MAKALAH SISTEM IMUN & HEMATOLOGI II Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Hemofilia
Dosen Pembimbing : Heny Ekawati, S.Kep., Ns., M.Kes.
Disusun Oleh : Kelompok 4 1. Gita Apiliana
12.02.01.1070
2. Kiki Chayaning Putri
12.02.01.1073
3. Nurul Aisyah
12.02.01.1087
4. Octadio Thrisna A.
12.02.01.1089
V-B Keperawatan
S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH LAMONGAN TAHUN AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Dengan Mengucap syukur kehadirat Allah swt yang hanya dengan rahmat serta petunjuk-nya, penulis berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hemofilia” untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Imun & Hematologi II. Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan bimbingan saran dan nasehat dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kapada yang terhormat : 1. Drs H.Budi Utomo,Amd.Kep.M.Kes, selaku ketua STIKES Muhammadiyah Lamongan. 2. Arifal Aris, S. Kep. Ns, selaku ketua prodi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan 3. Heny Ekawati, S.Kep., Ns., M.Kes. yang telah memberikan tugas dan kesempatan untuk membuat dan menyusun makalah ini. 4. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta nasehat hingga tersusunnya makalah ini hingga akhir. Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang berkaitan dengan penyusunan makalah ini akan penulis terima dengan senang hati untuk menyempurnakan penyusunan makalah tersebut.. Semoga makalah yang berjudul “ Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hemofilia” ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Lamongan, 4 Nopember 2014 Penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Striktur Uretra ........................................................................ 2.2 Manifestasi Klinis .................................................................................... 2.3 Etiologi ...................................................................................................... 2.4 Patofisiologi ............................................................................................. 2.5 Pathway .................................................................................................... 2.6 Penatalaksanaan ....................................................................................... 2.7 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 2.8 Pencegahan .............................................................................................. BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian ....................................................................................... 3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................... 3.3 Perencanaan Keperawatan .............................................................. BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan. ..................................................................................... 4.2 Saran. ............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928. Pada abad ke 20, pada dokter terus mencari penyebab timbulnya hemofilia. Hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah dari penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua orang dokter dari Havard, Patek dan Taylor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan menambahkan suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah. Zat tersebut disebut dengan "anti - hemophilic globulin". Di tahun 1944, Pavlosky, seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina, mengerjakan suatu uji coba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa darah dari seorang penderita hemofilia dapat mengatasi masalah pembekuan darah pada penderita hemofilia lainnya dan sebaliknya. Ia secara kebetulan telah menemukan dua jenis penderita hemofilia dengan masing - masing kekurangan zat protein yang berbeda - Faktor VIII dan Faktor IX. Dan hal ini di tahun 1952, menjadikan hemofilia A dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda. Meskipun hemofilia telah lama dikenal di dalam kepustakaan kedokteran, tetapi di Jakarta baru tahun 1965 diagnosis laboratorik diperkenalkan oleh Kho Lien Keng dengan Thromboplastin Generation Time (TGT) di samping prosedur masa perdarahan dan masa pembekuan. Pengobatan yang tersedia di rumah sakit hanya darah segar, sedangkan produksi Cryoprecipitate yang dipakai sebagai terapi utama hemofilia di Jakarta, diperkenalkan oleh Masri Rustam pada tahun 1975. Pada tahun 2000 hemofilia yang dilaporkan ada 314, pada tahun 2001 kasus yang dilaporkan mencapai 530. Diantara 530 kasus ini, 183 kasus terdaftar di RSCM, sisanya terdaftar di Bali, Bangka, Bandung, Banten, Lampung, Medan, Padang, Palembang, Papua, Samarinda, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang dan Yogyakarta. Di antara 183 pasien hemofilia yang terdaftar di RSCM, 100 pasien telah diperiksa aktivitas faktor VIII dan IX. Hasilnya menunjukkan 93 orang adalah hemofilia A dan 7
pasien adalah hemofilia B. Sebagian besar pasien hemofilia A mendapat cryoprecipitate untuk terapi pengganti, dan pada tahun 2000 konsumsi cryoprecipitate mencapai 40.000 kantong yang setara dengan kira-kira 2 juta unit faktor VIII. Pada saat ini Tim Pelayanan Terpadu juga mempunyai komunikasi yang baik dengan Tim Hemofilia dari negara lain. Pada Hari Hemofilia Sedunia tahun 2002, Pusat Pelayanan Terpadu Hemofilia RSCM telah ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Terpadu Hemofilia Nasional. Pada tahun 2002 pasien hemofilia yang telah terdaftar di seluruh Indonesia mencapai 757, diantaranya 233 terdaftar di Jakarta, 144 di Sumatera Utara, 92 di Jawa Timur, 86 di Jawa Tengah dan sisanya tersebar dari Nanggroe Aceh Darussalam sampai Papua. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari hemofilia? 2. Apa sajakah klasifikasi dari hemofilia? 3. Apakah etiologi dari hemofilia? 4. Apakah manifestasi klinis dari hemofilia? 5. Bagaimanakah patofisiologi dari hemofilia? 6. Apakah komplikasi dari hemofilia? 7. Apakah pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien dengan hemofilia? 8. Bagaimanakah penatalaksanaan dari hemofilia? 9. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada hemofilia?
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari hemofilia. 2. Untuk mengetahui klasifikasi dari hemofilia. 3. Untuk mengetahui etiologi dari hemofilia. 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hemofilia. 5. Untuk mengetahui patofisiologi dari hemofilia. 6. Untuk mengetahui komplikasi dari hemofilia.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien dengan hemofilia. 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari hemofilia. 9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada hemofilia.
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Hemofilia adalah gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada defisiensi atau gangguan fungsional faktor pembekuan plasma yang manapun, kecuali faktor XII, prekalikrein, dan kininogen berat molekul tinggi (HMWK) (Price & Wilson, 1994) Hemofilia ialah kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial. (Engram, 1998) Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003) Hemofilia adalah penyakit yang bersifat herediter, biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki tetapi diturunkan oleh wanita (bersifat Sex-Linked Recessive (Ngastiyah, 2005) Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X (Handayani & Haribowo, 2008) Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan dan diturunkan oleh gen resesif X-Linked dari pihak ibu (Betz & Sowden, 2009)
2.2 Klasifikasi Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu : 1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama : a.
Hemofilia klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah.
b.
Hemofilia kekurangan faktor VIII : terjadi karena kekurangan faktor 8 (Faktor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama : a.
Christmas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang yang bernama Steven Christmas asal Kanada.
b.
Hemofilia kekurangan faktor IX : Terjadi karena kekurangan faktor 9 (Faktor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
Klasifikasi Hemofili menurut berat ringannya penyakit: 1. Defisiensi berat: a.
Kadar faktor VIII 0-2% dari normal
b.
Terjadi hemartros dan perdarahan berat berulang
2. Defisiensi sedang: a.
Kadar faktor VIII 2-5 % dari normal
b.
Jarang menyebabkan kelainan ortopedik
c.
Jarang terjadi hemartros dan perdarahan spontan
3. Defisiensi ringan: a. Kadar faktor VIII 5-25 % dari normal b. Mungkin tidak terjadi hemartros dan perdarahan spontan lain, tetapi dapat menyebabkan perdarahan serius bila terjadi trauma / luka yg tidak berat / proses pembedahan. 4. Subhemofilia Kadar faktor 25-50% dari normal. Tidak mengakibatkaan perdarahan, kecuali bila penderita mengalami trauma hebat dan pembedahan yang luas.
2.3 Etiologi 1. Mutasi genetik yang didapat (acquired) atau diturunkan (herediter) 2. Hemofilia A disebabkan kurangnya factor pembekuan VIII 3. Hemofilia
B
disebabkan
kurangnya
factor
pembekuan
IX
(Plasma
Tromboplastic Antecendent)
2.4 Manifestasi Klinis 1. Perdarahan spontan 2. Hematom pada jaringan lunak atau perdarahan pada jaringan bagian dalam 3. Hematrosis (perdarahan sendi) yang dapat timbul kembali oleh trauma dan kontraktur sendi
4. Hematuria 5. Perdarahan retroperitoneal dan perdarahan intrakranial dapat membahayakn kehidupan.
2.5 Patofisiologi Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan factor pembekuan VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B atau penyakit Christmas). Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif Xlinked dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila kosentrasi factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang terjadi bila kosentrasi plasma antara 1% dan 5%, dan hemofilia ringan terjadi bila kosentrasi plasma antara 6% dan 50% dari kadar normal. Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi factor VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relative ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha. Otot yang paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hamper semua pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal (Betz & Sowden, 2009) Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang sangat penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair. Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk proses
pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada tingat yang lebih cepat. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi faktor VIII, merupakan petunjuk terhadap penyakit von willebrand. Perdarahan pada jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang paling sering terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau dada merupakan hal yang serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan salah satu penyebab terbesar dari kematian . Perdarahan pada gastrointestinal dapat menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya karena merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah. Hematoma pada batang otak dapat menyebabkan paralysis (Wong, 2001). Ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi; Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal.
2.6 Pathway Etiologi
Trauma
Tromboplastisin ↓
Perdarahan Hebat
Hemartrosis
Refleks Spasme Otot ↓
Keterbatasan Gerak
Kontraktur Sendi
Aktivitas ↓
Nyeri
Konsentrasi Hb ↓
Hipoksia Hematom Pada Jaringan Lunak Nekrosis Jaringan Perdarahan Serebral
Gangguan Mobilitas Fisik
Iskemik
Infark
Perdarahan Berulang
Perubahan Tulang dan Kelumpuhan
Darah Sukar Membeku
Kekurangan Volume Cairan
Gangguan Perfusi Jaringan
Potensial Komplikasi Perdarahan
2.7 Komplikasi Menurut (Betz & Sowden, 2009) komplikasi hemofili adalah : a. Artritis/artropati progresif b. Sindrom compartemen c. Atrofi otot d. Kontraktur otot e. Paralisis f. Perdarahan intrakranial g. Kerusakan saraf h. Hipertensi i. Kerusakan ginjal j. Splenomegali k. Hepatitis l. Sirosis m. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi n. Antibody terbentuk sebagai antagonis terhadap o. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah p. Anemia hemolitik q. Trombosis dan/atau tromboembolisme r. Nyeri kronis
2.8 Pemeriksaan diagnostik Menurut (Betz & Sowden, 2009) uji laboratorium dan diagnostik untuk hemofilia adalah : 1. Uji penapisan/skrining untuk koagulasi darah a. Hitung trombosit --- normal pada hemofilia ringan sampai sedang b. Masa protrombin (PT) --- normal pada hemofili ringan sampai sedang c. Masa tromboplastin parsial (APTT) --- normal pada hemofilia ringan sampai sedang; memanjang pada pengukuran hemofilia cukup berat secara adekuat dalam aliran koagulasi instrinsik. d. Masa perdarahan --- normal pada hemofilia ringan sampai sedang; mengkaji pembentukan sumbatan trombosit trombosit dalam kapiler
e. Analisis fungsional terhadap faktor VIII dan IX --- memastikan diagnosis f. Masa pembekuan trombin normal pada hemofilia ringan sampai sedang 2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur. 3. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamicoxaloacetic transaminase [SGOT], alkalin fosfatase, bilirubin).
2.8 Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap kantongnya atau konsentrat yang sudah diperdagangkan. Karena waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam sampai pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor IX memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma atau konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari sampai perdarahan berhenti. Penghambat antibody yang ditunjukkan untuk melawan faktor pembekuan tertentu timbul pada 5% sampai 10% penderita defisiensi faktor VIII dan lebih jarang pada faktor IX. Infuse selanjutnya dari faktor tersebut membentuk anti bodi lebih banyak. Agen-agen imunosupresif, plasma resesif untuk membuang inhibitor dan kompleks protombin yang memotong faktor VIII dan faktor IX yang terdapat dalam plasma beku segar (FFP, Fresh Frozen Plasma) digunakan untuk mengobati penderita ini. Produk sintetik yang baru yaitu: DDAVP (1-deamino 8-Dargirin vasopressin) sudah tersedia untuk menangani penderita hemofilia sedang. Pemberiannya secara intravena (IV), dapat merangsang aktivitas faktor VIII sebanyak tiga kali sampai enam kali lipat. Karena DDAVP merupakan produk sintetik maka resiko transmisi virus yang merugikan dapat terhindari. (Price & Wilson, 1994) Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin tidak diperlukan untuk AHF. Sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya
sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi. Biasanya pengobatan meliputi transfuse untuk menggantikan kekurangan faktor pembekuan. Faktorfaktor ini ditemukan di dalam plasma dan dalam jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma konsentrat.
b. Penatalaksanaan Keperawatan Penderita hemofilia harus menyadari keadaan yang bisa menimbulkan perdarahan. Mereka harus sangat memperhatikan perawatan giginya agar tidak perlu menjalani pencabutan gigi. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka. Bila kaki yang mengalami perdarahan, gunakan alat Bantu seperti tongkat. Kompreslah bagian tubuh yangterluka dan daerah sekitarnya dengan es atau bahan lain yang lembut & beku/dingin. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak dapat bergerak (immobilisasi). Gunakan perban elastis namun perlu di ingat, jangan tekan & ikat terlalu keras. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang lembut seperti bantal.
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 1. Identitas Klien, meliputi : nama, umur (, jenis kelamin (biasanya pada anak laki-laki dan wanita sebagai carier), agama, suku/bangsa, alamat, tgl. MRS, dan penanggung jawab. 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Nyeri pada sendi, adanya oedem pada sendi, sendi terasa hangat, akibat perdarahan jaringan lunak dan hemoragi pada sendi. b. Riwayat penyakit sekarang Klien mengatakan nyeri pada kaki. Nyeri dirasakan hilang timbul seperti tertusuk-tusuk dan nyeri bertambah saat berjalan dan berkurang bila dibuat istirahat. Pasien mengeluh terjadi perdarahan lama, epitaksis, bengkak yang nyeri, perdarahan spontan, perdarahan system GI track. c. Riwayat penyakit dahulu Tanyakan apakah klien pernah mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta apakah klien mempunyai penyakit menular atau menurun seperti, hipertensi, TBC. d. Riwayat penyakit keluarga Biasanya Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada lakilaki atau carrier pada wanita. 3. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum
: lemah
b. Kesadaran
: composmentis
c. Tanda-tanda vital -
Suhu
: normal (36,5oC – 37,5oC)
-
Nadi
: takikardi (>110x/menit)
-
RR
: normal/meningkat (>28x/menit)
-
TD
: normal (120/80 mmHg)
d. Head to toe -
Wajah
: wajah mengekspresikan nyeri
-
Rambut
: hitam, tidak ada ketombe, distribusi merata
-
Mata
: gangguan penglihatan, ketidaksamaan pupil
-
Mulut
: mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut
-
Hidung
: epitaksis
-
Thorak/ dada : o Jantung
Inspeksi
: adanya tarikan intercostanalis
Palpasi
:adanya pembesaran jantung (kardiomegali)
Perkusi
: suara jantung pekak paru sonor.
Auskultasi : tidak ada BJ tambahan.
o Abdomen: Inspeksi
: adanya distensi abdomen
Palpasi
: terdapat hepatomegali
Perkusi
: timpani
Auskultasi : bising usus meningkat -
Anus dan genetalia : hematuria, eliminasi urin menurun, feses berwarna hitam
-
Ekstremitas
: hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas
bawah e. Activity Daily Life (ADL) - Pola Nutrisi
: Anoreksia
- Pola Eliminasi
: Hematuria, feses hitam
- Pola personal hygiene : Kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan dini. - Pola aktivitas
: Kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam
beraktivitas - Pola istirahat tidur : Kebutuhan untuk tidur terganggu karena nyeri.
3.2 Diagnosa 1. Nyeri berhubungan dengan reflek spasme otot sekunder. 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan yang aktif akibat perdarahan. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal akibat perdarahan.
3.3 Perencanaan No. Dx 1
Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang Kriteria Hasil : - Klien mengetahui penyebab nyeri - Klien mengetahui cara untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri - Klien dapat melakukan tindakan yang telah diajarkan leh perawat untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. - Skala nyeri berkurang atau bahkan hilang - Ekspresi wajah tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri seperti meringis - TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80-100 x/mnt, RR: 1624 x/mnt, Suhu: 36,5oC - 37,5°C)
Intervensi
Rasional
1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Membantu dalam mengatasi masalah komprehensif termasuk lokasi, pasien. karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor yang memperberat timbulnya nyeri. 2. Observasi reaksi nonverbal dan 2. Mengetahui respon yang dilakukan ketidaknyamanan. 3. Berikan pengetahuan mengenai 3. Pasien mengetahui apa penyebab dari timbulnya rasa nyeri nyeri yang dirasakan dan dapat mengurangi rasa cemas 4. Gunakan teknik komunikasi 4. Komunikasi terapeutik dapat terapeutik dalam mengkaji tingkat menigkatkan hubungan antara pasien nyeri pasien. dengan perawat 5. Berikan kompres hangat pada lokasi 5. Meningkatkan vasokonstriksi, nyeri. penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri di lokasi yang dirasakan 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam 6. Analgetik merupakan obat untuk pemberian analgetik. penghilang rasa sakit/nyeri
2
3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan Kriteria Hasil : - Klien mengetahui penyebab kekurangan volume cairan - Klien mengetahui cara untuk mengatasi kekurangan volume cairan - Klien dapat melakukan cara yang telah diajarkan untuk mengatasi kekurangan volume cairan - Membran mukosa lembab - Turgor kulit kembali dalam 2 detik - Cairan masuk dan cairan keluar seimbang - TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80-100x/mnt, RR: 1624x/mnt, Suhu: 36,5oC - 37,5°C) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan mobilitas fisik. Kriteria Hasil :
1. Kaji tingkat perdarahan pembekuan perdarahan pasien. 2. 3. 4. 5.
dan 1. Dapat mengetahui tingkat perdarahan untuk pemberian intervensi selanjutnya Observasi TTV setiap 4-6 jam. 2. Mengetahui perkembangan pasien Ukur intake dan output cairan pasien. 3. Membantu mengontrol keseimbangan cairan tubuh pasien Anjurkan untuk minum yang banyak 4. Untuk meminimalkan terjadinya kekurangan volume cairan Kolaborasi dalam pemberian cairan 5. Meminimalkan terjadinya kekurangan yang adekuat. cairan akibat perdarahan yg dialami pasien.
1. Pantau tingkat inflamasi atau rasa sakit pada sendi. 2. Bantu dengan cara latihan aktif pasif. 3. Ubah posisi pasien setiap 4-6 jam.
1. Tingkat aktivitas atau latihan
tergantung dari proses inflamasi 2. meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum 3. mencegah kekakuan pada otot pasien
- Pasien mampu beradaptasi dengan keterbatasan fungsional tubuhnya - Tonus otot pasien kuat - Pasien mampu berpindah posisi dengan mandiri
4. Gunakan bantal yang tipis di bawah leher. 5. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
4. mencegah flexi leher 5. menghindari cedera akibat
kecelakaan/terjatuh
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Hemofilia adalah gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada defisiensi atau gangguan fungsional faktor pembekuan plasma yang manapun, kecuali faktor XII, prekalikrein, dan kininogen berat molekul tinggi (HMWK) (Price & Wilson, 1994) Hemofilia ialah kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial. (Engram, 1998) Klasifikasi dari hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu hemofilia A dan hemofilia B. Klasifikasi Hemofili menurut berat ringannya penyakit dapat dibedakan menjadi 4 yaitu defisiensi berat, defisiensi sedang, defisiensi ringan dan subhemofilia. Penyebab dari hemofilia adalah mutasi genetik yang didapat (acquired) atau diturunkan (herediter), hemofilia A disebabkan kurangnya factor pembekuan VIIIdan hemofilia B disebabkan kurangnya factor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic Antecendent). Manifestasi dari hemofilia diantaranya adalah perdarahan hebat setelah suatu trauma ringan, hematom pada jaringan lunak, hematrosis (perdarahan sendi) dan kontraktur sendi, hematuria, perdarahan serebral, terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takhikardia, takipnea dan hipotensi. Komplikasi dari hemofili menurut Cecily L. Betz adalah artropati progresif, kontraktur otot, paralisis, perdarahan intrakranial, HT (Hipertensi), dan kerusakan ginjal. Pemeriksaan diagnostik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis atau mengetahui mengenai hemofili adalah uji skrining untuk koagulasi darah, biopsi hati (kadang-kadang), dan uji fungsi faal hati (kadang-kadang). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan hemofilia adalah terapi supportif, penggantian factor pembekuan, terapi gen, transplantasi hati, pemberian vitamin K; menghindari aspirin, asam salisilat, AINS, heparin, pemberian rekombinan factor VIII dan pada pembedahan (dengan dosis kg/BB)
4.2 Saran Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., & Sowden, L. A. (2009). In Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC. Engram, B. (1998). Hemofilia. In Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 (p. 413). Jakarta: EGC. Handayani, W., & Haribowo, A. S. (2008). In Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Hematologi (p. 119). Jakarta: Salemba Medika. Ngastiyah. (2005). In Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. Price, S. A., & Wilson, L. M. (1994). Pembekuan. In Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4 (pp. 272-273). Jakarta: EGC. Wong, D. L. (2003). Anak Dengan Hemofilia. In Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik (p. 544). Jakarta: EGC.