BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN
JANUARI 2016
UNIVERSITAS PATTIMURA
KEJANG PSIKOGENIK NON EPILEPSI
Disusun Oleh : Fitri Ayu Namadullah (2010-83-002)
Pembimbing : dr. Parningotan Yosi Silalahi, Sp.S
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2016
PENDAHULUAN
Kejang psikogenik non epilepsi (KPNE) atau pseudoseizure merupakan episode paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang epilepsi tidak dikaitkan dengan elektroensefalogram abnormal (EEG) kegiatan atau gangguan fisiologis utama lainnya. Prevalensi kejang non epilepsi psikogenik sekitar 2-33 kasus per 100.000 populasi. Sekitar 50-70% pasien didiagnosis epilepsi tidak mengalami kejang, dan hanya 15% saja yang benar-benar epilepsi. KPNE terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, yakni sekitar 70% dari semua kasus. Kejang psikogenik bisa terjadi pada remaja, anak-anak dan orang tua. Harus diperhatikan dalam mendiagnosis kejang psikogenik terutama jika terjadi pada awal masa kanak-kanak atau usia tua.
LAPORAN KASUS
Pasien perempuan 53 tahun masuk RS pada tanggal 14/12/2015 dengan keluhan kejang. Keluhan dialami 5 jam sebelum masuk RS sebanyak 2 kali, kurang lebih selama 10 menit. Kejang seluruh badan. Menurut keluarga, pada saat kejang lengan dan tungka pasien tegang, mata tertutup dan keluar busa dari mulut.kejang didahului sesak napas dan nyeri kepala. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Nafsu makan menurun, BAK dan BAB lancar normal. Pasien sering mengalami keluhan seperti ini. 1
Keluhan dialami kurang lebih sejak 28 tahun yang lalu berawal sejak penderita mengalami pengalaman traumatik yaitu dipukul oleh suaminya. Sejak kejadian tersebut, keluhan sering muncul jika penderita dalam keadaan stress atau emosi. Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Pasien pernah berobat ke dokter spesialis saraf dengan keluhan yang sama kurang lebih selama 4 tahun. Pasien juga mengkonsumsi obat yang diberikan, namun pasien lupa nama obatnya. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan GCS E 4V5M6, tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 30x/menit, dan suhu 37,4oC pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologi tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) pada penderita didapatkan 110 gr/dl.
DISKUSI Kejang psikogenik non epilepsi (KPNE) atau pseudoseizure merupakan episode paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang epilepsi tidak dikaitkan dengan elektroensefalogram abnormal (EEG) kegiatan atau gangguan fisiologis utama lainnya. Bagaimanapun, kejang non epilepsi psikogenik berasal dari bagian psikologi (seperti emosional, stress). Episode non epilepsi paroksismal dapat disebabkan oleh faktor organik atau psikogenik. Sinkop, migrain, Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan contoh gejala kejang paroksismal non epilepsi organik.1,2,3 2
Kejang non epilepsi psikogenik sering dikategori epilepsi, yang mana 20-30% pasien tergolong kejang kambuhan. Prevalensi kejang non epilepsi psikogenik sekitar 2-33 kasus per 100.000 populasi. Sekitar 50-70% pasien didiagnosis epilepsi tidak mengalami kejang, dan hanya 15% saja yang benar-benar epilepsi. Kebanyakan kejang psikogenik merupakan bentuk konversi dan gangguan somatoform. KPNE terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, yakni sekitar 70% dari semua kasus. KPNE berkaitan dengan gangguan konversi, yang secara khas muncul pada dewasa muda. Kejang psikogenik bisa terjadi pada remaja, anak-anak dan orang tua. Harus diperhatikan dalam mendiagnosis kejang psikogenik terutama jika terjadi pada awal masa kanak-kanak atau usia tua. KPNE dapat terjadi pada kondisi kejiwaan yang khusus, sebagai contoh anak-anak dengan parasomnia dan serangan ketakutan.1,4,5 Pada kasus ini, Pasien perempuan (53 tahun), masuk RS dengan keluhan kejang. Keluhan dialami 5 jam sebelum masuk RS sebanyak 2 kali, kurang lebih selama 10 menit. Dimana kejang yang dialami oleh penderita sudah terjadi berulang kali dan dialami kurang lebih sejak 28 tahun yang lalu (sejak menikah). Berdasarkan autoanamnesis kejang ini terjadi saat penderita sedang stress atau emosi. Dimana terjadi sakit kepala, sesak napas dan kemudian menjadi kejang. Berdasarkan teori yang mengemukakan bahwa KPNE berasal dari bagian psikologi (seperti emosional, stress). Adapun hal ini juga lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria, yaitu sebanyak 70% dan terjadi pada usia dewasa muda atau orang tua. Hal ini sesuai dengan dengan kasus yaitu dimana penderita merupakan seorang wanita dan keluhan 3
ini sudah dialami sejak menikah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS E 4M6V5 pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, gizi kurang, Tanda-tanda vital tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 78x/menit, pernapasan 30x/menit, suhu 37,6 oC. Pada pemeriksaan neurologis tidak didapatkan kelainan. Data yang terbatas menunjukkan bahwa gangguan konversi sering terjadi pada keluarga individu dengan gangguan konversi. Gejala sering ditampilkan dari anggota keluarga yang terkena dampak. Oleh karena itu, riwayat kondisi medis keluarga sangat penting. Serangkaian kasus menunjukkan risiko meningkat pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot.1 Faktor predisposisi seperti pengalaman traumatik seperti kekerasan seksual di masa kecil, ciri kepribadian patologis, dan penyakit fisik serta kecacatan dapat berperan dalam perkembangan terjadi KPNE. Selain itu faktor pencetus terjadinya KPNE juga dapat dikaitkan dengan adanya trauma atau stress sebelum terjadinya KPNE. Stress psikologis dan fisik telah dilaporkan sebagai faktor pencetus karena faktor-faktor ini harus dilihat dalam konteks kerentanan dan pengalaman pasien.2 Berdasarkan autoanamnesis didapatkan faktor predisposisi pada penderita ini adalah adanya riwayat trauma fisik yang dialami oleh penderita pada saat menikah. Dimana sejak terjadi trauma tersebut penderita mulai mengalami keluhan seperti ini. Sehingga, sampai saat ini disaat penderita dihadapi dengan keadaan yang memancing emosi maka terjadilah serangan. Sesuai dengan teori diatas yang mengemukakan bahwa faktor predisposisi yaitu seperti adanya pengalaman traumatik dan stress psikologis dan fisik sebagai faktor pencetus. 4
Tidak seperti kejang epilepsi, kejang psikogenik non epilepsi tidak diakibatkan dari perubahan listrik yang abnormal di otak, akan tetapi merupakan manifestasi fisik dari gangguan psikologis. Gangguan psikologis tersebut terdiri dari gangguan konversi, gangguan somatoform yang biasanya terjadi tanpa disadari. Kejang nonepilepsi psikogenik juga diakibatkan dari kepura-puraan seperti malingering. Kasus ini jarang tetapi sulit untuk membuktikan.1 Seringkali terjadi kesalahan diagnosis antara kejang non epilepsi dengan kejang Seperti resisten dengan obat antiepilepsi, sekitar 80% pasien KPNE mendapatkan terapi obat antiepilepsi sebelum diagnosis yang tepat ditentukan. Psikogenik dikaitkan ketika obat antiepilepsi tidak memberikan efek untuk mengurangi frekuensi kejang. Faktor pemicu seperti stress atau perasaan kecewa umumnya mengarah kearah KPNE. Faktor pemicu lainnya yang mengarah ke KPNE seperti nyeri, gerakan tertentu, suara dan tipe cahaya tertentu khususnya jika hal-hal tersebut lebih konsisten memicu terjadinya kejang.1 Riwayat medis berupa kondisi psikogenik seperti fibromialgia, nyeri kronis dan kelelahan kronis dihubungkan dengan gejala-gejala psikogenik. Riwayat psikososial dengan bukti adanya perilaku maladaptive atau berhubungan dengan diagnosis psikiatri dicurigai mengarah ke KPNE. Riwayat trauma atau kekerasan seksual juga penting dalam psikopatologi kejang psikogenik dan gejala psikogenik secara umum. Temuan fisik dan neurologis biasanya normal namun pemeriksaan dapat juga menemukan gambaran yang sugestif seperti perilaku dramatis, kelemahan, dan suara yang lemah atau terbata-bata. Gambaran psikologis yang sugestif untuk episode 5
psikogenik termasuk ansietas, depresi, afek yang tidak sesuai atau kurangnya perhatian, gangguan somatisasi, dan interaksi yang abnormal dengan anggota keluarga.1
Dikutip dari kepustakaan no.3
Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk menyingkirkan penyebab metabolik atau racun dari kejang (hiponatremia, hipoglikemia, obat-obatan). Karena sensitifitasnya rendah, pemeriksaan EEG tidak membantu dalam mendiagnosis KPNE.1
6
Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) pada penderita didapatkan 110 gr/dl sehingga dapat disingkirkan diagnosis banding dengan gangguan kesadaran karena hipoglikemia. Pengobatan KPNE termasuk psikoterapi dan penggunaan obat-obatan untuk ansietas dan depresi. Sertraline hingga dosis maksimum 200 mg, dapat menurunkan angka kejadian kejang psikogenik non epilepsi (KPNE) sebesar 50%. Selain sebagai terapi depresi dan ansietas, dalam uji klinis Serotonin Selective Reuptake Inhibitors (SSRIs) memperlihatkan kemungkinan digunakan untuk gangguan konversi atau somatoform dan beberapa gangguan kepribadian. Gangguan konversi atau somatoform dan gangguan kepribadian ini terjadi sebagai gangguan penyerta pada kejang psikogenik non epilepsi sehingga SSRIs menjadi obat yang potensial. Hipotesisnya adalah bahwa mengatasi gejala depresi, ansietas, dan impulsivitas yang diperantarai serotonin akan menurunkan kejang.1,6,7,8,9 Pada kasus ini, pada saat di UGD penderita diberikan O 2 3 lpm melalui nasal kanul, infus RL 20 tpm, diazepam ½ ampul/IV dibolus pelan bila kejang, ketorolak 3 x 30 mg/IV. Berlandaskan teori untuk penanganan terhadap penyakit ini pada tahap awal biasanya diberikan terapi berdasarkan gejala fisik yang dialami. Pada saat penderita berada di UGD, penderita diberikan obat-obatan untuk menangani gejala fisiknya yaitu diazepam untuk menangani kejang, ketorolak untuk nyeri kepala, serta O2 yang diberikan untuk menangani hiperventilasi maupun mencegah terjadinya iskemik otak akibat kejang.
7
Selain penanganan berdasarkan gejala, penderita juga dilakukan penanganan secara psikofarmakoterapi (penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan psikologi). Penderita diberikan pengobatan secara psikologis yaitu klobasam 10 mg merupakan jenis ansiolitik yang berfungsi menurunkan tingkat kecemasan sehingga perasaan gelisah dan tegang yang dialami akan berkurang, dan courage 20 mg yang merupakan obat antidepresan. Pengobatan yang diberikan ini sesuai dengan teori yang mengemukakan bahwa pada kejang psikogenik non epilepsi penanganannya yaitu pemberian obat-obatan untuk ansietas dan depresi. Gejala berlangsung lebih dari 10 tahun, hampir separuh pasien epilepsi psikogenik mengalami kejang berulang dan mengalami ketergantungan dengan sosial. Prognosis membaik dengan memberikan pendidikan, dimana onset penyakit terjadi pada usia muda, episode nondramatik, dan sedikit keluhan somatoform, dengan skor disosial yang rendah pada dimensi kepribadian high order (seperti hambatan, emosional, tidak stabil, dan mudah terangsang). Pasien dengan kejang katatonik mempunyai prognosis lebih baik daripada kejang tipe konvulsif.1,10
8
KESIMPULAN
Kejang psikogenik non epilepsi (KPNE) atau pseudoseizure merupakan episode paroksismal yang menyerupai dan sering terjadi kesalahan diagnosis sebagai kejang epilepsi tidak dikaitkan dengan elektroensefalogram abnormal (EEG) kegiatan atau gangguan fisiologis utama lainnya. Bagaimanapun, kejang non epilepsi psikogenik berasal dari bagian psikologi (seperti emosional, stress). Kasus ini didapatkan, pasien perempuan (53 tahun), masuk RS dengan keluhan kejang. Keluhan dialami 5 jam sebelum masuk RS sebanyak 2 kali, kurang lebih selama 10 menit. Kejang seluruh badan. Menurut keluarga, pada saat kejang lengan dan tungka pasien tegang, mata tertutup dan keluar busa dari mulut.kejang didahului sesak napas dan nyeri kepala. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan GCS E 4V5M6, tanda vital pernapasan 30x/menit, pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan laboratoirium tidak didapatkan kelainan. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan laboratorium pasien di diagnosis dengan “Kejang Psikogenik Non Epilepsi”. Dimana keluhan kejang yang dialami pasien ini terprovokasi oleh keadaan stress atau emosi. Keluhan ini sudah sering dialami dan dengan faktor risiko yang sama. Selain itu, tidak terdapat kelainan dari hasil laboratorium pada pemeriksaan GDS yang mengarah pada diagnosis banding berupa gangguan kesadaran karena hipoglikemia. 9
Berlandaskan teori, kasus seperti ini selain diberikan terapi fisik, hal terpenting yaitu diberikan terapi secara psikologis. Hal ini dikarenakan pemicu dari timbulnya gejala yaitu faktor stress yang dialami oleh penderita, serta diberikan obat anti ansietas dan anti depresi.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Benhadis SR. psychogenic Nonepileptic Seizures. [homepage on the internet]. 2015
Oct
09
[cited
2016
Jan
04].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/1184694 2. Oto M, Reuber M. psychogenic non-epileptic seizures: aetiology, diagnosis and management. [homepage on the internet]. 2014 Jan [cited 2016 Jan 04]. Available from: http://apt.rcpsych.org/content/20/1/13 3. Sánchez-González R, Sierra-Acín AC, Becerra-Cuñat JL, Pintor-Perez L. psychogenic Non-Epileptic Seizures: a case report. [homepage on the internet]. 2011
[cited
2016
Jan
04].
Available
from:
http://www.actasespanolasdepsiquiatria.es/repositorio/13/71/ENG/13-71-ENG191-195-191772.pdf 4. Epilepsy foundation. The Truth About Psychogenic Non Epileptic Seizures. [homepage
on
the
internet].
[cited
2016
Jan
04]. Available
from:
http://www.epilepsy.com/article/2014/3/3truth-about-psychogenic-nonepilepticseizures 5. Goldstein LH, Chalder T, Chigwedere C, Khondokter MR, Moriarty J, Toone BK, et al. Cognitive-behavioral therapy for psychogenic nonepileptic seizures. [homepage on the internet]. 2010 June 15 [cited 2016 Jan 04]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2905892
11
6. Epilepsy queensland inc. Psychogenic Non-epileptic Seizures. [homepage on the internet].
2015
July
[cited
2016
Jan
04].
Available
from:
http://www.epilepsyqueensland.com.au/psychogenic-non-epileptic-seizures 7. Lowry F. Sertraline May Reduce Psychogenic Nonepileptic Seizures. [homepage on the internet. 2010 Oct 14 [cited 2016 Jan 06]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/730502 8. LaFrance WC, Keitner GI, Papandonatos GD, Blum AS, Machan JT, Ryan CE, et al. Pilot pharmacologic randomized controlled trial for psychogenic nonepileptic seizures. [homepage on the internet]. 2010 Sept 28 [cited 2016 Jan 04]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3013487 9. Baslet G. Psychogenic nonepileptic seizures: a treatment review. What have we learned since the beginning of the millennium?. [homepage on the internet]. 2012 Dec
06
[cited
2016
Jan
04].
Available
from:
http://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/10579237/3523560.pdf?sequence=1 10. Bodde NMG, Brooks JL, Baker GA, Boon PAJM, Hendriksen JGM, Mulder OG, et al. Psychogenic non-epileptic seizures-Definition, etiology, treatment and prognostic issues: A critical review. [homepage on the internet]. 2009 Oct [cited 2016
Jan
04].
Available
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1059131109001289
12
from: