PEMERINTAH KABUPATEN BELU
RSUD Mgr. GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA Jln. Dr. Soetomo No. 2 Telp. (0389) 21016 21016 Fax. (0389) 21762 Kode Pos: 85711 ATAMBUA
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Mgr. GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA NOMOR : TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI PADA RSUD Mgr. GABRIEL MANEK, MANEK, SVD ATAMBUA ATAMBUA
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Mgr. GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA Menimbang
: a.
bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan di bidang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang berorientasi patient safety safety akan meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kesehatan serta meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kefarmasian di sebuah rumah sakit;
b.
bahwa untuk meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan terutama pelayanan kefarmasian kepada pasien maka perlu adanya Kebijakan Pelayanan Farmasi pada RSUD Mgr. GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA;
c.
bahwa sehubungan sehubungan hal-hal tersebut di atas perlu ditetapkan Kebijakan Pelayanan Farmasi pada RSUD GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA dengan Keputusan Direktur;
Mengingat
: 1.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
2.
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
3.
Peraturan Pemerintah No No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
4.
Peraturan Menteri Kesehatan No 889 Tahun 2011 tentang Registrasi, Ijin Praktek dan Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian
5.
Keputusan Menteri Menteri Kesehatan No 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN Menetapkan
:
Kesatu
:
KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA TENTANG
KEBIJAKAN
PELAYANAN
FARMASI
PADA
RSUD
GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA; Kedua
:
Kebijakan Pelayanan Farmasi pada RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu tercantum dalam Lampiran Keputusan ini;
Ketiga
:
Kebijakan Pelayanan Farmasi pada RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua sebagaimana dimaksud Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman pengelolaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai oleh tenaga kefarmasian dalam melaksanakan pelayanan farmasi di Rumah Sakit;
Keempat
:
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua dilaksanakan oleh Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sakit Umum Daerah Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua;
Kelima
:
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan akan ditinjau kembali sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapannya. DITETAPKAN DI
: ATAMBUA
PADA TANGGAL
:
20 JUNI 2017
Direktur RSUD Mgr.Gabriel Manek, SVD Atambua
Drg.M. Ansilla F. Eka Mutty NIP. 19690325 19690325 199910 2 001
LAMPIRAN I SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD Mgr. GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA NOMOR
:
TAHUN 2017
TANGGAL
: 20 JUNI 2017
KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI PADA RSUD. Mgr. GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien ( patient safety). Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pasal 1 TUJUAN
Tujuan Pelayanan Farmasi adalah melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai di RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua untuk memperluas cakupan pelayanan farmasi; memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin ketersediaan, efektifitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat; meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dengan pelayanan farmasi; melaksanakan kebijakan obat di RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional Pasal 2 FUNGSI PELAYANAN FARMASI
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai meliputi : a. Memilih Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit b. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis
Pakai secara optimal c. Mengadakan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku d. Memproduksi Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit e. Menerima Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku f.
Menyimpan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku
g. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit
2. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan meliputi : a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien b. Mengidentifikasikan masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan,pasien/keluarga f.
Memberikan konseling pada pasien/keluarga
g. Melakukan pencatatan setiap kegiatan h. Melaporkan setiap kegiatan
Pasal 3 CAKUPAN PELAYANAN FARMASI
A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai 1. Pemilihan perbekalan farmasi 2. Perencanaan perbekalan farmasi 3. Pengadaan perbekalan farmasi 4. Produksi non steril 5. Penerimaan perbekalan farmasi 6. Penyimpanan perbekalan farmasi 7. Pengemasan kembali 8. Distribusi perbekalan farmasi
9. Pemusnahan dan penarikan; 10. Pengendalian; dan 11. Administrasi. B. Pelayanan Farmasi Klinik meliputi : 1. pengkajian dan pelayanan Resep; 2. penelusuran riwayat penggunaan Obat; 3. rekonsiliasi Obat; 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO); 5. konseling; 6. visite; 7. Pemantauan Terapi Obat (PTO); 8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO); 9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); 10. dispensing sediaan steril; dan 11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
Pasal 4 PEMILIHAN/SELEKSI PERBEKALAN FARMASI
1. Kegiatan pemilihan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakaidi RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua dilakukan dengan meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit. Untuk pemilihan obat dilakukan dengan mengidentifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai memperbaharui standar obat. 2. Pemilihan obat di RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua merujuk kepada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), Formularium Nasional dan Formularium Rumah Sakit. 3. Kriteria pemilihan obat yang baik, meliputi : a.
Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan jenis, untuk item yang sama dibandingkan Evidence Base Medicine (EBM) lalu di lihat harga teendah yang diambil sebagai pilihan petama, kedua dan ketiga,
b.
Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi memiliki efek yang lebih baik dibandingkan efek tunggal,
c.
Apabila obat banyak, maka dipilih obat yang merupakan pilihan ( drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
4. Pemilihan alat kesehatan, reagensia, radiologi, radio farmasi, gas medis dan nutrisi di RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua merujuk kepada data serapan oleh user , standar ISO,
daftar harga, harga e- catalog daftar Alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen Bina Kefarmasian. 5. Penentuan seleksi obat di RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektivitas
Pasal 5 PERENCANAAN PERBEKALAN FARMASI
1
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakaiberbasis
kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. 2
Perencanaan adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Instalasi Farmasi dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat;
3
Pedoman dalam Perencanaan : DOEN, Formularium Nasional, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, Data Catatan Rekam Medik, Anggaran yang tersedia, Penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan rencana pengembangan
4
Perbekalan Famasi adalah obat, alat kesehatan, bahan kimia, radio farmasi dan gas medis.
5
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai dilaksanakan secara efektif dan efisien.
6
Perencanaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai dibuat setiap tahun dengan mengusulkan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai selama satu tahun.
7
Perencanaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakaialat kesehatan, bahan kimia, radio farmasi dan gas medis harus disusun setiap tahun dengan mengacu pada data serapan data penggunaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai tahun sebelumnya.
Pasal 6 PENGADAAN PERBEKALAN FARMASI
1. Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio f armasi dan gas medis. 2. Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian baik secara langsung ataupun tender, produksi atau pembuatan sediaan farmasi, serta sumbangan atau hibah. 3. Pengadaan melalui pembelian, baik secara langsung ataupun tender, dilakukan secara on line melalui e-procurement /e-purchasing maupun off line secara manual berdasarkan harga ecatalogue 4. Pembelian obat-obatan yang tidak terdapat pada pada
e-cataloge, untuk pasien Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) diadakan berdasarkan harga pembelian dengan penawaran harga kompetitif dan dicari harga terendah untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dengan harga. 5. Apabila terdapat dua pemasok dengan penawaran kompetitif harga terendah, Apoteker harus mendasarkan pada kriteria : mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan. 6. Proses pembelian Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai mempunyai beberapa langkah yang baku dan merupakan siklus yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan rumah sakit. Langkah proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai yang diadakan, menentukan jumlah masing-masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang, menerima barang, malakukan pembayaran serta menyimpan kemudian mendistribusikan. 7. Pembelian dilakukan bersumber dari dana BLUD dan APBD. 8. Pembelian
dilakukan secara on line melalui e-procurement/e-purchasing maupun off line
secara manual berdasarkan harga e-catalogue, dan dilakukan terjadwal setiap triwulan berdasarkan permintaan dari Instalasi Farmasi kepada Panitia Pengadaan dan diketahui Pejabat Pembuat Komitmen. 9. Pengadaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai bahan obat dilakukan setiap triwulan. Khusus untuk obat-obat yang CITO maka segera diadakan dalam
waktu 1x24 jam. Kategori obat yang cito adalah obat-obatan yang diluar permintaan dari Instalasi Farmasi dengan alasan obat-obatan tersebut sangat dibutuhkan (life saving ), atau khusus untuk pasien tertentu dengan penyakit khusus yang telah diajukan obatnya kepada PFT dan disetujui untuk diadakan. 10. Pengadaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai, bahan kimia, radio farmasi dan gas medis dilakukan setiap tahun dengan mengacu pada data penggunaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai tahun sebelumnya.
Pasal 7 PRODUKSI
1.
Produksi Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai di rumah sakit adalah kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
2.
Kriteria Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai yang diproduksi adalah : sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga yang lebih murah, sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali, sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan farmasi nutrisi parenteral, rekonstitusi sediaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai sitostatika dan sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru (recenter paratus)
3.
Jenis Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai yang diproduksi : a. Produksi Steril : 1) Sediaan Steril 2) Total Parenteral Nutrisi (TPN) 3) Pencampuran obat suntik/Intravena 4) Rekonstitusi sediaan sitostatika 5) Pengemasan kembali (repacking ) b. Produksi Non Steril : 1) Pembuatan Puyer/Sirup/Salep 2) Pengemasan kembali (repacking ) 3) Pengenceran
4.
Produksi Sediaan Farmasi steril adalah menyediakan satu atau lebih bahan baku menjadi sediaan yang dikehendaki.
5.
Kegiatan produksi non steril dilakukan oleh petugas Farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Mgr
Gabriel Manek,SVD Atambua . 6.
Pengadaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai melalui sumbangan/hibah/droping
pada
prinsipnya
pengelolaannya
mengikuti
kaidah
umum
pengelolaan perbekalan farmasi. Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai yang tersisa dapat dipakai untuk penunjang kegiatan pelayanan kesehatan disaat situasi normal.
Pasal 8 PENERIMAAN PERBEKALAN FARMASI
1. Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, haemodialisa, radiologi, radio farmasi dan gas medis. 2. Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi, sumbangan atau hibah. 3. Penerimaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas pekerjaan mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim/panitia penerima harus ada tenaga farmasi. Hal ini bertujuan untuk menjamin Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai yang diterima sesuai dengan kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan. 4. Semua Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai yang diterima harus diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasi, jumlah dan jenis pada order pembelian rumah sakit, no batch, tanggal faktur, expire date minimal 2 tahun kecuali untuk vaksin dan sera. Semua Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai harus dalam kondisi baik dan ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah diterima, Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai harus segera disimpan didalam lemari atau tempat lain yang aman. 5. Penerimaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai harus sesuai dengan surat permintaan dari gudang farmasi baik jumlah, jenis dan kondisinya. 6. Penerimaan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai dari Distributor
harus
disertai
pengadaan/panitia pengadaan.
dengan
lampiran
surat
pesanan
(SP)
dari
unit
layanan
Pasal 9 PENYIMPANAN PERBEKALAN FARMASI
1. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan barang yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian, serta gangguan fisik yang dapat menyebabkan kerusakan mutu obat. Pengaturan menurut persyaratan yang ditetapkan, dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah/tidaknya meledak/terbakar, tahan/ tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan barang sesuai kebutuhan; 2. Area penyimpanan hanya dapat diakses oleh petugas farmasi yang diberi wewenang oleh Kepala Instalasi Farmasi; 3. Perbekalan Farmasi harus disimpan dengan benar sehingga terhindar dari perubahan karena cahaya, suhu atau dan kelembaban udara; 4. Jarak antara barang yang diletakkan di posisi tertinggi dengan langit-langit minimal 50 cm dan langit-langit tidak berpori-pori dan bocor; 5. Barang tersebut harus dikelola dengan baik sehingga tidak terjadi obat-obat yang Expire Date; 6. Tempat Penyimpanan obat ditentukan sebagai berikut : a.
Obat/bahan obat yang mudah menguap harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.
b.
Obat yang mudah menyerap air harus disimpan dengan bahan pengering (silica gel).
c.
Disimpan terlindung dari cahaya berarti : disimpan dalam wadah yang buram / dalam botol yang dibuat dari kaca hitam/merah/coklat tua;
d.
Disimpan pada suhu kamar jika tidak dengan penjelasan lain berarti disimpan pada suhu 15°C sampai 30°C;
e.
Disimpan di tempat sejuk jika tidak dengan penjelasan lain berarti disimpan pada suhu 8°C sampai 15°C;
f.
Disimpan di tempat dingin jika tidak dengan penjelasan lain berarti disimpan pada suhu 2°C sampai 8°C;
g.
Disimpan di lemari pembeku jika tidak dengan penjelasan lain berarti disimpan pada suhu -20°C sampai -10°C
h.
Obat-obat narkotika disimpan dalam lemari khusus double lock lock disertai kartu stock dan selalu terkunci dan ada penanggungjawab kunci
i.
Obat-obat psikotropika disimpan dalam lemari khusus double lock lock disertai kartu stock dan selalu dikunci dan ada penanggungjawab kunci
j.
Bahan yang mudah terbakar di berikan label F lamable, Bahan pengiritasi diberikan label
I rritant , bahan berbahaya dan beracun harus diberikan label beracun, serta tersedia spill kit, Lembar Material Safety Data Sheet (MSDS), eye washer dan shower ; k.
Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan : kandungan, tanggal kadaluarsa dan peringatan penting.
l.
Obat lepasan yang dipisah dari kemasan aslinya harus mencantumkan : nama obat, tanggal kadaluarsa, Nomor Batch dan Nomor Registrasi
m. Nutrisi parenteral dan cairan infus harus disimpan diatas palet dan dalam suhu kamar atau pada suhu yang sesuai dengan stabilitasnya. 7. Di tempat penyimpanan obat harus diletakkan termometer dan hygrometer untuk mengukur kelembaban ruangan dengan ketentuan kelembaban ruangan 60 - 70 %; 8. Setiap pagi hari harus dilakukan pencatatan suhu dan bila tidak sesuai segera dilaporkan kepada IPSRS untuk diperbaiki AC dan pharmaceutical refrigerator nya; 9. Di dalam ruang penyimpanan tidak diperbolehkan ada barang atau benda lain selain obat/ bahan obat/BMHP/AMHP; 10. Obat/bahan obat yang mudah menguap dan mudah terbakar, penyimpanannya harus dijauhkan dari api dan diberikan label F lamable; 11. Penyimpanan obat-obat High Alert disimpan terpisah di dalam lemari khusus dengan diberi label High Alert dan dilingkari garis merah disertai daftar obat, peringatan kewaspadaan, kartu stock dan selalu dikunci dengan penanggung jawab kunci khusus mengikuti
SPO
Penyimpanan;
12. Elektrolit pekat yang termasuk dalam daftar obat High Alert , contoh Kalium Klorida 7,46% tidak boleh disimpan di ruang rawat, kecuali di unit-unit tertentu yaitu diruang intensif care, IBS dan emergency atas pertimbangan life saving . Obat high alert disimpan terpisah dari obat lainnya dengan akses terbatas dan harus diberikan label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang tidak dikehendaki. Untuk elektrolit pekat harus disimpan pada wadah dengan warna mencolok (Merah) dan diberi label PERINGATAN yang memadai; 13. Penyimpanan obat LASA ( Look a Like Sound a Like) atau NORUM (Nama Obat Rupa Mirip) disimpan tidak berdekatan dan di berikan jarak minimal 1 tempat dan diberikan striker LASA berbentuk Kotak berwarna Hijau dengan tulisan LASA. 14. Obat Multiple Strenght harus diberikan label berwarna berbentuk persegi pada wadah tempat penyimpanan obat dan diletakan berjauhan satu dengan lainnya. Jika obat mempunyai kekuatan dosis berbeda, maka dosis tertinggi dengan latar berwarna mera, dosis sedang berwarna kuning, dosis rendah berwarna hijau;
15. Sistem Penyimpanan ditentukan sebagai berikut: a. Penyimpanan obat menurut sistem Alfabetis b. Penyimpanan obat menurut farmakoterapi atau kelas terapi c. Penyimpanan obat menurut sistem FEFO ( First Expire First Out ), FIFO ( First In First Out ), Last In Last Out (LIFO) dan Last Expire Last Out (LEFO) d. Tiap Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai yang disimpan harus disertakan kartu stock manual untuk mencatat mutasi. 16. Untuk mendapatkan kemudahan dalam pengawasan perbekalan farmasi, dipertimbangkan faktor-faktor dalam penataan gudang : a. Untuk kemudahan bergerak gudang ditata sistem satu lantai tanpa adanya sekat yang dapat membatasi pergerakan, berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran barang, sehingga gudang ditata garis lurus, U atau L. b. Untuk sirkulasi udara yang bagus maka digunakan AC/Kipas angin atau ventilasi melalui atap. c. Penempatan rak atau palet agar dapat meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok perbekalan farmasi; d. Untuk mencegah terjadinya kehilangan maka pengisian kartu stok harus dilakukan setiap ada pemasukkan obat maupun pengeluaran obat; e. Selisih antara kartu stok dan fisik hanya dapat ditoleransi sebesar 5%; f. Stok opname dilakukan secara berkala setiap bulan untuk meminimalisir kehilangan stok yang tidak dapat diketahui melalui penelusuran; g. Tempat penyimpanan bahan khusus seperti ” cold chain” untuk vaksin, lemari khusus untuk narkotika dan bahan berbahaya, dan bahan bahan yang mudah terbakar seperti alcohol dan eter disimpan dalam ruangan khusus dan sebaiknya terpisah dari gudang induk; h. Penempatan alat pemadam kebakaran yang mudah dijangkau dalam jumlah yang cukup dan di periksa secara berkala untuk memastikan masih berfungsi atau tidak; i.
Pemantauan kebersihan gudang dengan menggunakan check lis t kebersihan Gudang maupun tempat penyimpanan pada satelit Farmasi;
j.
Pasien yang membawa obat dari luar RS tidak diperbolehkan untuk digunakan selama perawatan
di
RSUD
Mgr.Gabriel
Manek,SVD
Atambua
Jika
melanggar
maka
pasien/keluarga pasien harus menandatangani surat pernyataan bahwa pasien/keluarga pasien bertanggung jawab atas akibat dari penggunaan obat-obatan tersebut. Obat yang dibawa harus diserahkan kepada petugas untuk diidentifikasi dan diperiksa secara visual dan dilakukan pencatatan;
k. Obat emergensi dan perbekalan emergensi lainnya disimpan dalam trolley emergency atau Kit dan dikunci dengan segel atau kunci disposable yang mudah dibuka hanya dalam keadaan emergency (BLUE CODE). Sistem pengendalian isi trolley atau kit emergency harus dibuat sedemikian rupa sehingga jenis, jumlah, kualitas obat yang ada didalamnya sesuai standar yang ditetapkan serta semua aspek yang berkaitan dengan pembukaan trolley atau kit emergency dapat dipertanggung jawabkan (mudah telusur). Jumlah dan jenis yang ada dalam trolley atau kit emergency sesuai dengan daftar isi trolley atau kit emergency RSUD Mgr.Gabriel Manek, SVD Atambua; l.
Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak, menjelang kadaluarsa (3 bulan) dan kadaluarsa harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi, pengaturan lebih lanjut dituangkan dalam SPO;
m. Obat yang ditarik dari peredaran oleh Pemerintah (BPOM) atau Pabrik Pembuatnya harus segera dikembalikan ke Instalasi Farmasi dan diatur lebih lanjut dalam SPO; n. Obat yang rusak, kadalurasa atau terkontaminasi harus disimpan terpisah sambil menunggu pemusnahan. Penghapusan dilakukan oleh SPO; Tata cara penghapusan Perbekalan Farmasi lebih rinci dituangkan dalam SPO Pasal 10 PENDISTRIBUSIAN
1. Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan faramsi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis 2. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai di Instalasi Farmasi RSUD Mgr.Gabriel Manek,SVD Atambua meliputi Pendistribusian Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai untuk pasien rawat inap, Pendistribusian Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakaiuntuk pasien rawat jalan, dan Pendistribusian Sediaan Farmasi, Bahan Habis Pakai dan Alat Kesehatan Habis Pakai Ruangan. Pasal 11 PERESEPAN
1. Yang berhak menulis resep adalah Dokter Penanggung Jawab Pasien yang bertugas
dan memiliki Surat Ijin Praktek di RSUD Mgr.Gabriel Manek,SVD Atambua dan dokter; 2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor Surat Ijin
Praktek (SIP);
3. Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication reconciliation) sebelum
menulis resep pada saat pasien akan masuk rawat inap. Penyelarasan obat adalah membandingkan antar daftar obat yang sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat (omission); 4. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontra indikasi dan
terjadinya interaksi obat maupun reaksi alergi; 5. Terapi obat yang dituliskan dalam rekam medic hanya ketika obat pertama kali
diresepkan, regimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam medic dituliskan “terapi lanjutan” dan pada catatan pemberian obat tetap dicantumkan nama dan regimennya; 6. Resep ditulis secara manual pada blanko lembar catatan pengobatan/ instruksi
pengobatan dengan KOP RSUD Mgr.Gabriel Manek,SVD Atambua yang telah tulis nama Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat; 7. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim
atau yang sudah ditetapkan sehingga tidak menimbulkan salah pengertian; 8. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar LASA (Look a Like Look a
Sound ) yang diterbitkan oleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehatan lainnya; 9. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RSUD Mgr.Gabriel
Manek,SVD Atambua Jenis-jenis resep yang dapat dilayani: resep pertama pasien baru masuk, resep regular, resep CITO, resep pengganti emergensi, 10. Penulisan resep harus dilengkapi / memenuhi hal-hal berikut :
a. Nama pasien b. Tanggal Lahir atau Umur Pasien (Jika tidak dapat mengingat tanggal lahir);
c. Berat Badan Pasien untuk Pasien anak d. Berat Badan dan Tinggi Badan untuk pasien yang perhitungan dosisnya berdasarkan BSA (Body Surface Area) e. Nomor Rekam Medik f.
Tanggal Penulisan Resep
g. Nama ruang pelayanan h. Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep manual atau secara elektronik i.
Tanda R/ pada setiap sediaan
j.
Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generic. Untuk obat kombinasi ditulis sesuai nama dalam formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh : injeksi, tablet, kapsul, salep) serta kekuatannya (contoh : 500 mg, 1 gram)
k. Jumlah sediaan l.
Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat : microgram, milligram, gram) dan untuk cairan : tetes, milliliter dan liter
m. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut dan telah terbukti aman dan efektif n. Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya diluar indikasi yang didaftarkan di BPOM RI) harus berdasarkan panduan pelayanan medic yang ditetapkan oleh SMF o. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu “PRN” atau “Pro Re Nata”, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari dan indikasinya 11. Pasien diberikan penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat
penggunaan obat; 12. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh asisten
apoteker/ Apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru; 13. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang telah ditetapkan,
tidak akan dilayani oleh Instalasi Farmasi; 14. Jika
Resep/instruksi pengobatan
tidak dapat dibaca atau
tidak jelas, maka
perawat/Asisten Apoteker/Apoteker yang menerima Resep/instruksi pengobatan tersebut harus menghubungi dokter penulis resep sesuai SPO; 15. Instruksi verbal (verbal order ) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat High Alert
tidak
diperbolehkan
kecuali
dalam
situasi
emergensi.
Instruksi
lisan
tidak
diperbolehkan saat dokter berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi lisan mengikuti SPO; 16. Bila ada permintaan obat yang disampaikan lisan atau via telpon, maka petugas
farmasi wajib melakukan hal sebagai berikut: a. Write back b. Read back c.
Reconfirmation
17. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang dicantumkan dalam rekam
medic;
18. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus
dituliskan kembali dalam bentuk Resep/Instruksi Pengobatan baru. 19. Dalam rangka meningkatkan Patient Safety,
di
RSUD Mgr.Gabriel Manek,SVD
Atambua (Poliklinik Spesialis, Poliklinik Umum, IGD dan Rawat Inap) menggunakan program DRug Checker pada aplikasi medscape, yang berguna untuk mengetahui adanya sinergi atau interaksi, kontra indikasi, reaksi alergi atau efek dari obat-obat yang diresepkan oleh dokter.
Pasal 12 PENYIAPAN
1. Penyiapan obat adalah proses mulai dari Resep/Instruksi Pengobatan diterima oleh Apoteker/Asisten Apoteker sampai dengan obat diterima perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat inap, atau sampai dengan obat diterima oleh pasien/keluarga pasien rawat jalan dengan jaminan bahwa obat yang diterima bermutu dan tepat. Termasuk juga dalam penyiapan obat adalah pencampuran obat injeksi tertentu, penyiapan obat sitostatika dan Total Parenteral Nutrisi; 2. Sebelum obat disiapkan Apoteker/Asisten Apoteker harus dilakukan kajian (review ) terhadap Resep/Instruksi Pengobatan meliputi : a. Kelengkapan resep b. Kesesuaian pasien c. Ketepatan obat d. Dosis/kekuatan/frekuensi tepat e. Rute pemberian tepat f.
Waktu/Durasi tepat
g. Interaksi Obat h. Duplikasi terapeutik i.
Alergi
j.
Kontra Indikasi
k. Kesesuaian
dengan
pedoman
pelayanan/
peraturan
yang
berlaku,
dan
menghubungi dokter jika resep tidak jelas atau tidak terbaca 3. Apoteker/Asisten Apoteker diberi akses ke data pasien yang diperlukan untuk melakukan kajian resep; 4. Dalam proses penyiapan oleh petugas diberlakukan substitusi generic, artinya Instalasi
Farmasi diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan yang zat aktifnya sama dan tersedia di RSUD Mgr.Gabriel Manek,SVD Atambua dengan terlebih dahulu memberitahu dokter; 5. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi berbeda zat aktifnya, dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh petugas farmasi dengan terlebih dahulu memberitahu dokter untuk mendapat persetujuan dari dokter penulis resep. Persetujuan tersebut dapat dilakukan secara lisan/melalui telepon. Petugas farmasi menuliskan obat pengganti, tanggal, jam komunikasi dan nama dokter yang memberi persetujuan dan dicatat dalam lembar resep; 6.
Penyiapan obat dilakukan oleh Apoteker atau didapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan tertentu yang memiliki sertifikat aseptic dispensing dan dilakukan ditempat yang bersih dan aman sesuai aturan dan standar praktek kefarmasian;
7. Area penyiapan tidak boleh dimasuki oleh orang lain selain petugas farmasi. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan pelatihan aseptic dispensing ; 8. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan sistem One Day Dose Dispensing untuk peresepan obat injeksi kecuali obat racikan. Sedangkan untuk pasien rawat jalan diberlakukan resep individual. Sistem One Day Dose Dispensing adalah penyiapan obat untuk satu hari pada pasien rawat Inap, sistem resep individual adalah penyiapan obat sesuai jumlah yang diminta dalam resep; 9. Penyiapan obat LASA dan High Alert harus memperhatikan kembali dengan melakukan double check saat mengambil dan menyerahkan kepada pasien; 10. Obat diberikan kepada pasien dengan wadah/ kemasan dalam kondisi baik dilengkapi dengan informasi berupa etiket. Informasi dalam etiket wajib mencantumkan tanggal obat disiapkan, nama pasien, nama obat, aturan minum/aturan pakai, tanggal kadaluarsa. 11. Untuk pelabelan obat racikan atau dari bahan kimia (re Packing) harus memuat komposisi, konsentrasi, tanggal pembuatan, suhu penyimpanan dan tanggal kadaluarsa.
Pasal 13 PEMBERIAN OBAT
1. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat/bidan yang sudah memiliki kompetensi dan Surat Ijin Praktek (SIP); 2. Pada pemberian secara infus, label nama obat ditempelkan pada botol infus atau syringe pump. Apabila obat yang diberikan lebih dari satu maka label nama obat ditempelkan pada setiap syringe pump dan disetiap ujung jalur selang; 3. Obat yang diberikan oleh dokter peserta didik atau perawat peserta didik dibawah supervise dan tanggung jawab supervisor, kecuali obat-obat khusus high alert tidak diperkenankan; 4. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh perawat/dokter mengenai kesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatan menggunakan prinsip 7 Benar (Benar Obat, Benar Indikasi, Benar Pasien, Benar Dosis, Benar Waktu Pemberian, Benar Cara Pemberian, Benar Dokumentasi). 5. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan bermutu baik dengan diperiksa secara visual; 6. Pasien dipastikan tidak memiliki alergi dan kontraindikasi dengan obat yang akan diberikan; 7. Obat yang tergolong obat High Alert diperiksa kembali oleh perawat kedua. Pengecekan kedua akan dilakukan oleh petugas yang berwenang atau perawat lainnya (petugas tidak boleh sama dengan pengecekan pertama) sebelum diberikan (double check ); 8. Pemberian obat harus dicatat dalam rekam medik; 9. Pengaturan waktu pemberian obat harus dilakukan tepat waktu, terutama untuk obatobat yang waktu pemberiannya berpengaruh terhadap ef ektivitas kerjanya, seperti obat golongan Antibiotik dan Antiviral. Namun pada obat-obat tertentu jadwal pemberian obat dapat disesuaikan dengan kondisi pasien, dengan sepengetahuan DPJP, seperti obat golongan antihipertensi, diuretik, pemberiannya disesuaikan dengan hasil tekanan darah, obat golongan antidiabetik. Sehingga obat yang perlu pengaturan waktu pemberian secara ketat adalah golongan Antibiotik dan Antiviral, yang diatur sebagai berikut : a. Pemberian obat 2 kali sehari : pukul 08.00 dan 20.00 b. Pemberian obat 3 kali sehari : pukul 08.00, 14.00 dan 20.00 c.
Pemberian obat 4 kali sehari : pukul 08.00, 12.00, 18.00 dan 20.00
d. Pemberian obat Per 4 Jam : 02.00, 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, 22.00 e.
Pemberian obat Per 6 Jam : 06.00, 12.00, 18.00, 24.00
f.
Pemberian obat Per 8 Jam : 08.00, 16.00, 24.00
10. Penggunan obat secara mandiri harus mendapat edukasi terlebih dahulu dan dipantau perawat; 11. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan obat dan perbekalan farmasi lainnya, termasuk kehilangan, maka konsekuensi finansial menjasi tanggung jawab pihak yang bersalah.
Pasal 14 PEMANTAUAN
1. Pemantauan Efek Samping Obat (ESO) a. Pemantauan efek terapi dan efek obat yang tidak diharapkan dari obat harus dilakukan pada setiap pasien; b. Semua petugas kesehatan dapat melakukan pemantauan dan melaporkannya kepada Komite Farmasi dan Terapi; c. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang masuk Formularium RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua dan obat yang terbukti dalam literature menimbulkan efek samping serius; d. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan dicatat dalam Rekam Medik; e. Efek samping yang dilaporkan ke Komite Farmasi dan Terapi adalah yang berat, fatal dan meninggalkan gejala sisa; f.
Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO) dikoordinasikan oleh Komite Farmasi dan Terapi RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua;
g. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO) adalah dokter, apoteker, perawat di ruang rawat atau poliklinik; h. Komite Farmasi dan Terapi RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua melaporkan hasil
evaluasi
pemantauan
ESO
kepada
kepala
bidang
pelayanan
dan
menyebarluaskan kepada seluruh SMF/Instalasi/Unit Pelayanan di RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua sebagai umpan balik edukasi; 2. Pemantauan Kesalahan Obat (Medication Error ) a.
Kesalahan Obat (Medication Error ) merupakan setiap kejadian yang dapat dicegah yang
dapat
menyebabkan
penggunaan
obat
secara
tidak
tepat
atau
membahayakan keselamatan pasien. Kesalahan obat meliputi kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep, penyalinan resep, penyiapan/peracikan atau
pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan maupun tidak; b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) atau Near Miss adalah setiap kejadian, situasi atau kesalahan yang terjadi dan diketahui sebelum sampai kepada pasien; c. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang menemukan atau terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan langsungnya; d. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir Laporan Insiden ke Komite keselamatan Pasien RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua atau formulir lain yang disepakati; e. Kesalahan obat harus dilaporkan 2x24 jam setelah ditemukannya insiden; f.
Tipe kesalahan yang dilaporkan : 1) Kejadian Potensial Cedera (KPC, Reportable Circumstances) 2) Kejadian Nyaris Cedera (KNC, Near Miss) terjadinya insiden yang belum terpapar pada pasien 3) Kejadian Tidak Cedera (KTC, No Harm Accident ) terjadinya suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien namun tidak menimbulkan cedera 4) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD, Sentinel Event )terjadinya suatu insiden yang sudah terpapar namun menimbulkan cedera ke pasien atau kriteria yang ditetapkan oleh Tim Keselamatan Pasien
g. Pelaporan kesalahan obat dan tindak lanjutnya diatur dalam pedoman dan atau SPO h. Komite Mutu merekapitulasi laporan insiden
3. Pemantauan dan Evaluasi Untuk mengetahui tingkat pencapaian dan mutu dari kegiatan manajemen dan penggunaan obat di Rumah Sakit, maka perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi setiap tahapan proses manajemen dan penggunaan obat secara berkesinambungan. Pamantauan dan evaluasi proses manajemen dan penggunaan obat ini merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu secara berkelanjutan.
Pasal 15 KEBIJAKAN PENGGUNAAN FORMULARIUM
1. Formularium RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua dimaksudkan untuk menunjang peningkatan pengobatan yang rasional dan sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna dana yang tersedia untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pelavanan kesehatan, khususnya di RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua 2. Formularium RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua ini disusun oleh Panitia farmasi dan Terapi RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua yang terdiri dari semua staf medik masingmasing bidang keahlian yang ada di RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua 3. Fomularium RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua ini disahkan oleh Direktur RSUD
Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua untuk dipakai di RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua. 4. Dasar utama penyusunan formularium RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua ini adalah Daftar Obat Essensial Nasional dan Formularium Nasional Tahun 2016. sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No l375.a/Menkes/SK/XI/2002, tanggal 4 November 2002 serta Pedoman Diagnosa dan terapi masing-masing SMF di RSUD Mgr
Gabriel Manek,SVD Atambua tahun 2006. 5. Penggunaan obat-obat yang tercantum dalam formularium RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD
Atambua ini tidak mengurangi tanggung jawab profesional dari dokter dan apoteker dalam pengobatan penderita 6. Bagi pengusulan obat-obat baru untuk dicantumkan pada formularium RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang, harus mempergunakan formulir pengusulan obat dan (formulir 02). Usulan obat ini, wajib disertai dengan iampiran 3 (tiga) nas kah uji klinik yang sah 7. Pelaporan reaksi efek samping obat dilakukan oleh dokter yang merawat dengan menggunakan formulir pelapbran efek samping obat (formulir 03) 8. Secara berkala formularium RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua ini akan mengalami perubahan dan penyesuaian yang diperlukan 9. Setiap dokter yang bekerja dan merawat penderita di RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua diharapkan dengan rasa tanggung jawab mentaati semua aturan-aturan yang tercantum dalam formularium RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua.
Pasal 16
KETENAGAAN DAN KUALIFIKASI PENDIDIKAN
1. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri; 2. Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit; 3. Pelayanan Kefarmasian
harus dilakukan
oleh
Apoteker dan
Tenaga Teknis
Kefarmasian; 4. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker; 5. Apoteker harus didorong untuk melakukan penelitian mandiri atau berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan praktik Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. 6. Apoteker yang terlibat dalam penelitian harus mentaati prinsip dan prosedur yang ditetapkan dan sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian yang berlaku. 7. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi, setiap petugas wajib mengikuti pelatihan yang diselenggarakan berdasarkan kompetensi bidang pekerjaan masing-masing;
Pasal 17 PIMPINAN DAN STAF
1. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker, berijasah sarjana farmasi, telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker yang memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker dan Sertifikat Kompetensi serta Surat Ijin Praktek Apoteker dan merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit; 2. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun; 3. Personalia instalasi farmasi RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua adalah sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan kefarmasian dengan syarat : a. Terdaftar di Kementerian kesehatan b. Terdaftar di Asosiasi Profesi c. Mempunyai izin praktek/kerja d. Mempunyai SK Penempatan
4.
Petugas di Instalasi farmasi terdiri dari : a. Apoteker b. Tenaga Teknis Kefarmasian (S1, D3 farmasi dan SAA/SMF) c. Tenaga Administrasi dan Juru Racik
5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur opersional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien; 6. Tanggung jawab pelayananan secara struktur organisasi mengikuti struktur organisasi yang berlaku di RSUD Mgr Gabriel Manek,SVD Atambua yaitu bertanggung jawab pada Wadir Penunjang Pelayanan dan bekerja sama dengan unit-unit terkait / setara;
Pasal 18 WAKTU PELAYANAN
1. Pelayanan unit pada pagi hari dilakukan selama jam kerja pada pukul 7.00 – 14.00 WITA; 2. Pelayanan pada sore hari dilakukan pada pukul. 14.00 – 20.00 WITA; 3. Pelayanan malam hari dilakukan pada pukul. 20.00 – 07.00 WITA pada 4. Pelayanan obat jadi maksimal 30 menit dan pelayanan obat racikan maksimal 60 menit sesuai dengan standar pelayanan minimal;
Pasal 19 PEMUSNAHAN DAN PENARIKAN
1.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai bila : a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu; b. telah kadaluwarsa; c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan d. dicabut izin edarnya.
2. Tahapan dalam kegiatan pemusnahan dilakukan mengikuti SPO; 3. Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Penarikan produk dilakukan mengikuti SPO.
Pasal 20 PENGENDALIAN
1. Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; 2. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di Rumah Sakit; 3. Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah: a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving ); b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock ); c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
Pasal 21 ADMINISTRASI
1. Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan merupakan suatu kegiatan melaporkan seluruh kegiatan yang telah didokumentasikan; 2. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, semester atau pertahun); 3. Administrasi keuangan merupakan pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan,semesteran atau tahunan; 4. Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan SPO.
5. Pelaporan Obat dari Unit Pelaporan obat dari tiap unit layanan dilakukan setiap pasien pulang atau obat yang digunakan dihentikan oleh dokter atau alergi dikembalikan ke bagian farmasi dengan membawa formulir pengembalian obat . sedangkan obat untuk stok unit tersebut selalu dipantaui ketersediaan dan expired date obat tesebut agar dikembalikan ke farmasi .
Pasal 22 MANAJEMEN RESIKO
1. Manajemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko kehilangan; 2. Mengidentifikasi beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara l ain: a. ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai selama periode tertentu; b. pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tidak
melalui jalur resmi; c. pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
belum/tidak teregistrasi; d. keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai; e. kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk sediaan) dan kuantitas; f.
ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
g. ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan dan kesalahan
dalam pemberian; h. kehilangan fisik yang tidak mampu telusur; i.
pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap; dan
j.
kesalahan dalam pendistribusian.
3. Melakukan analisa resiko secara kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan memberikan deskripsi dari risiko yang terjadi. Pendekatan kuantitatif memberikan paparan secara statistik berdasarkan data sesungguhnya; 4. Melakukan evaluasi resiko dengan cara membandingkan risiko yang telah dianalisis
dengan kebijakan pimpinan Rumah Sakit (contoh peraturan perundang-undangan, Standar Operasional Prosedur, Surat Keputusan Direktur) serta menentukan prioritas masalah yang harus segera diatasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan pengukuran berdasarkan target yang telah disepakati; 5. Masalah yang terjadi akan dilakukan analisa dengan menggunakan Root Cause Analyzis untuk mencari akar masalah dan selanjutnya akan dianalisa untuk melihat sumber masalahnya dan dilakukan evaluasi serta tindak lanjut untuk pencegahan terhadap masalah tersebut dimasa yang akan datang. 6. Mengatasi risiko dilakukan dengan cara: a. melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit; b. mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko; c. menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis); d. menganalisa risiko yang mungkin masih ada; dan e. mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko, mengurangi
risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko.
Atambua, 20 Juni 2017
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua
Drg. M.Ansilla.F Eka Mutty NIP. 19690325 199902 2 011