Laporan Praktikum Katografi Tematik
Acara VI
ACARA VI I.
Judul Pemetaan Choropleth dan Dasimetrik II. Tujuan 1. Melatih untuk dapat menerapkan pemetaan choropleth 2. Melatih untuk dapat melakukan pemetaan dasimetrik III. Alat dan Bahan 1. Peta administrasi Kabupaten Banjarnegara 2. Shp Jawa Tengah 3. Data statistik Kabupaten Banjarnegara Tahun 2012 4. Penggaris 5. Kertas HVS 6. Alat tulis 7. Pensil warna IV. Dasar Teori Peta choropleth merupakan salah satu dari beberapa bentuk penyajian peta statistik, terutama untuk tipe ukuran data interval atau rasio. Peta statistik sendiri adalah penyajian data statistik dalam bentuk peta, sehingga selain kuantitas juga diketahui lokasi dan distribusi lainnya secara keruangan (Sudaryanto dan Kemal, 2013). Kata choropleth berasal dari bahasa Yunani, yaitu choros untuk daerah dan plethos untuk nilai. Sehingga yang dijadikan metode untuk daerah adalah nilai. Nilai dihitung untuk daerah dan digambarkan sebagai permukaan bertingkat menunjukkan sederetan nilai-nilai yang tersebar. Karena nilai ini ditunjukkan melalui simbol daerah, sehingga nilai tersebut hanya bernilai relatif (Kraak dan Ormelling, 2007). Salah satu unsur penting dalam peta choropleth adalah pemberian arsiran atau warna. Arsiran dalam hal ini menunjukkan kesan density dari obyek yang dipetakan. Semakin rapat arsiran berarti semakin tinggi nilai, demikan sebaliknya jika semakin renggang arsiran maka nilai semakin rendah. Secara umum arsiran sendiri dibagi menjadi dua, arsiran kuantitatif dan non-kuantitatif. Arsiran kuantitatif memperhatikan kerapatan dari data yang disajikan. sedangkan arsiran non-kuantitatif hanya menyajikan data secara kualitatif, seperti pergasiran unitunit pemetaan geologi dan tanah (Sudaryanto dan Kemal, 2013). Selain itu dapat menggunkan gradasi warna. Metode klasifikasi data yang dipetakan dalam pembuatan peta choropleth menyesuaiakan dengan kebutuhan penyajian. Beberapa metode klasifikasi data (interval) antara lain : equal steps (equal intervals), standar deviation, arithmetic progression, geometric progression, quantiles, dan natural breaks. Setiap metode
1
Kusuma Wardani Laksitaningrum 12/330894/GE/07285
Laporan Praktikum Katografi Tematik
Acara VI
menghasilkan kelas-kelas klasifikasi yang unik, sehingga menghasilkan peta choropleth yang unik pula (Sudaryanto dan Kemal, 2013). Tujuan penyajian menggunakan peta choropleth
yaitu
untuk
mengelompokkan data rasio dimana dapat digunakan untuk memperbaiki kemungkinan – kemungkinan bagi komunikasi dan informasi data. Secara umum, melalui pengelompokan, gambaran menjadi lebih disederhanakan dan adanya kecenderungan atau pola akan menjadi lebih baik tergambarkan. Syaratnya adalah perbedaan-perbedaan dalam data diminimalkan dan perbedaan antar kelas dimaksimalkan, bahwa perbedaan antara permukaan statitik dari data yang tidak terklasifikasikan dan data yang terklasifikasikan akan sekecil mungkin dan bahwa batas-batas yang dihasilkan oleh model yang terklasifikasikan bertepatan dengan batas data yang sebenarnya. Peta choropleth dengan batas-batas yang telah disesuaikan dengan terjadinya fenomena, dinamakan densimetrik (dasymetric map). Jika pada peta dot daerah-daerah yang digambar dengan kepadatan yang sama diberi batas terhadap yang lain dan nilai kepadatan akan diberi nilai baru dalam batas baris ini, maka peta densimetrik akan dihasilkan (Kraak dan Ormelling, 2007). Peta dasimetrik merupakan peta yang menyajikan data area kuantitatif dengan menggunakan garis batas yang dibagi dalam zona-zona homogen yang relatif (Eicher dan Brewer, 2001). Peta dasimetrik pada dasarnya adalah pengembangan dari peta chloropleth. Walaupun keduanya hampir sama, namun terdapat beberapa perbedaan. Pertama, garis yang membatasi area pada peta dasimetrik diturunkan dari statistik data permukiman saja, sedangkan pada peta chloropleth garis ini dibentuk dari perhitungan enumerasi yang melibatkan semua penggunaan lahan. Yang kedua, zona untuk tiap individu data pada peta dasimetrik dibangun oleh data yang sama yakni data permukiman dengan level yang sama untuk tiap daerah. Sedangkan pada chloropleth zona didapat dari data dimana pada daerah yang sama bisa berada pada level yang berbeda. Ketiga, metode pemetaan chloropleth telah memiliki standar termasuk dalam klasifikasi data pada pemetaan dasimetrik belum memiliki standar prosedur yang baku. Pemetaan dasimetrik menggunakan data sekunder atau multiple data untuk mengekstraksi data dari sumber primer, hal ini ditujukan untuk memproyeksikan kembali data primer kedalam skala yang lebih baik untuk mendapatkan informasi
2
Kusuma Wardani Laksitaningrum 12/330894/GE/07285
Laporan Praktikum Katografi Tematik
Acara VI
yang lebih mendetail. Dengan demikian, metode pemetaan dasimetrik dapat menjadi pemetaan dengan pendekatan yang lebih akurat, yang menggunakan informasi yang lebih mendetail dan
dapat menggambarkan lokasi penduduk
tinggal (Wu et. al., 2006). Namun, Yuan et. al. (1997) menyebutkan bahwa kesalahan (error) akan terjadi dalam setiap langkah dalam pembuatan peta dasimetrik akan tetapi dapat dikoreksi dengan data lain yang mendukung. Langfors dan Unwin (1994) menyatakan ketidaksesuaian pada peta dasimetrik merupakan panduan lanjut untuk memahami distribusi data yang dipetakan. Menurut J.K. Wright untuk menghitung zona kepadatan digunakn rumus
Dengan: Dn = kepadatan daerah n Dm= perkiraan kepadatan daerah m D = kepadatan seluruh daerah Am = kepadatan daerah bagian V. Langkah Kerja Peta Choropleth Peta Administrasi dan Data Jumlah Penduduk Kab. Banjarnegara Tahun 2012 Visualisasi data : mewarnai peta dan layouting
Perhitungan kepadatan penduduk Overlay peta administrasi kecamatan dan kepadatan penduduk
Metode interval Aritmatik Sederhana (Jiwa/km2 )
Peta Klasifikasi Kepadatan Penduduk Kab. Banjarnegara PetaMetode Dasimetrik Choropleth Metode interval Perhitungan Peta Administrasi dan Aritmatik kepadatan Data Jumlah Penduduk Sederhana penduduk Kab. Banjarnegara (Jiwa/km2 ) Tahun 2012 Visualisasi data : Overlay peta Penggunaan mewarnai peta Lahan (Permukiman) dan layouting kecamatan dan kepadatan Peta Klasifikasi penduduk Kepadatan Penduduk 3 Kusuma Wardani Laksitaningrum 12/330894/GE/07285 Kab. Banjarnegara Metode Dasimetrik
Laporan Praktikum Katografi Tematik
Acara VI
Keterangan : : Input : Proses : Output VI. Hasil Praktikum 1. Tabel data statistik ( Kepadatan Penduduk) Kabupaten Banjarnegara Tahun 2012 (terlampir) 2. Perhitungan klasfikasi kelas kepadatan penduduk metode aritmatik sederhana (terlampir) 3. Peta Klasifikasi Kepadatan Penduduk Kabupaten Banjarnegara Tahun 2012 Menggunakan Metode Choropleth (terlampir) 4. Peta Klasifikasi Kepadatan Penduduk Kabupaten Banjarnegara Tahun 2012 Menggunakan Metode Dasimetrik (terlampir) VII. Pembahasan Data statistik suatu daerah mudah untuk dipahami dan direpresentasikan dalam bentuk peta, karena selain memperlihatkan data dapat diketahui pola distribusi data statistik terhadap daerah yang disajikan di peta. Penyajian data tersebut dapat berupa data kepdatan penduduk. Misalnya data statistik kepdatan penduduk Kabupaten Banjarnegara tahun 2012 yang dapat direpresentasikan dalam bentuk peta choropleth dan peta dasimetrik. Data tersebut perlu adanya klasifikasi atau pengkelasan interval karena jumlah kecamatan pada Kabupaten Banjarnega jumlahnya banyak, yaitu 20 kecamatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa data tersebut perlu dihitung dan direpresentasikan pengkelasannya secara kuantitatif dengan persepsi visual bertingkat. Peta choropleth disajikan untuk data kuantitatif interval sehingga penyajiannya digunakan variabel ukuran, tekstur, dan gradasi. Untuk representasi kepadatan penduduk Kabupaten Banjarnegara menggunakan metode interval aritmatik sederhana. Metode interval aritmatik menggunakan metode dengan selisih data bertingkat. Hasil tersebut didapat karena perhitungan aritmatik yang menggunakan selisih bertingkat dengan panjang interval yang lebih pendek.
4
Kusuma Wardani Laksitaningrum 12/330894/GE/07285
Laporan Praktikum Katografi Tematik
Acara VI
Selain itu digunakan variabel gradasi untuk merepresentasikan klasifikasi datanya per daerah. Klasifikasi dari perhitungan metode interval tersebut menunjukkan adanya 5 kelas interval, dimana daerah paling padat ( kelas 5 yaitu dengan batas kelas 1352-1856 jiwa/km2) penduduk pada peta choropleth ini meliputi Kecamatan Purworejo Klampok, Rakit, dan Banjarnegara yang merupakan ibukota Kabupaten Banjarnegara. Sedangkan daerah yang jarang penduduk ( kelas 1 yaitu dengan batas kelas 341-442 jiwa/km2) meliputi Kecamatan Pandanarum dan Wanayasa. Perhitungan kelas interval tersebut untuk kepadatan penduduknya menggunakan luasan semua penggunaan lahan dari setiap kecamatan sehingga terlihat luasan 1 km2 mempunyai jumlah jiwa yang tidak terlalu banyak. Penyajian data dengan menggunakan peta choropleth tersebut bertujuan untuk mengelompokkan data sesuai dengan distribusi keruangannya, karena setiap lokasi
keruangan
memiliki
kecenderungan
yang
berbeda-beda
dan
pengelompokkan tersebut perlu digambarkan dan disederhanakan. Hal tersebut dilakukan supaya data yang disajikan terlihat simpel, menarik, dan mudah dipahami oleh pembaca data. Peta dasimetrik pada dasarnya mirip dengan peta chorpleth yaitu samasama menggunakan variabel visual gradasi, dengan presepsi bertingkat dan metode atiritmatik interval untuk perhitungan kepadatan penduduk Kabupaten Banjarnegara. Namun pemetaan dasimetrik yang digunakan hanya menghitung luas permukiman atau tanpa memperhatikan luas penggunaan lahan lainnya. Dengan cara ini, peta kepadatan akan lebih akurat dibanding dengan peta choropleth. Dengan kata lain, pemetaan dasimetrik merupakan perbaikan dari pemetaan choropleth. Hal tersebut tersebut didasarkan atas ketidakakuratan choropleth dalam merepresentasikan kedapatan penduduk, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (visual) karena peta
choropleth melibatkan area non
permukiman sebagai luas wilayah dalam perhitungan kepadatan penduduk, sedangkan pada kenyataannya area yang hanya dihuni oleh manusia atau penduduk hanya area permukiman sehingga representasi peta dasimetrik hanyalah pada wilayah
pemukiman saja, dan tetap diklasifikasikan
berdasarkan
kecamatannya. Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa daerah yang paling padat penduduknya meliputi Kecamatan Pandanarum dan Batur yaitu tergolong dalam kelas 5 dengan batas kleas 12.479-15.896 jiwa/km 2. Jika dibandingkan dengan
5
Kusuma Wardani Laksitaningrum 12/330894/GE/07285
Laporan Praktikum Katografi Tematik
Acara VI
representasi data peta choropleth, Kecamatan Pandanarum masuk pada kelas 1. Kecamatan tersebut masuk kelas 5 pada peta dasimetrik karena pengaruh luas wilayah permukiman yang luasnya paling kecil dibanding dengan luas kecamatan lainnya, walaupun jumlah penduduknya tergolong aling kecil. Sedangkan untuk Kecamatan Batur pada peta choropleth termasuk dalam kelas 3 dengan jumlah penduduk dan luas administrasi 34.970 jiwa dan 40,78 km2. Pada peta dasimetrik, termasuk dalam kelas 5 karena pengaruh luas permukiman yang sempit yaitu 2,20 km2. Selain itu, untuk daerah yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Pegadongan yaitu tergolong kelas 1 dengan batas kelas 5648-6331 jiwa/km 2. Sedangkan pada peta choropleth masuk dalam kelas 2. Berdasarkan pernyataan dan hasil perhitungan di atas, maka dapat diketahui bahwa pengaruh dari luas wilayah permukiman yang digunakan untuk merepresentasikan data kepdatan penduduk mempengaruhi visualisasi datanya karena mempengaruhi jenis klasifikasi datanya. Terdakang kecamatan pada choropleth yang tergolong kelas 5, bisa berubah menjadi kelas 1 pada peta dasimetrik. Sehingga mempengaruhi distribusi data dan gradasi dari setiap kecamatan. Pada peta dasimetrik karena yang digradasikan hanya wilayah permukiman, maka penggunaan lahan lain disimbolkan dengan warna sebagai area non permukiman. Sedangkan peta choropleth semua penggunaan lahan pada setiap kecamatan digaradsikan. Pemetaan dasimetrik dianggap
lebih
baik
dan
akurat
dalam
merepresentasikan kedapatan penduduk dibandingkan pemetaan choropleth karena dasimetrik menggunakan konsep yang lebih sesuai, karena yang digunakan hanya permukiman saja. Data yang dihasilkan dari pemetaan dasimetrik lebih logis, relevan, jelas, dan lebih mudah diinterpretasi secara visual karena pembaca peta dapat langsung membedakan mana wilayah permukiman dan mana wilayah non permukiman peta. Namun sulit untuk penggradasian warna apabila peta yang digunakan menggunakan skala kecil, sehingga area permukimannya hanya terlihat seperti noktah-noktah kecil sehingga terkadang sulit dibedakan warnanya dengan gradasi daerah lainnya. VIII. Kesimpulan 1. Peta choropleth merupakan peta yang digunakan untuk merepresentasikan data statistik, dengan menggunakan klasifikasi interval sehingga ditampilkan dengan variabel visual gradasi/ nilai.
6
Kusuma Wardani Laksitaningrum 12/330894/GE/07285
Laporan Praktikum Katografi Tematik
Acara VI
2. Representasi data kepdatan penduduk untuk peta choropleth menggunakan seluruh luas wilayah administrasi. 3. Peta dasimetrik paa dasarnya mirip dengan peta choropleth, akan tetapi perhitungan
kepadatan
penduduknya
menggunakan
luas
wilayah
permukiman saja. Sehingga data yang disajikan lebih akurat. 4. Peta dasimetrik ini merupkan peta perbaikan dari peta choropleth.
DAFTAR PUSTAKA
Kraak, Menno Jan dan Ormeling. 2007. Kartografi Visualisasi Data Spasial edisi 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sudaryanto, dan Kamal, Muhammad. 2013. Petunjuk Praktikum Representasi Data dan Semiologi. Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Eicher, Cory L.,
Brewer, Cynthia A. 2001. Dasymetric Mapping and Areal
Interpolation:
Implementation
and
Evaluation.
Cartography
and
Geographic Information Science, l1Jl. 28, No. 2, pp. 125-138. Langford, M., Maguire, D., and Unwin, D., 1991. The areal interpolation problem: estimating population using remote sensing in a GIS framework. In I. Masser and M. Blakemore, eds. Handling Geographical Information: Methodology and Potential Applications, New York, NY: Wiley, 55-77. Wu, S.-S., Qiu, X., and Wang, L., 2006. Using semi-variance image texture statistiks to model population densities. Cartography and Geographic Information Science, 33 (2), 127-140. Yuan, Y., Smith, R., and Limp, W., 1997. Remodeling census population with spatial information from Landsat TM imagery. Computers, Environment and Urban Systems, 21 (3-4), 245-258.
7
Kusuma Wardani Laksitaningrum 12/330894/GE/07285
Laporan Praktikum Katografi Tematik
8
Kusuma Wardani Laksitaningrum 12/330894/GE/07285
Acara VI