Hampir semua orang yang berlatar belakang pendidikan hukum mengetahui bahwa dalam hubungan perjanjian ketika salah satu pihak melakukan wanprestasi atau ingkar janji maka masalah ini adalah masalah hukum keperdataan bukan hukum pidana. Pihak yang dirugikan berhak untuk menggugat pihak yang dipandang wanprestasi melalui peradilan perdata, bukan melaporkan melaporkan masalah tersebut ke kepolisian. Namun dalam permasalahan dibawah ini cara penyelesaian dari suatu hukum keperdataan menurut saya kurang tepat, karena kasus ini dilaporkan kepada kepolisian. Kasus yang dialami oleh Aura Kasih, salah seorang selebriti yang sedang naik daun. Dalam berita tersebut diberitakan bahwa Aura Kasih dilaporkan ke kepolisian karena dirinya membatalkan perjanjian secara sepihak dengan pihak penyelenggara suatu acara di Makassar. Pada awalnya yaitu ada pihak penyelenggara suatu acara di Makassar melakukan perjanjian dengan pihak Aura Kasih untuk manggung atau mengisi suatu acara ulang tahun suatu bank di Makassar. Di hari H ternyata Aura Kasih tidak kunjung hadir, dan menjadukan acara menjadi rusak, malu harus ditanggung oleh Penyelenggara yang telah mempromosikan acara tersebut serta menjanjikan kehadiran Aura Kasih sebagai bintang tamu kepada pihak Bank selaku yang mempunyai hajatan atau acara tersebut. Jadi kasusnya yaitu Aura Kasih tidak menghadiri sebuah acara yang sebelumnya telah dijanjikan. Namun anehnya pengacara pihak penyelenggara melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian dengan alasan penipuan atau penggelapan bukan kepada pihak hukum perdata tersebut. Akhirnya Aura Kasih menanyakan kepada kuasa hukumnya untuk kasus ini. Pada dasarnya dalam proses penyidikan Aura Kasih harus ditahan dalam beberapa hari meskipun juga membayar denda atau kerugian akibat dari kasus wanprestasi tersebut, namun tidak sanggup melaksanakannya dan setelah perbincangan yang cukup lama Aura Kasih dan kuasa hukumnya ingin memperbalik kasus ini dalam suatu masalah yaitu melaporkan kembali kekepolisian karena kasus ini bukan merupakan kasus pidana melainkan kasus perdata. Secara hukum pihak penyelenggara penyelenggara acara berhak menuntut menuntut pemenuhan janji, ganti ganti kerugian, maupun penalty. Pemenuhan janji tentu sudah tak mungkin lagi, acara telah selesai. Kini tinggal ganti kerugian dan penalty. Semua telah ada di surat perjanjian, tinggal mengeksekusinya. Apakah dalam mengeksekusi sesuai dengan ketentuan hukum perdata ataupun tidak, tinggal diserahkan kepada pihak penyidik. Jadi menurut saya kasus-kasus perdata seperti ini harus bisa membedakannya dengan kasus pidana, meskipun dalam artian lain hampir sama namun sebenarnya memiliki perbedaan yang sangat kuat dan penegak hukumnya pula juga berbeda. Sementara itu kasus wanprestasi juga tidak hanya yang seperti ini, melainkan masih banyak bermacam-macam kasus wanprestasi lain ini hanyalah contoh salah satunya saja.
Analisis Kasus Permasalahan kasus wanprestasi diatas merupakan masalah perdata bu kan pidana, seharusnya Kasus wanprestasi yg di lakukan artis (AK) kontrak perjajian tersebut, merupakan kehendak kesepakatan telah batal karena adanya kesalah pahaman karena perjanjian tersebut sehingga menimbulkan cacat perjanjian. Namun, apabila dari pihak penyelenggara melaporkan Aura Kasih ke kepolisian dengan alasan penipuan atau penggelapan dengan pengajuan pasal pidana dan kepolisian menerima laporan tersebut dan menindaklanjutinya. Saya kira hal itu dapat bertentangan dengan hukum karena melihat lagi bahwa ini merupakan hukum perdata bukan pidana seperti pasal yang di ajukan yang di atas.
Kasus Wanprestasi Anak Perusahaan Krakatau Stell Dimeja Hijaukan SENIN, 21 JANUARI 2013 - 21:26
Surabaya, Seruu.com - Wanprestasi yang dilakukan oleh PT Krakatau Bandar Samudera (KBS)-anak perusahaan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dengan PT Acretia Shosha Inti Persada (ASIP) merembet jauh. Selain menggugat PT KBS, PT ASIP akan menggugat Bank Bukopin cabang Sidoarjo.
Dasar gugatan yang dilakukan PT ASIP adalah Bank Bukopin telah membayarkan bank garansi (uang jaminan) ke KBS di saat kasus tersebut masih dalam proses gugatan di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Kuasa Hukum PT ASIP, Adil Prandjadja dalam keterangannya, senin (21/1/2013) mengungkapkan bahwa Bank Bukopin tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. "Ketika proses hukum sedang berjalan, malah sudah dicairkan bank garansinya ke PT KBS tanpa persetujuan kami," ungkapnya. Adil mengatakan revisi gugatan tersebut akan dilayangkan ketika sidang kedua dan apabila dihadiri oleh seluruh pihak tergugat pada Rabu (17/1/2013) lalu. Karena pada sidang pertama di PN Sidoarjo, seluruh pihak hadir semua, kecuali PT Yodya Karya (persero) berdomisili di Jakarta. "Kita akan sampaikan revisi gugatan tersebut pada saat sidang kedua nanti yang dihadiri seluruh tergugat," sambungnya. Adil juga menyebutkan bahwa Selain PT KBS Cilegon, Banten dan PT Bank Bukopin Cabang Sidoarjo, PT APIS juga menggugat PT Yodya Karya (persero) berdomisili di Jakarta; PT Krakatau steel Tbk; PT Krakatau Posco dan Pemerintah Republik Indonesia Cq Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sementara itu, Kepala Bank Bukopin Cabang Sidoarjo Darmawan saat dikonfirmasi melalui telepon, mengaku siap menjalani proses hukum. "Saya tidak mau berpolemik dalam hal ini. Kita ikuti sajalah," singkatnya. Sekedar Diketahui, PT KBS digugat digugat opel PT ASIP di PN Sidoarjo, karena dinilai inilai melakukan pemutusan kontrak secara sepihak. Dalam materi gugatan Perkara Reg No 204/Pdt 6/2012/PN.Sda tersebut diantaranya menjelaskan bahwa, pada 8 Agustus 2012, PT ASIP melakukan penandatangan perjanjian dengan PT KBS tentang pekerjaan pengerukan Idredging minus 12 meter LWS (Low Water Spring) di dermaga III PT Krakatau Bandar Samudera, Cilegon, Banten, No. HK.02.01/030A/DU/VIII/2012 jo No. 06/ASIP KBS/PO/VIII/2012, dengan jangka waktu pengerjaan 8 Agustus 2012 sampai dengan 5 Januari 2013 (150 hari sejak 8 Agustus 2012),
dengan nilai proyek total Rp 9,550 Miliar. Namun di tengah perjalanan waktu, ada permasalahan yang mengakibatkan kerjasama PT ASIP diputus secara sepihak oleh PT KBS, per 20 November 2012. Padahal, proyek yang sudah dikerjakan mencapai 19,549 persen per 23 Oktober 2012. Selain itu, PT ASIP sudah mengeluarkan biaya operasional, serta menyetorkan dana sekitar Rp 1 miliar dalam dua tahap, yakni sebagai jaminan uang muka Rp 500 juta dan Rp 500 juta sebagai jaminan pelaksanaan, ke Bank Bukopin Cabang Sidoarjo. Namun, sekitar awal Januari 2013 lalu, Bank Bukopin Cabang Sidoarjo sudah mencairkan bank garansi ke PT KBS.
Analisis Kasus Dalam sebuah perjanjian selalu ada dua pihak atau lebih yang masing-masing memiliki hak yang harus dipenuhi begitu juga dengan PT. Acretia Shosa Inti Persada (ASIP) yang melakukan perjanjian kerjasama dengan PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS) – anak perusahaan PT. Krakatau Stell mengenai pengerukan Idredging Minus 12 Meter LWS (Low Water Spring) di dermaga III PT. KBS Cilegon, Banten, No. HK.02.01/030A/DU/VIII/2012 jo No. 06/ASIP/KBS/PO/VIII/2012, Dengan jangka waktu pengerjaan 8 Agustus 2012 sampai dengan 5 Januari 2013 dan dengan nilai keseluruhan proyek yaitu Rp 9,550 M ilyar. Akan tetapi, ditengah-tengah pengerjaan proyek, ada permasalahan yang mengakibatkan PT. KBS melakukan pemutusan kerjasama dengan PT. ASIP secara sepihak y aitu per 20 November 2012. Tindakan yang dilakukan oleh PT. KBS dan Bank Bukopin cabang Sidoarjo ini telah melanggar hukum mengenai wanprestasi pasal 1238 KUHPer yang akibatnya seharusnya pihak debitor yaitu PT. KBS dan Bank Bukopin cabang Sidoarjo membayar ganti rugi kepada pihak kreditor yaitu PT. ASIP. Dikarenakan PT. KBS sendiri telah memutuskan kontrak kerja secara sepihak setelah PT. ASIP telah menngeluarkan biaya operasional serta menyetorkan dana untuk uang muka dan jaminan pelaksanaan sebesar Rp 1 Milyar kepada Bank Bukopin. Sedangkan pihak Bank Bukopin sendiri dirasa telah lalai dalam kewajibannya dan telah mencairkan dana tersebut kepada PT. KBS tanpa sepengetahuan PT. ASIP.