BURUH TUNTUT KENAIKAN UPAH
Buruh melakukan demo besar-besaran mulai tanggal 31 Oktober hingga 1 November 2013 untuk menuntut kenaikan UMP, akibatnya perusahaan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) alami kerugian hampir mencapai Rp 50 miliar. Demo yang menuntut kenaikan upah hingga Rp 3,7 juta per bulan ini mengakibatkan produksi perusahaan berhenti karena tak ada pekerjanya. Dari data yang diterima Kamar Dagang Industri (KADIN) DKI Jakarta, perusahaan Industri padat karya yang berlokasi di KBN hampir total stop produksi saat aksi mogok berlangsung. Rata-rata perusahaan mengalami kerugian Rp 500 juta akibat aksi mogok dan demo tersebut. Akibat stok produksi perusahaan mengalami kerugian lebih kurang 500 Rp juta per perusahaan. Kalau jumlah perusahaan ada sekitar 97 perusahaan, maka jumlah kerugian mencapai Rp 48,5 miliyar. Kerugian tersebut belum termasuk pinalti atau dari konsumen perusahaan itu sendiri, terkait keterlambatan pengiriman barang uang tidak sesuai kontrak kerja. Pasalnya, perusahaan mengalami kendala untuk memenuhi pesanan karena adanya aksi demo.
Selain pada daerah KBN, demo dan aksi mogok dilakukan di kawasan industri seperti EJIP Pulogadung juga kawasan industri di Daan Mogot.
Terkait kerugian tersebut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) akan memberikan fasilitas kepada pengusaha yang mengalami kerugian jika mau melakukan tindakan hukum. Kejadian ini berpotensi membuat beberapa perusahaan asing hengkang, namun Apindo akan berusaha tetap mempertahankan perusahaan tersebut agar tidak hengkang dari Indonesia.
Unsur pengusaha mengharapkan, buruh sejatinya meningkatkan produktifitas dengan tetap bekerja seiring dengan tuntutannya meminta kenaikan upah. Itu untuk menjaga kelangsungan perusahaan dan mencegah terjadinya PHK. Bukan sebaliknya meninggalkannya memilih demo yang mengakibatkan behentinya produksi yang merugikan perusahaan.Dalam menyampaikan aspirasi serikat buruh akan lebih efektif jika dilakukan dengan dialog melalui lembaga yang sdh ada dari pada harus demo yang menurunkan produktivitas dan daya saing bangsa.
Ribuan buruh berencana menggelar Mogok Daerah (Modar) di beberapa wilayah pada hari ini 18 November 2013. Aksi ini akan terus dilakukan sampai tuntutan buruh dikabulkan. Aksi ini juga sebagai bentuk perlawanan keputusan pemerintah yang menetapkan upah minimum untuk tahun 2014 yang tidak sesuai dengan permintaan para buruh sebelumnya.
Aksi modar berlangsung di Bogor, Bandung, Purwakarta, Bekasi, Sidorajo, Mojokerto, Pasuruan, Surabaya, Batam dan daerah lainnya. Sasaran utama aksi massal ini adalah berunjuk rasa di kantor Bupati atau Walikota. Modar berpusat di Jakarta yang dilakukan untuk mendesak Walikota Jakarta merevisi besaran UMP DKI Jakarta sebesar Rp 3 juta-an dengan perhitungan nilai Komponen Hidup Layak (KHL) sebesar Rp 2,77 juta per bulan.
Pembahasan :
Tuntutan kenaikan upah buruh ini, bersifat kontradiktif karena dampaknya akan buruk terhadap perekonomian nasional. Dalam menanggapi hal ini, upah buruh bisa saja dinaikkan selama tidak mengganggu pertumbuhan perekonomian. Dalam hal ini kenaikan upah buruh tidak boleh lebih dari 10 persen dari kenaikan inflasi. Selain melalui penghitungan Komponen Hidup Layak, pemerintah juga mengacu pada salah satu dasar dalam menaikkan upah minimum, yaitu inflasi. Jika inflasi hingga Oktober mencapai 8 sampai 9 persen, kenaikan upah buruh tidak boleh mencapai 18 persen. Jika dinaikkan di atas 10 persen akan menghambat bahkan menurunkan laju perekonomian Negara. Dan jika hal ini berlangsung dalam jangka panjang akan turut merusak perekonomian bangsa. Selain itu, dengan upah minimum yang tinggi akan sangat memengaruhi pihak perusahaan. Karena salah satu tujuan perusahaan dalam produksi yaitu untuk meminimalkan biaya produksi, salah satunya yaitu upah. Maka dengan tingkat minimum upah yang tinggi mengakibatkan pembengkakan pada biaya produksi yang nantinya akan merugikan perusahaan. Perusahaan yang merasa rugi jelas akan mengambil alternative lain untuk proses bisnisnya, dan salah satu alternative yang mungkin ditempuh yaitu PHK atau memindahkan investasi keluar Indonesia. Jelas, kedua alternative tersebut sangat merugikan Indonesia.