KOROSI PADA PIPA PENGEBORAN
TUGAS MAKALAH MATA KULIAH BKTK & KOROSI
Oleh : ADE RUHYA RAMADHANI (201571045E013) UTAMA ADI WARDANA (201571045E014)
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS JAYABAYA JAKARTA 2015
KOROSI PADA PIPA PENGEBORAN
TUGAS MAKALAH MATA KULIAH BKTK & KOROSI
Oleh : ADE RUHYA RAMADHANI (201571045E013) UTAMA ADI WARDANA (201571045E014)
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS JAYABAYA JAKARTA 2015
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT, dimana atas keridhaan-Nya penyusun dapat menyelesaikan pembuatan tugas makalah untuk mata kuliah BKTK & Korosi yang berjudul “Korosi pada Pipa Pengeboran”. Demi kesempurnaan penulisan makalah ini penyusun berusaha semaksimal mungkin, namun bila ada kekurangan atau kekeliruan penyusun mengharapkan kritik yang membangun untuk mencapai kesempurnaan makalah ini dari semua pihak. Akhir kata penyusun mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Hormat kami, Jakarta, 22 Oktober 2015
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ................................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................. ii DAFTAR ISI ........................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1 1.2 Dasar Teori ......................................................................... 2 1.2.1 Korosi ....................................................................... 2 1.2.2 Fluida Pengeboran ................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 10 2.1 Fluida Pengeboran dan Korosi Statis ................................. 10 2.2 Korosi Inhibitor pada Fluida Pengeboran ............................ 10 2.3 Prosedur Pengujian ............................................................ 11 2.4 Hasil Penelitian dan Pembahasan ...................................... 13 BAB III KESIMPULAN .......................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 17
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rekayasa pengeboran, korosi pada alat pengeboran adalah fenomena umum. Masalah ini menjadi semakin serius seiring dengan perkembangan eksploitasi sumur pengeboran yang semakin pesat. Penerapan system low solid, non solid , brine atau larutan garam dan tipe-tipe fluida pengeboran lainnya, harus memenuhi persyaratan teknologi yang kini lebih memperhatikan tentang korosifitas terhadap alat pemboran. Cairan pengeboran biasanya cenderung menunjukkan efek korosif yang kuat di bawah suhu tinggi dan tekanan tinggi. Data yang relevan menunjukkan bahwa pengeboran minyak mengalami
kerugian
akibat
korosi
yang
diperkirakan
sebesar
90.000.000 - 250.000.000 yuan berdasarkan 1.500 × 104 m pengeboran setiap tahun. Laporan terbaru telah mengungkapkan bahwa hampir 500 pengeboran terkait kecelakaan terjadi di China National Petroleum Corporation per tahun, dimana sekitar 60 persen disebabkan oleh korosi. Hal ini diduga bahwa kerugian korosi pengeboran menyumbang proporsi yang signifikan dari seluruh biaya pengeboran. Pada Sumur Onshore, jenis-jenis fluida yang biasa diterapkan meliputi fluida pengeboran berbasis air seperti kalium, cairan pengeboran polisulfida, dan cairan pengeboran polimer. Dengan menggunakan jenis fluida ini pipa pengeboran sangat rentan 1
mengalami korosi. Tingkat korosifitas yang tinggi bisa mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan pipa pengeboran yang berujung pada peningkatan biaya pada proses pengeboran itu sendiri. Maka perlu dilakukan tes evaluasi korosi menggunakan sistem cairan pengeboran umum
yang
dilakukan
untuk
mengurangi
tingkat
korosifitas,
mengurangi biaya pengeboran total dan meningkatkan keselamatan pada proses pengeboran.
1.2 Dasar Teori 1.2.1 Korosi Korosi adalah teroksidasinya suatu logam bias disebut juga kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari, besi yang teroksidasi disebut dengan karat dengan rumus Fe2O3·xH2O. Proses perkaratan termasuk proses elektrokimia, dimana logam Fe yang teroksidasi bertindak sebagai anode dan oksigen yang terlarut dalam air yang ada pada permukaan besi bertindak sebagai katode. Reaksi perkaratan: Anode : Fe → Fe2+ + 2 e– Katode : O2 + 2H2O → 4e– + 4 OH–
2
Fe2+
yang
dihasilkan,
berangsur-angsur
akan
dioksidasi
membentuk Fe3+. Sedangkan OH– akan bergabung dengan elektrolit yang ada di alam atau dengan ion H+ dari terlarutnya oksida asam (SO2, NO2) dari hasil perubahan dengan air hujan. Dari hasil reaksi di atas akan dihasilkan karat dengan rumus senyawa Fe2O3·xH2O. Karat ini bersifat katalis untuk proses perkaratan berikutnya yang disebut autokatalis. 1.2.1.1 Penyebab Korosi Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari bahan meliputi kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur kelumit yang ada dalam bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya. Faktor dari lingkungan meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia yang bersifat korosif dan sebagainya. Bahan-bahan korosif (yang dapat menyebabkan korosi) terdiri atas asam, basa serta garam, baik dalam bentuk senyawa an-organik maupun organik.
3
1.2.1.2 Bentuk – Bentuk Korosi Bentuk-bentuk korosi dapat berupa korosi merata, korosi galvanik, korosi sumuran, korosi celah, korosi retak tegang (stress corrosion cracking), korosi retak fatik (corrosion fatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion induced hydrogen), korosi intergranular, dan selective leaching. 1.2.1.3 Pencegahan Korosi Berdasarkan proses terjadinya korosi, maka ada 2 cara yang dapat dilakukan untuk mencegah korosi, yaitu
perlindungan
mekanis
dan
perlindungan
elektrokimia. a) Perlindungan Mekanis Perlindungan mekanis ialah mencegah agar permukaan
logam
tidak
bersentuhan
langsung
dengan udara. Untuk jangka waktu yang pendek, cara ini dapat dilakukan dengan mengoleskan lemak pada permukaan logam. Untuk jangka waktu yang agak lama, dapat dilakukan dengan pengecatan. Salah satu cat pelindung yang baik ialah meni (Pb3O4) karena selain melindungi secara mekanis juga memberi pengecatan,
perlindungan perlindungan
4
elektrokimia. mekanis
dapat
Selain pula
dilakukan dengan logam lain, yaitu dengan cara penyepuhan. b) Perlindungan Elektrokimia Perlindungan Elektrokimia ialah mencegah terjadinya korosielektrolitik (reaksi elektrokimia yang mengoksidasi logam). Perlindungan elektrokimia ini disebut juga perlindungan katode (proteksi katodik) atau pengorbanan anode (anodizing). 1.2.2 Fluida Pengeboran Dalam teknik geoteknologi, fluida pengeboran(Ing. drilling mud) digunakan untuk membantu membuat lubang bor ke dalam perut bumi. Fluida pengeboran selain sering digunakan ketika membor sumur minyak bumi dan gas alam serta pada rig pengeboran eksplorasi, juga digunakan pada pengeboran yang lebih sederhana, seperti sumur mata air. Fluida pengeboran yang berupa cairan sering disebut lumpur pemboran. Fluida pengeboran dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, yakni lumpur berbasis air (yang dapat berupa terdispersi dan nondispersi), lumpur berbasis minyak dan fluida bergas, yang mencakupi berbagai jenis gas dapat digunakan. Pada rig pengeboran, lumpur dipompa dari kolam lumpur(Ing. mud pit) melalui rangkaian pipa bor yang kemudian dari situ disemburkan melalui muncung(Ing. nozzle) pada mata
5
bor; melalui proses ini, lumpur juga sambil mendinginkan sekaligus membersihkan mata bor. Lumpurnya kemudian membawa serpihan batuan(Ing. rock cuttings, singkatnya cuttings) naik melalui ruang annular(Ing. annular space, singkatnya annular) yang terletak antara rangkaian pipa bor dan dinding lubang bor, naik lagi ke selubung permukaan (Ing. surface casing), yakni tempatnya sampai ke permukaan bumi. Serpihan-serpihan
batuan
tersebut
kemudian
disaring
menggunakan shale shaker atau teknologi yang lebih mutakhir yakni shale conveyor, dan akhirnya sampai kembali di kolam lumpur. Kolam lumpur menjadi tempat serpihan yang lebih halus mengendap
dan
juga
tempat
lumpur
diurus
dengan
menambahkan zat kimia atau zat-zat lainnya. Lumpur
yang
kembali
ke
permukaan
ini
dapat
mengandung gas alam atau zat-zat lain yang mudah terbakar yang kemudian terkumpul di area shale shaker/conveyor atau di area kerja lainnya. Karena risiko kebakaran atau ledakan seandainya tersulut api, biasanya dipasang sensor monitor khusus dan alat yang bersertifikat anti-ledakan, serta para pekerja dinasehati untuk berjaga-jaga soal keselamatan. Lumpur ini kemudian dipompakan kembali ke dalam lubang dan disirkulasikan ulang. Setelah melalui tes, lumpurnya diurus secara berkala di kolam lumpur untuk mempertahankan sifat-
6
sifat
yang
mengoptimalkan
dan
memperbagus
efisiensi
pengeboran, stabilitas lubang bor serta keperluan lainnya. 1.2.2.1 Fungsi Fluida Pengeboran Fluida pengeboran memiliki berbagai fungsi yang sangat penting untuk menunjang aktivitas pengeboran. Berikut adalah fungsi dari fluida pengeboran : i.
Memindahkan serpihan batuan bor dari sumur
ii.
Mengapungkan dan melepaskan serpihan batuan
iii.
Mengontrol tekanan di formasi
iv.
Menutup formasi yang permeabel
v.
Menjaga stabilitas pengeboran sumur
vi.
Meminimalisasi kerusakan formasi
vii.
Mendinginkan, melumasi dan menyokong mata bor dan susunan pemboran
viii. Menyalurkan energi hidraulik ke peralatan dan mata bor ix.
Menjaga agar evaluasi formasi memadai
x.
Mengontrol korosi sehingga pada tingkat yang wajar
xi.
Memfasilitasi cementing dan completion
xii.
Meminimalisasikan dampak pengeboran pada lingkungan
7
1.2.2.2 Jenis – Jenis Fluida Pengeboran Berikut ini adalah jenis – jenis fluida pengeboran : a.
Aqueous Lumpur jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah dan berbahan dasar air. Lumpur ini terbagi atas fresh water mud dan salt water mud.
b.
Non-Aqueous Lumpur ini menggunakan minyak sebagai bahan dasar pembuatannya, baik itu berupa fraksi dari minyak mentah maupun minyak sintesis.
c.
Gaseous Fluida
pengeboran
jenis
gas
ini
biasanya
digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi kering dan keras. Pengeboran menggunakan fluida pengeboran gas jarang sekali dilakukan. 1.2.2.3 Komposisi Fluida Pengeboran Berbagai aditif berupa bahan kimia (baik yang diproduksi khusus untuk keperluan lumpur pemboran maupun bahan kimia umum) dan mineral dibutuhkan untuk memberikan karakeristik pada lumpur pemboran.
8
Bahan-bahan tesebut dapat diklasifikasi sebagai berikut: i.
Viscosifiers (bahan pengental) seperti Bentonite, CMC, Attapulgite dan polymer
ii.
Weighting Materials (Pemberat): Barite, Calcium Carbonate, Garam2 terlarut.
iii.
Thinners (Pengencer): Phosphates, Lignosulfonate, Lignite, Poly Acrylate
iv.
Filtrat Reducers : Starch, CMC, PAC, Acrylate, Bentonite, Dispersant
v.
Lost Circulation Materials : Granular, Flake, Fibrous, Slurries
vi.
Aditif Khusus : Flocculant, Corrosion Control, Defoamer, pH Control, Lubricant
9
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Fluida Pengeboran dan Korosi Statis Untuk menguji tingkat kekorosifan fluida pengeboran terhadap pipa pengeboran bisa dilakukan dengan menggunakan simulasi pengeboran dengan cara sederhana. Pipa yang digunakan berupa pipa baja yang berukuran 10 cm x 3 cm, yang kemudian akan dimasukkan kedalam botol yang telah diisi fluida pengeboran, yang kemudian didiamkan selama satu minggu dalam keadaan statis. Maka setelah satu minggu akan terlihat perubahan yang terjadi pada pipa baja tersebut. Siklus korosi statis selama 168 jam atau 1 minggu digunakan dalam proses pengujian, dan setelah itu bisa dilihat perubahan yang terjadi pada pipa yang telah direndam tersebut.
2.2 Korosi Inhibitor pada Fluida Pengeboran Pada
Fluida
pengeboran/lumpur
pengeboran
sederhana,
komposisi sederhananya hanya terdiri atas air, KCl, dan Inhibitor. Karena kandungan KCl ini bisa menyebabkan terjadinya korosi pada pipa pemboran, maka perlu adanya inhibitor didalam komposisinya. Korosi inhibitor lazimnya ditambahkan pada fluida pengeboran untuk mengurangi atau mencegah korosifitas fluida terhadap pipa
10
pengeboran. Salah satu jenis korosi inhibitor yang seringkali digunakan adalah Safe-cor. Berikut ini merupakan beberapa fungsi dari safe-cor :
Melindungi permukaan logam baik di kedalam yang dangkal maupun yang dalam. Safe-cor juga bisa memberikan perlindungan pada suhu dasar sumur sampai 350 ° F ( 177 ° C )
Kompatibel dengan Natrium klorida, kalium klorida, kalsium klorida, natrium bromide dan potassium klorida. Pemakaian efektif safe-cor dalam satu barrel fluida pemboran
adalah sebesar 5 ppb. 2.3 Prosedur Pengujian Dalam pengujian tingkat korosifitas fluida pemboran terhadap pipa pemboran bisa dilakukan dengan simulasi sederhana di laboratorium dengan menggunakan formulasi fluida/lumpur sebagai berikut :
Formula 1 Air Potassium Chloride Korosi Inhibitor Oxygen Scavenger
311.98
Mixing Order 1
Time (Menit) 0
91
2
5
PPB
Tabel 2.1 Formula 1
11
Formula 2 Air Potassium Chloride Korosi Inhibitor Oxygen Scavenger
306.98
Mixing Order 1
Time (Menit) 0
91
2
5
5
3
2
PPB
Tabel 4.2 Formula 2
Formula 3 Air Potassium Chloride Korosi Inhibitor Oxygen Scavenger
306.58
Mixing Order 1
Time (Menit) 0
91
2
5
5
3
2
0.5
4
2
PPB
Tabel 4.3 Formula 3
Setelah formula didapat, maka bisa dilakukan tahapan pengerjaan selanjutnya yaitu: 1. Timbang dan mixing produk-produk diatas sesuai dengan mixing time dan mixing ordernya. 2. Masukkan fluida/lumpur tersebut kedalam toples kaca yang kemudian ditandai dengan formula 1, 2 dan 3. 3. Timbang berat inisial dari pipa (3 buah), kemudian dicatat. 4. Ambil dokumentasi kondisi pipa sebelum dimasukkan kedalam toples.
12
5. Masukkan pipa-pipa tersebut kedalam toples yang sudah berisi fluida pemboran. 6. Ambil dokumentasi kondisi toples berisi pipa. 7. Diamkan selama 168 jam atau satu minggu. 8. Setelah 168 jam, buka tutup toples dan kemudian keluarkan pipa dari dalam toples. 9. Masukkan kedalam oven dengan temperatur 200℉ dan keluarkan apabila sudah terlihat cukup kering. 10. Dinginkan dengan suhu ruangan. 11. Apabila sudah dingin, kemudian timbang dan catat berat pipa tersebut yang kemudian bandingkan dengan berat inisialnya. 12. Dokumentasikan kondisi fisik pipa tersebut. Foto pipa sebelum percobaan :
Formula 1
Formula 2
13
Formula 3
2.4 Hasil Pengujian dan Pembahasan Setelah
melakukan
pengujian
selama
satu
minggu,
didapatkanlah data sebagai berikut :
Berat Inisial Pipa Berat Akhir Pipa Selisih Berat Formula (gr) (gr) (gr) 1
127.999
128.124
0.125
2
127.328
127.402
0.074
3
127.489
127.548
0.059
Dari hasil data diatas, terlihat penambahan berat pada pipa setelah dilakukan pengujian korosi selama satu minggu. Penambahan berat terbesar terjadi pada formula 1. Hal tersebut dikarenakan pada formula 1 tidak terdapat korosi inhibitor maupun oxygen scavenger sehingga laju korosinya relatif tinggi. Pada formula 2 dan 3 penambahan berat pada pipa lebih kecil dibandingkan pada formula 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa laju korosi pada pipa diformula 2 dan 3 lebih rendah dibanding pada formula 1 karena pada formula 2 dan 3 terdapat korosi inhibitor yang mampu menekan laju korosi pada pipa. Apabila dibandingkan hasil penambahan berat pada pipa diformula 2 dan 3, dapat terlihat bahwa pipa pada formula 3 lebih sedikit penambahan beratnya. Hal tersebut dikarenakan adanya kandungan oxygen scavenger pada formula 3 yang dapat menekan oksigen terlarut dalam fluida pengeboran.
14
Foto percobaan :
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 2
Formula 3
Foto pipa setelah percobaan :
Formula 1
15
BAB III KESIMPULAN
Korosi pada pengeboran merupakan hal yang alami dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang mudah untuk memicu korosi. Apabila tidak ditanggulangi dengan cermat proses korosi tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi proses pengeboran baik secara finansial maupun keselamatan pekerja dan lingkungan. Laju korosi pada pipa pengeboran bergantung pada zat aditif yang terdapat pada fluida pengeboran. Untuk menekan laju korosi seminimal mungkin diperlukan penggunaan aditif berupa korosi inhibitor dan oxygen scavenger.
16
DAFTAR PUSTAKA Drilling Fluids Engineering Manual https://id.wikipedia.org/wiki/Korosi
17