LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA UJI DISOLUSI - PENGARUH SUHU
Dosen Pembimbing : Hanifa Rahma, M.Si., Apt Disusun oleh Kelompok 1 :
1. Muhammad Ghalib P.
P17335116002
2. Sadat Rizki Sultan M.
P17335116004
3. Widya Shopihatul Ghaida
P17335116006
4. Rizqia Anggianawati
P17335116012
5. Stefany Nadya Maharanie
P17335116014
6. Fitriyanti Dwi Rahayu
P17335116016
7. Ana Kania
P17335116018
8. Desti Retno Palupi
P17335116020
9. Atim Inayah
P17335116022
10. Syalfana Fitria N.
P17335116024
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III PROGRAM STUDI FARMASI 2017
I.
II.
TUJUAN
-
Menentukan kecepatan disolusi suatu zat dengan menggunakan alat.
-
Menjelaskan pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi suatu zat.
DASAR TEORI
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum adalah: 1.
Teori film (model difusi lapisan)
2.
Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3.
Teori Solvasi terbatas/Inerfisial (Amir, 2007). Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu. Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney dan diformulasikan secara matematik sebagai berikut (Martin,2006) :
=
. ℎ
( − )
dM / dt
= kecepatan disolusi massa ( massa/waktu )
D
= koefisien difusi zat terlarut dalam larutan
S
= luas permukaan padatan yang terpanjang
Cs
= kelarutan padatan
C
= konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk untuk waktu t
h
= tebal lapisan difusi (Martin,2006)
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau
sediaan-sediaan semisolid (salep, krim, pasta) mengalami disolusi dalam media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Voigt, 1995). Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran cerna, mama terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu: -
Zat aktif mula-mula harus larut
-
Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna (Voigt, 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu (Martin, 1993): 1. Suhu Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. 2. Viskositas Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi. 3. pH pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam atau basa lemah. -
Untuk asam lemah
Jika
(H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat
akan meningkat. Dengan demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat. -
Untuk basa lemah
Jika
(H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat
akan meningkat. Dengan demikian, kecepatan disolusi juga meningkat. 4. Pengadukan Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h). jika pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat berkurang. 5. Ukuran Partikel Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif menjadi besar sehingga kecepatan disolusi meningkat. 6. Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang berbeda juga. Kristal meta stabil umumnya lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya besar. 7. Sifat Permukaan Zat 8. Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah.
III.
ALAT DAN BAHAN
a. Alat -
Pengaduk magnetik (magnetic stirrer ) dan pengaduknya
- Beaker glass 500 ml -
Pipet volume 5 ml
-
Vial 10 ml
-
Erlenmeyer
-
Buret
-
Klem
-
Standar buret
-
Termometer
-
Stopwatch
b. Bahan - Aquadest -
Asam benzoat
-
Fenolftalein
- NaOH
IV.
PROSEDUR KERJA
1. Beaker glass diisi dengan 100 ml aquadest dan letakkan di atas pengaduk magnetik yang dilengkapi pengatur suhu. 2. Suhu pada magnetic stirrer diatur 30 C.
3. Jika suhu larutan telah mencapai 30 C, 100 mg asam benzoat dimasukkan ke
dalam beaker glass, kemudian pengaduk magnetik dihidupkan pada kecepatan 50 rpm. Waktu dicatat saat memasukan asam benzoat. 4. Pada rentang waktu 1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit setelah pengadukan, larutan dalam beaker glass dipipet sebanyak 5 ml menggunakan pipet ukur. Setiap selesai pengambilan sampel, segera digantikan dengan 5 ml aquadest . 5. Kadar asam benzoat yang terlarut dari setiap sampel ditentukan dengan cara titrasi sebagai berikut: 5 ml larutan sampel tersebut ditambahkan ke dalamnya 3 tetes indikator fenolftalein lalu titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah muda. Kemudian, dilakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan dengan aquadest . 6. Prosedur 1-5 dilakukan kembali untuk suhu 44 oC. 7. Tabelkan hasil yang diperoleh. 8. Dibuat kurva antara konsentrasi asam benzoat yang diperoleh terhadap waktu untuk setiap kecepatan pengadukan (dalam satu grafik).
V.
HASIL PENGAMATAN
ml Titrasi Dalam Waktu
Suhu
1’
5’
10’
15’
20’
25’
30’
30°
0,18 ml
0,21 ml
0,31 ml
0,42 ml
0,50 ml
0,57 ml
0,63 ml
44°
0,21 ml
0,32 ml
0,40 ml
0,45 ml
0,54 ml
0,62 ml
0,71 ml
Perhitungan pada suhu 30 ° 1. t = 1 menit, V = 0,18 ml
2. t = 5 menit, V = 0,21 ml
V1 × N1
=
V2 × N2
V1 × N1
0,18 × 0,1
=
5 × N2
0,21 × 0,1 = 5 × N2
N2 =
N2
=
0,0036
=
0,0036
N2
1000
(×) 122,12
×
×
1000 5
N2
=
0,0042
=
=
= V2 × N2
0,0042
1000
(×) 122,12
×
×
1000 5
= 2,1982 × 10-3 gram
×
×
= 2,1982 mg (dalam 5 ml) 5
FK menit ke-1 =
100
× 21982 mg
= 2,5645 mg (dalam 5 ml) FK menit ke-5 =
= 0,1099 mg
V1 × N1
=
V2 × N2
0,31 × 0,1
=
5 × N2
N2
= 0,0062 =
0,0062
=
V1 × N1
×
N2 =
1000 5
5 100
× 3,9194 mg
=
0,50 × 0,1 N2
=
(×) 122,12
FK menit ke-15 =
=
0,01
=
5
× 5,3249 mg
V1 × N1
= V2 × N2
N2 1000
122,12
100
0,57 × 0,1 =
×
1000
5
V = 0,57 ml
V2 × N2
×
5
6. t = 25 menit
5 × N2
(×)
1000
×
Ct = 5,1290 + 0,1959 mg = 5,3249 mg
= 0,01 N
N2
×
= 5,1290 mg (dalam 5 ml)
V = 0,50 ml
V1 × N1
0,0082 N
= 0,2662 mg
= 3,7857 + 0,1337 = 3,9194 mg
5. t = 20 menit
=
1000
= 0,1959 mg Ct
5 × N2
× = 5,1290 × 10-3 gram
3,7857 mg (dalam 5 ml)
FK menit ke-10 =
=
0,0082 =
× = 3,7857 × 10-3 gram =
= V2 × N2
N2
122,12
V = O,42ml
0,42 × 0,1
1000
×
× 2,5645 mg
4. t = 15 menit
(×)
100
= 2,5645 × 0,1099 = 2,6744
V = 0,31 ml
N2
5
= 0,1337 mg Ct
3. t = 10 menit
= 2,5645 × 10-3 gram
N2
=
5 × N2
= 0,0114 N
1000
0,0114 =
(×) 122,12
×
×
1000 5
= 6,106 × 10-3 gram
×
= FK menit 10
6,106 mg (dalam 5 ml) 5
=
×
100
= 6,9608 × 10-3 gram = 6,9608 mg (dalam 5 ml)
× 6,3722 mg
= 0,31861 mg Ct
N2
× 7,2794 mg
Ct = 6,9608 + 0,31861 = 7,2794 mg
V = 0,63 ml
V1 × N1
=
0,63 × 0,1
100
= 0,3639 mg
= 6,106 + 0,2662 mg = 6,3722 mg
7. t = 30 menit
5
FK menit 15 =
=
V2 × N2
5 × N2
= 0,0126 N
Perhitungan pada suhu 44 ° 1 t = 1 menit
V = 0,21 ml
V1 × N1
=
0,21 × 0,1 N2 =
=
V2 × N2
5 × N2
=
0,0042
=
V = 0,32 ml
V1 × N1
= V2 × N2
0,32 × 0,1 = 5 × N2
0,0042
N2
2. t = 5 menit
N2
1000
(×) 122,12
×
×
N2 =
1000 5
=
0,0064
× = 2,5645 × 10-3 gram
×
= 2,5645 mg (dalam 5 ml) FK menit 1 =
5 100
× 2,5645 mg
0,0064
1000
=
(×) 122,12
×
×
1000 5
= 3,9078 × 10-3 gram = 3,9078 mg (dalam 5 ml)
FK menit 5 =
= 0,1282 mg
5 100
× 4,036 mg
= 0,2018 mg Ct
= 3,9078 × 0,1282 = 4,036
3
t = 10 menit
V = 0,40 ml
V1 × N1
=
0,40 × 0,1
=
N2
= 0,008
N2
=
0,008
V2 × N2
5 × N2 N2 1000
122,12
×
N2
1000
5
= =
5
=
100
1000
122,12
5
FK menit 15 =
0,54 × 0,1 N2
=
=
0,0104
100
6. t = 25 menit
V2 × N2
5 × N2
1000
(×) 122,12
1000 5
= 6,3502 × 10 -3 gram
×
= FK menit 10
×
×
=
6,3502 mg (dalam 5 ml) 5
100
× 6,6377 mg
= 0,33189 mg Ct
× 5,7497 mg
= 6,3502 + 0,2875 mg = 6,6377 mg
V = 0,62 ml
V1 × N1
= V2 × N2
0,62 × 0,1 =
5 × N2
N2
=
5
Ct = 5,4954 + 0,2543 mg = 5,7497 mg
= 0,0104
N2
1000
= 0,2875 mg
V = 0,54 ml =
×
= 5,4954 mg (dalam 5 ml)
× 0,866 mg
Ct = 4,8848 + 0,2018 = 5,0866 mg
V1 × N1
×
(×)
= 0,2543 mg
5. t = 20 menit
5 × N2
× = 5,4954 × 10-3 gram
= 4,8848 mg (dalam 5 ml) FK menit 10
=
0,009 N
0,009 =
= 4,8848 × 10 -3 gram
×
= V2 × N2
0,45 × 0,1
×
V = O,45ml
V1 × N1
(×)
=
4. t = 15 menit
N2 =
= 0,0124 N
1000
0,0124 = ×
(×) 122,12
×
×
1000 5
= 7,514 × 10-3 gram
= 7,514 mg (dalam 5 ml) FK menit 15 =
5 100
× 7,9033 mg
= 0,3952 mg Ct = 7,5714 + 0,3318 = 7,9033 mg
7
t = 30 menit
V = 0,71 ml
V1 × N1
=
0,71 × 0,1 N2
=
V2 × N2
5 × N2
= 0,0142 N
N2
=
0,0142
=
1000
(×) 122,12
×
×
1000 5
= 8,6705 × 10 -3 gram
×
= 8,6705 mg (dalam 5 ml) FK menit 10
=
5 100
× 9,0657 mg
= 0,4533 mg Ct = 8,6705 + 0,3952 = 9,0657 mg
VI.
PEMBAHASAN
Disolusi merujuk pada proses dimana suatu fase padat (misalnya tablet atau serbuk) menuju fase larutan. Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap asam benzoat. Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa cepat kelarutan suatu zat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat yaitu temperatur, viskositas, pH pelarut, pengadukan,
ukuran
partikel,
polimorfisme,
dan
sifat
permukaan
zat.
(Martin,1993) Untuk mempercepat kelarutan asam benzoat, dilakukan uji terhadap suhu . 2 magnetic stirrer tersebut diatur pada kecepatan yang sama yaitu 50 rpm namun dengan suhu yang berbeda. Selama pengadukan, sampel diambil sebanyak 5 ml pada menit ke-1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui kelarutan asam benzoat pada setiap waktunya dengan suhu yang berbeda tersebut. Setelah selesai pengambilan zat, dilakukan penggantian dengan penambahan aquadest sebanyak 5 ml pula. Tujuannya, agar konsentrasi aquadest selalu rendah dan tidak jenuh sehingga asam benzoat tetap dapat larut. Peristiwa ini disebut
dengan sink condition, yaitu kondisi dimana konsentrasi antara pelarut dan zat terlarut memiliki selisih yang tinggi. Setelah itu, dilakukan titrasi untuk mengetahui kadar asam benzoat yang terlarut dalam setiap satuan waktu. Titrasi yang dilakukan adalah alkalimetri dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Setiap sampel ditambahkan fenolftalein sebagai indikator dengan tujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi merah muda. Setelah diketahui kadar masing-masing sampel, dilakukan koreksi karena telah dilakukannya penambahan aquadest
setelah
pengambilan
sampel.
Faktor
koreksi
bertujuan
untuk
membandingkan nilai konsentrasi yang didapat dengan nilai koreksi. Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Saat suhu dinaikkan, ukuran partikel akan mengecil dan luas permukaan partikel akan semakin luas sehingga hal tersebut dapat meningkatkan laju disolusi dari suatu zat. Semakin tinggi suhu, maka kelarutan asam benzoat semakin tinggi. Akibatnya, konsentrasi asam benzoat dalam larutan semakin tinggi pula. Selain suhu, waktu pengadukan juga mempengaruhi kelarutan azam benzoat. Semakin lama waktu pengadukan, semakin tinggi kelarutan asam benzoat. (Martin,2006)
VII.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan : -
Semakin tinggi suhu, maka semakin cepat pula kecepatan disolusi zat tersebut.
-
Suhu yang meningkat akan mengurangi ukuran partikel suatu zat maka memperbesar luas permukaan zat sehingga akan meningkatkan laju disolusi.
-
Penggantian dengan penambahan aquadest setelah pengambilan sampel bertujuan agar larutan tetap berada dalam sink condition.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta : Gaya Baru. Shargel. 1998. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya : Airlangga University Press.
Sinko, Patrick J. 2006. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin. Edisi ke-5. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Pres
IX.
LAMPIRAN
Hasil titrasi suhu 40 0C Pada 30 menit
Hasil titrasi suhu 40 0C Pada 15 menit
Hasil titrasi suhu 40 0C Pada 10 menit
Hasil titrasi suhu 30 0C Pada 30 menit
Hasil titrasi suhu 30 0C Pada 5 menit
Hasil titrasi suhu 30 0C Pada 10 menit