FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PERILAKU ASERTIF DALAM MEMBINA HUBUNGAN INTERPERSONAL PADA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR SOEGIRI LAMONGAN
Lisa Umami 2015. Faktor-Faktor Predisposisi Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Perilaku Asertif Dalam Membina Hubungan Interpersonal Pada Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr Soegiri Lamongan. Skripsi Program Studi S1 Keperawatan, STIKES Majapahit Mojokerto. Pembibing: (1) Dr. Abdul Muhith, S.Kep. Ns.MM.Kes (2) Arief Fardiansyah,ST.,M.Kes. AB STR AK
Setiap organisasi dimana manusia berinteraksi mempunyai kemungkinan terjadi konflik. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi konflik yang terjadi adalah berperilaku asertif. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif dalam membina hubungan interpersonal pada perawat ruang rawat inap di RSUD Dr Soegiri Lamongan Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Variabel Bebas adalah jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, pelatihan, pengetahuan, dan sikap sedangkan variabel Tergantung adalah Perilaku Asertif. Sampel penelitian sebanyak 128 perawat. Alat pengumpulan data mengunakan Kuesioner. Analisis data menggunakan Analisis Regresi Logistik. Berdasarkan hasil perhitungan analisis Regresi Linear diketahui bahwa faktor predisposisi yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan Perilaku Asertif Dalam Membina Hubungan Interpersonal adalah Pengalaman kerja, Pelatihan, Pengetahuan, dan Sikap, sedangkan faktor predisposisi yang tidak mempunyai hubungan dengan Perilaku Asertif Dalam Membina Hubungan Interpersonal adalah Jenis kelamin dan pendidikan. Perilaku asertif adalah perilaku yang efektif dalam membina hubungan interpersonal yang baik. Rumah sakit sebaiknya mempertimbangkan pelatihan asertif dalam pengembangan staf dan kualitas keperawatan. Kata kunci :
Faktor predisposisi dan Perilaku Asertif
THE FACTORS THAT INFLUENCE THE ASSERTIVE BEHAVIOR IN INTERPERSONAL RELATIONSHIPS AT ROOM NURSE AT THE HOSPITAL INPATIENT DR. SOEGIRI LAMONGAN Lisa Umami. 2015. The factors that influence the assertive behavior in interpersonal relationships at room nurse at the hospital inpatient Dr. Soegiri Lamongan. Undergraduate Courses In Nursing Thesis, STIKES Mojopahit Mojokerto. Lector :(1) Dr. Abdul Muhith, S.Kep. Ns.MM.Kes (2) Arief Fardiansyah, ST.,M.Kes. AB STR AC T
Every organization in which humans interact is the possibility of conflict. One way that can be done to overcome the conflict is to behave assertively. This study aimed to analyze the factors that influence the assertive behavior in interpersonal relationships at room nurse at the hospital inpatient Dr. Soegiri Lamongan This study used a cross-sectional design. Variables were sex, education, work experience, training, knowledge, and attitudes while Depending variable is Assertive Behavior. Samples are 128 nurses. Means of data collection using questionnaires. Data analysis using logistic regression analysis. Based on the results of the calculation of linear regression analysis known that the predisposing factors that have a significant relationship with Assertive Behavior In Maintaining Interpersonal Relationships are work experience, training, knowledge, and attitude, while the predisposing factors that do not have a relationship with Assertive Behavior In Maintaining Interpersonal Relationships is Gender and education. Assertive behavior is behavior that is effective in fostering good interpersonal relationships. Hospitals should consider assertive training in nursing staff development and quality. Keywords: predisposing factors and Assertive Behavior
PENDAHULUAN
ditemukan perbedaan-perbedaan (Nursalam, 2008).
Organisasi merupakan sebuah tempat dimana manusia berinteraksi, mempunyai kemungkinan terjadinyan sebuah konflik. Konflik yang terjadi, dapat dibedakan menjadi tiga yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal serta konflik antar kelompok. Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi konflik yang terjadi adalah berperilaku asertif. Secara garis besar, asertif dapat terbagi menjadi dua unsur : verbal dan non-verbal (Monica, 2006). Komunikasi verbal terjadi dengan bantuan kata-kata yang diucapkan ataupun yang ditulis. Komunikasi non-verbal terutama terdiri dari bahasa tubuh. Aspek aspek verbal dan non-verbal dari
komunikasi sering berjalan bersamasama dan saling menunjang. Tapi, kadang-kadang terjadi pertentangan antara kedua aspek ini: seseorang bermaksud sesuatu, tetapi menggunakan bahasa non-verbal yang tidak sesuai dengan yang dimaksud. Perilaku asertif sendiri adalah kemampuan berkomunikasi, khususnya saat terjadi konflik interpersonal. Bila seseorang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal melalui komunikasi yang baik, kemungkinan akan muncul beberapa masalah seperti agresif, senang berkhayal, “dingin”, sakit fisik dan mental dan menderita “ flight syndrome” (ingin melarikan diri dari lingkungannya) Selain perilaku agresif, ada juga perilaku dengan komunikasi secara pasif. Menurut Monica (2006), dijelaskan bahwa komunikasi pasif membiarkan pengirim atau penerima pesan dengan pikiran pikiran atau perasaan yang masih memerlukan ungkapan, ini sering menimbulkan kebencian atau keyakinan bahwa seseorang telah salah mengerti atau bahwa yang dikatakan tidak ada akibatnya terhadap orang lain Pesan pasif adalah informasi yang tidak lengkap, sehingga tidak membantu orang lain untuk mengerti kebutuhan, keinginan, hasrat, kekhawatiran, dan membatasi pemahaman kepada si pengirim. Agenda tersembunyi di balik pesan
pasif sering merupakan ketidakmauan untuk bertanggungjawab terhadap masalah yang ditangani, keinginan untuk diasuh, serta berbagai harapan yang realistik Pesanpesan dari perilaku agresif dan pasif keduanya merugikan, kadang-kadang hanya merugikan percakapan tetapi seringkali juga merugikan relasi yang sedang diajak berkomunikasi. Pengetahuan didefinisikan oleh Notoatmodjo (2013), sebagai ungkapan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan. Sehingga peneliti berasumsi bahwa, perilaku asertif seseorang, berhubungan dengan apa yang diketahui oleh orang itu mengenai asertif, dan menjadikan hasil dari perilakunya adalah perilaku asertif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku yang sangat dianjurkan dalam membina hubungan interpersonal, bermanfaat dalam memanajemen konflik saat bekerja sehingga terhindar dari stress. Belum pernahnya dilakukan penelitian mengenai perilaku asertif di RSUD Dr Soegiri Lamongan, menjadi alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang mengidentifikasi faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada perawat untuk berperilaku asertif saat membina hubungan interpersonal.
METEDOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional (Hidayat, A. Azis Alimul, 2007). Jumlah sampel sebanyak 128 responden yaitu perawat ruang rawat inap di RSUD Dr Soegiri Lamongan Tahun 2014. Sampel diambil dengan teknik acidental sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, setelah ditabulasi data dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier.
HASIL PENELITIAN 1) Data Umum (1) Distribusi Jenis Kelamin Tabel 1 Distribusi beradasarkan kelamin
responden jenis
No 1 2
Jenis kelamin Frek Persen Laki laki 39 30,5% Perempuan 89 69,5% Total 128 100 Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin Perempuan yaitu sebanyak 89 orang (69,5 %). . (2) Distribusi Jenis pendidikan Tabel 2 Distribusi beradasarkan Pendidikan
No 1 2
Pendidikan Frek Persen Diploma 49 38,3% Sarjana 79 61,7% Total 128 100 Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan Sarjana yaitu sebanyak 79 orang (61,7 %).
2) Data Khusus (1) Distribusi berdasarkan pengalaman kerja Tabel 3:
Tabel distribusi berdasarkan
pengalaman kerja No 1 2
Pengalaman Frek Persen < 5 tahun 25 19,5 > 5tahun 103 80,5 Total 128 100 Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan sebagian besar responden memiliki Pengalaman Kerja > 5 tahun yaitu sebanyak 103 orang (80,5 %). (2) Distribusi berdasarkan pelatihan Asertivitas Tabel 4: Tabel berdasarkan pelatihan asertivitas
No 1 2
asertivitas Frek Persen Tidak pernah 10 7,8 pernah 118 92,2 Total 128 100 Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar responden pernah mengikuti Pelatihan Asertivitas yaitu sebanyak 118 orang (92,2 %).
(3) Distribusi berdasarkan pengetahuan Tabel 5: Tabel Distribusi berdasarkan pengetahuan No Pengetahuan Frek Persen 1 Rendah 16 12,5 2 Sedang 72 56,3 3 Tinggi 40 31,3 Total 128 100 Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan sebagian besar responden memiliki Pengetahuan dalam kategori Sedang yaitu sebanyak 72 orang (56,3 %).
(4) Distribusi berdasarkan sikat Tabel 6 : Distribusi beradasarkan sikap No 1 2
Sikap Frek Persen Negatif 25 19,5 Positif 103 80,5 Total 128 100 Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan sebagian besar responden memiliki Sikap dalam kategori Positif yaitu sebanyak 103 orang (80,5 %).
(5) Distribusi berdasarkan perilaku asertif Tabel 7: Tabel Distribusi berdasarkan perilaku asertif No Prilaku asertif Frek Persen 1 Rendah 16 12,5 2 Sedang 63 49,2 3 Tinggi 49 38,3 Total 128 100 Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan sebagian besar responden memiliki Perilaku Asertif dalam kategori Sedang yaitu sebanyak 63 orang (49,2 %). (6) Hasil Penelitian Bivariat Tabel 8: Rangkuman hasil analisis Regresi Linear Faktor-Faktor Predisposisi Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif Dalam Membina Hubungan Interpersonal Pada Perawat Ruang Rawat Inap di RSUD Dr Soegiri Lamongan No Variabel β 1 J. kelamin 0.045 2 Pendidikan 0.093 3 P. Kerja 0,383 4 Pelatihan 0,552 5 Pengetahuan 0,233 6 Sikap 0,301 p>0,05 = tidak Signifikan,
Uji-t P value Ket 0,383 0,702 No Sig 0,902 0,369 No Sig 2,780 0,006 Sig 2,596 0,011 Sig 2,758 0,007 Sig 2,301 0,023 Sig p<0,05 = Signifikan
Berdasarkan hasil perhitungan analisis Regresi Linear diketahui bahwa faktor predisposisi yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan Perilaku Asertif Dalam Membina Hubungan Interpersonal Pada Perawat Ruang Rawat Inap di RSUD Dr Soegiri Lamongan adalah Pengalaman kerja, Pelatihan, Pengetahuan, dan Sikap, sedangkan faktor predisposisi yang tidak mempunyai hubungan dengan Perilaku Asertif Dalam Membina Hubungan Interpersonal adalah Jenis kelamin dan pendidikan. PEMBAHASAN 1). Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Asertif Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui nilai beta (β) = 0,045, dan nilai uji t = 0,383 serta p= 0,702 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Asertif pada Perawat Ruang Rawat Inap di Ruang Rawat Inap RSUD Dr Soegiri Lamongan. Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi
Pada penelitian ini tidak diperoleh hasil yang berbeda antara pelaksanaan asertif pada perawat lakilaki dan perempuan. Kondisi tersebut menurut peneliti dapat disebabkan karena masing-masing perawat dalam memberikan pelayanan mengikuti SOP yang sudah ada sehingga dalam menjalin hubungan interpersonal tidak mengalami perbedaan secara signifikan. 2). Hubungan antara Pendidikan dengan Perilaku Asertif Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui nilai beta (β) = 0,093, dan nilai uji t = 0,902 serta p= 0,369 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Pendidikan dengan Perilaku Asertif pada responden di Ruang Rawat Inap RSUD Dr Soegiri Lamongan. Hasil penelitian ini tidak mendukung pendapat Sudirman, dkk. (2008), yang menyatakan bahwa pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Lebih jauh Richey (dalam Sudirman dkk. 2008), menjelaskan bahwa istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda), bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin meningkat pula
kinerjanya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan. Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kesiapan dalam memberikan pelayanan, orang yang berpendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi masalah dan berperan lebih baik dan efektif serta konstruktif daripada yang berpendidikan rendah (Nursalam, 2014). Tidak terbuktinya hasil penelitian ini menurut peneliti disebabkan karena pelaksanaan perilaku asertif adalah sudah menjadi tugas yang melekat kepada perawat, sehingga pendidikan yang ada kurang memiliki hubungan dengan kemampuan dalam berperilaku asertifnya juga akan semakin baik. 3). Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Perilaku Asertif Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui nilai beta (β) = 0,383, dan nilai uji t = 2,780 serta p= 0,006 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Pengalaman Kerja dengan Perilaku Asertif pada responden di Ruang Rawat Inap RSUD Dr Soegiri Lamongan. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa pengalaman adalah guru yang baik, oleh sebab itu pengalaman identik dengan lama kerja (masa kerja). Pengalaman ini merupakan sustu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada klien (pasien). Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Sehingga dapat dikatakan, semakin lama seseorang bekerja semakin baik pula dalam memberikan pelayanan. Menurut Prihardjo (2008), Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin lama pengalaman seseorang, maka akan semakin terampil dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat terjadi dengan semakin seringnya perawat melakukan aktivitasnya, maka akan semakin paham terhadap tugas tersebut sehingga keterampilannya dalam berperilaku asertif dalam membina hubungan dengan orang lain disekitarnya juga akan semakin meningkat. 4). Hubungan antara Pelatihan Asertivitas dengan Perilaku Asertif Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui nilai beta (β) = 0,552, dan nilai uji t = 2,596 serta p= 0,011 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Pelatihan Asertivitas dengan Perilaku Asertif pada responden di Ruang Rawat Inap RSUD Dr Soegiri Lamongan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik (2006) mengatakan bahwa fungsi pelatihan adalah memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Selain itu pelatihan juga bermanfaat untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial. Menurut Siagian (2008) pelatihan dapat membantu karyawan membuat keputusan yang lebih baik, meningkatkan kemampuan di bidang
kerjanya sehingga dapat mengurangi stres dan menambah rasa percaya diri. Jadi dengan adanya pelatihan komunikasi, akan membuat pengetahuan, sikap dan keterampilan karyawan menjadi berkembang. Hal ini tentunya akan membantu kemampuan perawat dalam berperilaku asertif dalam membina hubungan interpersonal dengan rekan kerja maupun dengan pasien di ruangan rawat inap RSUD Dr Soegiri Lamongan 5). Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui nilai beta (β) = 0,233, dan nilai uji t = 2,758 serta p= 0,007 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap RSUD Dr Soegiri Lamongan. Menurut Notoatmodjo, (2007), pengetahuan adalah proses mengetahui, dan menghasilkan sesuatu. Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu, dengan kata lain, pengetahuan adalah ungkapan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan. Bentuk perilaku terhadap respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan dan dapat bersifat aktif dengan tindakan atau action). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Jadi semakin baik pengetahuanseseorang akan memberikan penguatan terhadap perilaku seseorang yang dalam penelitian ini adalah perilaku asertif dalam hubungan
interpersonal. Dimana perilaku asertif sendiri diartikan sebagai adanya sikap tegas yang dikembangkan dalam berhubungan dengan banyak orang dalam berbagai aktivitas kehidupan, dapat mengambil keputusan atau melakukan tindakan tertentu berdasarkan hasil pemikiran sendiri, tanpa sikap emosional, meledak-ledak, atau berperilaku buruk lainnya, menegakkan kemandiriannya tanpa bermaksud menyakiti hati orang lain. Selain itu ciri-ciri asertif adalah ketegasannya penuh kelembutan, dan tanpa arogansi. 6). Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Asertif Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui nilai beta (β) = 0,301, dan nilai uji t = 2,301 serta p= 0,023 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Sikap dengan Perilaku Asertif pada Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap RSUD Dr Soegiri Lamongan. Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik atau tidak baik, dan sebagainya). (Notoatmodjo, 2007). Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan keterangan tersebut diketahui bahwa sikap faktor predisposisi dan merupakan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan stimulus yang direspon. Hal ini menunjukkan jika perawat memiliki sikap yang postif terhadap perilaku asertif dalam membina hubungan interpersonal, maka dirinya telah memiliki kesiapan untuk bertindak asertif sehingga akan termanifestasi dalam perilakunya. Sedangkan jika perawat memiliki sikap yang negatif artinya dirinya tidak siap, tidak menyukai atau bahkan tidak setuju dengan perilaku asertif tersebut sehingga akan berdampak pada penerapan perilaku asertif tersebut.
Kesimpulan & Saran 1). Kesimpulan (1) Faktor predisposisi yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan Perilaku Asertif Dalam Membina Hubungan Interpersonal Pada Perawat Ruang Rawat Inap di RSUD Dr Soegiri Lamongan adalah Pengalaman kerja, Pelatihan, Pengetahuan, dan Sikap. (2) Faktor predisposisi yang tidak mempunyai hubungan secara signifikan dengan Perilaku Asertif Dalam Membina Hubungan Interpersonal Pada Perawat Ruang Rawat Inap di RSUD Dr Soegiri Lamongan adalah Jenis kelamin dan pendidikan.Lebih dari sebagian mahasiswa Semester VII B merasakan Suasana Akademik yang baik.
2). Saran 1. Bagi Instansi Keperawatan Hasil penelitian untuk memberikan informasi pada perawat bahwa perawat dapat menolak keadaan yang tidak diinginkannya dengan caracara yang positif bukan agresif atau pasif, sehingga tetap terjalin hubungan interpersonal yang baik, antara perawat pasien, perawat-perawat, dan perawat dengan tenaga bidang lainnya yang ada di rumah sakit. Selain iu, diharapkan perawat dapat mengembangkan sikap kerjasama yang lebih positif. 2. Bagi Institusi rumah Sakit Perilaku asertif adalah perilaku yang efektif dalam membina hubungan interpersonal yang baik. Rumah sakit sebaiknya mempertimbangkan pelatihan asertif dalam pengembangan staf dan kualitas keperawatan. 3. Bagi penelitian keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan bagi penelitian tentang perilaku asertif selanjutnya. Serta mengembangkan penelitian dengan melibatkan variabel tipe kepribadian introvert dan ekstrovert, dimana orang introvert lebih tertutup dibandingkan orang ekstrover.
Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Hungu.
2007.
Demografi
indonesia. Jakarta:Grasindo. Liaw, P. 2007. Komunikasi berdasarkan Sifat
Dasar
Manusia-Asertif
[email protected].
dapat
diakses
di
http://www.andriewongso.com. Monica, E. L. La 2006. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Pendekatan
berdasarkan
Pengalaman. Jakarta : EGC. Nitisemito, Alek S. 2006. Manajemen Personalia. Edisi kedua. Jakarta : Ghalia Indonesia. Notoadmodjo,
S.
2007.
Promosi
Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo,
S.
2012.
Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoadmodjo, S. 2013. Pendidikan dan Prilaku
DAFTAR PUSTAKA
kesehatan
Kesehatan.
Jakarta:
Rineka Cipta
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian
Nursalam.
2008.
Manajemen
Suatu Pendekatan Praktek, Edisi
Keperawatan : Aplikasi dalam
Revisi. Jakarta : Rhineka Cipta.
Praktik
Hamalik.
2006.
Mengajar.
Proses Bandung:
Belajar Bumi
Profesional. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. 2014. Konsep Dan Penerapan
Aksara. Hidayat A.A. 2012. Metode Penelitian Keperawatan
Keperawatan
Dan
Teknik
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Priharjo, R. 2008. Konsep & Perspektif Praktik
Keperawatan
Profesional Edisi 2. Jakarta: EGC Rakhmat,
Bandung : Remaja Rosdakarya. Sugiyono.
2013.
Metode
Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&B. J.
2005.
Psikologi
Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Siagian,
Sudirman, dkk. 2008. Ilmu Pendidikan,
Sondang
2008.
Susanto, A. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta : Ghaila
Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Bandung: Alfabeta.
Indonesia. Tubbs, S. L & Moss, S. 2005. Human Communication. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.