian i berasal dari rangkaian ke 1, 2, 3 dan seterusnya termasuk dari rangkaian i sendiri, ingat bahwa suatu rangkaian dapat menginduksi dirinya sendiri. GGL induksi rangkaian ke i dengan demikian dapat dinyatakan sebagai berikut: d Φ i
ε ini = −
dt
d Φ i1 d Φ ii d Φ in ⎞ ⎛ d Φ = −⎜ i1 + + + ... + ⎟ dt dt dt ⎠ ⎝ dt n d Φ ij = −∑ j =1
dt
Perhatikan bahwa perubahan fluks disebabkan oleh perubahan arus listrik dan dalam sistem yang kita bahas diasumsikan bahwa rangkaian bersifat statsioner dan rigid sehingga kebergantungan fluks magnetik adalah linier terhadap perubahan arus listrik. d Φ ij dt
=
d Φ ij dI j dI j
dt
Karena fluks magnetik bergantung secara linier terhadap perubahan arus listrik maka
d Φ ij dI j
adalah konstan.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan pada pembahasan induktansi bersama, besaran
d Φ ij dI j
tidak lain
adalah induktansi bersama yang disimbolkan dengan M ij. M ij =
d Φ ij dI j
→ i ≠ j
(9–14)
Persamaan (9 – 14) menyatakan induktansi bersama antara rangkaian ke i dengan rangkaian ke j. Indeks i ≠ j karena jika i = j maka induktansi yang terjadi bukan induktansi bersama melainkan induktansi diri. Kita kembali sejenak ke definisi kerja magnetik pada persamaan (9–13a), untuk sejumlah n rangkaian maka I i ζ = ζ I i sedangkan fluks magnet Фmagnet dapat dinyatakan sebagai d Фi magnet = Фi magnet d ζ sehingga kerja magnetik dapat dituliskan sebagai berikut:
Rosari Saleh dan Sutarto
204 | Bab 9 Induktansi
⎛ n 0 ⎝ i
⎞ ⎠
1
W magnet = ∫ ⎜ ∑ I ζ Φ imagnet ⎟ d ζ n
1
i
0
= ∑ I i Φ imagnet ∫ ζ d ζ 1
n
= ∑ I i Φ i
1
n
2
i
magnet i
⎡1 2 ⎤ ⎢⎣ 2 ζ ⎥⎦ 0
= ∑ I i Φ imagnet
(9–15)
Mengacu pada persamaan (9–14) dan mengacu pada persamaan Neumaan, kerja magnetik dapat dinyatakan sebagai: W magnet =
1
n
n
∑ ∑ M ij I i I j
2 i =1 j =1
1 1 ⎛ 1 ⎞ = ⎜ L1 I 12 + L2 I 22 + ... + Ln I n2 ⎟ (9–16) 2 2 ⎝ 2 ⎠ + ( M 12 I 1 I 2 + M 12 I 1 I 2 + ... + M 1n I 1 I n ) + ( M 23 I 2 I 3 + M 34 I 3 I 4 + ... + M n−1, n I n−1 I n ) Dengan menggunakan hasil pada persamaan di atas, untuk kerja magnetik yang dihasilkan oleh dua rangkaian dapat ditentukan dengan persamaan berikut: 1 1 W magnetik = L1 I 12 + MI 1 I 2 + L2 I 22 → M 12 = M 21 ≡ M 2 2
(9–17)
Yang mana suku pertama menunjukka kerja magnetik dari induksi diri pada rangkaian 1, suku kedua menunjukkan kerja magnetik hasil induksi bersama, sedangkan suku ketiga merupakan kerja magnetik hasil induksi diri rangkaian 2.
Contoh soal 3: Induktansi magnetik pada solenoida ideal. Sebuah solenoida ideal memiliki luas penampang A dan panjang l dengan jumlah lilitan N . Solenoida diberi arus listrik I . Energi yang tersimpan pada solenoida tersebut adalah: 1
N
2
W magnet = LI → L = µ 0 A 2 l 1 = µ 0 N 2 AI 2 2l 2
Medan magnet yang dikandung oleh solenoida adalah: Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 9 Induktansi | 205
B =
µ 0 NI l
Dengan mensubstitusikan persamaan medan magnet pada persamaan energi diperoleh: W magnet =
1 B 2 2 µ 0
Al
(*)
Perhatikan bahwa pada persamaan (*), Al tidak lain adalah volume yang dilingkupi oleh solenoida. Dengan mendefinisikan energi per satuan volume umagnetik persamaan (*) dapat dinyatakan sebagai: W magnet = u magnet Al
Yang mana u magnet =
(**) 1 B 2 2 µ 0
adalah energi magnetik per
satuan volume.
Pada Bab 4 kita telah mempelajari mengenai energi yang disimpan dalam bentuk medan listrik pada kapasitor. Dalam induksi elektromagneti, jika energi elektrik dan magnetik muncul secara bersama-sama maka energi totalnya merupakan penjumlahan dari energi magentik dan energi listrik. u total = u magnet + ulistrik
=
1 B 2 2 µ 0
+
1 2
ε 0 E 2 →
1 ⎛ B 2
2 ⎞ ⎜ ⎟ ε E + 0 ⎟ 2 ⎜⎝ µ 0 ⎠
Jadi energi total per satuan volume yang tersimpan dalam suatu sistem yang mengandung medan listrik dan medan magnet adalah: utotal =
9–3
1 ⎛ B 2
2 ⎞ ⎜ ⎟ E ε + 0 ⎟ 2 ⎜⎝ µ 0 ⎠
(9–18)
Rangkaian R – L
Rangkaian R – L adalah suatu rangkaian yang terdiri dari resistor dan induktor yang terhubung dengan sumber tegangan. Perhatikan Gambar 9.6. Rosari Saleh dan Sutarto
206 | Bab 9 Induktansi
Ketika saklar di on kan, arus listrik yang mengalir pada rangkaian tidak serta maksimum melainkan naik secara perlahan. Hal ini karena efek induksi elektromagnetik oleh induktor. Dengan menggunakan aturan loop Kirchoff , rangkaian pada Gambar 9.4 dapat kita analisis sebagai berikut: Gambar 9.4 Rangkaian R – L seri yang dihubungkan dengan sumber tegangan.
V sumber − V resistor − V induktor = 0 V − IR − L
dI dt
=0
Dari persamaan tersebut kita ingin mengetahui bagaimana perilaku rangkaian R – L. Solusi persamaan tersebut dapat kita tentukan dengan cara sebagai berikut: V − IR − L
dI dt
=0
dI R ⎛ V
dI Rdt ⎞ =− ⎜ − I ⎟ → dt L ⎝ R L ⎠ ⎛ I − V ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ R ⎠
=
I =
V R
(1 − e − ) Rt L
(9–19)
Dengan: I = arus listrik yang mengalir pada rangkaian (A) V = beda potensial (volt) R = hambatan (ohm) L = induktor (Henry) t = waktu (detik)
Perhatikan bahwa arus listrik semakin lama semakin besar dengan bertambahnya waktu. Arus listrik naik secara eksponensial. Jika digambarkan dalam grafik arus listrik vs waktu, maka akan diperoleh grafik seperti pada Gambar 9.7. Dari persamaan (9–19), pada saat t = 0 terlihat bahwa tidak ada arus listrik yang mengalir. Hal ini dikarenakan arus listrik dicegah agar tidak langsung mengalir dalam orde maksimum melainkan naik sedikit demi sedikit. Pada saat t ∞ maka arus listrik yang mengalir hampir konstan dimana besar arus tersebut ≈ V / R. Hal ini dikarenakan pada saat t ∞ suku persamaan e
− Rt L
≈ 0, artinya rangkaian
berperilaku seperti halnya rangkaian dengan sebuah
Rosari Saleh dan Sutarto
I =
V R
(1 − e − ) Rt L
Gambar 9.7 Grafik antara arus listrik terhadap waktu pada rangkaian R – L. Arus listrik naik secara eksponensial dan ketika mencapai limit waktu tertentu, arus listrik mendekati keadaan stabil.
Bab 9 Induktansi | 207
resistor biasa. Walaupun masih menghasilkan induksi elektromagnetik, namun ketika t ∞ efek GGL induksi dari induktor sangat kecil sehingga tidak memberikan efek signifikan terhadap rangkaian. Arus listrik pada rangkaian baru akan menuju ke keadaan asimptotik (hampir stabil) jika telah melampaui t = L/ R. Waktu t tersebut didefinisikan sebagai konstanta τ:
τ =
L R
(9–20)
Dengan menggunakan persamaan (9–20), persamaan (9– 19) dapat kita tuliskan dalam bentuk yang lebih pendek yaitu: − ⎞ V ⎛ I = ⎜1 − e τ ⎟ ⎟ R ⎜ t
⎝
9–4
(9–21)
⎠
Rangkaian L – C
Berbeda dengan rangkaian R – L, rangkaian lainnya yang juga menggunakan induktor memiliki perilaku yang berbeda apabila dirangkai bersama-sama dengan kapasitor. Rangkaian semacam itu, yang terdiri dari kapasitor dan induktor, disebut dengan rangkaian L – C . Perhatikan contoh rangkaian L – C sederhana pada Gambar 9.8.
Gambar 9.8 Rangkaian L – C terdiri dari kapasitor C , induktor L dan beda potensial V . Pada saat saklar berada pada posisi 1, terjadi proses pengisian kapasitor. Pada saat saklar berada pada posisi 2 kapasitor berperilaku sebagai sumber tegangan bagi induktor.
Rangkaian di atas merupakan gabungan dari dua rangkaian. Pada saat saklar berada pada posisi 1, kapasitor mengalami proses pengisian. Tegangan maksimum yang disimpan dalam kapasitor adalah V sedangkan muatan maksimumnya adalah C = Q/V . Pada saat saklar dipindahkan ke posisi 2, kapasitor bertindak sebagai sumber tegangan bagi induktor L. Dengan menggunakan aturan loop Kirchoff, kita peroleh:
V C + V L = 0
(9–22)
Tegangan pada kapasitor dapat dinyatakan sebagai V C = Q/C sedangkan tegangan pada induktor V L = L dI/dt . Karena I merupakan turunan pertama muatan terhadap waktu, I = dQ/dt , maka V L = L d 2Q/dt 2. Persamaan (9–22) dapat dituliskan menjadi:
Rosari Saleh dan Sutarto
208 | Bab 9 Induktansi
Q C
+ L
d 2 Q dt 2
=0
d 2 Q
⎛ 1 ⎞ + ⎜ ⎟Q = 0 dt 2 ⎝ LC ⎠
(10–23)
Persamaan (9–23) tampak cukup familiar, iya tentu saja, persamaan tersebut koheren dengan persamaan gerak harmonic sederhana yang telah kita pelajari pada Bab 13 Mekanika. Pada kenyataannya, solusi persamaan (9–23) tersebut menunjukkan bahwa rangkaian L – C berperilaku seperti halnya pegas! Solusi persamaan tersebut merupakan fungsi sinusoidal: Q(t ) = Q1 sin t + Q2 cos ω t
(9–24)
ω menyatakan frekuensi sudut dimana frekuensi tersebut sama dengan: 1
ω =
LC
(9–25)
Dengan menerapkan syarat batas, persamaan (9–24) dapat dinyatakan dalam ekspresi yang lebih kompak. Pada saat t = 0, jumlah muatan pada kapasitor adalah maksimum sehingga suku sinus pada persamaan (9–24) tidak memenuhi syarat sehingga yang tersisa adalah suku cosines. Dengan mendefinisikan Q2 sebagai Q0, muatan pada saat t = 0, maka solusi persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Q(t ) = Q0 cos (ω t + ϕ )
(9–26)
Dengan φ sudut fase yang bergantung pada keadaan awal sistem rangkaian L – C . persamaan arus listrik rangkaian L – C juga dapat kita tentukan yaitu dengan mengambil turunan pertama persamaan (9–26) terhadap waktu. I (t ) =
dQ (t )
dt = −Q0ω sin (ω t + ϕ ) → Q0ω ≡ I maks
= − I maks sin (ω t + ϕ )
9–5
(9–27)
Rangkaian R – L – C
Rangkaian R – C seperti yang telah kita bahas sebelumnya menunjukkan bahwa induktor berperan sebagai peredam arus listrik yang mengalir pada rangkaian, yang Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 9 Induktansi | 209
menghambat arus listrik sehingga arus listrik tersebut tidak langsung mengalir pada nilai maksimumnya melainkan naik sedikit demi sedikit. Ketika induktor dihubungkan dengan kapasitor, terdpat perbedaan perilaku yang cukup signifikan. Bukannya menjadi peredam, induktor malah menyebabkan aliran muatan mengalami osilasi, demikian juga dengan arus listrik, lihat persamaan (9–26) dan (9–27). Apa yang akan terjadi jika induktor dan kapasitor, dan juga resistor, diletakkan dalam rangkaian yang sama? Rangkaian yang terdiri dari resistor, induktor dan kapasitor disebut rangkaian R–L–C . Supaya pembahasan kita lebih menarik, kita akan mulai dengan melihat skema rangkaian R–L–C seperti tampak pada Gambar 9.9. Setelah kapasitor dimuati oleh sumber tegangan V , posisi saklar diubah ke posisi 2. Kapasitor bertindak sebagai sumber tegangan untuk induktor dan resistor. Dengan menerapkan aturan loop, kita peroleh:
V C + V R + V L = 0 L – C terdiri dari Gambar 9.9 Rangkaian R – sebuah kapasitor C , induktor L dan resistor R. Sebuah sumber tegangan V dihubungkan dengan kapasitor, proses pengisian kapasitor, dengan cara menghubungkan saklar pada posisi 1.
Tegangan sumber V C = Q/C , sedangkan tegangan yang mengalir ked an induktor masing-masing adalah V R = IR dan V L = LdI/dt . Q
+ IR + L
dI
d 2 Q
dQ
C L
dt 2
+ R
dt
= 0 → I =
dt
+
Q C
dQ dt
→
Q C
+ R
dQ dt
+ L
d 2 Q dt 2
=0
=0
Persamaan (9–28) mirip dengan bahasan osilasi teredam pada Bab 13 Gerak Harmonik sederhana. Persamaan tersebut dapat diselesaikan secara analitik. Dengan mengikuti logika penurunan persamaan pada Bab 13, solusi untuk persamaan (9–28) dapat ditentukan sebagai berikut. Misalnya kita ambil solusi persamaan (9–28) sebagai fungsi eksponensial: Q(t ) = A exp(η t )
(9–28)
Dengan A adalah amplitudo getaran (Coulomb) sedangkan -1 h memiliki dimensi T . Dengan turunan biasa, kita tentukan fungsi
d 2 Q dt 2
dan
dQ dt
sebagai berikut:
Rosari Saleh dan Sutarto
210 | Bab 9 Induktansi
Q = A exp(η t ) dQ dt
= Aη exp(η t )
dQ 2 2
dt
= Aη 2 exp(η t )
→ Aη 2 exp(η t ) + Aη exp(η t ) + A exp (η t ) = 0
(9–29)
Solusi persamaan (9–29) dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
⎛ ⎝
A exp(η t )⎜ Lη 2 + Rη +
1 ⎞
⎟=0
C ⎠
A exp(η t ) tidak mungkin bernilai nol karena jika fungsi tersebut nol maka kita tidak memiliki fungsi persamaan getaran. Agar persamaan tersebut dapat diselesaikan maka suku kedua haruslah benilai nol. Suku tersebut hanya persamaan kuadrat biasa dan karena biasa maka dapat diselesaikan dengan mudah yaitu:
η = −
R 2 L
±
R 2 4 L2
−
1 LC
(9–30)
Solusi untuk h antara lain:
⎛ R R 2 1 ⎞⎟ + − ⎜ 2 L 4 L2 LC ⎟ ⎝ ⎠
η 1 = A1 exp⎜ −
dan
⎛ R R 2 1 ⎞⎟ ⎜ η 2 = A2 exp − − − ⎜ 2 L 4 L2 LC ⎟ ⎝ ⎠ Sehingga:
⎛ R ⎛ R R 2 1 ⎞⎟ R 2 1 ⎞⎟ ⎜ ⎜ exp A + − + − − − η = η 1 + η 2 = A1 exp − 2 ⎜ 2 L ⎜ 2 L 4 L2 LC ⎟ 4 L2 LC ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
(9–31)
Solusi persamaan (9–28) dengan demikian adalah: Q(t ) = Q (t )1 + Q (t )2 1 R 2 ⎞⎟ 1 R 2 ⎞⎟ ⎛ Rt ⎞ ⎛ ⎛ Rt ⎞ ⎛ ⎜ ⎜ Q(t ) = A1 exp⎜ − t + A1 exp⎜ − t (9–32) − − ⎟ exp + i ⎟ exp − i ⎝ 2 L ⎠ ⎜⎝ LC 4 L2 ⎠⎟ ⎝ 2 L ⎠ ⎜⎝ LC 4 L2 ⎠⎟ Suku pangkat pada eksponensial memiliki dimensi [T -1], sama dengan dimensi frekuensi sudut ω, sehingga kita bisa mengidentifikasi suku pangkat sebagai frekuensi sudut. Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 9 Induktansi | 211
1
Dengan menuliskan
LC
−
R 2 4 L2
= ω RLC , maka persamaan
(9–32) dapat kita tuliskan kembali menjadi:
⎛ Rt ⎞ ⎛ Rt ⎞ ⎟ exp(+ iω RLC t )+ A1 exp⎜ − ⎟ exp (− iω RLC t ) 2 L 2 L ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛ Rt ⎞ = exp⎜ − ⎟ [ A1 exp(+ iω RLC t ) + A1 exp(− iω RLC t )] ⎝ 2 L ⎠
Q(t ) = A1 exp⎜ −
Dengan menuliskan A1 =
A0 2i
e iφ dan A2 = −
A0 2i
e
−iφ
yang
mana A0 dan φ adalah konstanta yang didefinisikan pada saat t = 0 maka: i (φ +ω RLC t ) + e − i (φ +ω RLC t ) ) (e i (φ +ω RLC t ) + e − i (φ +ω RLC t ) ) ⎛ Rt ⎞ (e A → ⎟ 0 2i 2i ⎝ 2 L ⎠ Q(t ) = sin (ω RLC t + φ )
Q(t ) = exp⎜ −
⎛ Rt ⎞ ⎟ sin (ω RLC t + φ ) ⎝ 2 L ⎠ ⎛ Rt ⎞ Dengan menuliskan A0 exp⎜ − ⎟ = A RLC maka solusi ⎝ 2 L ⎠ Q(t ) = A0 exp⎜ −
persamaan (9–28) adalah: Q(t ) = A RLC sin (ω RLC t + φ ) Dengan ω RLC =
1 LC
−
(9–34)
R 2 4 L2
⎛ Rt ⎞ ⎟ ⎝ 2 L ⎠
dan A RLC = A0 exp⎜ −
menyatakan frekuensi sudut dari osilasi teredam yang terjadi. Pada t = 0, amplitudo gelombang adalah
⎛ Rt ⎞ ⎟ = A0 . Seiring dengan ⎝ 2 L ⎠
maksimum yaitu A0 exp⎜ −
berjalannya waktu, amplitudo semakin lama semakin mengecil secara eksponensial. Pola gelombang yang muncul tetap menunjukkan pola gelombang harmonik karena terdapat fungsi sinus yaitu sin (φ + ω ' t ) . Bentuk grafik yang merepresentasikan gejala osilasi teredam pada rangkaian R – L – C adalah seperti terlihat pada Gambar 9.10. Persamaan arus listrik rangkaian RLC dapat diperoleh denga mencari turunan pertama terhadap waktu dari persamaan (9–34), yaitu:
Gambar 9.10 Grafik osilasi teredam pada rangkaian RLC . Amplitudo meluruh secara eksponensial sedangkan muatan berosilasi relatif terhadap waktu.
I (t ) =
dQ (t ) dt
(9–35)
I (t ) = A RLC ω RLC cos (ω RLC t + φ )
Arus listrik juga membentuk persamaan osilasi teredam. Rosari Saleh dan Sutarto
212 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 9 Rotasi Benda Tegar Gambar Cover Bab 9 Rotasi Benda Tegar Sumber: Dokumentasi Penulis
Gambar
Sumber
Sebuah rangkaian listrik yang terdiri dari kawat penghantar dan sebuah resistor. Rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan. Ketika saklar di on kan, arus listrik mengalir pada rangkaian. Gambar 9.1
Rangkaian menginduksi dirinya sendiri melalui perubahan fluks magnetik yang mengenai loop tersebut. GGL induksi yang dihasilkan terepresentasi dalam εin.
Halliday, R., Walker. 2006. th Fundamental of Physics, 7 Edition. John‐Willey and Sons, Inc. Page: 1015.
Gambar 9.2
Sebuah toroida memiliki Toroida diberi arus listrik sebesar I Gambar 9.3
N
lilitan.
Dua rangkaian listrik didekatkan satu sama lain. Fluks magnet yang terdapat pada loop 1 disebabkan oleh fluks magnetik dari loop 1 itu sendiri dan juga dari loop 2. Gambar 9.4
Halliday, R., Walker. 2006. th Fundamental of Physics, 7 Edition. John‐Willey and Sons, Inc. Page: 1015. Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern rd Physics, 3 Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page: 831. Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern rd Physics, 3 Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page: 894.
Dua buah solenioda dengan jari‐ jari masing‐masing r 1 dan r 2 dimana r 1 < r 2 diletakan secara konsentris.
Tipler, P.A. and Mosca, G. Physics For Scientist and Engineers: Extended th Version, 5 Edition. W.H. Freeman & Company. Page: 941.
Rangkaian R –L seri yang dihubungkan dengan sumber tegangan.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. th College Physics, 7 Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 680.
Gambar 9.5
Gambar 9.6
Grafik antara arus listrik terhadap waktu pada rangkaian R – L. Arus listrik naik secara eksponensial dan ketika mencapai limit waktu tertentu, arus listrik mendekati keadaan stabil. Gambar 9.7
Rangkaian L –C terdiri dari kapasitor C , induktor L dan beda potensial V . Pada saat saklar berada pada posisi 1, terjadi proses pengisian kapasitor. Pada saat saklar berada pada posisi 2 kapasitor berperilaku sebagai sumber tegangan bagi induktor.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. th College Physics, 7 Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 681.
Gambar 9.8
Rangkaian R –L –C terdiri dari sebuah kapasitor C , induktor L dan resistor R. Sebuah sumber tegangan V dihubungkan dengan kapasitor, proses pengisian kapasitor, dengan cara menghubungkan saklar pada posisi 1.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. th College Physics, 7 Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 709.
Gambar 9.9
Gambar 9.10 Grafik osilasi teredam pada
rangkaian RLC . Amplitudo meluruh secara eksponensial sedangkan muatan berosilasi relatif terhadap waktu.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. th College Physics, 7 Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 699.
Halliday, R., Walker. 2006. th Fundamental of Physics, 7 Edition. John‐Willey and Sons, Inc. Page: 1033.
Daftar Pustaka
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7 th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Dick, Greg, et.al. 2001. Physics 11, 1 st Edition. Canada: McGraw-Hill Ryerson. Dick, Greg, et.al. 2001. Physics 12, 1 st Edition. Canada: McGraw-Hill Ryerson. Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics, 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Huggins, E.R. 2000. Physics 2000. Moose Mountain Digital Press. Etna, New Hampshire 03750. Tipler, P.A. and Mosca, G. Physics For Scientist and Engineers: Extended Version, 5th Edition. W.H. Freeman & Company. Young, Freedman. 2008. Sears and Zemanky’s University Physics with Modern Physics, 12th Edition. Pearson Education Inc. Crowell, B. 2005. Electricity and Magnetism. Free Download at: http://www.lightandmatter.com. Crowell, B. 2005. Optics. Free Download at: http://www.lightandmatter.com. Halliday, R., Walker. 2006. Fundamental of Physics, 7 th Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc. Pain, H.J. 2005. The Physics of Vibrations and Waves, 6 th Edition. John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ, England. Mason, G.W., Griffen, D.T., Merril, J.J., and Thorne, J.M. 1997. Physical Science Concept, 2nd Edition. Published by Grant W. Mason. Brigham Young University Press. Cassidy, D., Holton, G., and Rutherford, J. 2002. Understanding Physics, Springer– Verlag New York, Inc. Serway, R.A. and Jewet, J. 2003. Physics for Scientist and Engineers, 6 th Edition. USA: Brooks / Cole Publisher Co.
Vanderlinde, J. 2005. Classical Electromagnetic Theory, 2 nd . Kluwer Academic Publisher, Dordrecht. Griffith, D.J. 1999. Introduction to Electrodynamics, 3 rd Edition. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey 07458. Reitz, J.R., Milford, F.J., and Christy, R. W. 1993. Foundations of Electromagnetic Theory, 4th Edition. USA: Addison-Wesley Publishing Company. Bloomfield, L. 2007. How Everything Works: Making Physics Out of The Ordinary. USA: John Wiley & Sons, Inc.