REFARAT
KARSINOMA NASOFARING
Disusun Oleh : Elies Oktaviani
(05-041)
Jacob Trisusilo Salean
(05-045)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT PERIODE 22 FEBRUARI – 20 MARET 2009 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA
DAFTAR ISI 1
KATA PENGANTAR…………………………………………………..3 I. PENDAHULUAN…………………………………………………….4 II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………...5 A. B. C.
DEFINISI……………………………………………………………..5
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI………………………………….5 ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOPHARING……………………9 D.
GEJALA DAN TANDA KNF…………………………………….…12
E.
PATOFISIOLOGI KARSINOMA NASOFARING………………...13
F.
DIAGNOSIS………….……………………………………………..15
G.
DIAGNOSIS BANDING……………………………………………18
H.
STA STADIUM IUM………… ……………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …….. ..2 20
I.
KOMPLIKASI………………………………………………………21
J.
PENATALKSANAAN……………………………………………...23
K. III.
PEN PENCEGA CEGAH HAN…… AN………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …….. ..29 29
PENUTUP……………………………………………………….30 A. KESIMPULAN. KESIMPULAN..…………… .………………………………… ……………………………………… ………………….30 .30 B. SARAN………………… SARAN…………………………………… …………………………………… ………………………...3 ……...30 0
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..31
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menolong menolong dan memberkati memberkati kami menyelesaik menyelesaikan an refarat refarat ini dengan baik. Tanpa pertolongan pertolongan Dia mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Refarat ini disusun sebagai syar syarat at untuk untuk meng mengik ikut ut ujia ujian n sela selain in itu itu agar agar pembac pembacaa dapat dapat memp memper erlu luas as ilmu ilmu tent tentang ang KARSIN KARSINOMA OMA NASOFA NASOFARIN RING, G, yang yang kami kami sajika sajikan n berdas berdasark arkan an pengama pengamatan tan dari dari berbag berbagai ai sumber Refarat ini memuat tentang KARSINOMA NASOFARING yang sangat berbahaya bagi kesehatan seseorang. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing THT yaitu dr. A. Sebayang, SpTHT, dr. Nuzwar Noer, SpTHT dan dr. Robert Hasibuan, SpTHT beserta asistenya yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun refarat dan mengerti tentang ilmu di bidang THT. Semoga Semoga makala makalah h ini dapat dapat member memberika ikan n wawasa wawasan n yang yang lebih lebih luas luas kepada kepada pembaca pembaca.. Walaup Walaupun un makala makalah h ini memili memiliki ki kelebi kelebihan han dan kekuran kekurangan gan.. Kami Kami mohon mohon untuk untuk saran saran dan kritiknya. Terima kasih.
Jakarta, Maret 2010
3
Penyusun
I. PEND PENDAH AHUL ULUA UAN N
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas , dengan frekwensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama pertama ( KNF mendapat persentase persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, leher, diikuti diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah). Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Santos Santosaa (1988) (1988) mendapa mendapatka tkan n jumlah jumlah 716 (8,46% (8,46%)) pender penderita ita KNF berdas berdasark arkan an data data patologi patologi yang diperoleh diperoleh di Laboratorium Laboratorium Patologi Patologi anatomi anatomi FK Unair Surabaya Surabaya (1973 – 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 – 2002. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia. Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi,dan tidak mudah diperiksa oleh mereka yg bukan ahli sehingga diagnosis sering terlambat, dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai gejala pertama. Dengan makin terlambatnya diagnosis maka prognosis ( angka bertahan hidup 5 tahun) semakin buruk. Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam pencegan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari karsinoma nasofaring ini. Untuk dapat bereperan dalam hal tersebut dokter perlu mengetahui terlebih dahulu sega aspek dai kanker nasofaring ini, meliputi definisi, anatomi fisiologi nasofaring, epidemiologi dan etiologi, gejala dan tanda, patofisiologi, 4
diagnosis, komplikasi, terapi maupun pencegahanya. Penulis berusaha untuk menuliskan semua aspek tersebut dalam tinjauan pustaka refarat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.
II TINJAUAN PUSTAKA A.
DEFINI FINIS SI
Carcinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang cend cender erun ung g
meng mengin infi filt ltra rasi si
jari jaring ngan an
seki sekita tarn rnya ya
dan dan
meni menimb mbul ulka kan n
meta metast stas asis is..
(DORLAND.2002) Nasopharyngeal carcinoma merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan ditemukan dengan frekuensi tinggi di Cina bagian selatan(DORLAND.2002)
B.
EPIDEMIOLOGI DA DAN ET ETIOLOGI Angka Angka keja kejadi dian an Kank Kanker er Naso Nasofa fari ring ng (KNF (KNF)) di Indo Indones nesia ia cukup cukup ting tinggi gi,, yakn yaknii 4,7 4,7
kasus/ kasus/tah tahun/ un/100. 100.000 000 penduduk penduduk
atau atau diperk diperkira irakan kan 7000 – 8000 8000 kasus kasus per tahun tahun di seluruh seluruh
Indon Indones esia ia (Sur (Surve veii yang yang dila dilaku kuka kan n oleh oleh Depa Depart rtem emen en Kese Keseha hata tan n pada pada tahu tahun n 1980 1980 seca secara ra “pat “patho holo logy gy based” based”). ). Sant Santos osaa (1988 (1988)) mend mendap apat atka kan n juml jumlah ah 716 716 (8,4 (8,46% 6%)) pende penderi rita ta KNF KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 – 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 – 2002. Di RSCMJakarta ditemukan lebih dari 100 kasus kasus setahun setahun,, RS. Hasan Hasan Sadiki Sadikin n Bandung Bandung rata-r rata-rata ata 60 kasus, kasus, Ujung Ujung Pandang Pandang 25 kasus, kasus, Denpas Denpasar ar 15 kasus, kasus, dan di Padang dan Bukit tinggi tinggi (1977(1977-197 1979). 9).
Dalam Dalam pengamata pengamatan n dari dari
pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainya. Studi epidemiologi KNF dengan berfokus kepada etiologi dan kebiasaan biologi dari penyakit ini telah dikemukakan hasilnya oleh UICC (International Union against Cancer) dalam symposium kanker nasofaring yg diadakan di Singapura tahun 1964 (MUIR,dkk.1967), dan dari investigas investigasii dalam empat dekade terakhir terakhir telah ditemukan ditemukan banyak temuan temuan penting di semua 5
aspek. KNF mempunyai gambaran epidemiologi yg unik, dalam daerah yg jelas, ras, serta agregasi family. KNF mempunyai daerah distribusi endemic yang tidak seimbang antara berbagai Negara, maupun yang tersebar dalm 5 benua. Tetapi, insiden KNF lebih rendah dari 1/10 1/105 di semua area. Insisde. Insiden tertinggi terpusat pada di Cina bagian selatan (termasuk Hongkong), dan insiden inni inni tert tertin ingg ggii di prov provin insi si Guang Guangdo dong ng pada pada laki laki-l -laki aki menc mencap apai ai 20-5 20-50/ 0/100 10000 000 0 pendu pendudu duk. k. Berdasarkan data IARC (International Agency for for Research on Cancer) Cancer) tahun 2002 ditemukan sekitar sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh diseluruh dunia, dunia, dan sekitar 50,000 50,000 kasus meninggal meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan pula cukup banyak kasus pada penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk penduduk di Afrika utara dan timur timur tengah (PARKIN (PARKIN dkk. 1992.2002, WATERHOUSE dkk. 1982, MUIR dkk. 1987). Tumor Tumor ini lebih lebih sering sering ditemu ditemukan kan pad pria pria disband disbanding ing wanita wanita dengan dengan rasio rasio 2-3:1 2-3:1 (PARKINdkk.2002) dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insisden KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur, pada daeraj dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, ;uncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya (ZONG dkk.1983). Ras mongoloid merupakan factor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukup tinggi pada pendduduk CIna bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini. Berbagai studi epidemilogik mengenai angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnal. Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) pada para migran dari daratan Tiongkok yang telah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan) di San Fransisco Ameri Amerika ka Serika Serikat. t. Terdapa Terdapatt perbed perbedaan aan yang yang bermak bermakna na dalam dalam terjad terjadiny inyaa Kanker Kanker Nasofa Nasofarin ring g (KNF) antara para migran dari daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan Hispanics, di mana kelompok Tionghoa menunjukkan menunjukkan angka kejadian kejadian yang lebih tinggi. tinggi. Sebaliknya Sebaliknya,, apabila apabila orang Tionghoa migran ini dibandingkan dengan para kerabatnya yang masih tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat 6
penur penurunan unan yang yang bermak bermakna na dalam dalam hal terjad terjadiny inyaa Kanker Kanker Nasofa Nasofarin ring g (KNF) (KNF) pada pada kelomp kelompok ok migran tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih mengandung gen yang ‘memudahkan’ untuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi karena pola makan dan pola hidup selama di perantauan berubah maka faktor yang selama ini dianggap sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan (diasa (diasap, p, diasin diasin), ), bahkan bahkan konon konon kabarn kabarnya ya seoran seorang g bayi bayi yang yang baru baru selesa selesaii disapi disapih, h, sebaga sebagaii makanan pengganti susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan. Dijumpai pula kenaikan angka kejadian ini pada komunitas orang perahu (boat people) yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini tampak mencolok pada saat terjadi pelarian besar besaran orang Vietnam dari negaranya. Bukti epidemiologik lain adalah adalah angka angka kejadi kejadian an kanker kanker ini di Singapu Singapura. ra. Persen Persentas tasee terbes terbesar ar yang yang dikena dikenaii adalah adalah masyar masyaraka akatt keturu keturunan nan Tiongho Tionghoaa (18,5/ (18,5/100. 100.000 000 pendudu penduduk), k), disusu disusull oleh oleh keturu keturunan nan Melayu Melayu (6,5/100.000) dan terakhir adalah keturunan Hindustan (0,5/100.000). Diju Dijump mpai ainy nyaa Epst Epstei einn-Ba Barr rr Viru Viruss (EBV (EBV), ), pada pada hamp hampir ir semu semuaa kasus kasus KNF KNF tela telah h mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada 1966, seorang peneliti menjumpai peningkatan titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgG terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula dengan tingginya stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan. Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain, Kanker Nasofaring (KNF) jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan virus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Meskipun demikan tetap ada peneliti yg mencoba menghubungkannya dengan merokok , secara umum resiko resiko terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok (HSU dkk.2009). ditemukan juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara dan Hongkong merupakan hasil dari mengur mengurang angii frekuen frekuensi si merokok merokok.. Adanya Adanya hubunga hubungan n antara antara faktor faktor kebias kebiasaan aan makan makan dengan dengan 7
terjadinya KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang tinggi pada mereka yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonesestyl stylee salt salted ed fish fish). ). Risi Risiko ko terj terjad adin inya ya KNF KNF sang sangat at berk berkai aita tan n deng dengan an lama lamany nyaa mere mereka ka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina makanan ini mulai digunakan sebagai pengganti air susu ibu pada saat menyapih. Tentang factor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu cintoh terkenal di Cina selatan, satu keluarga keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi generasi didapatkan didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita menderita tumor ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring menderita keganasan organ lain. Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debu kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami (Chine (Chinese se herbal herbal medici medicine=C ne=CHB) HB).. Hildes Hildeshei heim m dkk memper memperoleh oleh hubungan hubungan yang yang erat erat antara antara terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHB. Beebrapa tanaman dan bahan CHB dapat mengin menginduks duksii aktiva aktivasi si dari dari virus virus EBV yg laten. laten. Sepert Sepertii pada TPA ( Tetrad Tetradecan ecanoyl oylyph yphorb orbol ol Acetate) yaitu substansi yg ada di alam dan tumbuhan jika dikombinasi dengan N-Butyrate yang merupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan di nasofaring dapat menginduksi sintesis antige antigen n EBV di tikus, tikus, mening meningkat katnya nya trans transfor formas masii
cell-mediate cell-mediated d immunity immunity dari dari EBV EBV dan
mempromosikan pembentukan KNF ( genesis) genesis) (TANG dkk.1988). Secara mikroskopis karsinoma nasofaring dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu : 1. Bent Bentuk uk ulse ulsera rati tif f Bentuk Bentuk ini paling paling sering sering terdapa terdapatt pada pada dindin dinding g poster posterior ior dan di daerah daerah sekita sekitarr fosa fosa rosenmulleri. Juga dapat ditemukan pada dinding lateral didepan tuba eustachius dan pada bagian atap nasofaring. Lesi ini biasanya lebih kecil disertai dengan jaringan yang nekroti nekrotik k dan sangat sangat mudah mudah mengad mengadakan akan infilt infiltras rasii ke jaring jaringan an sekit sekitarn arnya. ya. Gambar Gambaran an histopatologik bentuk ini adalah karsinoma sel skuamosa deengan diferensiasi baik.
2. Bentuk Bentuk noduler/ noduler/lub lubule uler/p r/prol rolife iferat rative ive 8
Bentuk noduler noduler atau lobuler lobuler sangat sering sering dijumpai dijumpai pada daerah sekitar sekitar muara muara tuba eustachius. Tumor jenis ini berbentuk seperti buah angguratau polipoid jarang, dijumpai adanya ulserasi, namun kadang-kadang dijumpai ulserasi kecil. Gambaran histopatologik bentuk ini biasanya karsinoma tanpa diferensiasi. 3. Bent Bentuk uk ekso eksofi fiti tik k Bentuk Bentuk eksofi eksofitik tik biasan biasanya ya tumbuh tumbuh pada satu satu sisi sisi nasofa nasofari ring, ng, tidak tidak dijump dijumpai ai adanya adanya ulserasi, kadang-kadang bertangkai dan prmukaannya licin. Tumor jenis ini biasanya tumbuh dari atap nasofaring dan dapat mengisi seluruh rongga nasofaring. Tumor nini dapat mendorong palatum mole ke bawah dan tumbuh kearah koana dan masuk ke dalam rongga hidung. Gambaran histopatologik berupa limfasarkoma
C.
ANAT ANATOM OMII DAN FIS FISIO IOLO LOGI GI NAS NASOP OPHA HARI RING NG
Nasopharin Nasopharing g berbentuk berbentuk kerucut dan selalu terbuka terbuka pada waktu respirasi respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Batas nasopharing: •
Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
•
Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif karena tergantung dari palatum durum.
•
Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.
•
Posterior : - vertebra cervicalis cervicalis I dan II II
•
-
Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar
-
Mukosa lanjutan dari mukosa atas
Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang
-
Muara tuba eustachii 9
-
Fossa rosenmulleri
Bangunan yang penting pada nasopharing •
Ostium tuba eustachii pars pharyngeal Tuba Tuba eust eustac achi hiii meru merupa paka kan n kana kanall yang yang meng menghu hubu bung ngka kan n kavu kavum m nasi nasi dan dan nasopha nasophary ryng ng dengan dengan rongga rongga teling telingaa tengah tengah.. Mukosa Mukosa ostium ostium tuba tuba tidak tidak datar datar tetapi tetapi menonjol seperti menara, disebut torus tubarius.
•
Torus tubarius
•
Fossa rosen mulleri Adalah Adalah datara dataran n kecil kecil dibelk dibelkang ang torus torus tubari tubarius. us. Daerah Daerah ini merupak merupakan an tempat tempat predileksi karsinoma nasofaring, suatu tumor yang mematikan nomor 1 di THT.
•
Fornix nasofaring
10
Adal Adalah ah data datara ran n dise disebe bela lah h atas atas toru toruss tuba tubari rius us,, meru merupa paka kan n temp tempat at tumo tumor r angiofibroma nasopharing •
Adenoid= tonsil pharyngeal=luskha
•
Secara teoritis adenoid akan hilang setelah pubertas karena adaenoid akan mencapai titik optimal pada umur 12-14 tahun. Lokasi pada dinding superior dan dorsal nasopharing sebela sebelah h latera laterall bursa bursa pharyn pharyngea. gea. Fungsi Fungsinya nya sebaga sebagaii mekani mekanisme sme pertah pertahana anan n tubuh tubuh terhadap kuman- kuman yang lewat jalan napas hidung.
Nasopharing akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata etrtentu seperti hak. Fungsi nasopharing : •
Sebagai jalan udara pada respirasi
•
Jalan udara ke tuba eustachii
•
Resonator
•
Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung 11
Secret dari nasopharing dapat bergerak ke bawah karena:
D.
•
Gaya gravitasi
•
Gerakan menelan
•
Gerakan silia (kinosilia)
•
Gerkan usapan palatum molle
GEJALA DAN TANDA KNF
Gejala nasofaring yang pokok adalah : 1. Nasal sign : •
Pilek lama yang tidak sembuh
•
Epistaksis Epistaksis.. Keluarnya Keluarnya darah ini biasanya biasanya berulang-ula berulang-ulang, ng, jumlahnya jumlahnya sedikit sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu
•
Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.
2. Ear sign : •
Tinitus. Tumor menekan muara tuba eustachii sehingga terjadi tuba oklusi, karena muara muara tuba tuba eustac eustachii hii dekat dekat dengan dengan fosa fosa rosenm rosenmull ulleri eri.. Tekanan Tekanan dalam dalam kavum kavum timpani menjadi menurun sehingga terjadi tinnitus.
•
Gangguan pendengaran hantaran
•
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
3. Eye sign :
12
•
Diplopia. Tumor merayap masuk foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma chiasma opticus akan menimbulkan menimbulkan kebutaan.
4. Tumor sign : •
Pembes Pembesara aran n kelenj kelenjar ar limfoi limfoid d leher leher ini merupa merupakan kan penyeba penyebaran ran atau atau metast metastase ase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
5. Cranial si sign Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada penderita. Gejala ini berupa : •
Sakit Sakit kepala kepala yang yang terus terus meneru menerus, s, rasa rasa sakit sakit ini merupa merupakan kan metast metastase ase secara secara hematogen.
•
Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
•
Kesukaran pada waktu menelan
•
Afoni
•
Sindrom Sindrom Jugular Jugular Jackson Jackson atau sindroma reptroparoti reptroparotidean dean mengenai N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: o
Lidah
o
Palatum
o
Faring atau laring
o
M. sternocleidomastoideus
o
M. trapezeus 13
E.
PATOF ATOFIISIOL OLO OGI KA KARSIN SINOMA NA NASO SOFA FARI RING NG Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral dan
termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan beberapa penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis dan karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu (1)Aadanya infeksi EBV, (2) Faktor lingkungan (3) Genetik
1) Viru Viruss Eps Epste tein in-B -Bar arr r Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit limfosit.. EBV memula memulaii infeks infeksii pada limfosit limfosit B dengan dengan cara cara berika berikatan tan dengan dengan rese resept ptor or viru virus, s, yait yaitu u komp kompon onen en komp komple leme men n C3d C3d (CD2 (CD21 1 atau atau CR2) CR2).. Glik Glikopr oprot otei ein n (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas Aktivitas ini merupaka merupakan n rangkaian rangkaian yang berantai berantai dimulai dimulai dari dari masuknya masuknya EBV EBV ke dalam dalam DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuk asukny nyaa EBV EBV ke dala dalam m sel epit epitel el nas nasofar ofariing yaitu aitu CR2 CR2 dan dan PIGR Polimeric (Polimeric Immunogloblin Receptor ). Sel yang terinfeks terinfeksii oleh virus epstein-barr epstein-barr dapat menimbulkan menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan viru viruss meng mengad adak akan an repl replik ikas asi, i, atau atau viru viruss epst epstei einn- barr barr yang yang meni meninf nfek eksi si sel sel dapa dapatt mengakibatka mengakibatkan n kematian kematian virus sehingga sel kembali kembali menjadi menjadi normal normal atau dapat terjadi terjadi transforma transformasi si sel yaitu interaksi interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan mengakibatkan terjadiny terjadinyaa
14
perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker. Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyros tyrosine ine kinase kinase yang yang diperc dipercaya aya dapat dapat mengha menghamba mbatt siklus siklus litik litik virus. virus. Dianta Diantara ra gen-gen gen-gen tersebut, tersebut, gen yang paling paling berperan dalam dalam transformas transformasii sel adalah gen LMP1. Struktur Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi karboksi (C). Protein Protein transmembran transmembran LMP1 menjadi menjadi perantara perantara untuk sinyal sinyal TNF (tumor (tumor necrosis factor ) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.
2) Genetik
Walaupun Walaupun karsinoma karsinoma nasofaring nasofaring tidak termasuk tumor genetic, genetic, tetapi tetapi kerentanan kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan memiliki memiliki agregasi agregasi familial. familial. Analisis korelasi menunjukkan menunjukkan gen HLA (human (human leukocyte leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan kerentanan terhadap terhadap karsinoma karsinoma nasofaring. nasofaring. Sitokrom Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen
3) Fakt Faktor or lingk lingkun ungan gan Sejumlah Sejumlah besar studi kasus kasus yang dilakukan dilakukan pada populasi populasi yang berada di berbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan lain yang yang
awet awetka kan n
meng mengan andu dung ng
seju sejuml mlah ah
besa besarr
nitr nitros osod odim imet ethy hyam amin inee
(NDM (NDMA) A),,
N-
nitrospurr nitrospurrolide olidene ne (NPYR) (NPYR) dan nitrospipe nitrospiperidi ridine ne (NPIP ) yang mungkin mungkin merupakan merupakan faktor karsin karsinoge ogenik nik karsin karsinoma oma nasofa nasofari ring. ng. Selain Selain itu itu meroko merokok k dan perokok perokok pasif pasif yg terkena terkena paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.
15
F.
DIAGNOSIS
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk u ntuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor : 1. Anamnes Anamnesis is / peme pemerik riksaa saan n fisi fisik k Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakn pasien (tanda dan gejala KNF) 2. Peme Pemeri riks ksaa aan n naso nasofa fari ring ng Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop 3. Biop Biopsi si nas nasof ofar arin ing g Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%. •
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
•
Biopsy melalui melalui mulut dengan memakai memakai bantuan bantuan kateter kateter nelaton nelaton yang dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung. Demikian juga kateter yang dari hidung disebelahny disebelahnya, a, sehingg sehinggaa palatum palatum
mole tertarik tertarik ke atas. Kemudian Kemudian
dengan kacalaring kacalaring dilihat dilihat daerah daerah nasofaring. nasofaring. biopsy dilakukan dengan melihat melihat tumor tumor melalu melaluii kaca kaca terseb tersebut ut atau atau memaka memakaii nasofa nasofarin ringos goskop kop yang yang dimasu dimasukan kan melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan mala dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis. 4. Pemeri Pemeriksa ksaan an Patolo Patologi gi Anatom Anatomii Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
16
•
Kars Karsin inom omaa
sel sel
skua skuamo mosa sa
berk berker erat atin inis isas asii
Kerati tini nizi zing ng ( Kera
Squam Squamous ous
Cell Cell
Carcinoma). Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. •
Karsinoma non-keratinisasi ( Non-keratinizing Non-keratinizing Carcinoma). Carcinoma). Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.
•
Karsinoma Karsinoma tidak berdiferen berdiferensiasi siasi (Undifferentiated (Undifferentiated Carcinoma). Carcinoma). Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif. Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu : •
Kars Karsin inom omaa
sel sel
skua skuamo mosa sa
berk berker erat atin inis isas asii
( Kera Kerati tini nizi zing ng
Squam Squamous ous
Cell Cell
Carcinoma). Carcinoma). •
Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi Karsinoma non-keratinisasi ( Non-keratinizing Carcinoma). lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.
5. Peme Pemeri riks ksaa aan n radi radiol olog ogii Pemeri Pemeriksa ksaan an radiol radiologi ogi pada pada kecuri kecurigaan gaan KNF merupak merupakan an pemeri pemeriksa ksaan an penunj penunjang ang diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologic tersebut adalah: •
Member Memberika ikan n diagno diagnosis sis yang yang lebih lebih pasti pasti pada pada kecuri kecurigaan gaan adanya adanya tumor tumor pada daerah nasofaring
•
Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
•
Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.
a) Foto polos
Ada beber beberap apaa posi posisi si denga dengan n foto foto polo poloss yang yang perl perlu u dibu dibuat at dala dalam m menc mencar arii kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu: 17
soft tissue tissue Posi Posisi si Late Latera rall denga dengan n tekn teknik ik foto foto untuk untuk jari jaringa ngan n luna lunak k ( soft technique) technique)
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
Tomogram Lateral daerha nasofaring
Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring
b) C.T C.T.Sc .Scan
Pada umunya KNF yang yang dapat dideteksi dideteksi secara jelas jelas dengan radiografi radiografi polos adalah adalah jika jika tumor tumor terseb tersebut ut cukup cukup besar besar dan eksofi eksofitik tik,, sedang sedangkan kan bula bula kecil kecil mungki mungkin n tidak tidak akan akan terdet terdeteks eksi. i. Terleb Terlebihih-leb lebih ih jika jika perlua perluasan san tumor tumor adalah adalah submukosa, maka hal ini akan sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika penyebaran ke jaringan sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat kesukaran-kesukaran dalam mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T. Scan dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuanya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang, gengan criteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapat dinila dinilaii pakah pakah sudah sudah ada perlua perluasan san tumor tumor ke jaring jaringna na sekit sekitarn arnya, ya, menila menilaii ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial. Ada beber beberap apaa posi posisi si denga dengan n foto foto polo poloss yang yang perl perlu u dibu dibuat at dala dalam m menc mencar arii kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:
Posi Posisi si Late Latera rall denga dengan n tekn teknik ik foto foto untuk untuk jari jaringa ngan n luna lunak k ( soft soft tissue tissue technique) technique)
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
Tomogram Lateral daerha nasofaring
18
Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring
6. Pemeri Pemeriksa ksaan an neuro-of neuro-oftal talmol mologi ogi Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lobang, amka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF ini. 7. Peme Pemeri riks ksaa aan n ser serol olog ogi. i. Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen) untuk untuk infeks infeksii virus virus E-B telah telah menunj menunjukan ukan kemaju kemajuan an dalam dalam mendet mendeteks eksii karsin karsinoma oma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring nasofaring stadium stadium lanjut (stadium (stadium III dan IV) senstivitas senstivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA IgA anti anti EA sens sensit itiv ivit itas asny nyaa 100% 100% teta tetapi pi spes spesif ifit itas asny nyaa
hany hanyaa 30,0% 30,0%,, sehi sehingg nggaa
pemeriksaan pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menetukan menetukan prognosis pengobatan, pengobatan, titer titer yang didpat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.
G.
DIAGNOSIS BANDING
1. Hipe Hiperp rpla lasi siaa aden adenoi oid d Biasanya terdapat pada anak-anak, jarnag pada orang dewasa, pada anak-anak hyperplasia ini terjadi Karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu massa jaringna lunak pada aatap nasofaring umunya berbatas tegas dan umunya simetris serta strukt strukturur-str strukt uktur ur sekita sekitarny rnyaa tak tampak tampak tandatanda- tanda tanda infilt infiltras rasii seprti seprti tampak tampak pada pada karsinoma.
2. Angi Angiof ofib ibro roma ma juen juenil ilis is Baisanya ditemui pada usia relative muda dengan gejala-gejala menyerupai KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. infiltrative. Pada foto polos akan 19
didapat suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperrti seperrti pada penyebaran penyebaran karsinoma, karsinoma, walaupun jarang menimbulkan menimbulkan destruksi destruksi tulang hanay erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari sign. Karena tumor ini kaya dinding belakang sinus maksilarisyang dikenals ebgai antral sign. akan vascular maka arterigrafi arterigrafi carotis eksterna sangat diperlukan diperlukan sebab gambaranya gambaranya sangat sangat karakt karakteri eristi stik. k. Kadang Kadang-kad -kadang ang sulit sulit pula pula membed membedakan akan angiof angiofibr ibroma oma juveni juvenils ls dengan polip hidung pada foto polos. 3. Tumo Tumorr sinus sinus sphe spheno nooi oida dali liss Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien dating untuk pemeriksaan pertama.
4. Neur Neurof ofiibrom bromaa Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga menyerupai keganasan didnding lateral nasofaring. secara C.T. Scan, pendesakan ruang para faring kea rah medial dapat membantu mebedakan kelompok tumor ini dengan KNF.
5. Tumo Tumorr kele kelenj njar arrr paro paroti tiss Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak dalam mengenai ruang para faring dan menonjol kearah lumen nasofaring. pada sebagian besar kasu kasuss terl terlih ihat at pend pendes esak akan an ruan ruang g para parafa fari ring ng kea kea rah rah medi medial al yang yang tamp tampak ak pada pada pemeriksaan C.T.Scan.
6. Chordoma Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat KNF pun pun seri sering ng meni menimb mbul ulkan kan destr destruks uksii tula tulang ng,, maka maka seri sering ng timb timbul ul kesu kesuli lita tan n untu untuk k membedakanya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama di 20
daerah daerah clivus. clivus. CT dapat dapat membant membantu u ,eliha ,elihatt apakah apakah ada pembes pembesara aran n kelenj kelenjar ar cervic cervical al bagia bagian n atas atas karena karena chordom chordomaa umunya umunya tidak tidak memper memperhat hatikan ikan kelain kelainan an pada pada kelenj kelenjar ar tersebuts edangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.
7. Meni Menigi giom omaa bas basis is kran kranii ii Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambaranya kadang-kadang meyerupai KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Ganbaran CT meningioma cukup karakteristikk yaitu sedikit hiperdense sebelum penyuntikanzat kontras dan akan menjad menjadii sangat sangat hiperd hiperdens ensee setela setelah h pember pemberian ian zat kontra kontrass intrav intravena ena.. Pemeri Pemeriksa ksaan an arteiografi juga sangat membantu diagnosis tumor ini.
H.
STADIUM
Pene Penent ntua uan n stad stadiu ium m yang yang terb terbar aru u berd berdas asar arka kan n atas atas kese kesepa paka kata tan n anta antara ra UICC UICC (Uni (Union on Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut : T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya. T0 : Tidak tampak tumor T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat digerakkan N3 :Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang sudah melekat pada jaringan sekitar. M = Metastase, menggambarkan metastase jauh M0 : Tidak ada metastase jauh 21
M1 : Terdapat metastase jauh.2,3,9-13 Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan : Stadium I
: T1 T 1 N0 M0
Stadium II
: T2 N0 M0
Stadium III
: T3 N0 M0 T1,T2,T3 N1 M0
Stadium IV
: T4 N0,N1 M0 Tiap T N2,N3 M0 Tiap T Tiap N M12
Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut : Tis : Carcinoma in situ T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi. T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan dindinglateral. T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring. T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf cranial (atau keduanya). I.
PROGNOSIS
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti : •
Stadium yang lebih lanjut.
•
Usia lebih dari 40 tahun
•
Laki-laki dari pada perempuan
•
Ras Cina dari pada ras kulit k ulit putih
•
Adanya pembesaran kelenjar leher
•
Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
•
Adanya metastasis jauh 22
J.
KOMPLIKASI 1. Petr Petros osphe pheno noid id sindr sindrom om Tumo Tumorr tumb tumbuh uh ke atas atas ke dasa dasarr tengk tengkor orak ak lewa lewatt fora forame men n lase laseru rum m samp sampai ai sinus sinus kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang memberikan kelainan : •
Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri pada wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang terbatas pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.
•
Ptosis palpebra ( N. III )
•
Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )
2. Retr Retrop opar arid idean ean sindr sindrom om Tumor Tumor tumbuh tumbuh ke depan depan kea rah rongga rongga hidung hidung kemudi kemudian an dapat dapat mengin menginfil filtr trasi asi ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala : •
N. IX : kesuli kesulitan tan menela menelan n karena karena hemipa hemipares resis is otot otot konstr konstrikt iktor or superi superior or serta serta gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah
•
N. X : hiper hiper / hipoan hipoanest estesi esi mukosa mukosa palatu palatum m mole, mole, faring faring dan laring laring disert disertai ai gangguan respirasi dan saliva
•
N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese palatum mole
•
•
N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah. Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis. 23
3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenaiorgan tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
K.
PENATALKSANAAN
1. Radioterapi Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Sampai Sampai saaat ini pengobatan pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring nasofaring adalah radiasi, radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif. Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobal (Co60 ) atau dengan akselerator linie linierr ( linie linierr Accele Accelerat rator or atau atau linac) linac).. Radiasi Radiasi ini dituju ditujukan kan pada kanker kanker primer primer didaer didaerah ah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah seerta klasikula. klasikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan dilakukan sebagai sebagai tindakan tindakan preventif preventif sekalipun sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar. Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber radiasi kedalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang serius pada jaringan sehat disekitarnya. Kombin Kombinasi asi ini diberi diberikan kan pada pada kasuskasus-kas kasus us yang yang telah telah memepe memeperol roleh eh dosis dosis radias radiasii ekster eksterna na maks maksim imum um teta tetapi pi masi masih h diju dijump mpai ai sisa sisa jari jaring ngan an kanke kankerr atau atau pada pada kasus kasus kamb kambuh uh lokal lokal.. perkembanga perkembangan n teknologi teknologi pada dasawarsa dasawarsa terakhir terakhir telah memungkinkan memungkinkan pemberian pemberian radiasi radiasi yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan menimbulkan efek samping sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT ( Intersified Modulated Radiotion Therapy ) telah digunakan dibeberapa negara maju. 24
Prinsip Pengobatan Radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA “Ribose Nucleic Acid“ dan (2) DNA “ Desoxy Ribose Nucleic Acid “. DNA terutama terdapat paa khromosom “ ionizing radiation “ menghambat metabolisme DNA dan menghentikan aktifitas enzim nukleus. Akibat Akibatnya nya pada pada inti inti sel terjad terjadii khroma khromatol tolisi isiss dan plasma plasma sel menjad menjadii granua granuarr serta serta timbu timbull vakuola-vakuo vakuola-vakuola la yang kahirnya kahirnya berakibat berakibat sel akan mati dan menghilang. menghilang. Pada suatu keganasan keganasan ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan ; stadium profase mitosis merupakan stadium yang paling rentan terhadap radiasi. Daerah nasofaring dan sekitarnya yang meliputi fosa serebri media, koane dan daerah parafaring sepertiga leher bagian atas. Daerah-daerah lainnya yang dilindungi dengan blok timah. Arah penyinaran dari lateral kanan dan kiri, kecuali bila ada penyerangan kerongga hidung dan sinus paranasal maka perlu penambahan lapangan radiasi dari depan. Pada penderita dengan stadium yang masih terbataas (T1,T2), maka luas lapangan radiasi harus diperkecil setelah dosis radiasi mencapai 4000 rad , terutama dari atas dan belakang untuk menghindari bagian susunan saraf pusat . Dengan lapangan radiasi yang terbatas ini, radiasi dilanj dilanjutka utkan n sampai sampai mencap mencapai ai dosis dosis seluru seluruh h antara antara 60006000- 7000 7000 rad . pada pada pender penderita ita dengan dengan stadium T3 dan T4, luas lapangan radiasi tetap dipertahankan sampai dosis 6000 rad. Lapangan diperkecil
bila
dosis
akan
ditingkatkan
lagi
sampai
sekitar
7000
rad.
Daerah penyinaran penyinaran kelenjar kelenjar leher sampai fosa supraklavi supraklavikula. kula. Apabila tidak ada metastasis metastasis kelenj kelenjar ar leher, leher, maka maka radias radiasii daerah daerah leher leher ini bersif bersifat at profil profilakt aktik ik dengan dengan dosis dosis 4000 rad, rad, sedangkan bila ada metastasis diberikan dosis yang sama dengan dosis daerah tumor primer yaitu 6000 rad, atau lebih. Untuk menghindari gangguan penyinaran terhadap medulla spinalis, laring dan esofagus, maka radiasi daerah leher dan supraklavikula ini, sebaiknya diberikan dari arah depan dengan memakai blok timah didaerah leher tengah. Dosis radiasi Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 – 7000 rad, dalam waktu 6 – 7 minggu dengan periode istirahat 2 – 3 minggu (“split dose”). Alat yang biasanya dipakai ialah “cobalt 60”, “megavoltage”orthovoltage” Respon radiasi
25
Setelah Setelah diberikan diberikan radiasi, maka dilakukan dilakukan evaluasi evaluasi berupa respon terhadap radiasi. Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO : - Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar. - Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih. - No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap. - Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.
Komplikasi radioterapi dapat berupa : a) Komp Kompli lika kasi si dini dini Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti : -
Xero Xerost stom omiia - Mual Mual--munt muntah ah
-
Mukos Mukosit itis is (nyer (nyerii tela telan, n, mulut mulut kerin kering, g, dan hila hilangn ngnya ya cita cita rasa rasa)) kada kadang ng diperparah dengan infeksi jamur pada mukosa lidah dan palatum
-
Anoreksi
-
Xerost Xerostami amiaa (kekerin (kekeringan gan mukos mukosaa mulut mulut akibat akibat disfun disfungsi gsi kelen kelenjar jar parot parotis is yang terkena radiasi)
-
Eritema
b) Komp Kompli lika kasi si lanj lanjut ut Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti : -
Kontraktur
-
Penur enurun unan an pend penden enga gara ran n
-
Gang Ganggu guan an per pertum tumbuha buhan n
Untuk Untuk menghi menghindar ndarii efek efek sampin samping g semaks semaksima imall mungki mungkin n maka maka sebelu sebelum m dan selama selama pengobatan, bahkan setelah selesai terapi, pasien akan selalu diawasi oleh dokter. Perawatan sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi, memberikan informasi kepada pasien mengenai metode pembersihan ruang mulut dan gigi secara benar. Untuk mengurangi keluhan penderita juga dapat diberikan obat kumur yang mengandung adstringens, misalnya bactidol, efisol efisol,, gargar gargarism ismaa diberi diberikan kan 3-4 kali kali sehari sehari.. Bila Bila tampak tampak tandatanda-tan tanda da monili moniliasi asiss diberi diberikan kan 26
antimikotik misalnya funfilin. Pemberian obat-obatan yang mengandung anestesi local seperti FG troches bias mengurangi keluhan nyeri telan. Untuk keluhan umum nausea, anorexia dan sebgainya bisa diberikan obat-obatan simptomatik terhadap keluhan ini seperti avomit, avopreg.
2. Kemoterapi Kemo Kemote tera rapi pi seba sebaga gaii tera terapi pi tamb tambah ahan an pada pada kars karsin inom omaa naso nasofa fari ring ng tern ternya yata ta dapat dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh. Terapi Terapi adjuva adjuvan n tidak tidak dapat dapat diberi diberikan kan begitu begitu saja saja tetapi tetapi memili memiliki ki indika indikasi si yaitu yaitu bila bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata : -
kankern kankernya ya masih masih ada, dimana dimana biopsi biopsi masih masih positi positif f
-
kemungkinan kemungkinan besar kankernya kankernya masih masih ada, meskipun meskipun tidak tidak ada bukti bukti secara secara makroskop makroskopis. is.
-
pada tumo tumorr dengan dengan derajat derajat kegan keganasa asan n tinggi tinggi ( oleh oleh karena karena tinggin tingginya ya resiko resiko kekam kekambuha buhan n dan metastasis jauh).
Berdas Berdasark arkan an saat saat pember pemberian iannya nya kemote kemoterap rapii adjuvan adjuvan pada tumor tumor ganas ganas kepala kepala leher leher dibagi dibagi menjadi 1. neoadjuvant atau induction chemotherapy ( yaitu yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi) 2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy (diberikan bersamaan dengan penyinaran atau operasi) 3. post definitive chemotherapy (sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau radiasi )
Efek Samping Kemoterapi Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang memudahkan terjadinya 27
infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan mengakibatkan kerontokan kerontokan rambut. rambut. Jaringan tubuh normal normal yang cepat proliferasi misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika sitostatika.. Untungnya Untungnya sel kanker menjalani menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung, yang dapat dapat dieval dievaluas uasii dengan dengan EKG dan toksis toksisit itas as pada pada paru paru berupa berupa kronik kronik fibros fibrosis is pada paru. paru. Toksisita Toksisitass pada hepar dan ginjal ginjal lebih sering terjadi terjadi dan sebaiknya dievalusi dievalusi fungsi faal hepar dan faal faal ginjal ginjalnya nya.. Kelain Kelainan an neurolo neurologi gi juga juga merupa merupakan kan salah salah satu satu efek efek sampin samping g pember pemberian ian kemoterapi. Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan radioterapi dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan meningkatkan survival meningkatkan survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat mikrosirkulasi.
Manfaat Kemoradioterapi adalah 1. Mengeci Mengecilka lkan n massa massa tumor, tumor, karena karena dengan dengan mengeci mengecilka lkan n tumor tumor akan memberik memberikan an hasil terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat tumor terisi sel hipoksik dan radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak terdapat oksigen. Pengurangan massa tumor akan menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel hipoksia. 2. Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.
3. Modi Modifi fika kasi si mele melekul kul DNA DNA oleh oleh kemot kemoter erap apii meny menyeb ebabk abkan an sel sel lebi lebih h sens sensit itif if terh terhad adap ap radiasi yang diberikan (radiosensitiser).
Terapi kombinasi kombinasi ini selain bisa mengontrol mengontrol sel tumor yang radioresist radioresisten, en,
memiliki memiliki
manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang sudah sempat terpapar radiasi.
28
Kemo Kemote tera rapi pi neoaj neoajuva uvan n dima dimaks ksud udka kan n untu untuk k meng mengur uran angi gi besar besarny nyaa tumo tumorr sebe sebelu lum m radioterapi radioterapi.. Pemberian Pemberian kemoterapi kemoterapi neoadjuvan neoadjuvan didasari didasari atas pertimbangan pertimbangan vascular bed tumor masi masih h inta intak k sehi sehing ngga ga penc pencapa apaia ian n obat obat menu menuju ju mass massaa tumo tumorr masi masih h baik. baik. Disa Disamp mpin ing g itu, itu, kemote kemoterapi rapi yang yang diberi diberikan kan sejak sejak dini dini dapat dapat member memberant antas as mikro mikromet metast astasi asiss sistem sistemik ik seawal seawal mungki mungkin. n. Kemote Kemoterap rapii neoadj neoadjuvan uvan pada keganas keganasan an kepala kepala leher leher stadiu stadium m II – IV dilapor dilaporkan kan over overal alll resp respon onse se rate rate sebe sebesa sarr 80 %- 90 % dan dan CR ( Complete Complete Response ) sekit sekitar ar 50%. 50%. Kemo Kemote tera rapi pi neoad neoadju juvan van yang yang dibe diberi rika kan n sebel sebelum um tera terapi pi defi defini niti tiff berup berupaa radi radias asii dapat dapat mempertahankan fungsi organ pada tempat tumbuhnya tumor (organ (organ preservation). preservation). Secara sinergi agen kemoterapi kemoterapi seperti Cisplatin mampu menghalangi menghalangi perbaikan kerusakan kerusakan DNA akibat akibat induks induksii radias radiasi. i. Sedangk Sedangkan an Hidrok Hidroksi siure ureaa dan Pacli Paclitaxe taxell dapat dapat memper memperpanj panjang ang durasi sel dalam keadaan fase sensitif terhadap radiasi. concurrent nt or Kemo Kemote tera rapi pi yang yang dibe diberi rika kan n seca secara ra bersa bersama maan an denga dengan n radi radiot oter erapi api (concurre concomitant chemoradiotherapy ) dimaksud untuk mempertinggi manfaat radioterapi. Dengan cara cara ini ini diha dihara rapka pkan n dapa dapatt memb membunu unuh h sel sel kanke kankerr yang yang sens sensit itif if terh terhad adap ap kemo kemote tera rapi pi dan mengubah sel kanker yang radioresisten menjadi lebih sensitif terhadap radiasi. Keuntungan kemoradiote kemoradioterapi rapi adalah adalah keduanya keduanya bekerja bekerja sinergist sinergistik ik yaitu yaitu mencegah mencegah resistens resistensi, i, membunuh membunuh subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan menghambat recovery DNA pada sel kanker yang sublethal. Kelemahan Kemoradioterapi Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis, leukopeni dan dan infe infeks ksii bera berat. t. Efek Efek samp sampin ing g yang yang terj terjad adii dapa dapatt meny menyeb ebabk abkan an penun penunda daan an seme sement ntar araa radioterapi. Toksisitas Kemoradioterapi dapat begitu besar sehingga berakibat fatal. Beberapa literatur menyatakan bahwa pemberian kemoterapi secara bersamaan dengan radiasi dengan syarat dosis radiasi tidak terlalu berat dan jadwal pemberian tidak diperpanjang, maka sebaiknya gunakan regimen kemoterapi yang sederhana sesuai jadwal pemberian. Untuk mengurangi efek samping samping dari kemoradioterap kemoradioterapii diberikan diberikan kemoterapi tunggal single (single agent chemotherapy) chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus untuk meningkatkan sensitivitas sel
29
kanker terhadap radioterapi (radiosensitizer). Sitostatika yang sering digunakan adalah Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX dengan response rate 15%-47%. 3. Operasi Tindaka Tindakan n operas operasii pada pada penderi penderita ta karsin karsinoma oma nasofa nasofarin ring g berupa berupa diseks diseksii leher leher radika radikall dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain. 4. Imunoterapi Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus EpsteinBarr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
L.
PENCEGAHAN •
Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein virus Epstein Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi.
•
Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat lainnya.
•
Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.
•
Penyuluhan Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, sehat, meningkatka meningkatkan n keadaan sosial ekonomi ekonomi dan berbag berbagai ai hal yang yang berkai berkaitan tan dengan dengan kemungk kemungkina inan-k n-kemu emungki ngkinan nan faktor faktor penyebab.
•
Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.
30
PENUTUP I.
KESIMPULAN •
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas di tubuh.
•
Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu (1)Aadanya infeksi EBV, (2) Faktor lingkungan (3) Genetik
•
Karsinoma nasofaring banyak ditemukan di Indonesia.
•
Pada stadium dini yang diberikan adalah penyinaran dan hasilnya baik.
II.
SARAN •
Diagnosis dini perlu diperhatikan pada pasien dewasa yang sering mimisan, hidung tersumbat, keluhan kurang dengar, salit kepala dan penglihatan dobel. Sebagai gejala lanjut ialah pembesaran kelenjar limfe leher dan kelumpuhan saraf otak.
•
Bila Bila diju dijump mpai ai geja gejala la sepe sepert rtii yang yang dise disebut butka kan n di atas atas,, maka maka seba sebaik ikny nyaa dila dilaku kuka kan n
peme pemeri riks ksaa aan n
leng lengka kap p
samp sampai ai
kars karsin inom omaa
naso nasofa fari ring ng
dapa dapatt
disingkirkan. •
Bagi para penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi diharapkan melalukan vaksinasi virus EBV. 31
•
Dihara Diharapkan pkan dengan dengan mening meningkat katkan kan penemua penemuan n kasus kasus dini dini penangu penangulan langan gan terhad terhadap ap penyaki penyakitt ini dapat dapat diperb diperbaik aiki. i. Sehing Sehingga ga angka angka kemati kematian an dapat dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
Averdi Roezin, Aninda Syafril. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Efiaty A. Soepardi (ed). Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi kelima. Jakarta : FK UI, 2001. h. 146-50. Harry a. Asroel. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring. Referat. Medan: FK USU,2002.h. 1-11. Hasibuan R, A. H. pharingologi. Jakarta: Samatra Media Utama, 2004.h. 70-81. Kar Kartikaw ikawat atii,
Henn Henny y.
Penat enatal alak akssanaa anaan n
kar karsino sinom ma
naso nasofa farring
menu menuju ju
ter terapi api
kombinasi/kemoradioterapi. Lu Jiade J, Cooper Jay S, M Lee Anne WM. The epidemiologi of Nasopharigeal Carcinoma In : Nasopharyngeal Cancer. Berlin : Springer,2010. p. 1-9. Susworo, Makes D. Karsinoma nasofaring aspek radiodiagnostik dan radioterapi. Jakarta: FK UI, 1987.h. 69-82. Susworo, R. Kanker nasofaring : epidemiologi dan pengobatan mutakhir. mutakhir. Tinjauan pustaka artikel. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. No. 144, 2004.h. 16-18.
32
33