Kasus Hotel Unicorn Hotel Unicorn adalah hotel bintang tiga yang berada di kota Surabaya, Jawa Timur. Hotel Unicorn memiliki 400 kamar yang terdiri dari kamar standart, deluxe, dan suite. Occupancy hotel tersebut cukup tinggi, rata-rata sekitar 70% setiap harinya, bahkan untuk waktu-waktu tertentu occupancy hotel tersebut mencapai 100%, sedangkan keuntungan bersih bers ih hote hotell ters tersebut, ebut, rata -ra -rata ta menc mencapai apai Rp. 500 juta seti setiap ap bula bulannya. nnya. Namu Namun n diba dibalik lik semua itu, Hotel tersebut sangat tidak nyaman bagi karyawannya. Di Hotel tersebut, karyawan benarbenar dibuat frustasi oleh gaji yang kecil, makanan yang kurang layak untuk dimakan, serta perencanaan karir yang tidak jelas lantaran Direksi yang juga pemilik pemi lik seri seringkal ngkalii menur menurunkan unkan jaba jabatan tan ses seseora eorang, ng, ata atau u bahka bahkan n mengel mengeluark uark an ses seseoran eorang g hanya karena alasan pribadi. Seseorang yang menjabat sebagai seorang Asisten Manager, bisaa jadi langs bis langsung ung ditur diturunkan unkan menj menjadi adi seor seorang ang sta staff ff House Houseekee ekeeping, ping, lant lantaran aran berbu berbuat at kesalahan pada direksi hotel tersebut, namun, di sisi lain, seorang staff biasa pun dapat langsung melejit menjadi seorang Manager hanya dalam hitungan minggu apabila dekat dengan Direksi. Sementara itu, Human Resources Development Manager yang semestinya menjadi orang yang paling berwenang dalam mengelola Sumber Daya Manusia di Hotel itu justru menjadi macan ompong yang tidak dapat berbuat apa-apa, karena seluruh kebijakan di Hotel tersebut diintervensi oleh Direksi yang juga pemilik Hotel tersebut, termasuk kebijakan HRM. Di Hotel Unicorn, kebijakan HRM sangatlah parah, di sana, mayoritas karyawan masih berstatus daily worker (dibayar setiap kedatangan), serta sudah menjadi rahasia umum, kalau di Hotel tersebut, sangat dihindari untuk mengangkat karyawan tetap, paling bagus setelah 2 kali masa kontrak, karyawan tersebut dengan cara apapun berusaha untuk dikeluarkan, entah dipindah ke bagian yang dia tidak suka atau dicari-cari kesalahannya. Akibatnya, banyak orang-orang yang memiliki kompetensi serta integritas tinggi akhirnya memilih mengundurkan diri dari hotel tersebut. Selain itu banyak juga kar karyawan yawan yang berk berkeluh eluh kesa kesah h karen karenaa tida tidak k jela jelasnya snya nas nasib ib mere mereka ka di Hote Hotell tersebut, namun untuk keluar dari Hotel tersebut mereka juga tidak berani lantaran mayoritas dari mereka sudah tua dan memiliki keluarga, apalagi di jaman sekarang cukup sulit bagi seseorang untuk mencari pekerjaan. Berbagai hal sudah pernah ditempuh termasuk menempuh jalur ke instansi yang berwenang, namun semuanya berjalan buntu, karena direksi menggunakan paradigma “ Take it or leave it”,” apabila tidak puas dengan konsisi tersebut, anda dapat mengundurkan diri kapan saja, dan tentu saja tanpa pesangon , karena anda mengundurkan diri, bukan saya pecat.” begitu pernyataan direksi yang sering dilontarkan setiap ada karyawan yang merasa tidak puas dengan kondisi kerja di Hotel tersebut. Hal ini membuat karyawan, yang mayoritas berasal dari desa menjadi ciut nyalinya. Akhirnya diantara karyawan tersebut, ada golongan yang pasrah dengan keadaan tersebut dan bekerja ala kadarnya saja, ada golongan yang memilih mencari pekerja peke rjaan an paruh waktu ata ataupun upun bisni bisniss sambi sambilan lan sepe seperti rti memb membuka uka warun warung, g, ada golonga golongan n ekstrim yang seringkali memilih bersikap keras, sedangkan golongan yang memiliki motivasi dan integritas yang tinggi tidak pernah bertahan lama karena frustasi dan memilih mengundurkan diri. . Namun hal itu tidak membuat Direksi berubah, justru menurutnya, ketika system sudah kokoh, maka tidak masalah siapa yang memegang kendali, karyawan, dari level manapun boleh saja keluar masuk, namun sistem tetap berjalan berj alan,, dan profi profitt terus te rus men meningka ingkat, t, b egitu falsafah Direktur. Analisa Kasus Jika dilihat kasus diatas masuk kedalam kategori kasus msdm yaitu masalah organisasi, kebijakan yang dilakukan oleh direktur yang menurut saya sangat idealis dan sangat menekankan pada hubungan pribadi banyak merugikan orang-orang disekitarnya termasuk para karyawannya, keidealisannya yang terus mempertahankan pandangannya
yaitu “take it or leave it” sangat membuat para karyawan tertekan oleh karena itu banyak dari mereka yang memilih keluar, mencari pekerjaan sampingan atau terus bekerja karena terpaksa. Selain itu direktur juga sangat menekankan pada hubungan pribadinya terhadap karyawannya, terlihat dari kasus diatas yaitu direktur tak akan segan segan menurunkan jabatan seseorang jika ia memiliki sedikit saja masalah terhadap orang itu, walaupun dia memiliki kompetensi yang tinggi, sebaliknya direktur akan menaikan pangkat seseorang jika orang tersebut sangat akrab padanya, walaupun kompetensinya biasa biasa saja. analisis saya soal kasus ini adalah, ketiddakberanian para karyawan untuk melakukan pemberontakan secara halus dan pandangan yang salah dari direktur akan membuat kondisi dari hotel tersebut menjadi tidak kondusif, hal yang harus dilakukan menurut analisis saya adalah dengan jalur musywarah dimana mempertemukan karyawan yang tidak menyukai pandangan direktur dan direktur, untuk mendapatkan jalan tengah yang sama sama menguntungkan kedua pihak, hal ini harus dilakukan karena bukan semata mata untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan hotel unicorn itu sendiri.