BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Zahro, 2013).
Penentuan kadar abu total bertujuan untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan , mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Zahro, 2013).
Terdapat dua metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan metode pengabuan basah. Lama pengabuan tiap bahan berbeda–beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaiamana cara mengukur kadar abu bahan pangan dengan metode pengabuan kering
I.3 Tujuan
1. Untuk mengukur kadar abu bahan pangan dengan metode pengabuan kering
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Landasan Teori
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja (Susi, 2013).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur itu juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Zahro, 2013).
Tujuan penentuan kadar abu total :
Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan
Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kadar abu yang tidak larut pada asam dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.
Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi,yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda–beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan diangap selesai apa bila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadan dingin,untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur harus lebih dahulu dimasukan ke dalam oven bersuhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan degan suhu didalam oven,barulah dimasukkan kedalam desikator sampai dingin,barulah abunya dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan (Zahro, 2013).
Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %. Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan (Susi, 2013).
Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan (Susi, 2013).
Metode pengabuan kering atau pengabuan langsung (dry ashing)
Prinsip dari pengabuan cara kering yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996). Mekanisme pengabuan pada percobaan ini adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam. Krus porselin adalah tempat atau wadah yang digunakan dalam pengabuan, karena penggunaannya luas dan dapat mencapai berat konstan maka dilakukan pengovenan. Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus sebagai berat a gram (Zahro, 2013).
Setelah itu masukkan bahan sebanyak 3 gram kedalam krus dan catat sebagai berat b gram. Pengabuan di anggap selesai apabila di peroleh pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu (Zahro, 2013).
Pengabuan yang dilakukan didalam muffle dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
Pemanasan pada suhu 300ºC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
Pemanasan pada suhu 800ºC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba. Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam tanur selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai berat c gram (Zahro, 2013).
Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali mercuri dan arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut (Susi, 2013).
Metode pengabuan kering atau pengabuan langsung ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan yang dimiliki metode pengabuan kering atau langsung ini adalah :
Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sampel yang relatif banyak,
Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan
Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sementara, kekurangan yang dimiliki metode pengabuan kering atau langsung ini
adalah :
Membutuhkan waktu yang lebih lama,
Tanpa penambahan regensia,
Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi
Metode pengabuan basah atau tidak langsung (wet ashing)
Prinsip pengabuan cara basah yaitu memberikan reagen kimia tertentu pada bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Proses pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan percepatan oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. Mekanisme pengabuannya adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan ke dalam eksikator. Lalu timbang krus sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan sebanyak 3 gram kedalam krus dan catat sebagai berat b gram. Kemudian ditambahkan gliserol alkohol 5 ml dan dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah terjadi pengabuan, abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai berat c gram. Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang bersifat volatile seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu seperi K2CO3 dan CaCO3. pengeringan pada metode ini bertujuan untuk mendapatkan berat konstan. Sebelum sampel dimasukkan dalam krus, bagian dalam krus dilapisi silica gel agar tidak terjadi pengikisan bagian dalam krus oleh zat asam yang terkandung dalam sampel dan utnuk menyerap air yang kemungkinan ada pada kurs (Zahro, 2013).
Seperti metode pengabuan kering atau langsung, metode pengabuan basah ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dimiliki antara lain :
Waktu yang diperlukan relatif singkat,
Suhu yang digunakan relatif rendah,
Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah,
Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan
Penetuan kadar abu lebih baik
Kelemahan yang dimiliki metode pengabuan basah antara lain :
Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,
Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan
Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah :
Susu jahe
Jahe memiliki berbagai kandungan zat yang diperlukan oleh tubuh manusia, ada beberapa kandungan zat yang terdapat pada jahe yaitu minyak atsiri (0,5 - 5,6%), zingiberon, zingiberin, zingibetol, barneol, kamfer, folandren, sineol, gingerin, vitamin (A, B1, dan C), karbohidrat (20 – 60%) damar (resin) dan asam – asam organik (malat, oksalat), untuk jahe selain sebagai antimikroba, jahe juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan (Zahro, 2013).
Kopi
Kopi bubuk adalah biji kopi yang telah disangrai kemudian digiling, dengan atau tanpa penambahan bahan lain dalam kadar tertentu yang tidak membahayakan kesehatan (SNI 01 – 3542 – 2004). Proses penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 200o-225oC, dengan tujuan untuk mendapatkan kopi rendang yang berwarna cokelat kayu manis kehitaman.sedangakan untuk penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir kopi yang telah direndang untuk mendapatkan kopi bubuk (Zahro, 2013).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
III.2 Alat dan Bahan Percobaan
Alat Percobaan
Tanur pengabuan / muffle
Deksikator
Kurs porselin
Neraca analitis
Penjepit kurs
Oven
Spatula
Bahan Percobaan
Kopi bubuk
Susu jahe
III.3 Prosedur Percobaan
Persiapan awal
Ditimbang bahan contoh yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 gr dalam kurs porslen yang telah diktahui beratnya
Dipanaskan bahan tersebut di atas hot plate (dalam ruang asam) untuk meminimalka asap/jelaga hitam yang muncul pada saat proses pengabuan
Dimasukan bahan ke dalam furnance (tanur) sesuai dengan prosedur kerja penoperasian alat
Petunjuk penggunaan furnance (Thermolyne FB.1410M.26)
Dihubungkan kabel power ke sumber listrik
Ditekan tombol power ke posisi on, maka tampilan digital yag menyatakan temperature akan menyala
Diatur suhu pengabuan (550oC) dengan cara mnekan tombol "push to set temperature" akan menyala
Dilepaskan tekanan pada tombol "Push to set temperature"
Dimasukkan bahan ke dalam furnance dengan lama proses pengabuan 3 jam
Setelah lama proses pengabuan tercapai, diatur suhu furnance menjadi 150oC
Ditunggu hingga suhu mencapau 150oC, selanjutnya dmasukkan bahan kedalam desikator dan ditimbang
Dihitung kadar abu total bahan (%) berdasarkan berat kering bahan.