IRIDOSIKLITIS IRIDOSIKLITIS A. PENDAHULUAN
Uvea terdiri merupakan bagian tengah yang berpigmen, struktur vascular dari mata dan terdiri atas iris, korpus sillier, dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi (ie, itis) dari uvea (berasal dari bahasa Latin uvea uvea,, berarti “anggur”). Studi mengenai uveitis sangat rumit karena disebabkan oleh reaksi inflamasi dibagian dalam mata akibat infeksi maupun noninfeksi (1). Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut ataupun kronis. Penyebabnya tidak dapat diketahui dengan hanya melihat gambaran kliniknya saja, karena iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik tertunda, dini, maupun yang dimediasi oleh sel, terhadap jaringan uvea anterior. Pada kekambuhan atau rekurensi akan terjadi reaksi imunologik humoral. Bakteriemia ataupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang apabila kemudian terdapat antigen yang sama dalam tubuh, maka akan dapat timbul kekambuhan (2). Uveitis anterior dapat disebabkan spondilitis, sindrom Reiter, infeksi streptococ ataupun suatu sindrom Behcet. Infeksi tertentu dapat menimbulkan iritis seperti toksoplasmosis, tuberkulosis, histoplasmosis, sifilis, sarkoidosis, virus herpes simpleks dan zooster selain akibat suatu trauma. Biasanya erjalanan penyakit ini dimulai dengan gejala iridosiklitis akut, yang dapat disebabkan oleh suatu reaksi alergi, maupun terjadi bersamaan dengan penyakit sendi, virus, sifilis, sarkoidosis, tuberkulosis, maupun tidak diketahui sama sekali(2). B. ANATOMI
Uvea terdiri dari iris, korpus siliare dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasukkan darah ke retina(2). 1). IRIS
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera posterior, yang masing-masing berisi aqueus humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior (2). Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervus siliares(2). Gambar 1. Anatomi Mata
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas akti vitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik (2). Gambar 2. Vaskularisasi Iris 2). KORPUS SILIARIS
Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak,pars plikata dan zona posterior yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vortex. Kapilerkapilernya besar dan berlobang-lobang sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan secara intravena. Ada 2 lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueus humor (2). Gambar 3. Gambaran histologi uvea
3). KHOROID
Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Khoroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah khoroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari pembuluh darah khoroid dialirkan melalui empat vena vortex, satu di masing-masing kuadran posterior. Khoroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di antara khoroid dan sklera. Khoroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, khoroid bersambung dengan korpus siliare. Agregat pembuluh darah khoroid memperdarahi bagian luar retina yang mendasarinya(2). C. DEFINISI
Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut ataupun kronis, biasanya tampak mata merah yang unilateral dan nyeri
(3,4)
.
Iridosiklitidis harus dibedakan dengan penyakit yang menyebabkan mata merah lainnya, seperti glaucoma akut suduttertutup, trauma akibat benda asing, keratitis dan ulkus kornea(3,4). Gambar 4. Iridosiklitis akut D. EPIDEMIOLOGI
(4)
Di Indonesia belum ada data akurat mengenai jumlah kasus uveitis. Di Amerika Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari 100.000 penduduk per tahun. Insidennya meningkat pada usia 20-50 tahun dan paling banyak pada usia sekitar 30-an. Menurut American Optometric Association (AOA), berdasarkan etiologinya ada beberapa factor resiko yang menyertai kejadian uveitis anterior antara lain, penderita toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan hewan perantara toxoplasma. Beberapa penyakit menular seksual juga meningkatkan angka kejadian uveitis anterior seperti sifilis, HIV, dan sindroma Reiter (3). (1,3,5)
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan spesifitas penyebabnya uveitis anterior (iridosiklitis) dapat dibagi atas uveitis infeksius, uveitis noninfeksius, dan uveitis tanpa penyebab yang jelas. Uveitis infeksius dapt disebabkan oleh agen non spesifik (endotoksin dan mediator peradangan lainya), agen spesifik pada mata (oftalmika simpatika, uveitis imbas lensa), dan penyakit sistemik seperti Behcet, sarcoidosis, sindroma Reiter, dll. Berdasarkan asalnya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan uveitis endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan oleh trauma, operasi intra okuler, ataupun iatrogenic. Sedangkan uveitis endogen dapat disebabkan oleh fokal infeksi di organ lain maupun reaksi autoimun. Secara klinis (menurut cara timbul dan lamanya perjalanan penyakitnya) uveitis anterior dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan uveitis anterior kronik. Uveitis anterior akut biasanya timbul mendadak dan perjalanan penyakitnya kurang dari 5 minggu. Sedangkan yang kronik mulainya berangsur-angsur, dan perjalanann penyakitnya ddapat berbulan-bulan maupun tahunan. Klasifikasi uveitis anterior berdasarkan patologi anatominya terdiri dari tipe granulomatosa dan nongranulomatosa. Tipe granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel epiteloid dan makrofag. Sedangkan tipe non granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel-sel plasma dan limfosit. F. ETIOLOGI
(1,3)
Secara umum uveitis disebabkan oleh reaksi imunitas. Uveitis sering dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis dan sifilis. Reaksi imunitas terhadap benda asing tau antigen pada mata juga dapat menyebabkan cedera pada pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis. Uveitis juga sering dikaitkan dengan penyakit atau kelainan autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis reumatoid. Pada kelainan autoimun, uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas terhadap deposisi kompleks imun dalam traktus uvealis. Berikut ini adalah beberapa kelainan yang dapat menyebabkan uveitis anterior: (5,6)
G. PATOFISIOLOGI
Peradangan trakturs uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu atau ketiga bagian secara bersamaan. Bentuk uveitis paling sering terjadi adalah uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai dengan riwayat sakit, fotofobia dan penglihatan kabur, mata merah, pupil kecil serta ireguler. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis; yang non granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrate sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior. Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humous aqueus) yang member makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris dan badan siliar, maka timbullah hiperemis yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaucoma sekunder. Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah dan eksudat yang akan mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaucoma. Cairan dengan lain-lainnya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antara lensa iris dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis cairan bertambah, sehingga cairan disini akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan bola mata akan berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaucoma sekunder. Glaucoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit.
Elemen darah dapat bertumpuk di kamera okuli anterior dan timbullah hifema (bila banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak mengandung sel darah putih). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin yang menempel pada pupil dapat juga mengalami organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa. Perlengketan ini disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris menempel pada lensa disebut seklusio pupil sehingga cairan yang dari kamera okuli posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior menyempit, dan timbullah glaucoma sekunder. Perlengketan perlengketan iris pada lensa menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar juga dapat menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolism pada lensa terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun dapat mengakibatkan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrane yang terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskuler dari retina yang disebut renitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasio retina. H. GAMBARAN KLINIS
(1,7)
Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi. 1). Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus. Deposit putih halus ( keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuch’s uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya erdapat pada uveitis anterior tipe
granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu,akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur. 2). Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slitlamp di permukaan posterior kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat . Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut nodul Busacca. (1,3,9,10)
I. DIAGNOSIS
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. 1). Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain: Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika mata disentuh
pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera setelah muncul. Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat menambah
rasa tidak nyaman pasien Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
Pandangan kabur (blurring) Umumnya unilateral
2). Pemeriksaan Oftalmologi Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada mata yang sehat.
Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow)cairan akuos. Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus yang jarang) injeksi
pada seluruh konjungtiva Kornea : KP (+), udema stroma kornea
Gambar 5. Keratik precipitat Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion. Ditemukannya sel-sel pada
cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari: 0 : tidak ditemukan sel +1 : 5-10 sel +2 : 11-20 sel +3 : 21-50 sel +4 : > 50 sel
Gambar 6. Flare Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang mengalami peradangan. Adanya flaretanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui
hasil
pemeriksaan slit-lamp yang
diklasifikasikan sebagai berikut: 0 : tidak ditemukan flare
sama
dengan
pemeriksaan
sel, flare juga
+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti +2 : moderat, iris terlihat bersih +3 : iris dan lensa terlihat keruh +4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis. Gambar 7. Gambaran hipopion pada uveitis anterior Iris : dapat ditemukan sinekia posterior Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada kapsul lensa
anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang. 3). Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan khususnya pada kasuskasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensineconverting enzyme sangat membantu. Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang
terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis akibat i nfeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.
J. DIAGNOSIS BANDING
(3)
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior: Konjungtivitis.
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris. Keratitis atau keratokonjungtivitis.
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya. Glaukoma akut.
Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan korneanya “beruap”. K. TERAPI
(1,3,9-11)
Tujuan utama terapi uveitis anterior adalah: Mencegah sinekia posterior Mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi uveitis Mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat:
Mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi
perburukan diagnosis) Meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang s udah kronik Mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti ata u merugikan pasien.
Untuk uveitis anterior non-granulomatosa o
Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa sakit
o
Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia
o
Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior. Atropine digunakan sebagai pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian setelah reda, dilanjutkan dengan kerja singkat seperti siklopentolat atau homatropin
o
Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti radang
o
Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Steroid dapat juga diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka lama dapat menimbulkan katarak, glaukoma dan midriasis pada pupil.
o
Sikoplegik spesifik diberikan bila kuman penyebab diketahui
Untuk uveitis anterior granulomatosa Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya. Atropin 2% diberikan sebagai dilator pupil bila segmen anterior terkena. L. KOMPLIKASI
(1,2,10)
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior: Sinekia anterior perifer.
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga dapat menimbulkan glaucoma. Sinekia posterior
Dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan. Gambar 5. Sinekia Posterior Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak
Katarak merupakan komplikasi lebih lanjut yang serius, yang dapat dilihat setelah serangan uveitis anterior yang berulang. Hal ini selalu memberikan efek awal pada daerah subcapsular posterior dari lensa dan sayangnya, dapat menganggu penglihatan pada stadium dini. Katarak juga dapat terjadi pada penggunaan steroid topical dan sistemik jangka panjang. Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis anterior yang
berkepanjangan. DAFTAR PUSTAKA
1. Moorthy RS. 2008-2009 Basic and Clinical Science Course Section 9: Intraocular Inflamation and uveitis. American Academy of ophthalmology. 2007. 2. Vaughan DG. Anatomi & Embriologi Mata: Oftalmologi Umum (General Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta. 3. Vaughan DG. Traktus Uvealis & Sklera In: Oftalmologi Umum (General Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta. 4. Ming, Stew., Constable, I., Color Atlas of Ophtamology. 3 th Edition. World Sciens. New York. 2004.p.65. 5. Paramita,
Galuh
P.
2010.
Uveitis
Anterior.
Available
from
URL: http://www.fkumycase.net/wiki/index.php?page=mata+%22+uveitis+anterior%22.html . 6. Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 172-4. 7. Trad
MJ.
Anterior
uveitis.
[Serial
online].
[march,
24
2000].
from:URL:http://www.optometry.co.uk./journal/23564/anterior_uveitis.html
Available
8. Lang, GK. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme. Stuttgart-New York. 2000.p.211. 9. Teoh PC. Anterior uveitis as a clinical presentation of orbital inflammatory disease in an adult. Vol
50.
Edisi
229
[serial
online].
[Januari
2009].
Available
from: URL:http://www.singaporemedj.com/2009/50/e229.html 10. Amoaku and Browning. Common Eye Diseases and their Management. 3 th edition. SpringerVerlag. London. 2006.p.143.
LAPORAN KASUS OD IRIDOSIKLITIS + SINEKIA POSTERIOR IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B.S Agama : Kristen Suku/Bangsa : Toraja/Indonesia Pekerjaan : Pensiunan PNS Alamat : Tamalate 4 stp 4 No.182 No.Reg : 7218 Umur : 61 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl Pemeriksaan : 25 Oktober 2010 Pemeriksa : dr.M ANAMNESIS Keluhan Utama:
Mata kanan merah
Anamnesis terpimpin:
Dialami sejak ± 1 bulan yang lalu,terus menerus, pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya ± 2 bulan yag lalu namun kemudian sembuh setelah diberikan obat tetes mata yang diresepkan dokter. Keluhan mata merah ini disertai dengan perih pada mata (+) terutama saat melihat cahaya dan melihat dekat, air mata berlebihan (+), silau bila terkena cahaya (+), penglihatan kabur (+) pasien hanya dibisa melihat lambaian tangan pada mata kanan serta sakit kepala di bagian kening yang menjalar di samping telinga, rasa mengganjal (-), kotoran mata berlebih (-), gatal (-). Riwayat DM dan hipertensi (-) Riwayat menggunakan kacamata (+) untuk baca Riwayat trauma pada mata dan pembedahan (-) Mata kanan pasien PEMERIKSAAN FISIS
INSPEKSI PEMERIKSAAN
OD
OS
Palpebra
Edema (-)
Edema (-)
Aparatus lakrimalis
Lakrimasi (+)
Lakrimasi (-)
Sillia
Normal
Normal
Konjungtiva
Hiperemis (+),
Hiperemis (-)
Kornea
Keruh
Jernih
Bilik Mata depan
Dangkal
Normal
Iris
Coklat, kripte (-), tampak
Coklat, kripte (+)
nodul iris/sinekia
Pupil
Unround
Bulat, sentral
PA LP
Lensa
Jernih
Mekanisme muskular
Kesegala arah
Jernih
ASI
Kesegala arah
S
I
S
e - n n 1 s i
o k u l e r ( ( y +e ) ) r i
e k a n ( ( a - s ) ) s a
t u
o r
l i i a d d n a a d k k u l a a a d d a a p e p p r e e i a b b
u e e r s s i a a k r r u a a l n n e r
VISUS VOD :1/300 VOS : 5/5
TONOMETRI : Tidak dilakukan pemeriksaan
COLOR SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan
GENIOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan
OFTALMOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan
PENYINARAN OBLIK PEMERIKSAAN
OD
OS
Konjungtiva
Hiperemis (+)
Hiperemis (-),
Kornea
Keruh tampak infiltrat
Jernih
pada kornea Bilik Mata Depan
Dangkal
Normal
Iris
Coklat, kripte (+), sinekia
Coklat, kripte (-)
posterior pada arah jam 3 dan 8
Pupil
Unround, RC menurun
Bulat, sentral, RC(+)
Lensa
Keruh
Jernih
SLIT LAMP
SLOD: Konjungtiva hiperemis(+), injeksi perikornea(+), kornea keruh, keratik presipitat(+), BMD kesan dangkal dan terdapat flare(+), corpus alineum(-), iris sinekia posterior arah jam 3 dan 8, pupil unround, refleks cahaya menurun, l ensa keruh SLOS: Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklar, kripte (+), pupil bulat sentral, refleks cahaya (+), lensa jernih.
LABORATORIUM : Tidak dilakukan pemeriksaan
TES FLUORESENS : Tidak ddilakukan pemeriksaan
TES SENSITIVITAS KORNEA : Tidak dilakukan pemeriksaan RESUME
Seorang laki-laki umur 61 tahun, datang ke poliklinik mata BKMM dengan keluhan mata kanan merah dialami sejak ± 1 bulan yang lalu,terus menerus, secara perlahan. pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya ± 2 bulan yag lalu namun kemudian sembuh setelah diberikan obat tetes mata yang diresepkan dokter. Keluhan mata merah ini disertai dengan perih pada mata terutama saat melihat cahaya dan melihat dekat, lakrimasi, fotofobia, penglihatan kabur dimana pasien hanya bisa melihat lambaian tangan pada mata kanan serta sakit kepala di bagian kening yang menjalar di samping telinga. Pada pemeriksaan fisik inspeksi didapatkan konjungtiva hiperemis, injeksi perikorneal, kornea tampak keruh, BMD kesan dangkal serta iris terdapat sinekia posterior dan lensa nampak keruh. V isus OD berkurang 1/300, Pada pemeriksaan palpasi TIO OD T-1 (rendah) dibandingkan TIO OS yang normal. Pada pemeriksaan slit lamp ditemukan SLOD Konjungtiva hiperemis, injeksi perikornea, kornea keruh, keratik presipitat, BMD kesan dangkal dan terdapat flare, iris sinekia posterior arah jam 3 dan 8, pupil unround, refleks cahaya menurun, lensa keruh. DIAGNOSIS
OD Iridosiklitis + sinekia posterior TERAPI
Terapi topical: Cendo tropin ED 3X1gtt OD Bralifex plus ED 4X1 gtt OD
Terapi oral:
Methyl prednisolon 4 mg 3x1 tablet Ciprofloxacin 2x500 mg Nuvision 1x1 tablet DISKUSI
Pasein datang ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) dengan keluhan utama mata kanan merah dialami sejak ± 1 bulan yang lalu,terus menerus, dan pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya ± 2 bulan yag lalu namun kemudian sembuh setelah diberikan obat tetes mata yang diresepkan dokter. Keluhan mata merah ini disertai dengan perih pada mata terutama saat melihat cahaya dan melihat dekat, air mata berlebihan, silau bila terkena cahaya, penglihatan kabur dimana pasien hanya bisa melihat lambaian tangan pada mata kanan serta sakit kepala di bagian kening yang menjalar di samping telinga. Berdasarkan teori gejala klinis subyektif tersebut diatas sesuai dengan gejala uveitis anterior/iridosiklitis yaitu mata merah disertai air mata dan nyeri, fotofobia, penglihatan kabur. Terdapatnya reaksi radang pada iridosiklitis menyebabkan melebarnya pembuluh darah konjungtiva dan perikornea akibat proses inflamasi sehingga timbul mata merah/konjungtiva hiperemis. Selain itu fungsi iris dalam mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata terganggu akibat peradangan sehingga menyebabkan terjadinya fotofobia. Pada kasus ini pasien juga merasakan perih pada mata terutama saat melihat cahaya dan melihat dekat hal ini disebabkan fungsi akomodasi terganggu akibat peradangan pada iris dan korpus sillier dimana kita ketahui untuk melihat suatu objek dalam jarak dekat, maka mata akan melakukan akomodasi yaitu terjadinya kontraksi dari otot siliar yang berguna agar zonula zinnii mengendor sehingga lensa menjadi cembung. Selain gejala tersebut diatas pasien juga mengeluhkan penglihatan yang menurun hal ini terjadi karena pada pasien ini telah terjadi komplikasi dari iridosiklitis yaitu katarak komplikata. Katarak komplikata pada pasien ini disebabkan elemen-elemen radang yang mengandung fibrin pada camera okuli anterior melekat pada lensa sehingga metabolism pada lensa menjadi terganggu dan timbullah katarak. Pada pemeriksaan inspeksi, penyinaran oblik dan slit lamps OD ditemukan tanda khas dari iridosiklitis yaitu: pada konjungtiva terdapat konjungtiva hiperemis, injeksi perikornea. Pada kornea yaitu kornea keruh, keratik presipitat (deposit putih halus) merupakan deposit seluler dari sel-sel radang yang melekat pada endotel kornea. Temuan pada BMD antara lainterdapat flare atau sel yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndal) yang bisa
ditemukan jika memakai slit lamp, BMD kesan dangkal akibat adanya sinekia posterior. Temuan pada iris antara lain: sinekia posterior yaitu perlengketan iris dengan kapsula lensa bagian anterior pada arah jam 3 dan 8. Temuan pada pupil antara lain: pupil unround akibat adanya sinekia posterior, refleks cahaya menurun, dan pada lensa yaitu lensa keruh akibat telah terjadinya komplikasi berupa katarak komplikata. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang maka pada kasus diatas tersebut yang didapatkan pada mata kanan pasien maka di diagnosis sebagai OD iridosiklitis dan sinekia posterior. Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapatkan sedikit gambaran mengenai penyebab iridosiklitidis. Pada pemeriksaan darah yaitu Diffential Count, eosinofilis : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA, Rematoid factor), calcium, serum ACE level (sarcoidosis), toxoplasma serologis dan serologis TORCH lainnya. Untuk kasus ini pasien diberikan terapi dengan antibiotik sistemik yaitu ciprofloxacin yang merupakan antibiotik golongan kuinolon yang berspektrum luas. Bralifex (tobramycin dan dexamethasone) ED 4X1 gtt OD merupakan kombinasi antibiotik dan kortikosteroid topikal. Pada pasien ini juga diberikan antiinflamasi steroid yaitu methyl prednisolon oral (sistemik) dan dexamethasone topical karena penetrasi intraokulernya baik. Antiinflamasi steroid yang diberikan pada pasien ini bertujuan untuk mengurangi peradangan ocular, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel, dan menghambat pelepasan lysozim oleh granulosit. Selain itu diberikan midriatikum/siklopegik berupa cendo atropine ED 3x1 gtt OD. Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan sillier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri, memberi istirahat pada iris yang meradang dan mempercepat penyembuhan. Selain itu midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia ataupun melepaskan sinekia yang telah ada. Nuvision yang mengandung antioksidan, vitamin A dan vitamin E yangmerupakan suplemen nutrisi untuk membantu kesehatan mata dengan tujuan mempercepat epitelisasi. http://edhasroom.blogspot.com/2010/12/iridosiklitis.html
UVEITIS ANTERIOR (IRIDOSIKLITIS)
Defenisi
Radang pada uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau selaput pelangi (iris) dan keadaan ini disebut sebagai iritis. Bila mengenai bagian tengah uvea maka keadaan ini disebut sebagai siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut sebagai uveitis anterior. Uveitis anterior atau iridosiklitis merupakan penyakit yang mendadak yang biasanya berjalan selama 6-8 minggu, dan pada stadium dini biasanya dapat sembuh dengan tetes mata saja. Bila mengenai selaput hitam bagian belakang mata maka disebut koroditis. Dibedakan dalam bentuk granulomatosa akut-kronis dan non-granulomatosa akut-kronis.
Etiologi Penyebab uveitis anterior akut nongranulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit reiter, herpes simpleks, sindrom bechet, sindrom posner schlosman, pascabedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan klamida. Nongranulomatosa uveitis anterior kronis dapat disebabkan arthritis rheumatoid dan fuchs heterokromik iridosiklitis. Granulomatosa akut terjadi akibat sarkoiditis, sifilis, tuberculosis, virus, jamur ( histoplasmosis), atau parasit (toksoplasmosis). Terjadi sekitar 15/100.000 orang, terjadi pada umur 20-50 tahun dan terutama diumur sekitar 30 tahun. Wanita lebih banyak disbanding pria, terjadi pada sosial ekonomi rendah, psikologi, imunodefisiensi (AIDS) dan endokrin (hipotiroid)
Patofisiologi Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran kliniknya saja. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik humoral. Bakterimea ataupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila kemudian terdapat antigen yang sama dalam tubuh akan dapat timbul kekambuhan.
Gambaran Klinik Uveitis dapat terjadi mendadak atau akut berupa mata merah dan sakit, ataupun datang perlahan dengan mata merah dan sakit ringan dengan penglihatan turun perlahan-lahan. Iridosiklitis kronis merupakan episode rekuren dengan gejala akut yang ringan atau sedikit. Keluhan pasien dengan uveitis anterior akut mata sakit, merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair, dan mata merah. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Pupil kecil akibat rangsangan proses peradangan pada otot sfingter pupil dan terdapatnya edem iris. Pada proses radang akut dapat terjadi miopisasi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa.
Terdapat fler atau efek tyndal didalam bilik mata depan dan bila peradangan sangat akut maka akan terlihat hifema atau hipopion. Pada nongranulomatosa terdapat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada iridosiklitis granulomatosa terdapat presipitat besar atau mutton fat deposit, benjolan koeppe atau benjolan Busacca. Terbentuknya sinekia posterior, miosis pupil, tekanan bola mata yang turun akibat hipofungsi badan sisliar, tekanan bola mata dapat meningkat, melebarnya pembuluh siliar dan perilimbus. Pada yang akut dapat terbentuk hipopion di bilik depan, sedang pada yang kronis terlihat edema macula dan kadang-kadang katarak. Perlangsungan penyakit antara 2-4 minggu.
Terapi Pada uveitis anterior dengan steroid yang diberikan siang hari bentuk tetes dan malam hari bentuk salep. Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal seling sehari yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif. http://medicalresearchclub.blogspot.com/2012/02/uveitis-anterior-iridosiklitis.html
IRIDOSIKLITIS, dari gigi naik ke mata
Beberapa pasien mengatakan bahwa setelah giginya dicabut, matanya menjadi rabun. Pernyataan ini tidak sepenuhnya salah, karena ada penyakit mata yang berhubungan dengan kelainan pada gigi, yaitu Iridosiklitis.
Iridosiklitis adalah suatu peradangan pada iris/selaput pelangi mata yang terdiri dari banyak pigmen atau zat warna sehingga apabila terjadi peradangan maka pigmen-pigmen tersebut akan beterbangan bercampur dengan sel-sel radang dan menimbukan bintik-bintik hitam yang dirasakan oleh pasien.
Peny
ebab.
Penyebab penyakit ini adalah proses imunologi dimana mata sangat sensitif terhadap kuman yang ada di organ sekitar mata terutama gigi.Gigi yang berlubang atau hanya tinggal sisa akar merupakan tempat yang nyaman bagi berlindungnya berbagai macam kuman-kuman.
Gejala. Penyakit ini awalnya ditandai dengan mata merah namun tanpa k otoran, disertai nyeri dan penglihatan agak terganggu karena ada bintik-bintik hitam yang beterbangan. Pada orang awam, penyakit ini biasanya dianggap penyakit mata biasa dan diobati dengan obatobat yang djual bebas. Pada stadium berikutnya bintik hitam akan semakin banyak dan mata akan semakin rabun, barulah pasien akan datang berobat ke spesialis mata.
Pemeriks
aan.
Pada pemeriksaan akan tampak pupil atau orang-orangan mata yang tidak lagi berbentuk bulat, bentuknya akan menjadi tidak beraturan karena terjadi perlekatan iris dengan jaringan dibawahnya atau lensa.
Pada umumnya juga ditemukan adanya lapisan tipis di depan pupil yang akan menghalangi penglihatan atau endapan nanah di bola mata bagian depan. Pada stadium lanjut, peradangan iris di bagian depan bola mata dapat menjalar ke bagian belakang yaitu badan kaca yang akan memperberat penyakitnya dan dapat menimbulkan kebutaan.
Pengobatan. Penyakit ini dengan pengobatan yang cepat dan tepat akan sembuh sempurna, namun sayangnya penyakit ini pada umumnya akan kambuh kembali terutama apabila sumber kumannya yaitu gigi tidak ditangani dengan baik. Kekambuhan yang sering akan menyebabkan mata menjadi cacat menetap disertai penglihatan yang rabun bahkan sampai timbul kebutaan.
Penc
egahan.
Jangan abaikan penyakit mata merah dan memeriksakan gigi bila berlubang atau hanya tinggal sisa akar baik terasa sakit atau tidak. Dokter gigi akan memutuskan apa yang terbaik bagi gigi tersebut, apakah hanya perlu ditambal, dirawat atau dicabut. http://hnerviadi.blogspot.com/2008/07/iridosiklitis-dari-gigi-naik-ke-mata.html