Peningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA Melalui Pembelajaran Pembelajaran Kooperatif Kooperatif Pembimbing I Prof. Dr. Sahat Saragih, M. Pd Oleh: Muhammad Muhammad Kholidi
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan (a) mendeskripsikan kemampuan kema mpuan koneksi matematika (KKM), dan kemampuan pemecahan masalah matematika (KPMM) siswa, (b) menganalisis pendekatan pembelajaran kooperatif (PPK) dalam seting student team achievement devisions (STAD) dibanding dengan pendekatan pembelajaran pembelajaran konvensional konvensional (PPKon) (PPKon) dalam upaya meningkatkan KKM maupun KPMM (c) menganalisis kemampuan matematika (KM) pada pada seting tinggi, sedang dan rendah dalam upaya meningkatkan meningkatkan KKM maupun KPMM (d) menganalisis interaksi faktor pendekatan pembelajaran (PPK, PPKon) dengan faktor KM dalam mempengaruhi peningkatan KKM maupun KPMM. Penelitian ini menggunakan faktorial 2 x 2 Pretest-Postest Control Group Design. Design. Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Negeri di Kota Tanjungbalai. Data KKM diperoleh dari 5 butir tes KKM sedangkan data KPMM diperoleh dari 5 butir tes KPMM, dan lembar observasi. observasi. Data dianalisis secara deskriptif dengan ANOVA ANOVA dua jalur dengan faktorial 2 x 2, dengan gain-gain ternormalisasi sebagai varian. Hasil utama dari penelitian ini adalah (1) Secara signifikan terdapat perbedaan antara PPK dan PPKon terhadap peningkatan KKM maupun KPMM dengan nilai F=18.297 dan P- value = 0.000 untuk KKM, serta F=19.309 dan P- value = 0.000 untuk KPMM dengan masing-masing Pvalue < = 0.05, (2) Secara signifikan terdapat perbedaan antara PPK dan PPKon terhadap peningkatan KKM dan KPMM berdasarkan kemampuan siswa (tinggi, sedang, dan rendah) dengan nilai F= 9.629 dan Pdan P- value = 0.000 untuk KKM, serta F=10.946 dan P- value = 0.000 untuk KPMM dengan masing-masing P- value < = 0.05, (3) Hasil analisis diperoleh 69,67 % siswa pada kelompok kelompok PPK, mampu mengaplikasikan mengaplikasikan ranah KKM, sedangkan PPKon hanya 58,73%, dari hasil analisis pada PPK diperoleh 77,22% siswa yang memahami masalah (MM), 69,29% siswa mampu merencanakan penyelesaian(MP), 65,8% siswa mampu menyelesaikan masalah (SM), dan 51,8% siswa melihat kembali pekerjaannya(MK ). ). Sedangkan kelompok PPKon, hanya 70,88% siswa yang memahami masalah(MM), 57,26% siswa mampu merencanakan penyelesaian(MP), 50,74% siswa mampu menyelesaikan masalah tersebut(SM), dan 41,2% siswa melihat kembali pekerjaannya (MK ). ). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa PPK merupakan pendekatan pendekatan yang tepat, dalam upaya upaya meningkatkan kemampuan koneksi koneksi dan pemecahan masalah matematika siswa. Kata Kunci: Pendekatan Pembelajaran Kooperatif (PPK), Kemampuan Koneksi Matematika (KKM), dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika (KPMM).
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
1
Improvement Improvement to Capability Connections and High School Students Mathematics Problem Solving Through Cooperative Cooperative Learning Pembimbing I Prof. Dr. Sahat Saragih, M. Pd By: Muhammad Muhammad Kholidi
ABSTRACT This study aims to (a) describe the mathematical connection capability (KKM), and math problem-solving ability (KPMM) students, (b) analyzing the cooperative learning approach (PPK) in setting student achievement team devisions (STAD) compared with conventional learning approach (PPKon ) in an effort to improve the KKM and KPMM (c) analyzing the ability of mathematics (KM) in the setting of high, medium and low in an effort to improve the KKM and KPMM (d) analyze the interaction factor learning approach (PPK, PPKon) with KM factor in influencing the increase KPMM or KKM. This study uses 2 x 2 factorial pretest-posttest control group design. The research population is high school students in the Tanjungbalai City. KKM‟s data obtained from 5 grains KKM test, KPMM‟s data were obtained from 5 grains KPMM tests, and observation sheet. Data were analyzed descriptively with ANOVA two-lane with 2 x 2 factorial, with a gain-gain is normalized as a variant. Technical analysis using SPSS 16.0 for Windows PCs. Tests performed on the null hypothesis significance level of 5%. The main result of this study were (1) Significantly there is a difference between the PPK and PPKon of KKM and KPMM increase the value of F = 18 297 and P-value = 0.000 for KKM, and F = 19 309 and P-value = 0.000 for each KPMM with respective P-value < = 0.05, (2) Significantly there is a difference between the PPK and KKM PPKon on the increase and the KPMM based on student ability (high, medium, and low) with a value of F = 9629 and P-value = 0.000 for KKM , and F = 10 946 and P-value = 0.000 for KPMM with each P-value < = 0.05, (3) The results of analysis obtained 69.67% of students in the group of PPK, are able to apply the realm of KKM, whereas only 58 PPKon, 73%, from analysis of the PPK gained 77.22% of students who understand the problem ( MM), 69.29% of students are able to plan completion (MP), 65.8% students are able to solve the problem ( SM), and 51.8% students look back on the job ( MK ). ). While PPKon group, only 70.88% of students who understand the problem ( MM), 57.26% of students are able to plan completion ( MP), 50.74% students are able to solve the problem ( SM), and 41.2% students look back work (MK ). ). Based on the results of this study can be concluded that the PPK is the right approach, in an effort to improve connectivity and problem-solving ability mathematics students. Keywords: Cooperative Learning Approach (PPK), Math Ability Connection (KKM), and Mathematics Problem Solving Ability (KPMM).
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
2
PENDAHULUAN
Undang- Undang No. 20 Tahun 2003
tentang
Sistem
faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
Pendidikan
pendidikan antara lain pesatnya tuntutan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan
masyarakat tentang mutu lulusan yang
adalah usaha sadar dan terencana untuk
terampil, perkembangan dan perubahan
mewujudkan suasana belajar dan proses
peradaban dunia yang makin mengglobal
pembelajaran agar peserta didik secara
dalam bidang ilmu pengetahuan dan
aktif mengembangkan potensi dirinya
teknologi khususnya teknologi informasi,
untuk
serta peningkatan perekonomian dunia.
memiliki
keagamaan,
kekuatan
spiritual
pengedalian
diri,
Ini
memberikan
implikasi
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
penyediaan
lulusan
serta
berkualitas
sesuai
keterampilan
yang
diperlukan
terhadap
pendidikan dengan
yang
kebutuhan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
masyarakat. Terciptanya lulusan sekolah
Suatu hal yang didapat dari UU No.20
yang
tahun
proses
masyarakat ditentukan berbagai faktor,
pendidikan yang terencana itu diarahkan
misalnya kompetensi guru, kemampuan
untuk mewujudkan suasana belajar dan
siswa, sarana, fasilitas, kurikulum dan
proses
lain-lain.
2003
tersebut
pembelajaran
memungkinkan sehingga
yang
terjadi pada diri anak
membentuk
berkembang proses
bahwa;
secara
dapat
memenuhi
kebutuhan
Salah satu indikator pembelajaran
manusia
yang
yang berkualitas baik adalah tingginya
sempurna,
serta
tingkat
pendidikan harus
berorientasi
pengetahuan
serta
adanya
interaksi siswa terhadap materi yang
kepada siswa ( student active learning ),
diajarkan
dan akhirnya dapat mengembangkan
Interaksi belajar mengajar adalah suatu
kecerdasan intlektual serta keterampilan
kegiatan yang bersifat interaktif dari
anak sesuai dengan kebutuhan.
berbagai komponen untuk mewujudkan
Pendidikan yang berkualitas di
pada
kehidupan
nyata.
tercapainya tujuan pembelajaran yang
era informasi saat ini, merupakan faktor
telah
penentu dalam mengasilkan masyarakat
pembelajaran.
yang memiliki kompetensi untuk dapat
berkaitan
memasuki bidang perkerjaan yang makin
proses belajar dan berpikir. Sumarmo
kompetitif
(2010 : 4) mengatakan: Istilah berfikir
akibat perkembangan dunia
yang makin mengglobal. Ada beberapa
ditetapkan
matematik
dalam
perencanaan
Belajar
erat
dengan
matematika aktivitas
(mathematical
dan
thinking )
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
3
diartikan sebagai cara berfikir berkenaan
tercapainya tujuan pendidikan. Dengan
dengan proses matematika (doing math)
demikian pembelajaran menjadi lebih
atau cara berfikir dalam menyelesaikan
bermakna
tugas matematik (mathematical task )
hanya
baik
yang
(learning to know about ), tetapi juga
kompleks. Merujuk pengertian di atas,
belajar melakukan (learning to do),
maka istilah mathematical ability, dapat
belajar menjiwai (learning to be), dan
diartikan
belajar bagaimana seharusnya belajar
yang
sederhana
juga
melaksanakan
maupun
sebagai
kemampuan
mathematical
thinking.
(meaningful ),
belajar
(learning
siswa
mengetahui
to
learn),
tidak sesuatu
serta
belajar
Selanjutnya, ditinjau dari kedalaman atau
bersosialisasi dengan bersama temannya
kekompleksan kegiatan matematik yang
(learning to live together ), (Suherman
terlibat,
dkk, 2001: 3).
berfikir
matematik
dapat
Salah satu kesulitan itu
digolongkan dalam dua jenis yaitu yang
adalah memahami konsep matematika
tingkat rendah (low order mathematical
yang
thinking atau low level mathematical
koneksi
thinking ) dan yang tingkat tinggi (high
matematika.
order mathematical thinking atau high
berkaitan dan
Sampai saat ini matematika masih
kemampuan
pemecahan
Kemampuan ditingkatkan
level mathematical thinking)
dengan
ini
dengan
masalah
akan
dapat
menggunakan
pendekatan pembelajaran yang inovatif.
dianggap mata pelajaran yang sulit,
Melalui
membosankan,
konsep pemikiran dan wawasan siswa
bahkan
menakutkan.
koneksi
akan
selain mempunyai sifat yang abstrak,
matematika, tidak hanya terfokus pada
pemahaman konsep matematika yang
topik tertentu yang sedang dipelajari,
baik sangatlah penting karena untuk
sehingga akan menimbulkan sikap positif
memahami konsep yang baru diperlukan
terhadap
prasarat pemahaman konsep sebelumnya.
Membuat koneksi merupakan standar
Dalam proses belajar mengajar di kelas
yang jelas dalam pendidikan matematika
terdapat keterkaitan yang erat antara
yang juga menjadi salah satu standar
guru, siswa, kurikulum, sarana dan
utama yang disarankan NCTM (Marzuki,
prasarana. Guru mempunyai tugas untuk
2006). Setiap aspek dalam berpikir
memilih
media
matematika tingkat tinggi mempunyai
pembelajaran yang tepat sesuai dengan
ruang lingkup yang sangat luas, sehingga
materi
agar
yang
dan
disampaikan
demi
tidak
terbuka
maka
Anggapan ini mungkin tidak berlebihan
pendekatan
semakin
matematika
matematika
terlalu
itu
terhadap
sendiri.
melebar,
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
dalam
4
penelitian ini yang akan diukur hanya
pemecahan masalah matematika. Salah
dua aspek, yaitu: koneksi matematika
satu faktor penyebabnya adalah kurang
dan pemecahan masalah matematika.
tepatnya
Pemecahan masalah
orientasi
pembelajaran
menurut
matematika di sekolah (Sanjaya, 2008).
Suherman dkk (2001: 83) adalah:
Pembelajaran matematika selama ini
Pemecahan masalah merupakan bagian
kurang memberi motivasi kepada siswa
dari kurikulum matematika yang sangat
untuk
penting
pembentukan pengetahuan matematika
karena
dalam
proses
pembelajaran
maupun
terlibat
mereka.
Akibat
langsung
dalam
pembelajaran
penyelesaiannya, siswa dimungkinkan
masih
memperoleh
Pembelajaran dengan suasana belajar
pengalaman
menggunakan
konvensional.
serta
aktif dan memberikan strategi dalam
dimiliki
penyelesaian soal, dapat membantu siswa
pemecahan
mengatasi kesulitan tersebut. Pendekatan
masalah yang bersifat tidak rutin.
pembelajaran yang dapat membuat siswa
Melalui
aktif adalah pendekatan pembelajaran
keterampilan
pengetahuan
bersifat
yang
yang
sudah
untuk diterapkan pada
kegiatan
kemampuan
ini
aspek-aspek
matematika
penting
kooperatif.
Guru
dapat
menerapkan
seperti penerapan aturan masalah tidak
pendekatan pembelajaran kooperatif tipe
rutin,
STAD
penemuan
penggeneralisasian, matematik,
dan
pola, komunikasi
lain-lain
dapat
dikembangkan secara lebih baik. Ketidakmampuan menyelesaikan
pemecahan
Achievement
Division), kepada siswanya di kelas dimana mereka bertugas sebagai tenaga
siswa untuk koneksi
maupun
soal-soal
masalah
Teams
pengajar.
soal-soal
matematika
(Student
matematika
Slavin, Abrani dan Chambers (Sanjaya, belajar
2008)
berpendapat
bahwa
melalui
kooperatif
dapat
dijelaskan
dari
beberapa
perspektif,
sebagaimana diutarakan di atas. Sebagai
yaitu: perspektif motivasi, perspektif
indikator adanya masalah yang dihadapi
sosial, perspektif perkembangan kognitif
guru di lapangan. Berbagai permasalahan
dan
yang dihadapi oleh guru matematika,
Selanjutnya
salah satunya adalah kesulitan siswa
berpendapat bahwa: Perespektif sosial
dalam
Kesulitan
berarti bahwa melalui kooperatif setiap
tersebut antara lain adalah kesulitan
siswa akan saling membantu dalam
dalam
belajar
belajar
matematika.
koneksi
matematika ,
dan
perspektif
elaborasi
Sanjaya
kognitif.
(2008,
224)
karena mereka menginginkan
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
5
semua anggota kelompok memperoleh
pemecahan masalah matematika. Jenis
keberhasilan. Bekerjasama secara tim
paling
dengan
keberhasilan
menyelesaikan soal/masalah matematika
sendiri oleh kelompok, merupakan iklim
dalam kehidupan nyata. Melalui koneksi
yang bagus, dimana setiap anggota
matematika, siswa diajarkan konsep dan
kelompok
keterampilan
mengevaluasi
menginginkan
semuanya
banyak
digunakan
dalam
memecahkan
memperoleh keberhasilan. Selanjutnya
masalah
setiap
bersifat
relevan, baik dengan bidang matematika
heterogen. Artinya, kelompok terdiri atas
itu sendiri maupun dengan bidang di luar
anggota
matematika.
kelompok
yang
akademik,
haruslah
memiliki
jenis
kemampuan
kelamin,
dan
latar
dari
dalam
pemecahan
berbagai
bidang
yang
Sedangkan
kemampuan
masalah
matematika
belakang sosial yang berbeda. Hal ini
dijadikan kemampuan dasar yang harus
dimaksudkan agar setiap kelompok dapat
ada pada siswa dalam menyelesaikan
saling memberikan pengalaman, saling
permasalahan dalam matematika.
memberi
alasan ini yang membuat peneliti tertarik
dan
diharapkan
menerima,
setiap
memberikan
sehingga
anggota
kontribusi
dapat terhadap
keberhasilan kelompok. Keberhasilan
kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok.
Oleh
melakukan penelitian, dengan konsep pendekatan
pembelajaran
kelompok-kelompok pembelajaran
karena
itu,
Dua
berdasarkan
kecil
dibawah
pendekatan kooperatif tipe STAD. Koneksi matematika merupakan dua kata yang berasal dari Mathematical
perinsip bekerja sama perlu ditekankan
Conection,
dalam proses pembelajaran kooperatif.
NCTM dan dijadikan sebagai standar
Setiap anggota kelompok bukan saja
kurikulum
harus diatur tugas dan tanggung jawab
sekolah dasar dan menengah (Sumarmo,
masing-masing,
juga
2006). Untuk dapat melakukan koneksi
ditanamkan perlunya saling membantu.
terlebih dahulu harus mengerti dengan
Salah
permasalahannya
satu
akan
strategi
tetapi
dari
model
yang
dipopulerkan
pembelajaran
dan
oleh
matematika
untuk
dapat
pembelajaran kelompok adalah strategi
mengerti permasalahan harus mampu
pembelajaran kooperatif ( cooperative
membuat koneksi dengan topik-topik
learning ). Merujuk pernyataan NCTM
yang terkait. Bruner (Suherman, 2001:
(Sumarmo, 2010: 4) dua dari jenis
45) menyatakan bahwa tidak ada konsep
berpikir tingkat tinggi dalam matematika
atau operasi dalam matematika yang
adalah
tidak terkoneksi dengan konsep atau
koneksi
matematika
dan
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
6
operasi lain dalam suatu sistem, karena
satu sama lain. Koneksi antar topik
suatu
esensi
matematika ini dapat membantu siswa
matematika merupakan sesuatu yang
agar mampu menghubungkan berbagai
selalu terkait dengan sesuatu yang lain.
topik
Membuat koneksi merupakan cara untuk
matematika dengan disiplin ilmu di luar
menciptakan pemahaman dan sebaliknya
matematika dan koneksi dengan dunia
memahami
nyata mengandung pengertian bahwa
kenyataan
bahwa
sesuatu
berarti
membuat
tersebut.
koneksi. Untuk memahami suatu obyek
matematika
secara
studi
mendalam
seseorang
harus
lain
Sedangkan
koneksi
berkaitkan dengan bidang seperti:
fisika,
mengetahui: (a) obyek itu sendiri; (b)
pengetahuan
relasi dengan obyek lain yang sejenis; (c)
alam lainnya, dan matematika dapat
relasi dengan obyek lain yang tidak
dikaitkan dengan pemecahan masalah
sejenis; (d) relasi dual dengan obyek lain
dalam kehidupan sehari-hari.
yang sejenis; dan (e) relasi dengan obyek
sosial
dan
ekonomi,
pengetahuan
Dewey (dalam Sujono, 1988)
dalam teori lainnya (Michener dalam
mengemukakan
Sumarmo,
bahwa
pemecahan masalah yang tergabung
konsep-konsep matamatika merupakan
dalam lima langkah utama berikut ini:
konsep-konsep yang saling berkaitan
(1) tahu bahwa ada masalah, kesadaran
haruslah meresap dalam pembelajaran
tentang adanya kesukaran, rasa putus
matematika di sekolah. Jika persepsi ini
asa,
sebagai
mengenali
2006).
Persepsi
landasan
guru
dalam
tahapan
keheranan
atau
dan/
keraguan;
atau
(2)
menyajikan
pembelajaran matematika maka setiap
masalah,
mengkaji
mengkaitkan
pemberian tanda pada tujan yang dicari;
dengan meteri lain dan kehidupan sehari-
(3) menggunakan pengalaman yang lalu,
hari.
misalnya
materi
selalu
Berdasarkan yang
beberapa
dikemukakan
diatas,
tujuan koneksi
klasifikasi,
dalam
informasi
penyelesaian
soal
definisi,
yang yang
dan
relevan, lalu,atau
gagasan untuk merumuskan hipotesis;
matematika dikelompokkan kepada tiga
(4)
kelompok, yakni: koneksi antar topik
mengevaluasi kelemahan dan kelebihan
matematika, koneksi matematika dengan
hipotesis, bila perlu permasalahan dapat
disiplin ilmu di luar matematika, dan
dirumuskan
koneksi matematika dengan dunia nyata
hipotesis
dalam
kesimpulan berdasarkan bukti- bukti
kehidupan
sehari-hari.
Materi
matematika sebenarnya memiliki koneksi
menguji
beberapa
kembali; terbaik
(5) dan
hipotesis,
Memilih menarik
yang ada.
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
7
Dugaan bahwa pengelompokkan
Sehingga dalam mengelompokkan siswa
siswa kedalam kemampuan matematika
semakin
siswa
kedalam
terarah. Dan akhirnya akan memberikan
kelompok tinggi, sedang dan rendah
kontribusi kepada kemampuan koneksi
memberikan
matematik
yang
pendekatan
diklasifikasikan
kontribusi pembelajaran
kepada kooperatif.
menjadi
lebih
maupun
mudah
dan
kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa.
Tabel 1 Sintaktis Pendekatan Pembelajaran Kooperatif ( Cooperative Learning) Fase Perilaku Guru Fase-1 : mengklarifikasikan tujuan Guru menjelaskan tujuan- tujuan pembelajaran dan establishing set dan establishing set. Guru mempresentasikan informasi kepada Fase-2 : mempresentasikan informasi siswa secara verbal atau dengan teks Guru menjelaskan kepada siswa tatacara Fase-3 : mengorganisasikan siswa ke membentuk tim-tim belajar dan membantu dalam tim-tim belajar kelompok untuk melakukan transisi yang efisien Fase-4 : membantu kerja tim dan Guru membantu tim-tim belajar selama belajar mereka mengerjakan tugas Guru menguji pengetahuan siswa tentang berbagai materi belajar atau kelompokFase-5 : menguji berbagai materi kelompok mempresentasikan hasil-hasil kerjanya Guru mencari cara untuk mengakui uasaha dan Fase-6 : memberikan pengakuan prestasi individual maupun kelompok. Sumber: Soetjipto (Arends, 2008; hal. 21 )
Student Division
Teams
(STAD),
pendekatan
Achievement
merupakan
pembelajaran
model
yang ditentukan
(Johnson, Johnson, &
Stanne dalam Marzuki, 2006).
kooperatif
Konstruktivisme
(cooperative learning ) yang paling sering
satu
diteliti oleh para pemerhati pendidikan
menekankan bahwa pengetahuan kita
dan paling direspon siswa, dibanding
adalah konstruksi kita sendiri (Von
model-model pendekatan pembelajaran
Glaserfelt
dalam
kooperatif
Pandangan
konstruktivisme
yang lain, karena Student
filsafat
adalah salah
pengetahuan
yang
Suparno,
1997). dalam
Teams Achievement Division (STAD)
pembelajaran mengatakan, bahwa siswa
dari
diberi kesempatan agar menggunakan
segi
tahap-tahap
pembelajarannya
adalah
pelaksanaan model
yang
strateginya sendiri dalam belajar secara
paling sederhana, sehingga siswa tidak
sadar,
sedangkan
terlalu dibebani dengan aturan aturan
membimbing
siswa
guru ke
yang tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi (Slavin, Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
8
2009). Ide pokoknya adalah siswa secara
masih dalam jangkauan kemampuannya
aktif membangun pengetahuan mereka
atau tugas-tugas itu berada dalam zone of
sendiri, otak siswa sebagai mediator,
proximal development mereka. Zone of
yaitu memproses masukan dari dunia
proximal development adalah daerah
luar dan menentukan apa yang mereka
antar
pelajari. Pembelajaran merupakan kerja
sesungguhnya yang didefinisikan sebagai
mental aktif, bukan menerima pengajaran
kemampuan
dari guru secara pasif. Dalam kerja
secara
mental siswa, guru memegang peranan
perkembangan
potensial
penting
didefinisikan
sebagai
dengan
cara
memberikan
tingkat
perkembangan
memecahkan
mandiri
masalah
dan
tingkat yang kemampuan
dukungan, tantangan berfikir, melayani
pemecahan masalah di bawah bimbingan
sebagai pelatih atau model, namun siswa
orang dewasa atau teman sebaya yang
tetap merupakan kunci pembelajaran
lebih mampu (Shaffer, dalam Slavin,
(Von Glaserfelt dalam Suparno, 1997).
2009: 274 - 275).
Pada bagian ini akan dikemukakan dua teori
yang
melandasi
konstruktivisme
dalam
pendekatan pembelajaran
Sahat
(2007:
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan zone of proximal development
matematika
yaitu Teori Perkembangan
adalah
Kognitif
Piaget,
perkembangan
dan
Teori
Perkembangan Mental Vygotsky. Sumbangan
penting
jarak
didefinisikan teori
187)
pemecahan
antara
tingkat
sesungguhnya sebagai
masalah
yang
kemampuan
secara
mandiri
Vygotsky adalah penekanan pada hakikat
dengan tingkat perkembangan potensial
pembelajaran sosiokultural. Inti teori
yang didefinisikan sebagai kemampuan
Vygotsky adalah menekankan interaksi
pemecahan masalah di bawah bimbingan
antara aspek internal dan eksternal dari
orang dewasa melalui kerjasama dengan
pembelajaran dan penekanannya pada
teman yang lebih mampu. Ide lain dari
lingkungan sosial pembelajaran. Menurut
Vygotsky dalam pembelajaran ditekan
teori Vygotsky, fungsi kognitif manusia
pada scaffolding, maksudnya adalah,
berasal dari interaksi sosial masing-
sejumlah besar bantuan yang diberikan
masing individu dalam konteks budaya.
kepada peserta didik mengambil alih
Vygotsky
tanggung jawab sendiri. Bantuan tersebut
juga
yakin
bahwa
pembelajaran terjadi saat siswa bekerja
dapat
menangani
dorongan pemberian contoh ataupun
tugas-tugas
yang
belum
berupa
petunjuk,
peringatan,
dipelajari namun tugas-tugas tersebut Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
9
yang
lainnya
yang
memungkinkan
sehingga peserta didik tumbuh sendiri. Secara garis besar, tahap-tahap yang
dilakukan
dalam
pembelajaran
akan disampaikan dengan infomasi yang telah dimiliki. 3. Tahap Kegiatan Kelompok Dalam
kegiatan
kelompok,
kooperatif menggunakan model Student
memberikan
Teams Achievement Division (STAD),
siswa
dijelaskan
sebagai bahan yang akan dipelajari.
sebagai
berikut
(Samosir
lembaran
guru
(LAS)
Aktivitas
kepada
siswa
dalam Slavin, 2009):
Disamping
1. Tahapan Persiapan.
konsep-konsep, LAS juga digunakan
Tahap ini sebagai tahap awal. Guru
untuk
mempersiapkan
kooperatif
materi
yang
untuk
tiap
mempelajari
melatih
keterampilan
siswa.
Mereka
harus
dirancang sedemikian rupa untuk
saling berbagi dan saling membantu
pembelajaran
dalam
secara
kelompok,
menyelesaikan
tugas,
dan
lembar tugas kelompok, lembar tugas
hasilnya dikumpulkan sebagai hasil
individu
kerja kelompok. Guru harus mampu
dan
lembar
observasi.
Kemudian pembentukan kelompok
berperan
sebagai
fasilisator
yang terdiri dari empat sampai lima
motivator kerja kelompok.
orang yang hiterogen dengan cara
4. Tahap Tes Individu (Kuis).
meranking siswa berdasarkan prestasi
Kuis
sebelumnya, jenis kelamin, strata
pembelajaran
sosial,
sejauh mana keberhasilan belajar
dan
kemampuan
berkomunikasi.
tahap
setiap
untuk
selesai
mengetahui
telah tercapai secara individu selama
2. Tahap Penyajian Materi. Dalam
dilakukan
dan
ini,
siswa
bekerja dalam kelompok. Hasil kuis diberi
digunakan
sebagai
perkembangan
penjelasan tentang indikator hasil
individu dan disumbangkan sebagai
belajar dan memotivasi rasa ingin
nilai kelompok.
tahu siswa terhadap konsep yang
5. Tahap
Perhitungan
Skor
akan disampaikan dengan fenomena
Perkembangan Individu.
yang terjadi dalam kehidupan sehari-
Tahap ini adalah untuk memacu
hari. Selanjutnya, guru memberikan
setiap
apersepsi
maksimal,
dengan
tujuan
siswa
meraih
dan
bagi
prestasi
melakukan
dirinya
yang
mengingatkan siswa terhadap materi
terbaik
berdasarkan
prasyarat yang telah dipelajari, agar
prestasi sebelumnya (skor pretes).
siswa menghubungkan konsep yang
Berdaarkan skor pretes, setiap siswa
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
10
memiliki
kesempatan
yang
sama
kelompok. Skor rata-rata kelompok
untuk memberikan sumbangan skor
ini
maksimal
seluruh
yang
diperoleh
bagi
kelompoknya.
diperoleh
dari
skor
menjumlahkan
hasil
kuis
dan
perkembangan individu dan hasilnya
6. Tahap Penghargaan Kelompok
dibagi banyaknya jumlah anggota
Tahap terakhir ini, guru menberikan
kelompok tersebut. Kelompok yang
penghargaan
mendapat nilai diberi penghargaan
dengan METODE
terhadap
berdasrkan
kelompok
skor
rata-rata
(reward).
PENELITIAN
Populasi dalam
penelitian ini
dan
postes
( Pretest-Postest
Control
adalah seluruh siswa SMA Negeri di kota
Group Design). Rancangan penelitian
Tanjungbalai Tp. 2010-2011. Diambil
eksperimental faktorial 2 x 2, untuk
secara acak satu
mengetahui
SMA Negeri di kota
perbedaan
dalam
didasarkan pada pertimbangan bahwa
kemampuan
siswa SMA Negeri di kota Tanjungbalai
kemampuan pemecahan masalah siswa,
memiliki tingkat kemampuan kognitif
dengan
yang heterogen. Sehingga sesuai untuk
kooperatif
diterapkannya
pembelajaran
Desain
dalam
kooperatif.
penelitian
ini
menggunakan kelompok kontrol pretes
untuk
belajar
Tanjungbalai sebagai populasi penelitian,
pendekatan
upaya
hasil
meningkatkan
koneksi
pendekatan (PPK),
maupun
pembelajaran
serta
konvensional
pendekatan (PPKon).
Tabel 2 berikut menunjukkan rancangan penelitian yang akan dilaksanakan:
Tabel 2. Rancangan Eksperimental Faktorial 2 x 2 Kemampuan yang Diukur Pendekatan Pembelajaran Kemampuan Tinggi ( ) Matematika Sedang( ) Siswa () Rendah ( )
Koneksi Matematika (Y) PPK PPKon ( ) ( )
Pemecahan Masalah Matematika (Z) PPK PPKon ( ) ( )
Keterangan: Misalkan : kemampuan koneksi matematika yang pembelajarannya menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif pada siswa yang memiliki kemampuan matematika tinggi.
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
11
Penelitian ini menggunakan tiga
matematika siswa yang diajar melalui
jenis instrumen, yaitu tes kemampuan
PPK yakni: kelompok tinggi (0.66),
koneksi matematika, tes kemampuan
kelompok sedang (0,59), dan kelompok
pemecahan masalah matematika, serta
rendah
lembar
siswa.
dibandingkan dengan siswa yang diajar
Penelitian ini menggunakan dua jenis
melalui PPB yaitu: kelompok tinggi
pedoman
observasi
(0,58), kelompok sedang (0,45), dan
observasi
pelaksanaan
observasi
guru
dan
yaitu
pedoman
pembelajaran
(0,54),
kelompok
lebih
rendah
jika
(0,40).
Ini
rataan
gain
yang berfungsi untuk melihat keefektipan
metunjukkan
kegiatan guru dalam menerapkan kedua
ternormalisasi
pendekatan pembelajaran
matematika antara siswa yang diajar
di kelas
,
selisih
besar
kemampuan
koneksi
khusus untuk kooperatif dan pedoman
melalui PPK dan PPKon yaitu berturut-
observasi kegiatan siswa berfungsi untuk
turut siswa berkemampuan rendah (0,14),
melihat
sedang (0,14) dan tinggi (0,08). Hasil
keaktifan
siswa
dalam
pembelajaran di kelas. Analisis data
perhitungan
dilakukan dengan Uji t dan
pembelajaran sebesar
analisis
nilai
F
untuk
faktor
18,297 dengan
varians dua jalur (ANAVA). Seluruh
taraf signifikansi sebesar 0,000. Nilai
perhitungan
signifikan ini jauh lebih kecil dari taraf
statistik
menggunakan
bantuan komputer program SPSS 16.
signifikansi
0,05,
sehingga
perbedaan
peningkatan
HASIL PENELITIAN DAN
koneksi
matematika
PEMBAHASAN
antar
siswa
Dari rataan gain ternormalisasi terlihat
bahwa
kemampuan
terdapat
kemampuan
yang
yang
signifikan
memperoleh
pembelajaran PPK dan PPKon.
koneksi
1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000
1
2
3
4
5
BUTIR SOAL GAIN TERNORMALISASI KMA
0.793
0.783
0.699
0.623
0.173
GAIN TERNORMALISASI KMB
0.678
0.651
0.557
0.460
0.079
Gambar 1 Diagram Garis Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi Matematika Tiap Butir Soal Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
12
Bagian akhir dari analisis hasil
setiap butir jawaban siswa. Rangkuman
kerja siswa adalah menganalisis ranah
hasil analisis tersebut dapat dilihat pada
koneksi matematika yang terekam pada
Tabel 3 berikut.
Tabel 3 Rangkuman Hasil Analisis Ranah Koneksi Matematika yang Terekam Pada Hasil Kerja Siswa di kelompok PPK No No. Hasil PPK Hasil PPKon Indikator yang Soa Aspek Rataa Persen Rataa Persen Diukur l n n Koneksi Antar Menggunakan konsep 4.33 1 1 86.7 3.90 77.67 Topik Matematika integral tentu untuk 0 (Koneksi turunan integral)
2
3
4
5
antara dan
Koneksi Antar Topik Matematika (Koneksi antara turunan dan integral) Koneksi Matematika 3 dengan Disiplin Ilmu Lain (Koneksi antara matematika dan Kimia, Fisika, dan lan sebagainya) Koneksi dengan 4 Disiplin Ilmu Lain (Koneksi antara matematika dan Kimia, Fisika, dan lan sebagainya) Koneksi Dengan 5 Kehidupan nyata(Koneksi matematika dengan jumlah populasi penduduk dunia) JUMLAH
2
mencari hubungan suatu pernyataan
Menggunakan konsep integral untuk membuktikan suatu rumus
4.27
85.3 3
3.73
74.67
Menggunakan integral untuk menyelesaikan persamaan diferensial yang berkaitan dengan bidang ilmu lain
3.90
77.3 0
3.45
69.00
Menggunakan integral untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bidang ilmu lain
3.50
70.0 0
3.03
60.67
Menggunakan integral untuk menyelesaikan masalah pertumbuhan penduduk dunia
1.50
29.0 0
0.58
11.67
17.42
PROSENTASE RATAAN
Untuk
keseluruhan
tes
14.68 69.6 7
kemampuan
Sedangkan
pada
58.73
kelompok
PPKon
koneksi matematika, dimana aspek yang
diperoleh data 14,68 atau setara dengan
diukur
kelompok-
58,73%. Data ini menunjukkan bahwa
kelompok koneksi matematika, dengan
69,67 % siswa di kelompok PPK mampu
indikator
mengaplikasikan
adalah
yang
semua
diukur
tertera pada Tabel 3.
sebagaimana Diperoleh data
koneksi
matematika
pada semua soal, sementara di kelompok
untuk siswa dikelompok PPK adalah
PPKon
hanya
58,73%.
Dengan
17,42 atau setara dengan 69,67 %.
membandingkan hasil ini dapat diambil
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
13
kesimpulan bahwa, untuk semua tes
diajar melalui PPK dan PPKon yaitu
kemampuan koneksi matematika yang
berturut-turut
diberikan , siswa pada kelompok PPK
rendah (0,17), sedang (0,14) dan tinggi
lebih
baik
siswa
berkemampuan
dalam
mengaplikasikan
(0,07). Hasil perhitungan nilai F untuk
koneksi matematika
dengan disiplin
faktor
ilmu lain,
jika dibanding siswa pada
kelompok PPKon.
pemecahan
masalah
matematika siswa yang diajar melalui PPK yakni: kelompok tinggi (0.66), kelompok sedang (0,59), dan kelompok rendah
(0,55),
sebesar
19,309
dengan taraf signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikan ini jauh lebih kecil dari
Data rataan gain ternormalisasi kemampuan
pembelajaran
lebih
besar
jika
dibandingkan dengan siswa yang diajar melalui PPKon yaitu: kelompok tinggi (0,59), kelompok sedang (0,45), dan kelompok rendah (0,38). Hal ini dapat ditunjukkan dengan selisih rataan gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang
0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000
1
taraf signifikansi 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan
pemecahan
masalah matematika berdasarkan faktor pembelajaran ditolak. Dengan kata lain terdapat
perbedaan
kemampuan
peningkatan
pemecahan
masalah
matematika yang signifikan antar siswa yang memperoleh pembelajaran PPK dan PPKon.
Hasil
kemampuan
kerja
siswa
pemecahan
untuk masalah
matematika pada tiap butir tes, dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
2
3
4
5
BUTIR SOAL
Gambar 2
GAIN TERNORMALISASI PMA
0.701
0.632
0.618
0.580
0.464
GAIN TERNORMALISASI PMB
0.601
0.541
0.525
0.484
0.223
Diagram Garis Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Tiap Butir Soal
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
14
Rangkuman hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut. Tabel 5 Rangkuman Hasil Analisis Langkah-Langkah Pemecahan Masalah yang Terekam Pada Setiap Butir Soal di Kelompok PPK Aspek yang Diukur (%) No Rataan Persentasi No Jumlah Soal (%) Hasil MM MP SM MK
1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 Jumlah Rataan
80 70 86.1 80 70 386.1 77.22
80 70 66.3 70 60 346.3 69.26
80 69 70 60 50 329 65.8
70 69 50 50 20 259 51.8
310 278 272.4 260 200 1320.4 264.08
77.5 69.5 68.1 65 50 330.1 66.02
77.5 69.5 68.1 65 50 330.1 66.02
Tabel 6 Rangkuman Hasil Analisis Langkah-Langkah Pemecahan Masalah yang Terekam Pada Setiap Butir Soal di Kel.PPKon No
Aspek Yang Diukur (%) Jumlah MM MP SM MK 70 70 70 50 260 70 60 56 54 240 74.4 66.3 57.7 50 248.4 70 50 50 50 220 70 40 20 2 132 354.4 286.3 253.7 206 1100.4 70.88 57.26 50.74 41.2 220.08
No Soal
1 2 3 4 5
Rataan (%)
Prosentasi Hasil
1 65 65 2 60 60 3 62.1 62.1 4 55 55 5 33 33 Jumlah 275.1 275.1 Rataan 55.02 55.02 Keterangan : MM: Memahami Masalah; MP: Merencanakan Penyelesaian; SM: Menyelesaikan Masalah; MK ; Memeriksa Kembali. Untuk kemampuan
keseluruhan pemecahan
didapat rataan
tes
masalah
,
pada kelompok PPK ,
dan
MK
(41,2%)
(55,02%).
Hal
keseluruhan
ini
pada
dengan
rataan
berarti
secara
kelompok
PPK
diperoleh MM (77,22%), MP (69,29%),
terdapat 77,22% siswa yang memahami
SM (65,8%) dan MK (51,8%) dengan
masalah,
rataan total (66,02%), sementara pada
merencanakan
kelompok
siswa mampu menyelesaikan masalah
PPKon
diperoleh
MM
(70,88%), MP (57,26%), SM (50,74%)
tersebut,
69,29%
dan
siswa
mampu
penyelesaian,
51,8%
siswa
65,8%
melihat
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
15
kembali pekerjaannya. Sedangkan pada
membandingkan
kelompok PPKon terdapat 70,88% siswa
keseluruhan, dapat diambil kesimpulan
yang memahami masalah, 57,26% siswa
bahwa siswa pada kelompok PPK lebih
mampu
baik
merencanakan
penyelesaian,
hasil
dalam
ini
memahami/
secara
membaca
50,74% siswa mampu menyelesaikan
masalah matematika jika dibanding siswa
masalah
pada kelompok PPKon.
tersebut,
dan
41,2%
siswa
melihat kembali pekerjaannya. Dengan PEMBAHASAN
Pada
bagian
ini
akan
diuraikan
Marzuki
(2006)
yang
dalam
deskripsi dan interpretasikan data hasil
penelitiannya menemukan bahwa hasil
penelitian. Deskripsi
belajar siswa kelas XI IPA dalam pokok
dan interpretasi
dilakukan terhadap kemampuan koneksi
bahasan peluang yang diajar dengan
matematika,
pendekatan
kemampuan
pemecahan
pembelajaran
kooperatif
masalah matematika dan keaktifan siswa
lebih baik jika dibanding dengan siswa
dalam proses pembelajaran berdasarkan
yang
faktor
faktor
pembelajaran
siswa.
perbedaan
pembelajaran
kemampuan
dan
matematika
diajar
dengan
pendekatan
konvensional.Terjadinya
antara
tersebut
dilakukan selama pelaksanaan penelitian
menelaah karakteristik kedua pendekatan
di SMA Negeri 1 Tanjungbalai dan
tersebut. Pendekatan kooperatif adalah
analisis
perdekatan
penelitian
diperolehlah
wajar,
pendekatan
Berdasarkan pengumpulan data yang
data
adalah
kedua
apabila
pembelajaran
kita
dengan
beberapa hasil penelitian sebagai berikut:
mengkelompokkan siswa. Pada belajar
1. Faktor Pembelajaran
kelompok, siswa terlihat lebih aktif
Mengamati hasil penelitian yang
belajar metematika. Hal ini ditandai
telah diterangkan di atas, menunjukkan
dengan adanya interaksi siswa pada saat
bahwa pembelajaran dengan pendekatan
proses pembelajaran berlangsung, baik
pembelajaran kooperatif (PPK) secara
pada saat diskusi kelompok maupun pada
signifikan
saat
meningkatkan
lebih
baik
dalam
kemampuan
koneksi
mempresentasikan
mereka.
hasil
kerja
Mereka lebih berani, lugas
matematika
maupun
kemampuan
seolah-olah tanpa beban.
pemecahan
masalah
matematika,
2 Faktor Kemampuan Matematika Siswa
dibandingkan dengan cara pendekatan pembelajaran
konvensional
(PPKon).
Hasil temuan ini memperkuat temuan
Kemampuan matematika siswa diperoleh
dari
hasil
tes
matematika
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
16
pendukung nilai raport pada kelas XI
sebagai
IPA. Pengelompokkan siswa kedalam
proporsional, serta masalah kontektual
kelompok kemampuan tinggi, sedang,
yang
dan rendah didasarkan kepada kriteria
mengembangkan kemampuan potensial
yang telah ditentukan. Hasil penelitian
siswa pada semua tingkat kemampuan
menunjukkan bahwa secara signifikan
matematika
tidak terdapat interaksi antara kedua
rendah).
faktor
tersebut
dalam
pemberi
bantuan
digunakan
yang
telah
(tinggi,
mampu
sedang,
maupun
meningkatkan
Apabila dilihat dari selisih gain
kemampuan koneksi matematika maupun
ternormalisasi antara siswa yang diajar
kemampuan
masalah
melalui PPK dan PPKon berturut-turut
matematika. Artinya selisih rataan gain
siswa dengan kemampuan matematika
ternormalisasi
rendah,
pemecahan
matematika,
kemampuan maupun
koneksi
kemampuan
sedang,
dan
tinggi
yang
memperoleh manfaat paling besar dalam
pemecahan masalah dengan kemampuan
meningkatkan
matematika tinggi, sedang, dan rendah
matematika,
yang
pendekatan
pemecahan masalah matematika. Dari
pembelajaran kooperatif (PPK), tidak
hasil penelitian ini juga diperoleh pada
berbeda secara signifikan dengan yang
tingkat kemampuan matematika yang
diajar melalui pendekatan pembelajaran
sama
konvensional (PPKon).
ditemukan
diajar
melalui
Pada tingkat kemampuan siswa
kemampuan maupun
(tinggi,
kemampuan
sedang, bahwa
pembelajarannya
koneksi
dan
rendah)
siswa
dengan
yang
pendekatan
yang sama (tinggi, sedang, dan rendah)
kooperatif memiliki kemampuan koneksi
ditemukan
yang
matematika dan kemampuan pemecahan
pendekatan
masalah matematika lebih baik secara
bahwa
siswa
pelajarannya
dengan
pembelajaran
kooperatif
memiliki
signifikan
jika
dibandingkan
dengan
kemampuan koneksi matematika maupun
pendekatan pembelajaran konvevsional.
kemampuan
Hal
pemecahan
masalah
senada
dengan
hasil
penelitian
matematika siswa lebih baik secara
Marzuki (2006). Hasil penelitian ini juga
signifikan
menunjukkan
jika
dibanding
dengan
bahwa
semakin
tinggi
pendekatan pembelajaran konvensional.
kemampuan matematika siswa maka
Penemuan
kemampuan koneksi matematika dan
ini
menunjukkan
bahwa
karakteristik pendekatan pembelajaran
kemampuan
kooperatif,
matematika cenderung semakin baik.
interaksi
yang menekankan kepada multi
arah,
guru
berperan
Keadaan
pemecahan
ini
masalah
menunjukkan
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
bahwa
17
pengetahuan
matematika
sebelumnya
ini mendukung
memberikan pengaruh bagi siswa dalam
(2006)
memahami konsep matematika. Hasil ini
pendekatan
mendukung
Begle
dapat meningkatkan kemampuan koneksi
(Saragih, 2007) bahwa salah satu faktor
matematika dan kemampuan pemecahan
prediktor terbaik untuk hasil belajar
masalah
matematika
bahasan peluang. Hal ini dapat dipercaya
hasil
penelitian
adalah
hasil
belajar
yang
penemuan Marzuki menemukan
pembelajaran
matematika
bahwa kooperatif
pada
pokok
matematika sebelumnya.
karena melalui pendekatan pembelajaran
3. Kemampuan Koneksi Matematika.
kooperatif dapat menjadikan siswa lebih
Berdasarkan
analisis
terhadap
aktif
dalam
belajar,
mereka
saling
rata-rata gain ternormalisasi kemampuan
memberikan informasi, mereka saling
koneksi matematika siswa pada masing-
menerima pendapat sesama dan saling
masing butirnya diperoleh data sebagai
bertukar pikiran dalam mengatasi sesuatu
berikut: 0,793; 0,783; 0,699; 0,623; dan
persoalan. Mempermudah pemahaman
0,173 untuk kelompok siswa yang diajar
materi yang sulit dan terjadinya saling
dengan
pembelajaran
menerima dan memberi serta menghargai
kooperatif, serta 0,678; 0,651; 0,557;
pendapat orang lain. Hasil penelitian ini
0,460; dan 0,079 untuk kelompok siswa
memberikan
yang
terhadap
pendekatan
diajar
pembelajaran
dengan
pendekatan
konvensional.
Secara
gambaran
yang
peningkatan
positif
kemampuan
koneksi matematika siswa. Hal ini juga
keseluruhan rata-rata gain ternormalisasi
menunjukkan
kemampuan koneksi matematika siswa
kooperatif, merupakan pilihan yang baik
yang dibelajarkan dengan pendekatan
bagi
kooperatif adalah 0,60 lebih baik dari
pembelajaran
rata-rata gain ternormalisasi kemampuan
dalam rangka meningkatkan kemampuan
koneksi siswa yang dibelajarkan dengan
koneksi matematika siswanya.
pendekatan konvensional hanya 0,48.
4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Namun
peningkatan
ini
masih
dikategorikan sedang. Tetapi pendekatan pembelajaran kooperatif terbukti efektif meningkatkan
kemampuan
koneksi
matematika siswa secara keseluruhan jika
dibanding
dengan
pendekatan
pembelajaran konvensional. Penemuan
guru
bahwa
dalam
pendekatan
melaksanakan
matematika
Berdasarkan
di
analisis
sekolah
terhadap
rata-rata gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa
pada masing-masing butirnya diperoleh data sebagai berikut: 0,701; 0,632; 0,618; 0,580; dan 0,464 untuk kelompok siswa
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
18
yang
diajar
dengan
pendekatan
pembelajaran
kooperatif,
merupakan
pembelajaran kooperatif, serta 0,601; 0,
pilihan yang baik bagi guru dalam
541; 0,525; 0,484; dan 0,223 untuk
melaksanakan pembelajaran matematika
kelompok siswa yang diajar dengan
di sekolah dalam upaya meningkatkan
pendekatan pembelajaran konvensional.
kemampuan
Secara
matematika siswanya.
keseluruhan
ternormalisasi matematika
rata-rata
kemampuan
siswa
yang
gain
koneksi
dibelajarkan
dengan pendekatan kooperatif adalah 0,60 lebih baik dari rata-rata gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah
matematika
dibelajarkan konvensional
siswa
dengan
5. Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan Faktor Kemampuan Matematika dalam Mempengaruhi Peningkatan Kemampuan Koneksi Maupun Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
yang
pendekatan
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa secara signifikan tidak terdapat
dikategorikan
interaksi antara faktor pembelajaran dan
sedang. Tetapi pendekatan pembelajaran
faktor kemampuan matematika tersebut
kooperatif terbukti efektif meningkatkan
dalam
kemampuan
kemampuan koneksi maupun pemecahan
ini
0,47.
masalah
Namun
peningkatan
hanya
pemecahan
masih
pemecahan
masalah
mempengaruhi
matematika siswa secara keseluruhan
masalah
jika
pendekatan
rataan gain ternormalisasi kemampuan
pembelajaran konvensional. Penemuan
koneksi, maupun pemecahan masalah
ini
matematika
dibanding
dengan
mendukung
pendapat
(Marzuki, 2006)
Slavin
yang menyatakan
matematika.
peningkatan
Artinya
dengan
selisih
kemampuan
matematika tinggi, sedang, dan rendah
bahwa pembelajaran kooperatif dapat
yang
memacu perkembangan berpikir dan
pembelajaran kooperatif (PPK), tidak
kemampuan pemecahan masalah, serta
berbeda secara signifikan dengan yang
dapat memenuhi kebutuhan sosial dan
diajar melalui pendekatan pembelajaran
prestasi
konvensional
akademik
siswa
jauh
lebih
diajar
melalui
(PPKon).
pendekatan
Hasil
ini
meningkat bila dibandingkan dengan
menunjukkan bahwa, kelompok siswa
pembelajaran
dengan
konvensional.
Hasil
pendekatan
pembelajaran
penelitian ini juga memberikan gambaran
kooperatif (PPK), dimana siswa dengan
yang
kemampuan
positif
terhadap
kemampuan
pemecahan
matematika
siswa.
peningkatan masalah Pendekatan
tinggi belum sepenuhnya
memberikan kontribusi yang diharapkan, dalam
meningkatkan
kemampuan
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
19
koneksi maupun pemecahan masalah
pengelompokan yang dilakukan tidak
matematika
mencerminkan
kepada
siswa
dengan
kemampuan sedang dan rendah.
konsep
pembelajaran
kooperatif yang sesuai. Hal ini sangat
Sesungguhnya secara konseptual
dimungkinkan karena pengelompokkan
penekanan pada pembelajaran kooperatif
siswa
adalah aspek sosial, yaitu terciptanya
sekunder, bukan melalui tes kemampuan
aktivitas
matematika
interaksi
kelompok,
dan
memotivasi
anggota
guru
mengkondisikan
rasa
antar
berupaya
dengan
dilakukan
berdasarkan
yang
sesuai,
data
sehingga
berakibat pengelompokan tersebut tidak
selalu
dapat mengakomodasi kemampuan siswa
siswa agar selalu tumbuh
yang sesungguhnya. Hasil temuan ini
kebersamaan
membutuhkan
antar
dan siswa
saling (Samosir
senada dengan
temuan Saragih (2007)
yang dalam penelitiannya menemukan
dalam Slavin, 2009). Persepektif sosial
bahwa tidak terdapat interaksi antara
dalam kooperatif berarti juga siswa akan
faktor
saling membantu dalam belajar karena
kemampuan matematika siswa dalam
mereka menginginkan semua anggota
mempengaruhi kemampuan
kelompok
logis maupun komunikasi matematika
memperoleh
Bekerjasama
secara
keberhasilan. tim
dengan
pembelajaran
antara siswa yang
dan
faktor
berpikir
pembelajarannya
mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh
dengan
kelompok, merupakan iklim yang bagus,
realistik (PMR) dibanding dengan siswa
dimana
yang
setiap
menginginkan keberhasilan
anggota
semuanya (Sanjaya
Sedangkan
kelompok memperoleh
2008:
pada
pembelajaran
245).
pembelajaran
diajar
matematika
dengan
pembelajaran
matematika biasa (PMB). Kesimpulan
pendekatan
Berdasarkan penelitian
siswa bekerja dengan sendiri-sendiri, hal
penelitian,
ini memungkinkan bahwa kemampuan
koneksi dan kemampuan pemecahan
siswa kelompok tinggi tidak memberikan
masalah
kontribusi
meningkatkan
pendekatan pembelajaran kooperatif dan
kemampuan koneksi maupun pemecahan
pendekatan pembelajaran konvensional,
masalah matematika kepada kelompok
maka peneliti memperoleh kesimpulan,
siswa dengan kemampuan sedang dan
yaitu:
rendah.
1. Siswa
Dengan
memberikan
demikian indikasi
hasil
ini
bahwa
analisis
selama
konvensional(PPKon),
dalam
dan
temuan
mengenai
matematika
yang
pembelajaran
data
hasil
kemampuan
siswa
melalui
memperoleh berdasarkan
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
20
pendekatan pembelajaran kooperatif
kemampuan
memiliki kemampuan koneksi dan
matematika secara signifikan lebih
pemecahan masalah
baik
matematika
pemecahan
dibanding
masalah
siswa
yang
siswa secara signifikan lebih baik
memperoleh
pembelajaran
dibanding siswa yang memperoleh
berdasarkan
pendekatan
pembelajaran
pembelajaran konvensional.
berdasarkan
pendekatan
pembelajaran
konvensional. 2. Siswa kemampuan matematika tinggi dengan
pembelajaran
berdasarkan
5. Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran
dengan
faktor
kemampuan
matematika
siswa
terhadap
kemampuan
pendekatan pembelajaran kooperatif
maupun
memiliki
masalah matematika siswa.
maupun
kemampuan
koneksi
kemampuan
masalah
pemecahan
matematika
secara
kemampuan
koneksi pemecahan
Saran
Berdasarkan
simpulan
dan
signifikan lebih baik dibanding siswa
implikasi penelitian, maka berikut ini
yang
beberapa saran yang perlu mendapat
memperoleh
pembelajaran
berdasarkan
pendekatan
pembelajaran konvensional. 3. Siswa
kemampuan
sedang
dengan
dari
berkepentingan
matematika pembelajaran
berdasarkan
perhatian
pendekatan
pendekatan
semua
pihak
terhadap
yang
penggunaan
pembelajaran
kooperatif
dalam proses pembelajaran matematika khususnya
pada
tingkat
pendidikan
pembelajaran
kooperatif
memiliki
menengah atas . Saran-saran
tersebut
kemampuan
koneksi
maupun
adalah sebagai berikut:
kemampuan
pemecahan
masalah
1. Penelitian ini menunjukkan bahwa
matematika secara signifikan lebih
pembelajaran
baik
pendekatan pembelajaran kooperatif
dibanding
siswa
yang
memperoleh
pembelajaran
berdasarkan
pendekatan
pembelajaran konvensional. 4. Siswa rendah
kemampuan dengan
dapat: (a) meningkatkan kemampuan koneksi
matematika,
meningkatkan
matematika pembelajaran
berdasarkan
berdasarkan
(b)
kemampuan
pemecahan masalah matematika, (c) sesuai
untuk
semua
tingkatan
pendekatan
kemampuan matematika siswa, (d)
pembelajaran
kooperatif
memiliki
dapat menjadikan siswa terlibat aktif
kemampuan
koneksi
maupun
dalam proses pembelajaran. Dengan
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
21
demikian, pendekatan pembelajaran
matematika
kooperatif
untuk
Madrasah Aliyah yang berkeinginan
pembelajaran
untuk menerapkan pendekatan ini
sangat
diterapkan
berguna
dalam
matematika
Sekolah
Menengah/
dalam
upaya
perlu memperhatikan hal-hal berikut:
kualitas
pendidikan
(a) tersedianya bahan ajar dalam
matematika pada tingkat pendidikan
bentuk masalah kontekstual yang
menengah atas.
mengakomodasi kemampuan yang
meningkatkan
2. Untuk
menunjang
keberhasilan
implementasi
pendekatan
akan
ditingkatkan
stimulus,
(b)
serta
sebagai
diperlukan
pembelajaran kooperatif diperlukan
pertimbangan guru untuk melakukan
bahan
intervensi
ajar
yang
lebih
menarik,
sehingga
usaha
siswa
dirancang berdasarkan permasalahan
untuk mencapai kompetensi yang
kontekstual yang merupakan syarat
diharapkan menjadi maksimal, (c)
awal yang harus dipenuhi sebagai
intervensi diperlukan, jika itu dapat
pembuka
mendorong perkembangan potensial
belajar
pembelajaran
dalam yang
proses akan
siswa.
dilaksanakan. 3. Dalam
pendekatan
pembelajaran
kooperatif, guru berperan sebagai fasilisator. Oleh karena itu guru
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, B. I. 2009. Komunikasi Matematik: Konsep dan Aplikasi, Banda Aceh: PENA Antara News Jawa Timur . IPM Indonesia masih Peringkat 111. Melalui [01/06/2010] Arends, R.I. Learning To Teach (Belajar Untuk Mengajar ), Edisi Ketujuh. Terjemahan Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto 2008. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitia: Suatu Pendekatan Praktek , Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Bataviase. IPM Indonesia Masih Terendah di Asia Tenggara. Melalui [01/06/2010] BNSP 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model Silabus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional- BSNP De Bono, E. Revolosi Berfikir . Terjemahan Ida Sitompul dan
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
22
Fahmy Yamani. 2007. Bandung: Kaifa Djaali, H. & Pudji Muljo. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Fathurrohman, P. & M. Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar: Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama. Hardoyono , F. 2007. “Tinjauan As pek Budaya pada Pembelajaran IPA: Pentingnya Pengembangan Kurikulum IPA Berbasis Kebudayaan Lokal”. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan :INSANIA|Vol. 12|No. 2|P3M STAIN Purwokerto | Fajar H 1 Mei-Ags 2007| hal. 143-163. Melalui < http://insaniaku.files.wordpress .com > [25/02/2010] Herdian. Kemampuan Koneksi Matematik Siswa. Melalui [11/06/2010] Hergenhahn, B.R & Matthew H. Olson. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar ), Edisi Ketujuh. Jakarta: Kencana Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif , Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Kanginan, M. 2005. Cerdas Belajar Matematika, Jakarta: Grafindo Media Pratama. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008 .
Kementerian PP&PA bekerjasama BPS. Melalui [28/05/2010] Mahanal, S. dkk. 2007.” Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Strategi Koo peratif Model STAD pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V MI Jenderal Sudirman Malang”. Jurnal Penelitian Kependidikan Tahun 17, No. 1 hal. 33-49 Marzuki, A. 2006. Implementasi Pembelajaran Kooperatif (Cooverative Learning) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: PPS Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) National Council of Teacher of Mathematics 2000, Principles and Standarts for School Mathematics. Reaston. VA: NCTM Ong Eng Tek (1996). “The Effect of Cooperative Learning on the Mathematics Achievement of Form 4 Students in A Malaysian Scondar y School”. Journal of Science and Mathematics Education in SE Asia. Vol.XXI No.2. p. 34-45 Purcell, E.J, Varberg, D. & Rigdon, S.E. Kalkulus. Edisi Kedelapan Jilid 1. Terjemahan I Nyoman Susila. 2004. Jakarta: Erlangga
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
23
Purwanto, N. 2006. Prinsip- Prinsip dan Tehnik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya Ruseffendi, H.E.T 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Mengajar Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Ruseffendi, H.E.T 1998. Dasar- dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya, Semarang: IKIP Semarang Saragih, S 2007. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Matematik Realistik . Disertasi tidak diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Sanjaya, W. 2008. Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana. Sari, R. (2008). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Kecerdasan Interpersonal Terhadap Hasil Belajar Biologi di MAN 2 Tanjung Pura. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UniversitasNegeri Medan. Satyananda D. & Santi I. : “ Pengembangan Materi Program Instruksional Sebagai suatu Perangkat Pembelajaran Kooperatif dalam Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika pada Perkuliahan MAU4O9 Teori Bilangan”. Jurnal Penelitian Kependidikan Tahun 17, No.
2, hal. 74-89. Melalui < http://lemlit.um.ac.id/wpcontent/uploads/2009/07/Jurna l pdf > [25/02/2010] Sawada, D. 1996. “Mathematics as Connection Making in Japanese Elementary School”. Journal of School Science and Mathematics. Vol 96 (5) Shadiq F. Bagaimana Cara Mencapai Tujuan Pembelajaran Matematika di SMK ? Yokyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. Departemen Pendidikan Nasional RI. Melalui [20/03/2010] Slameto 2003. Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Slavin R.E. Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik . Edisi Kedelapan Jilid 2. Terjemahan Marianto Samosir 2009. Jakarta: Indeks Sudirman, dkk. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Sugiyono 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Suherman, H. E. dkk, 2001. Common Text Book: Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer . Bandung: JICAUPI Sukardi, H.M. 2008. Evaluasi Pendidikan: Prinsip &
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
24
Oprasionalnya, Yokyakarta: Bumi Aksara
Pengajaran. Bandng : Tarsito.
Sumarmo, U. Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah, Bandung : FPMIPA UPI, Melalui [31/05/2010]
Suriasumantri, J. S. 1999. Fitsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Sumarmo, U. Berpikir dan Disposisi matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Perserta Didik, Bandung : FPMIPA UPI, Melalui < http://math.sps.upi.edu > [25/02/2010]
Universitas Pembangunan Nasional „ Veteran‟ Yokyakarta: Masalah dan Variabel Penelitian. Melalui < http://ab-fisipupnyk.com > [28/02/2010]
Suparno, P. 1997 Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Surakhmad, W. 1984. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar: Dasar dan Teknik Metodologi
Indeks
abstrak: 1 acak: 1 ahlak: 1 akademik: 19 aktif: 9,16 aktivitas: 1,3, 10 anava: 1 analisis: 1 butir: 1 data: 1 deskripsi: 1 deskriptif:1 didik:1
Undang- Undang No. 20 Tahun 2003: Sistem Pendidikan Nasional Jakarta: Depdiknas.
Winkel, W. S. 1999. Psikologi Pendidikan. Yokyakarta: Grasindo Yutmini, S. 1992. Strategi Belajar Mengajar . Surakarta: FKIP UNS. Zuriah, N. 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori – Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara
efektif: 18 eksperimen:1 era:1 faktor: 1,3,5, 20 faktorial:1 fasilitas: 3 filsafat:8 gain:1,17 global:1 heterogen: 6 hipotesis: 1 hiterogen: 10 ilmu: 2 implikasi: 3 informasi:1
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
25
interaksi: 1 interaktif: 3 interpretasi: 16 jalur: 1 kata: 1 kognitif: 11 kompetensi: 3 kompleks: 4 komponen: 3 koneksi:1,5,7,8,9,13 konsep: 4, 7 konstuktivisme: 8 konvensional: 1 kooperatif:1, 17 kualitas: 1 kuis:10 kunci:1 kurikulum: 3, 5 lulusan:1 masalah:1 matematika:1,4 materi: 4 mediator: 8 nilai: 1 nol: 1 observasi: 1
orientasi: 1 paralel: 1 pasif: 8 penelitian: 1 perspektif: 5 populasi: 1 program: 1 proses: 1 ranah:1 relevan:6 scoffolding: 8 seting:1 siswa:1, 3,4,5,6,8 spritual:1 statistik: 1 subyek:1 sulit:4 taraf:1 tehnik:1 tehnologi:1 teori: 8 tes: 1 ternormalisasi: 1 upaya:1 varians: 1
Muhammad Kholidi – Mahasiswa S2 Program Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
26