A. KESELAMATAN MENGGERINDA / SAFETY FOR GRINDING Topik : Safety Menggerinda adalah suatu pekerjaan atau aktivitas yang paling sering dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi, fabrikasi dan pekerjaan lainnya, seperti: Menggerinda hasil pengelasaan Menggerinda benda kerja yang akan dilas Menggerinda alur untuk pengelasan belakang / back weld (notching) Menggerinda untuk menghilangkan korosi / karat Memotong material / benda kerja dengan gerinda potong (cutting wheel) Akibat dari seringnya pekerjaan menggerinda, terkadang pekerja kurang memperhatikan bahayabahaya dan hal-hal lain yang harus diterapkan dalam pengerjaan dengan menggunakan gerinda tersebut. Baik itu yang berhubungan dengan proses menggerinda maupun faktor alat yang layak digunakan untuk menjaga keselamatan kerja. Banyak kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh kesalahan penggunaan mesin gerinda, dari kecelakaan ringan sampai dengan kecelakaan yang berat bahkan meninggal (Fatality). Untuk menghindari kecelakaan kerja yang disebabkan kesalahan penggunaan mesin gerinda maka perlu diperhatikan beberapa hal sebelum melakukan pekerjaan menggerinda, yaitu: 1. Gunakan alat pelindung diri / Personal Protective Equipment (PPE) khusus selain PPE standar dengan tepat dan benar seperti, Masker, Safety Glasses, Face Shield, Ear Plug, Gloves. 2. Pastikan kondisi mesin gerinda baik dan aman untuk digunakan, tidak ada kebocoran arus pada bodi mesin dan kabel yang terhubung dengan mesin, kap pelindung / safety guard pada mesin terpasang. 3. Pasang batu gerinda untuk ukuran yang dibutuhkan dengan memperhatikan batas kecepatan maksimum / Maximum Operation Speed (MOS) yang tertera pada batu gerinda dan pastikan MOS pada batu gerinda lebih besar dari kecepatan maksimum mesin yang akan digunakan.( nb: kecepatan maksimum mesin tertera pada bodi mesin) 4. Perhatikan ketebalan batu gerinda yang sesuai untuk jenis pekerjaan yang akan dilakukan, untuk menggerinda jangan menggunakan batu gerinda yang tipis yang diperuntukan memotong. 5. Gunakan kunci yang tepat untuk mengencangkan pengunci batu gerinda. 6. Pastikan benda kerja yang akan dipotong atau digerinda dalam posisi yang tetap , supaya benda kerja tidak terpental ketika diberikan tekanan dari batu gerinda. Bila perlu pergunakan penjepit / clamp (Kasus : plat yang akan di gerinda berukuran 25 cm x 10 cm, ketebalan 1 ml, pada saat menggerinda posisi plat diletakkan di plat tipis dan licin, sehingga pada saat digerinda plat selalu bergeser, pekerja menggunakan tangan kiri untuk menahan plat tidak bergeser, tiba-tiba tangan kiri bergeser dan gerinda merobek sarung tangan hingga melukai jari telunjuk pekerja), apa yang harus kita lakukan? Untuk pencegahan, jangan sekali-kali meletakkan benda yang akan digerinda di atas permukaan yang licin. 7. Pastikan lokasi kerja aman dari bahan mudah terbakar seperti, thinner, Grease, oil. Hal-hal lain yang juga harus diperhatikan pada saat melakukan penggerindaan adalah: 1. Posisi badan harus dalam posisi aman untuk melakukan pekerjaan. 2. Jangan memberikan tekanan yang berlebih terhadap batu gerinda untuk menghindari pecahnya batu akibat tekanan yang dipaksakan.
3.
Perkecil bagian batu gerinda yang kontak langsung dengan benda kerja / material yang digerinda atau dipotong. 4. Pastikan socket kabel power dicabut dari supply power pada saat penggantian batu gerinda. Dan jangan meninggalkan mesin gerinda dalam kondisi masih terhubung dengan power supply. Dengan memperhatikan hal-hal diatas maka resiko kecelakaan dari pekerjaan menggerinda atau yang menggunakan mesin gerinda dapat diperkecil bahkan dihindari. -
Ketahui dulu, apa yang harus diselesaikan/dikerjakan (material yang akan digerinda) Ketahui dulu, apa keterbatasan material yang akan digerinda (ukuran, keadaan permukaan, jenis, posisi yang akan digerinda) Ketahui dulu, apa keterbatasan mesin gerinda, apakah dalam keadaan baik atau rusak, apakah ukuran kecil, sedang atau besar,apakah komponen-komponen pendukungnya lengkap. Ketahui dulu, apa keterbatasan kita yang akan mengopersikannya, apakah dalam kondisi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani atau sakit, kemampuan fisik, pengetahuan dan pengalaman.
Apa yang dilakukan pada saat gerinda sudah tidak digunakan - Pada saat akan mengoffkan mesin gerinda, jangan putuskan terlebih dahulu dari sumber listrik, melainkan off kan dulu terlebih dahulu, kemudian cabut dari sumber listrik. - Pastikan peralatan tidak terhubung lagi ke bagian kelistrikan - Jangan pernah mencabut ke tiga cabang dari steker - Jagalah kabel listrik mesin gerinda dari panas, minyak dan ujung yang tajam - Pastikan hubungan listrik dan tekan tombol off saat gerinda tidak digunakan, atau sebelum diperbaiki, atau dibersihkan atau penggantian aksesoris.
B. BEKERJA DALAM RUANG TERBATAS / WORK IN CONFINED SPACE ENTRY Topik : Safety (Keselamatan) Sebelum kita menjelaskan bahaya-bahayanya kita perlu tahu dahulu apa yang dimaksud dengan Confined Space? Confined Space adalah: Ruang terbatas atau ruang sebagian tertutup. Ruang Terbatas yang tidak didesain untuk tempat bekerja tetapi orang harus melakukan aktivitas/kerja, karena sesuatu yang harus dikerjakan. Ada beberapa contoh Confined Space/Ruang terbatas yang sering kita jumpai al: Box Girder, tangki, vessel, tabung/bejana, terowongan/canal, and basemen dsb. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pekerjaan dalam ruang terbatas, yaitu: 1. Permit 2. Fasilitas kerja, seperti jalan keluar masuk / manhole, blower, lampu, dan kabel-kabel listrik yang digunakan 3. Pengecekan konsentrasi oksigen dan udara didalam ruang terbatas Adapun bahaya-bahaya yang terdapat pada pekerjaan Ruang terbatas Al: a) Bahaya kekurangan Oxygen, atau kelebihan Oxygen b) Bahaya Akses jalan keluar masuk bila pemasangan tangga dan platform menuju manhole tidak standard. Membuat pekerja kesandung, jatuh, terperangkap tidak bisa keluar
c) Bahaya peralatan listrik jika isolasinya kurang bagus atau kabel Las kabel lampu penerangan ada yang luka/lecet, pekerja bisa terkena Setrum. d) Bahaya peledakan di Confined Space jika ada Gas yg terkontaminasi tidak ada sirkulasi udara Untuk mengatasi bahaya-bahaya tersebut diatas ada beberapa hal yang perlu kita lakukan: a) Melengkapi semua persyaratan ijin kerja dan mengajukan Work Permit. b) Pastikan fasilitas untuk sirkulasi uadara bekerja dengan baik. c) Pastikan bahwa pengecekan Oxigen (O2) telah dicek oleh safety dept dengan menggunakan alat Gas detector dan pastikan konsentrasi oksigen dalam batas yang normal. d) Selama melakukan pekerjaan didalam ruang terbatas harus selalu ada pengontrolan oleh supervisi.yang bersangkutan. e) Pastikan ada satu orang penjaga yang standby didekat manhole. f) Pastikan selalu ada komunikasi langsung dengan baik pada pekerja yang ada didalam ruang terbatas tsb, maka untuk itu perlu radio komunikasi
C. BEKERJA DI KETINGGIAN Topik : Safety Defenisi Seseorang yang bekerja di ketinggian sekitar 1.8 meter atau lebih termasuk aktivitas Bekerja di Ketinggian. Bekerja di Ketinggian merupakan aktivitas non rutin sehingga memerlukan dokumen izin kerja. Semua aktivitas ini memerlukan tindakan pencegahan untuk meyakinkan bahwa pekerjaan tersebut dilakukan dengan aman. Maka dari itu, saat mengajukan Izin Kerja, anda harus mengerti akan : o Tipe peralatan yang biasa digunakan untuk mencapai tempat kerja yang tinggi dan o Metode dan kelengkapan keselamatan dalam menggunakan peralatan Apakah anda sudah melengkapi diri dengan peralatan keselamatan?? APD Wajib : 1. Sabuk/tali keselamatan 2. Helm Keselamatan, Tali helm harus diikatkan ke dagu 3. Sepatu keselamatan APD Tambahan (tergantung dari kondisi pekerjaan & kondisi di lapangan): 1. Kacamata keselamatan 2. Sarung tangan (glove) 3. Masker Tipe Peralatan yang digunakan untuk bekerja di ketinggian antara lain : 1. Tangga 2. Scaffolding/perancah jembatan 3. Alat angkat mekanik (working platforms) 4. Bolt dan clamp scaffolding 5. Peralatan akses yang saling terhubung 6. Tali dan jarring keselamatan
D. SERING MERASA KURANG TIDUR ????, MUNGKIN ADA FATIGUE (LELAH),,,,, Topik : Safety and Health (Keselamatan dan Kesehatan) Fatigue adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kondisi kelelahan pada seseorang yang ditandai dengan gejala mengantuk, lelah, lemas, jenuh, dan lain-lain. Keadaan fatigue mencakup aspek fisiologis dan aspek psikologis. Fatigue sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan terutama pada pengendara atau pekerja yang mengoperasikan unit. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan karena fatigue pada pengendara adalah sebagai berikut : Menurunnya daya konsentrasi, timbulnya rasa kantuk, lambat bereaksi, kelelahan pada mata, kejenuhan, lelah, menurunkan perhatian, tertidur sesaat, keluar dari jalur/jalan. Fatigue/kelelahan disebabkan karena kurang istirahat atau kurang tidur, selain itu penyebab lain yang berkaitan dengan fatigue diantaranya: 1. Kapan waktu pekerjaan dilakukan (siang atau malam) 2. Lamanya waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan 3. Jenis dan lamanya pekerjaan dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilakukan 4. Jumlah dan kualitas istirahat sebelum dan sesudah pekerjaan 5. Aktivitas diluar jam kerja, seperti keluarga atau pekerjaan lain diluar jam kerja 6. Faktor individu, seperti sulit tidur Kurang tidur yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan utang tidur atau kurang tidur yang akut (fatigue akut) Fatigue yang akut sering disebabkan karena kurang tidur yang berkepanjangan, sebagai contoh karena adanya long shift atau bekerja pada shift malam tanpa istirahat siang yang cukup yang terjadi secara terus menerus. Gangguan tidur terus-menerus seperti itu dapat menyebabkan utang tidur dan kurang tidur yang akut. Membiarkan pekerja dalam kondisi seperti itu akan meningkatkan risiko baik bagi pekerja itu sendiri dan pekerja lainnya. ini dapat mengakibatkan:
Kelelahan otot yang sangat tidak nyaman
Kelelahan pada setiap aktivitas harian
Mengurangi kewaspadaan dan koordinasi/konsentrasi
Jika kekurangan tidur itu terus berlangsung, maka performen kerja akan semakin memburuk. Penyebab terjadinya fatigue dapat berasal dari faktor yang berkaitan dengan pekerjaan dan faktor diluar pekerjaan. a. Faktor yang berkaitan dengan pekerjaan 1). Aspek tugas yang dikerjakan (seperti beban kerja yang semakin besar) 2). Sistem roster (terlalu banyak shift malam, atau jadwal kerja yang cukup panjang) 3). Pekerjaan yang tidak terencana, keadaan darurat, lembur 4). Suasana lingkungan kerja (bising, temperatur ekstrim)
b. Faktor di luar pekerjaan 1). Gangguan tidur karena ada keluarga yang sakit 2). Kegiatan diluar jam kerja yang berat, seperti bekerja pada saat diluar jam kerja 3). Gangguan tidur 4). Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang 5). Stress karena kesulitan finansial atau tanggung jawab keluarga Mengapa fatigue atau kelelahan jadi masalah? Fatigue atau kelelahan dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh kelelahan dan kurangnya kewaspadaan. Ketika pekerja mengalami kelelahan akan lebih memungkinkan untuk kurang dalam menentukan (poor judgment), dan reaksinya akan lambat. Fatigue juga dapat menyebabkan masalah kesehatan dalam jangka panjang, seperti: masalah pencernaan, stress, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan berbahaya dan alkohol, dan penyakit mental. Pergunakan waktu istirahat dengan baik. E. PENGENDALIAN BAHAYA DEBU DAN GAS PADA PROSES PENGELASAN Topik : Safety (Keselamatan) Welding dibagi ke dalam dua kelompok: fusi (panas saja) atau tekanan (panas dan tekanan) pengelasan. Ada tiga jenis pengelasan fusi: busur listrik, gas dan termit. Listrik arc welding adalah jenis yang paling banyak digunakan pengelasan fusi. Ini mempekerjakan busur listrik untuk mencairkan dasar dan filler logam. Gas atau oxy-fuel pengelasan menggunakan api dari pembakaran gas (biasanya asetilena) untuk mencairkan logam pada sendi yang akan dilas, dan merupakan metode umum untuk pengelasan besi, baja, besi cor, dan tembaga. Pengelasan Thermit menggunakan reaksi kimia untuk menghasilkan panas intens daripada menggunakan bahan bakar gas atau arus listrik. Tekanan pengelasan menggunakan panas bersama dengan tekanan dampak-tipe untuk bergabung dengan potongan. Oxyfuel dan memotong plasma, bersama dengan mematri, terkait dengan pengelasan karena mereka semua melibatkan peleburan logam dan generasi udara asap logam. Mematri adalah proses logam-bergabung di mana hanya logam pengisi meleleh.
Apa yang ada di asap las? Logam : aluminium, antimon, arsenik, berilium, Kadmium, kromium, kobalt, tembaga, besi, timbal, Mangan, molibdenum, nikel, perak, timah, Titanium, Vanadium, Zinc. Gas : Perisai, Argon, Helium, Nitrogen, Karbon Dioksida.
Faktor-faktor yang mempengaruhi paparan pekerja untuk terhadap asap proses pengelasan : • Jenis proses pengelasan • logam logam dasar dan filler yang digunakan • Komposisi kawat las • Lokasi (luar, ruang tertutup) • praktek kerja seorang welder (bagaimana posisi yang aman) • Gerakan udara di area lokasi pengelasan (menggunakan blower exhaust local untuk di ruangan tertutup) • Gunakan pengendalian dengan ventilasi yang baik
Efek kesehatan pernapasan las asap Paparan akut
(dalam
jangka waktu yang pendek) untuk pengelasan asap dan gas dapat
menyebabkan mata, hidung dan tenggorokan iritasi, pusing dan mual. Pekerja di daerah yang mengalami gejala ini harus meninggalkan daerah segera, mencari udara segar dan mendapatkan perhatian medis. Terlalu lama untuk pengelasan asap dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan berbagai jenis kanker, termasuk paru-paru, laring, dan saluran kemih Efek kesehatan dari asap tertentu mungkin termasuk demam metal fume, sakit maag, kerusakan ginjal dan kerusakan sistem saraf. Berkepanjangan paparan asap mangan dapat menyebabkan gejala Parkinson (penyakit karena kerusakan saraf dengan gejala salah satu atau beberapa anggota badan bergetar pada saat beristirahat, sulit bergerak dan mengalami kaku otot). Gas seperti helium, argon, dan karbon dioksida mengurangi kadar oksigen di udara dan dapat
menyebabkan sesak napas, terutama ketika pengelasan di tempat terbatas atau tertutup . Dan yang paling berbahaya, jika terbentuk Karbon monoksida dapat menyebabkan sesak nafas yang serius bahkan sampai meninggal. Mengurangi paparan asap las Tukang las harus memahami bahaya dari bahan mereka bekerja, misalnya apa yang dilas dan apa komponen peralatan lainnya yang digunakan untuk mengelas Permukaan Welding harus dibersihkan dari setiap lapisan yang berpotensi membuat asap las las an beracun, seperti sisa pelarut dan cat, tiner dan oli. Para pekerja harus memposisikan diri untuk menghindari menghirup asap dan gas hasil pengelasan . Sebagai contoh, pekerja harus tetap melawan arah angin saat pengelasan di lingkungan terbuka atau di luar ruangan Sistem ventilasi lokal dapat digunakan untuk menghilangkan asap dan gas dari zona pernapasan tukang las itu.
Jangan mengelas di ruang terbatas tanpa ventilasi. Perlindungan pernapasan mungkin diperlukan jika praktek kerja dan ventilasi tidak mengurangi eksposur ke tingkat yang aman.
Risiko kesehatan dan efek yang terkait dengan gas pengelasan dan asap ditentukan oleh: lamanya waktu yang Anda terkena mereka jenis pengelasan yang Anda lakukan lingkungan kerja perlindungan yang Anda gunakan.
F. APA ITU PEKERJAAN HOT WORK? Topik: Safety (Keselamatan) Yang termasuk ‘Hot work’ adalah pengelasan dan pemotongan, menggunakan lampu potong, penyolderan, pengerindaan atau peralatan lain yang menghasilkan panas. Contoh: Cutting, grinding dan welding. Sebelum memulai ‘hot work’ apa saja, survey mengenai operasi yang penuh bahaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan resiko kebakaran atau ledakan. Berdasarkan hasil survey bahaya atau perkiraan resiko, atau yang tertera pada Fire Safety Plan “Ijin Kerja” harus didapatkan. Sistim untuk hot work harus diambil. Sistim “ Ijin Kerja” atau “Hot Work Permit” merupakan satu hal dimana pekerjaan tidak boleh dimulai sampai ada orang yang diberi ijin tertulis untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Di setiap kasus, orang yang bertanggung jawab (Fire safety Coordinator) bertugas memberikan ijin tersebut
Daftar Resiko pekerjaan Hot Work diantaranya: a. Luka bakar pada pekerja b. Kerusakan pada material, plant dan property karena terkena api. c. Ledakan Oksigen dan atmosfir yang mudah terbakar. d. Penipisan oksigen di ruang sempit terbatas. e. Cidera akibat benda panas
Sebelum pekerjaan panas dimulai, harus membuat “Hot Work Permit. Pengelasan, pemotongan, Gouging dan alat yang menghasilkan bara atau percikan api harus dioperasikan hanya orang yang terlatih. Tabung gas harus diikat pada posisi vertikal dan dilengkapi dengan regulator dan flashback arrestor, dan selang harus kondisi bagus. Semua sampah dan barang yang mudah terbakar harus dipindahkan dari sekitar tempat kerja. Jika barang yang mudah terbakar tidak dapat dipindahkan, barang tersebut harus diberi proteksi dengan barang yang tidak mudah terbakar seperti metal atau selimut tahan api. (Fire blangket)
Lantai yang mungkin dapat rusak harus dilindungi dari panas dari spark welding, bara gouging. Perhartian yang khusus harus kita lakukan untuk mencegah bara, percikan api atau metal yang meleleh mengenai material yang mudah terbakar di tempat penyimpanan cairan atau gas, contoh dengan memeriksa pembatas dan memindahkan barang yang mudah terbakar yang bersinggungan dengan besi. Bara atau percikan api tidak boleh dekat dengan kontainer/tabung cairan yang mudah terbakar atau gas yang dipadatkan atau tempat lain dimana terdapat atmosfir yang mudah terbakar. Alat tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan menyala jika tidak digunakan. Jika melakukan ‘hot work’ di dalam ruang sempit terbatas atau ditempat tertutup, harus ada sirkulasi udara yang cukup atau ventilasi yang memadai untuk memperbaiki jumlah oksigen yang menipis/berkurang.
G. BAHAYA BAHAN MUDAH TERBAKAR & MELEDAK Topik : Keselamatan Pengetahuan bahaya tentang material mudah terbakar atau meledak penting untuk diketahuai oleh setiap pekerja agar dilokasi kerja kita terhindar dari kecelakaan yang diakibatkan oleh ketidaktahuan atau kurangnya informasi.
Adapun material/bahan yang mudah terbakar atau meledak diantaranya: Gas: 1. LPG 2.
Thinner
3. Acetylene 4. Hydrosulfida (H2S) 5. dll. Material Padat: 1. Rockwoll Material cair/fluida: 1. Acetylene 2. Hidrosulfida (H2S) 3. Painting dan Sandblasting merupakan pekerjaan yang mengandung bahaya yang setiap saat akan menciderai kita. Adapun bahaya-bahaya yang terdapat pada pekerjaan painting dan Sandblasting sebagai berikut: 1. Bahaya meletup/terbakar, karena uap painting mempunyai Flash point / titik nyala 500 C artinya uap cat akan mudah terbakar dimana paparan panas disekelilingnya sudah mencapai titik nyala 2.
Bahaya paparan uap yang akan membahayakan pernafasan, karena uap cat menutup oksigen diudara.
3. Bahaya semprotan pasir yang bertekanan tinggi dapat menimbulkan luka lecet pada kulit,dan dapat menimbulkan kebutaan pada mata. 4.
Bahaya debu juga dapat membahayakan kesehatan pernapasan kita, dan dapat merusak jaringan paru-paru kita.
Untuk menghindari atau mengendalikan bahaya-bahaya tersebut di atas ada beberapa cara yang perlu kita lakukan diantaranya: 1. Dilarang merokok ataupun membuat percikan api disekitar lokasi proses pencampuran Cat dengan Tinner. 2. Dilarang ada pengelasan didaerah/lokasi painting disaat pengecetan 3. Jika ada pekerjaan Blasting dilokasi terbuka, maka lokasi blasting terisolasi / dibuat cover 4. Pekerja yang melakukan Pengecetan / Blasting harus memakai Alat Pelindung Diri yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. 5. Painter/Blaster memastikan arah angin saat melakukan pekerjaan, “Jangan bekerja melawan Arah Angin” Demikianlah sekilas lutisan tentang bahaya bahan mudah terbakar agar kita baik pekerja maupun mayarakat awam, terutama pekerja yang akan melakukan pekerjaan di lokasi yang sedang berlangsung pekerjaan yang menggunakan bahan mudah terbakar contohnya proses Pengecatan atau Blasting.
H. PENANGANAN TABUNG BERTEKANAN Topik : Keselamatan Penanganan tabung bertekanan dengan cara tidak benar akan dapat mengakibatkan tabung tersebut meledak, membentur dan terbakar yang akan membahayakan keselamatan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu untuk menghindarinya diperlukan petunjuk cara penanganan yang aman dan dapat digunakan sebagai pedoman kerja. Penanganan tabung bertekanan adalah kegiatan yang dimulai dari pemeriksaan, pemindahan dan pemakaian tabung bertekanan dengan cara yang benar, sehingga dapat terhindar dari kemungkinan kecelakaan. Tabung bertekanan adalah wadah untuk penyimpanan gas yang pengisiannya dengan cara dimampatkan sehingga mempunyai tekanan. Alat pelindung diri yang harus dipergunakan antara lain, baju kerja, topi pengaman (Safety helmet), sarung tangan, topeng gas, kacamata pengaman dan safety shoes sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
Petunjuk penanganan -
Sungkup tabung harus selalu terpasang
-
Dilarang merokok atau menyalakan api selama penanganan ditempat penyimpanan tabung gas
-
Ulir kerangan dan sungkup harus bebas dari bahan pelumas atau bahan-bahan yang mengandung minyak
-
Dilarang mempergunakan tabung gas sebagai alat pengganjal
-
Tabung gas yang rusak segera diamankan dan dilaporkan
Pemeriksaan Periksa setiap tabung sebelum digunakan . Kondisi tabung yang diamati meliputi: Tidak ada goresan Tidak berkarat Keutuhan segel Tulisan pada tabung harus masih jelas
Pemindahan Lakukan pengangkutan tabung
gas dengan aman dan hindari dari kemungkinan jatuh atau
membentur benda keras Angkut tabung gas dengan posisi berdiri dan diikat dengan jumlah tabung tidak melebihi kapasitas alat angkut Hindarkan pemindahan tabung gas dengan cara menyeret, menggelindingkan dan menggunakan alat angkut magnit Dilarang mengangkat tabung gas dengan tali baja (wire rope)
Pemakaian Tabung gas selalu dalam posisi berdiri dan terikat selama pemakaian Dilarang mempergunakan tabung gas tanpa regulator
I. TINDAKAN TIDAK AMAN & KONDISI TIDAK AMAN TOPIK : Keselamatan Dalam dunia banyak situasi yang memicu terjadinya kecelakaan kerja. Hal tersebut diantaranya adalah tindakan pekerja itu sendiri yang menyebabkan terjadinya kondisi tidak aman.
Tindakan Tidak Aman / Unsafe Action Sebagian besar kecelakaan terjadi karena kelalaian/ketidaktahuan manusia/pekerja dan sebagian kecil dikarenakan factor lain.
Sebab sebab pekerja melakukan tindakan tidak aman/ Unsafe Action: a. Karena tidak tahu. Pekerja kurang/ketidaktahuan bagaimana melakukan pekerjaan dengan aman atau potensi bahaya yang akan terjadi sehingga menyebabkan terjadi kecelakaan. b. Karena tidakmampuan Yang bersangkutan telah mengetahui cara yang aman terhadap potensi bahayanya, tapi karena ketidakmampuannya/kurang terampil sehingga pekerja tersebut melakukan kesalahan dan kegagalan sehingga terjadilah kecelakaan. c. Kurang Perduli/kesadaran Pekerja tersebut telah mengetahui dengan jelas cara kerja yang aman dan peraturan peraturan keselamatan kerja yang memang dapat dilaksanakan oleh sipekerja, akan tetapi pekerja tidak melaksanakannya.
Kondisi Tidak Aman / Unsafe Condition. Berikut beberapa kondisi tidak aman yang berpotensi menimbulkan insiden kecelakaan. 1. Material/barang yang tidak tertata dengan rapi 2. Akses jalan yang terhalang 3. Banyaknya kabel power tergenang air 4. Banyak pekerjaan didalam satu tempat yang berbeda jenis pekerjaan, seperti: diatas kegiatan gouging dan dibawah ada kegiatan lainnya sehingga pancaran material panas dapat mencedarai pekerja dibawahnya, atau disatu tempat proses painting dan welding yang dapat memicu api/ledakan. 5. Berjalan dibukan tempat berjalan biasa, contoh: diatas pipa yang tidak terpasang pengaman jatuh 6. Menggerinda dilokasi ada gas yang mudah meledak/terbakar 7. Merokok dilokasi berdebu atau gas mudah terbakar 8. Banyak sampah dilokasi kerja yang tidak pada tempatnya Semua itu dapat diminimalkan/dihilangkan dengan berbagai tindakan pengawasan, pembinaan dan pemberitahuan secara terus menerus dan berkelanjutan.
J. PEMELIHARAAN PERKAKAS TANGAN (Hand Tools) Topik : Keselamatan Perkakas adalah: Alat kerja tangan, Ada suatu seruan/ajakan kepada kita yaitu: “Peliharalah Perkakas Sebagaimana Anda Memelihara Tangan dan Kaki Anda” Yang termasuk Perkakas Tangan : Palu, Pahat, kunci Ring, kunci Pas kunci Rachet, kunci L, kunci Inggeris dan Drip. Walaupun mudah memakainya, tetapi cedera sering terjadi pada waktu penggunaannya. Agar dapat menggunakan alatalat ini dengan efisien dan aman, maka cara penggunaannya harus benar-benar dikuasai.
Untuk menghidari Cedera oleh perkakas tersebut, taatilah upaya pencegahan berikut ini 1. Periksalah perkakas sebelum dipakai dan jangan menggunakannya jika diketahui ada kerusakan. 2. Perkakas yang rusak atau yang bengkok karena dipakai dan perkakas yang cacat harus segera diganti. 3. Letakan perkakas pada satu tempat,jangan dibiarkan berserakan 4. Jangan meletakan perkakas di atas mesin atau tempat lain yang mudah jatuh. 5. Bila perkakas tersebut kotor oleh minyak, bersihkanlah alat itu sebelum dipakai. 6. Pakailah perkakas yang sesuai untuk setiap pekerjaan, karena setiap jenis mempunyai fungsi dan /atau ukuran yang berbeda. 7. Sebelum menyimpan perkakas, hitung jumlah dan periksalah apa ada yang rusak.Simpanlah dengan baik agar mudah diambil bila diperlukan dan mudah mendeteksi sekiranya ada kerusakan
PALU a. Jangan menggunakan Palu yg tanpa baji,longgar,gagangnya rusak, ke-palanya rusak walau sebelah atau kepalanya sudah berbentuk jamur. b. Jangan mengayun palu dengan memakai sarung tangan. c. Pukulan palu pertama seharusnya tdk begitu keras.Mulaila pukulan ringan dan sedikit demi sedikit tingkatkan kekuatannya d.
Hati-hati terhadap bahaya serpihan logam yg melayang pada saat logam ,pelat panas dipukul dengan palu.
K. BISING Topik : Kesehatan Kerja Bising adalah : Bunyi /suara yg tidak menyenangkan/tidak dikehendaki, oleh pekerja. Jadi
Bahaya
Bising
adalah
:
Suatu
kondisi,
keadaan
Bunyi,
Suara
yang
tidak
dikehendaki/menyenangkan yg akan merusak / mencederai indera pendengar kita. Jika kita bekerja di tempat yang Bising dalam jangka waktu yg lama/tertus menerus maka indera pendengaran kita akan menurun, bahkan bisa Tuli permanen/tuli sementara. Yang dimaksud Tuli permanen adalah Tuli yg tidak bisa diobati, harus menggunakan alat, sedangkan Tuli sementara adalah Tuli yang beberapa jam, hari akan sembuh/normal kembali.
Adapun suara/bunyi yang tidak menyenangkan /dikehendaki antara lain: Suara pukulan palu pada pelat, box, suara gojing, suara plasing, suara sunblasting, bunyi ledakan,dsb.
Dalam kehidupan sehari – hari , untuk dapat melakukan sesuatu yang sempurna dibutuhkan Pendengaran yang baik agar mudah untuk berkomunikasi. Pendengaran merupakan alat pemberi peringatan yang sangat peka, sekalipun dalam keadaan tertidur, lebih – lebih dalam keadaan terjaga atau sedang melakukan pekerjaan. Dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa Peranan Pendengaran sangat penting, untuk itu kita perlu menjaga indera pendengar kita dari suara-suara yang tidak menyenangkan/tdk dikehendaki,agar indera pendengar kita tetap fit. Manusia/pekerja mempunyai kemampuan menerima intensitas terlemah 10 db dan intensitas tertinggi 85 – 90 db, lebih dari itu harus memakai Alat Pelindung Diri . Alat pelindung diri yang harus dikenakan adalah Ear Plug untuk intensitas bunyi antara 85 s/d 120 db dan Ear Muff untuk intensitas bunyi diatas 120 db. Adapun langkah – langkah yang perlu kita lakukan untuk menjaga kesehatan Pendengaran kita al: Pertama mengurangi Intensitas/kekuatan bising pada sumbernya. Kedua kita harus menggunakan Erplug jika bekerja di lokasi yang bising.
L. BEKERJA DENGAN GAS BERTEKANAN (O2) Topik : Keselamatan Nama gas oksigen atau O2 sudah sangat familiar terdengar oleh kita, akan tetapi masih diketemukan beberapa kesalahan dalam penggunaannya. Hal ini dikarenakan ketidak tahuannya para pengguna akan bahaya-bahaya penyalah gunaan gas tersebut. Oksigen adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Kandungan oksigen di udara normal adalah 21%. Oxygen sangat menopang kehidupan dan membantu proses pembakaran. Oksigen tidak mudah terbakar akan tetapi, dalam konsentrasi tinggi, oksigen akan mengaktifkan pembakaran, menyebabkan suhu naik atau bahkan meledak.
Suplai oksigen secara terus menerus akan memperbesar pembakaran bermacam-macam material yang biasanya tidak terbakar di udara. Penanganan tabung gas oksigen harus disimpan secara vertikal ditempat yang sejuk, berventilasi cukup, dan jauh dari sumber-sumber panas atau material yang mudah terbakar. Lindungi tabung terutama bagian krannya dari kerusakan fisik baik dalam keadaan penuh maupun kosong. Jangan biarkan bagian manapun dari tabung terkena panas diatas 55 0C. Apabila terjadi kebocoran pada tabung, maka pindahkan tabung ke area yang terbuka dan aman kemudian biarkan tabung sampai kosong. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dari kesalahan penggunaan oksigen seperti kebakaran maka harus diperhatikan : - Tabung dan krannya tidak boleh terkena / terkontaminasi greas/gemuk atau minyak. - Tempatkan Tabung / Botol Oksigen dalam posisi vertikal / berdiri, jangan dibiarkan miring atau tertidur, ditempatkan pada baket. - Tutup kran tabung bila tidak digunakan - Tabung tidak boleh tertindih - Buka tutup kran tabung secara perlahan-lahan - Jangan merokok atau melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan panas dilingkungan yang kaya dengan oksigen. - Jangan menggunakan oksigen bertekanan tinggi untuk membersihkan badan atau pakaian dari debu dan kotoran.
Dengan mengetahui bahaya-bahaya dari penggunaan oksigen maka pentinglah bagi kita untuk melakukan tindakan pencegahan bahaya sebelum terjadinya kecelakaan yang diakibatkan kesalahan penggunaan dan penanganan oksigen.
M. PROSEDUR PENGGUNAAN HAND TOOLS Dalam K3, hand tools adalah merupakan peralatan-peralatan yang harus di-monitor penggunaannya, karena beberapa kecelakaan sering terjadi akibat penggunaan hand tools yang tidak benar. Berikut hal-hal yang harus diperhatikan saat menggunakan hand tools, yaitu:
Hand tools harus terbuat dari bahan berkualitas baik dan sesuai untuk pekerjaan yang akan dilakukan;
Penggunaan alat pemotong harus mencegah tangan dari terluka oleh bagian yang tajam dari alat pemotong. Tepi tajam alat pemotong harus dijaga agar tetap tajam (jika tumpul menyebabkan tekanan yang berlebihan pada saat digunakan);
Penggunaan alat pemukul (misalnya palu), handle-nya harus terpasang dengan kuat untuk mencegah terlepas saat digunakan.
N. PENANGANAN DAN PENGGUNAAN Hand Tools dan kelengkapannya harus digunakan hanya untuk tujuan tertentu yang dirancang sesuai dengan kegunaannya. Peralatan-peralatan Hand Tools yang tajam tidak seharusnya: • Dilempar saat diberikan ke orang lain • Digunakan terlalu dekat ke orang lain (misalnya peralatan yang dapat melukai seseorang yang tidak terlibat dalam pekerjaan tersebut) • Digunakan di dekat mesin produksi tanpa mempertimbangkan tindakan pencegahan yang tepat. • Hand tools tidak boleh dibiarkan tergeletak di sekitar di mana pekerja lalu lalang (terutama pada platform kerja tinggi di mana mereka mungkin jatuh pada orang-orang di bawah); • Hanya peralatan dengan isolasi atau alat non-konduktif yang digunakan dekat peralatan listrik , untuk menghindari risiko sengatan listrik; • Penggunaan kunci pas saat membuka baut harus ditarik, tidak didorong; • Panjang pipa tidak boleh digunakan lebih dari kunci pas saat membuka baut untuk memperpanjang leverage;
Tempat Penyimpanan Peralatan-peralatan hand tools yang tajam harus disimpan dengan dengan hati-hati / ujung-ujungnya yang tajam harus dilindungi atau ditempatkan di posisi yang aman untuk menghindari kontak tak disengaja atau jatuh ke personil. Hand tools harus dijaga agar tetap bersih, bebas dari oli, kelembaban, dan bahan kimia untuk mencegah kerusakan dan korosi. Peralatan harus diperiksa secara teratur, diperbaiki atau diganti jika perlu.
O. PROSEDUR PEKERJAAN CUTTING DAN WELDING Pekerjaan Welding dan Flame Cutting adalah pekerjaan yang harus dikontrol secara benar karena berisiko terhadap kebakaran dan ledakan. Hot Work tidak boleh dilakukan tanpa ada ijin kerja panas ( Hot Work Permit). Sebelum memulai pekerjaan Hot Work, Welder harus memeriksa dan membuat persiapan sebagai berikut: Mengklarifikasi di mana zona ledakan / daerah gas (jika ada), ketika pekerjaan dilakukan. Periksa dan pastikan bahwa tidak ada bahaya kebocoran gas atau cairan mudah terbakar dari pipa, tank, ventilasi dari tank, saat melakukan pekerjaan panas; Pastikan ventilasi yang memadai, Atur regulator dari tabung gas tekanan kerja yang direkomendasikan; Siapkan divisi struktural atau perlindungan, jika berlaku, terutama untuk daerah-daerah di mana risiko kebakaran atau kerusakan peralatan, pipa, kabel dll bisa terjadi Pastikan jenis kualitas baja, elektroda dan prosedur pengelasan yang tepat. (Via lembar kerja, gambar dll); Semua bahan yang mudah terbakar harus dibersihkan dari area kerja, atau ditutupi, sebelum pekerjaan dimulai; Pekerjaan panas harus dipasang papan pengaman mencegah percikan api dan logam panas dari terbang luar ke luar areal kerja; Gunakan selimut tahan api ; Pastikan bahwa fireguard (pelindung api) ada dilokasi ketika pekerjaan panas sedang berlangsung; Izin Kerja harus sudah disetujui oleh pihak yang berkepentingan. Semua tindakan pencegahan dan persyaratan isolasi yang disebutkan pada izin kerja harus dilaksanakan sebelum dimulainya pekerjaan; Siapkan alat pemadam api ringan saat melakukan pengelasan
Pelaksanaan Pekerjaan Pengelasan Ketika poin di atas telah diperiksa dan dibuat jelas sesuai dengan spesifikasi pekerjaan, dan Welder telah memastikan bahwa persyaratan teknis dan keselamatan telah dipenuhi, kerja panas dapat dimulai dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut Daerah yang akan dikerjakan harus bebas dari karat, minyak, deposito, dan bahan mudah terbakar, dll, sebelum pengelasan dimulai. Dimana ada persyaratan prosedur pengelasan yang ditentukan, Welder harus mengikuti langkah-langkah dalam prosedur atau seperti yang diperintahkan oleh Welder Foreman.
Pengelasan
harus
dilakukan
oleh
welder
yang
terampil
dan
berkompeten.
Dimana ada persyaratan untuk pemeriksaan pengelasan, Welder harus memberitahukan kepada welding inspektur. Ketika pengelasan, dan setiap inspeksi telah selesai dilakukan, Welder akan memastikan bahwa daerah tersebut dibersihkan, bahwa semua peralatan dikembalikan ke lokasi yang benar dan izin relevan dengan formalitas pekerjaan telah selesai. Elektroda yang tidak terpakai akan disimpan sesuai dengan Instruksi Kerja untuk Penyimpanan Elektroda Penanganan Elektroda Welding. • Setiap api operasi pemotongan akan dilakukan dengan tindakan pencegahan yang sama seperti untuk pengelasan, dengan perawatan ekstra diambil untuk memastikan bahwa setiap terak panas tidak dapat jatuh ke wilayah yang tidak terjangkau, dan terak /stek akan dihapus pada saat penyelesaian tugas. P. PROSEDUR KESELAMATAN KERJA LISTRIK Keselamatan kerja listrik adalah keselamatan kerja yang bertalian dengan alat, bahan, proses, tempat (lingkungan) dan cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan dari keselamatan kerja listrik adalah untuk melindungi tenaga kerja atau orang dalam melaksanakan tugas-tugas atau adanya tegangan listrik disekitarnya, baik dalam bentuk instalasi maupun jaringan. Pada dasarnya keselamatan kerja listrik adalah tugas dan kewajiban dari, oleh dan untuk setiap orang yang menyediakan, melayani dan menggunakan daya listrik.
Undang undang no. 1 tahun 1970
adalah undang undang keselamatan kerja, yang di dalamnya telah diatur pasal-pasal tentang keselamatan kerja untuk pekerja-pekerja listrik. Penyebab utama kematian atau kecelakaan serius yang berhubungan dengan pekerjaan listrik adalah sebagai berikut:
Menggunakan peralatan-peralatan tanpa maintenance yang baik
Kerja terlalu dekat dengan kabel listrik bertegangan tinggi
Penggalian kabel bawah tanah bertegangan
Praktek yang tidak aman saat menggunakan supply utama
Menggunakan peralatan-peralatan yang tidak standar
Tipe Kecelakaan Listrik Akibat yang diderita ketika seseorang terkena kontak listrik yaitu:
Electric shock (kejutan listrik/tersengat arus listrik)
Electrical burns (terbakar listrik)
Loss of muscle control (kehilangan kendali otot)
Electric Shock Tegangan listrik dengan 50 Volt dalam suatu kesempatan, memblok sinyal ke otak dan otot yang dapat menyebabkan:
Jantung berhenti
Sulit bernafas
Kejang otot
Kejang otot dapat menyebabkan cedera fisik, dan kontraksi pada otot Anda.
Static Electricity (Listrik Statis) Tersengat listrik statis dapat terjadi sebagai contoh ketika anda akan masuk ke dalam mobil, dan tegangannya bisa mencapai 10.000 volts. Namun demikian arusnya hanya mengalir dalam hitungan detik sehingga tidak terlalu menimbulkan gangguan kepada orang yang terkontak. Di lokasi kerja dimana ada potensi kebakaran dan ledakan, maka tindakan pencegahan harus dilakukan sehingga electric static ini tidak menjadi pemicu. Prosedur keselamatan saat bekerja dengan peralatan listrik:
Cek peralatan Anda apakah sesuai dan memenuhi standar
Gunakan equipment bertegangan rendah sedapat mungkin
Jika menggunakan 230 volt, gunakan peralatan ELCB
Cek peralatan Anda apakah masih valid sticker Portable Appliance Test (PAT)-nya.
Cek power point, three pin plug dalam keadaan bagus
Cek kabel-kabel dilantai jangan sampai menyebabkan tripping hazard.
Prosedur keselamatan saat bekerja dengan Electrical Equipment, Mesin-mesin dan Instalasinya:
Perencanaan yang matang : pemilihan peralatan-peralatan yang tepat sebelum mulai kerja
Dikerjakan oleh orang yang kompeten
Gunakan equipment yang standar dan sesuai
Q. BEKERJA DI KETINGGIAN Di banyak Negara, jatuh dari ketinggian adalah penyebab terbesar terjadinya kecelakaan fatal di area kerja pada saat bekerja di ketinggian. Masalah yang sering terjadi adalah kecelakaan fatal terjadi ketika pekerja:
Jatuh dari scaffold, tangga, atau vehicles
Jatuh ketika berjalan di atas atap
Jatuh ke dalam galian atau lubang yang tidak diproteksi dengan pagar
Kejatuhan material dari ketinggian
Faktor-faktor umum yang menyebabkan orang jatuh dari tangga adalah disebabkan oleh overreaching (gerakan yang melampaui batas), overbalancing (keseimbangan yang berlebihan), dan pergerakan-pergerakan yang tiba-tiba dan tidak diinginkan. Working at Height atau bekerja di ketinggian adalah pekerjaan dimana posisi atau tempat, termasuk posisi atau tempat dibawah tanah, dimana berpotensi untuk menyebabkan seseorang atau benda terjatuh. Seperti yang dikutip oleh Media K3 dari ECITB guidance, di beberapa negara: minimum jaraknya tidak disebutkan secara spesifik. Tapi banyak yang menggukan standar bekerja diatas 1,8m atau 2m sudah dikategorikan bekerja di ketinggian. Orang yang berdiri di pinggir penggalian atau bekerja disitu sudah dikategorikan bekerja di ketinggian. Sementara orang yang bekerja di dalam penggalian juga dikategorikan bekerja di ketinggian karena memungkinkan benda jatuh ke atas mereka.
Pengendalian Resiko (Hirarki Pengendalian) Pertanyaan pertama yang harus kita ajukan adalah apakah kita perlu melakukan pekerjaan di ketinggian tersebut ? Apakah pekerjaan tersebut bisa dilakukan di ground level (permukaan tanah) dan kemudian dipasang atau diangkat ke posisinya setelah selesai ? Jika sudah tidak ada pilihan lagi dan terpaksa harus dilakukan bekerja di ketinggian maka prioritas selanjutnya adalah bagaimana melindungi pekerja agar tidak terjatuh dari ketinggian. Berikut cara-cara pengendalian bahayanya : 1. Perlindungan bekerja di ketinggian untuk kelompok (menyeluruh): Menggunakan platform yang benar-benar kokoh dan guardrails saat berdiri di ketinggian. Kondisi ini tujuan untuk melindungi pekerja agar tidak terjatuh saat bekerja di ketinggian. Tambahan peralatan lain seperti: fit safety nets, air bags atau crash decking 2. Perlindungan bekerja di ketinggian untuk individu Untuk individual fall protection dapat menggunakan safety harness dan line sebagai persyaratan minimumnya. Penilaian Risiko Bahaya Sebelum mulai bekerja penilaian risiko harus dibuat dan dilengkapi dimana tindakan pengendalian harus dilakukan untuk melindungi pekerja dari resiko kejatuhan atau terjatuh dari ketinggian. Pengawasan juga harus dilakukan saat pekerjaan berlangsung untuk memastikan semua persyaratan K3 sudah dipenuhi.
R. TIPS PERLINDUNGAN TERHADAP POSISI TERGELINCIR, TERSANDUNG DAN TERJATUH Tergelincir, Tersandung, dan Terjatuh adalah salah satu dari sekian banyak sumber bahaya yang ada di area tempat kerja. Tergelincir, Tersandung dan Terjatuh juga merupakan penyebab umum terjadinya kecelakaan tunggal di tempat kerja dan bisa saja menyebabkan cedera yang serius.
Slips (Tergelincir): terjadi ketika kaki kehilangan genggaman/pijakan/cengkeraman
pada
permukaan lantai
Trips (Tersandung): terjadi ketika kaki tersentuh dengan rintangan-rintangan.
Falls ( Terjatuh): terjadi setelah seseorang kehilangan keseimbangan akibat dari tergelincir atau tersandung.
Ada 2 jenis jatuh yaitu: 1. Terjatuh pada level yang sama 2. Terjatuh pada level yang lebih rendah Apakah penyebab dari Tergelincir, Tersandung dan Terjatuh ? Tergelincir :
kondisi lantai basah atau berdebu
adanya tumpahan yang tidak segera dibersihkan
produk dibiarkan tergeletak di lantai
cahaya yang kurang
alas kaki yang tidak sesuai
Tersandung:
Adanya Hambatan/rintangan di lantai
Kabel yang berantakan
perubahan level lantai, tinggi-rendah atau rendah-tinggi
cahaya yang kurang
Bagaimana cara menghindari Tergelincir, Tersandung dan Terjatuh? 1. Konsentrasi saat berjalan, lihat akses jalan di depan anda 2. Periksa tempat kerja apakah ada bahaya-bahaya tergelincir dan tersandung 3. Menjaga tempat kerja bersih, rapi dan bebas dari gangguan 4. Membatasi jalan dan No Go area (dilarang memasuki area) 5. Gunakan pegangan tangan saat naik dan turun tangga 6. Gunakan alas kaki yang cocok 7. Berikan cahaya yang memadai di tempat kerja 8. Simpan semua material dan peralatan yang tidak digunakan di tempat kerja
9. Aturlah kabel-kabel sedemikian rupa agar tertata dengan rapi S. TINDAKAN TIDAK AMAN & KONDISI TIDAK AMAN Dalam dunia industri terutama di bidang industri konstruksi banyak situasi yang memicu terjadinya kecelakaan kerja. Hal tersebut diantaranya adalah tindakan pekerja itu sendiri yang menyebabkan terjadinya kondisi tidak aman. Tindakan Tidak Aman / Unsafe Action Sebagian besar kecelakaan terjadi karena kelalaian/ketidaktahuan manusia/pekerja dan sebagian kecil dikarenakan factor lain. Sebab sebab pekerja melakukan tindakan tidak aman/ Unsafe Action: 1. Karena tidak tahu. Pekerja kurang/ketidaktahuan bagaimana melakukan pekerjaan dengan aman atau potensi bahaya yang akan terjadi sehingga menyebabkan terjadi kecelakaan. 2. Karena tidak mampuan Yang bersangkutan telah mengetahui cara yang aman terhadap potensi bahayanya, tapi karena ketidakmampuannya/kurang terampil sehingga pekerja tersebut melakukan kesalahan dan kegagalan sehingga terjadilah kecelakaan. 3. Kurang Perduli/kesadaran. Pekerja tersebut telah mengetahui dengan jelas cara kerja yang aman dan peraturan peraturan keselamatan kerja yang memang dapat dilaksanakan oleh sipekerja, akan tetapi pekerja tidak melaksanakannya. Kondisi Tidak Aman / Unsafe Condition Berikut beberapa kondisi tidak aman yang berpotensi menimbulkan insiden kecelakaan. 1. Material/barang yang tidak tertata dengan rap 2. Akses jalan yang terhalang 3. Banyaknya kabel power tergenang air 4. Banyak pekerjaan didalam satu tempat yang berbeda jenis pekerjaan, seperti: diatas kegiatan gouging dan dibawah ada kegiatan lainnya sehingga pancaran material panas dapat mencedarai pekerja dibawahnya, atau disatu tempat proses painting dan welding yang dapat memicu api/ledakan. 5. Berjalan dibukan tempat berjalan biasa, contoh: diatas pipa yang tidak terpasang pengaman jatuh 6. Menggerinda dilokasi ada gas yang mudah meledak/terbakar. 7. Merokok dilokasi berdebu atau gas mudah terbakar 8. Banyak sampah dilokasi kerja yang tidak pada tempatnya
Semua itu dapat diminimalkan/dihilangkan dengan berbagai tindakan pengawasan, pembinaan dan pemberitahuan secara terus menerus dan berkelanjutan. Salah satu tindakan/usahan yang dilakukan adalah: 1.
Training kepada pekerja
2.
pemberian reward/penghargaan yang diberikan
3.
Tindakan teguran secara lisan sampai teguran secara tertulis
Dari upaya-upaya tersebut agar keselamatan pekerja, asset perusahaan dan lingkungan dapat terjaga.
Behavior Based Safety Behavior Based Safety (BBS) adalah upaya pencegahan kecelakaan secara proaktif yang berfokus pada At Risk Behavior /perilaku berbahaya yang berpeluang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan dari data statistik kecelakaan kerja bahwa lebih dari 85% kecelakaan disebabkan oleh unsafe action atau perilaku berbahaya dan dengan BBS / perilaku berbasis K3 ini unsafe action sebagai penyebab kecelakaan bisa dikurangi yang kahirnya tercapai nol kecelakaan kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah proses yang berkesinambungan dengan melibatkan semua pihak yang ada dalam organisasi tersebut, sehingga apabila masing-masing anggota telah berperilaku berbasis K3 diharapkan akan tercapai budaya K3 dalam organisasi terebut. Budaya K3 itu sendiri dapat dicapai dengan memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut :
Mengembangkan visi misi serta tujuan K3 yang jelas. Visi, Misi serta tujuan K3 dikomunikasikan ke semua pihak Setiap area berusaha untuk mencapai tujuan K3 masing-masing Mendorong partisipasi semua member untuk mencapai visi, misi serta tujuan K3 Memberdayakan
karyawan
untuk
mencapai
tujuan
K3
Seperti yang telah dijelaskan diatas BBS adalah upaya pendekatan K3 secara proaktif yang dalam prosesnya melakukan identifikasi perilaku berbahaya sebagai penyebab keelakaan. Tujuannya adalah mengurangi terjadinya at risk behavior dengan melakukan observasi, pengarahan dan mempengaruhi secara positif yang pada akhirnya dapat merubah kebiasaan bekerja dengan selamat. ABC- BBS Model Terdiri dari 3 elemen : 1. Activator/Antecedent adalah kejadian yang mendasari perilaku sesorang 2. Behavior / perilaku adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang yang dapat kita lihat
3. Consequence adalah kejadian yang mengikuti perilaku dan merubah kemungkinan yang akan terjadi di kemudian hari. Contoh dari Activator Tujuan Kebijakan Prosedur Standar Kerja Pelatihan JSA Tool Box Meeting dll. Ciri-ciri aktivator : Selalu datang sebelum perilaku (behave) Konsekuensi juga dapat sebagai activator Ada 2 jenis konsekuensi yaitu konsekuensi positif dan negatif. Contoh konsekuensi positif : Tool Box Meeting Bekerja sesuai instruksi Dll Contoh Konsekuensi Negatif : Merokok di area yang mudah terbakar Tidak
mengunakan
APD
sesuai
ketentuan
contoh dari konsekuensi negatif di atas adalah hasil dari At Risk Behavior (perilaku berbahaya). At Risk behavior bisa menyebabkan kecelakaan baik itu kecelakaan ringan ataupun fatal tergantung dari resiko dari pekerjaan yang dilakukannya. Berikut ini beberapa alasan orang melakukan at risk behavior : Kesadaran Kebiasaan Tidak disengaja Adapun
BBS
berfokus
pada
Kebiasaan
dan
perilaku
yang
tidak
disengaja.
Lawan dari at risk behavior (perilaku berbahaya) adalah Safe Behavior (Perilaku selamat) yang apabila dilaksanakan secara konsisten maka hal tersebut merupakan upaya pencegahan kecelakaan.
Carilah Fakta Dalam Melakukan Analisis Kecelakaan Published May 25, 2013 | By admin Kebanyakan investigasi kecelakaan dilakukan untuk mencari siapa yang melakukan kesalahan dalam proses terjadinya kecelakaan. Istilah “investigasi” yang digunakanpun sebenarnya kurang tepat. Katakata investigasi umumnya digunakan pada proses penyelidikan kejadian kriminal pada kepolisian, yang tujuannya mencari pelaku kriminal atau kejahatan. Istilah investigasi kecelakaan telah mengarahkan kita kepada pencarian pelaku penyebab terjadinya kecelakaan yang pada akhir akan memberikan vonis salah dan hukuman kepada pekerja. Kita seringkali melakukan interogasi terhadap pekerja yang terlibat dalam terjadinya proses kecelakaan, hal ini akan menimbulkan ketakutan bagi pekerja dan mereka berusaha membela diri dan menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Tidak ada orang yang mau disalahkan meskipun dia telah melakukan kesalahan, seseorang akan melakukan pembelaan diri jika disalahkan dalam suatu kejadian. Metode investigasi kecelakaan seperti ini tidak akan dapat menemukan penyebab kecelakaan yang sebenarnya. Untuk mendapatkan penyebabkan kecelakaan yang sebenarnya maka yang harus dilakukan adalah analisis kecelakaan untuk menemukan fakta. Yang menjadi pokok tujuan adalah mencari fakta-fakta yang akan mengarahkan kita kepada penyebab kecelakaan yang sebenarnya. Apa bedanya antara investigasi kecelakaan dengan analisis kecelakaan?. Tabel 2.1 dibawah ini menunjukkan perbedaan antara investigasi kecelakaan dengan analisis kecelakaan. Tabel 2.1. Perbedaan Antara Invesitigasi Kecelakaan dengan Analisis Kecelakaan No.
Investigasi Kecelakaan
Analisis Kecelakaan
1
Dilakukan oleh personel K3 atau personel Dilakukan oleh tim yang melibatkan investigasi K3 profesional.
2
beberapa departemen dan fungsi.
Pokok tujuan mencari kesalahan kerja Pokok tujuan mencari fakta-fakta yang yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. menyebabkan terjadinya kecelakaan.
3
Bersifat reaktif terhadap kecelakaan yang Bersifat proaktif terhadap semua jenis menyebabkan korban atau cidera serius.
4
Umumnya
hanya
menemukan
penyebab kecelakaan. 5
satu Akan menemukan beberapa penyebab kecelakaan.
Pendekatan yang dilakukan tidak bersifat Pendekatan komprehensif.
6
kecelakan dan kejadian hampir celaka.
Rekomendasi hanya kecelakaan.
yang
dilakukan
bersifat
komprehensif atau menyeluruh. yang
dihasilkan
bagaimana
adalah Rekomendasi
menghindari bagaimana meningkatkan
yang
dihasilkan
memperbaiki proses
kerja
adalah dan untuk
menghasilkan kinerja yang lebih baik dan
aman. 7
Diskusi yang dilakukan mengarah kepada Diskusi mengarah kepada pencarian faktamencari
siapa
yang
salah
sehingga fakta sehingga menimbulkan suasana yang
menimbulkan suasana yang kaku. 8
Pihak
manajemen
perbaikan
terhadap
akan
saling mendukung.
melakukan Pihak
lingkungan
pekerja
akan
memberikan
kerja rekomendasi perubahan lingkungan kerja.
berdasarkan hasil hasil invesitigasi. 9
Aplikasi dari solusi diterapkan secara Aplikasi dari solusi diterapkan secara lebih sempit atau terbatas.
10
luas.
Evaluasi difokuskan kepada laju tingkat Evaluasi kecelakaan.
partisipasi sistem K3.
difokuskan pekerja
kepada
dalam
tingkat
menerapkan
Artikel K3: Standard of Work Control Published May 7, 2013 | By admin Sebuah ledakan terjadi disebuah tanki penyimpanan Asam Sulfat akibat percikan dari panas yang dilakukan disekitarnya, panas tersebut telah memicu terjadinya nyala dari uap mudah terbakar didalam tanki. Ledakan telah mengakibatkan tanki rusak berat dan seluru Asam Sulfat yang terdapat didalam tanki tumpah keluar. Tanki lain yang berada disekitar tanki Asam Sulfat juga terkena dampak ledakan sehingga juga mengalami kerusakan dan isinya juga tumpah keluar. Tumpah asam mengalir ke sungai yang berada didekat area tanki dan mengkontaminasi air sungai tersebut. Sebelum kejadian, kontraktor sedang melakukan perbaikan kisi-kisi catwalk yang tepat berada diatas tanki. Ijin kerja panas telah dikeluarkan meskipun diketahui ada lobang pada atap dekat tanki, didalam ijin kerja panas sudah disebutkan agar melakukan kontrol ketat terhadap spark dari pengelasan karena dikhawatirkan sparknya akan mengenain tanki yang berada dibawahnya. Namun si kontraktor mengambil inisiatip untuk mengganti pemotong oxy-acetylene dengan air carbon arc gouging yang tidak menimbulkan spark. Namun sistem ini menimbulkan panas yang luar biasa sehingga melelehkan besi yang dipotong dan lelehanya berjatuhan ke area-area sekitarnya. Akibatnya muncul percikan yang membakar gas / uap yang mudah terbakar yang keluar dari lobang tanki dan menimbulkan ledakan yang menewaskan satu orang dan melukai delapan lainnya. Kejadian tersebut adalah akibat tidak adanya kontrol yang baik terhadap ijin kerja panas yang dilakukan, pemotongan dan pengelasan didekat tanki yang terdapat gas atau uap mudah terbakar harus dilakukan pengukuran adanya gas atau uap mudah terbakar dan pemantauan secara terus menerus selama pekerjaan berlangsung. Serta menggunakan selimut atau cover untuk mencegah adanya percikan panas atau spark ke area yang mudah terbakar. Dari hasil investigasi juga ditemukan tidak adanya tindakan yang diambil ketika ijin kerja panas ditolak pada dua kesempatan sebelumnya untuk pekerjaan perbaikkan. Adanya lobang pada atap sudah diketahui dan diberitahukan kepada kontraktor agar menjadi perhatian karena berbahaya dan dapat diantisipasi agar tidak terjadi kecelakaan. Perusahaan dikenakan sanksi karena telah gagal menyimpan Asam Sulfat yang mengakibatkan kematian dan kontaminasi terhadap lingkungan. Selain denda kompensasi yang dibayar kepada korban sebesar US$ 37,000,- ditambah denda terhadap kerusakaan lingkungan sebesar 10 juta USD. Kejadian diatas adalah merupakan salah satu contoh kecelakaan yang diakibatkan oleh lemahnya kontrol terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau kontraktor. Dari studi-studi yang dilakukan pada berbagai perusahan oil & gas, ditemukan hanya 10% kecelakaan yang tidak ada korelasinya dengan sistem kontrol pekerjaan, sementara 90% kecelakaan lainnya berkaitan dengan sistem kontrol pekerjaan. Sebuah perusahan minyak dunia terkemuka mengembangkan standar kontrol kerja (Control of Work Standar), standar ini memiliki 12 elemen yang harus diterapkan agar kecelakaan seperti diatas dapat dihindari, elemen-elemen tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Prosedur tertulis harus dibuat untuk setiap sistem kontrol kerja. 2. Penanggung jawab dan peran dalam setiap prosedur sistem kontrol kerja harus ditetapkan. 3. Semua personal yang terlibat didalam sistem kontrol kerja harus di training dan memiliki kompetensi yang baik untuk menjalankan tugasnya. 4. Perencanaan dan jadual pekerjaan harus berkaitan dengan tugas-tugas individu dan interaksi diantara mereka. 5. Tugas atau pekerjaan tidak boleh dilakukan tanpa kajian risiko. 6. Sebelum melakukan pekerjaan di area-area berbahaya seperti confined space, kerja panas dan lain-lain harus mendapatkan surat ijin kerja terlebih dahulu. 7. Ruang lingkup, bahaya, kontrol dan mitigasi harus dikomunikasikan secara tertulis dan ditanda tangani oleh semua yang terlibat dalam pekerjaan tersebut. 8. Semua pekerjaan yang memerlukan ijin kerja harus dimonitor dan dikontrol oleh personal yang bertanggung jawab secara berkala. 9. Pekerjaan lapangan yang ditinggalkan harus dalam kondisi aman baik setelah selesai pekerjaan ataupun pada saat istirahat. 10. Proses standar kontrol kerja harus masuk kedalam proses tinjaun berkala (audit). 11. Pelajaran atau masukan dari internal dan eksternal yang mempengaruhi proses standar kontrol kerja harus diambil, dimasukkan dan di informasikan. 12. Standar kontrol kerja harus jelas dan dipahami oleh semua pekerja sehingga mereka bisa menghentikan setiap pekerjaan yang tidak aman. Standar kontrol pekerjaan ini diterapkan pada proses kerja konstruksi, perbaikan atau perawatan, pembongkaran, dan lain-lain. Standar ini tidak perlu diterapkan untuk proses kerja rutin produksi atau aktivitas normal sehari-hari. Dengan menerapkan standar ini diharapkan risiko pekerjaan dapat diturunkan sehingga bisa mencegah kecelakaan yang tidak diinginkan.
Artikel K3: Budayakan Saling Ketergantungan – Kerjasama Team Artikel K3 by admin Saya seringkali mendengar keluhan dari departemen safety atau personel safety dari berbagai perusahaan yang pernah saya kunjungi atau hadir dalam berbagai seminar yang pernah saya adakan, mereka mengatakan bahwa mereka tidak ubahnya seperti polisi lalulintas yang menjaga lalulintas jalan raya agar para pengemudi mematuhi rambu-rambu lalulintas. Manakala polisi lalulintas sudah tidak ditempat, maka berbagai pelanggaranpun terjadi dan tidak ada yang peduli. Ketika safety manager atau safety engineer melakukan inspeksi atau patroli kelapangan, para pekerja segera mematuhi rambu-rambu keselamatan, namun manakala para petugas safety sudah tidak ditempat maka para pekerja sudah melupakan semua rambu-rambu dan aturan sistem keselamatan. Hanya safety manager atau safety engineer yang berteriak dan peduli akan sistem keselamatan, itupun dilakukan karena merupakan tugas utama mereka, karena mereka direkrut untuk mengurusi semua yang berkaitan dengan sistem keselamatan kerja. Dan pada umumnya hanya mereka yang berada didepartemen atau bagian safety atau K3 yang memiliki pengetahuan yang baik tentang sistem keselamatan. Kenapa hal ini terjadi?, karena asumsi dan persepsi yang sudah terbagun didalam suatu organisasi perusahaan bahwa sistem keselamatan adalah menjadi tanggung jawab bagian atau departemen keselamatan. Padahal semua pekerja yang terlibat dalam proses industri harus memiliki pengetahuan yang baik tentang sistem keselamatan, terutama yang berkaitan dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Sistem keselamatan adalah tanggung jawab bersama dan tanggung jawab setiap individu didalam oragnisasi. Karena apapun bentuk kecelakaan yang terjadi akan merugikan perusahaan, departemen dan individu-individu yang ada didalam organisasi tersebut. Oleh sebab itu tidak bisa hanya mengandalkan personel safety yang mungkin hanya berjumlah beberapa orang saja untuk menjaga dan menjalankan sistem keselamatan didalam organisasi perusahaan. Bahwa setiap individu bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan dirinya sudah barang tentu suatu hal yang wajib, tidak ada manusia yang ingin celaka kecuali sudah tidak waras. Namun kecelakaan bisa saja terjadi disebabkan oleh rekan-rekan kerja kita yang lain dan berakibat kepada pekerja yang lain. Misalnya seorang pekerja telah lalai dalam bekerja dengan bahan kimia yang bersifat beracun sehingga terjadi tumpahan bahan kimia beracun tersebut, yang berakibat terjadinya pelepasan uap beracun kearea atau lingkungan kerja dan meracuni banyak pekerja yang ada dilingkungan kerja tersebut. Kelalaian seorang pekerja dapat mencelakai banyak pekerja yang lain. Untuk menghindari kecelakaan tersebut maka kepedulian terhadap keselamatan rekan-rekan kerja harus dibangun didalam organisasi. Paradigma saling menjaga, peduli atau saling ketergantungan dan kerjasama dalam kelompok kerja harus dibangun secara bersama-sama dan meninggalkan paradigma keselamatan individu dan tidak peduli dengan rekan kerja lain harus ditinggalkan. Saling mengingatkan dan peduli akan keselamatan dalam kelompok kerja harus dibudayakan didalam organisasi sehingga akan muncul tanggung jawab yang
lebih besar terhadap keselamatan semua individu didalam organisasi. Setiap individu harus berani mengingatkan rekan kerjanya yang lain jika melakukan pelanggaran atau mengabaikan keselamatan. Dan setiap indvidu juga harus membuka diri dan berbesar hati jika diingatkan oleh rekan kerjanya yang lain, karena peringatan tersebut adalah demi kebaikkan dirinya dan pekerja lain yang ada disekitarnya. Saling mejaga dan peduli ini tidak hanya bersifat horizontal sesama pekerja akan tetapi juga bersifat vertikal antara pekerja dan atasan. Semua line manajer harus menjaga dan peduli dengan keselamatan semua pekerja baik didalam kelompok kerja yang dipimpinnya atau kelompok kerja lain yang dia temukan pelanggaran. Menjaga dan peduli tidak hanya dari atas kebawah akan tetapi juga dari bawah keatas, pekerja tidak perlu segan untuk mengingatkan jika ada atasan yang melakukan pelanggaran keselamatan, dan atasan jangan merasa tersinggung atau sungkan menerima masukkan atau peringatan dari bawahannya. Jika budaya saling menjaga dan peduli akan keselamatan didalam organisasi sudah terbagun, maka sistem keselamatan berkelanjutan akan dapat dicapai.
TEORI KEPEMIMPINAN Kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua hal: pertama, adanya kenyataan bahwa penggantian pemimpin seringkali mengubah kinerja suatu unit, instansi atau organisasi; kedua, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi adalah kepemimpinan, mencakup proses kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi, kompetensi dan tindakan pemimpin yang bersangkutan (Yukl, 1989). Kenyataan dan/atau gagasan, serta hasil penelitian tersebut tak dapat dibantah kebenarannya. Semua pihak maklum adanya, sehingga muncul jargon “ganti pimpinan, ganti kebijakan”, bahkan sampai hal-hal teknis seperti ganti tata ruang kantor, ganti kursi, atau ganti warna dinding. Demikianlah, kepemimpinan itu merupakan fenomena yang kompleks sehingga selalu menarik untuk dikaji. Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat, atau karakteristik bawaan lahir, atau traits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan kontingensi atau contingency approach. Pada perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak pada cara-cara menjadi pemimpin yang efektif, termasuk dengan mengembangkan kesadaran tentang kapasitas spiritual untuk menjadi pemimpin profesional dan bermoral. Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental di dalam menganalisis proses dan dinamika di dalam organisasi. Untuk itu banyak kajian dan diskusi yang membahas definisi kepemimpinan yang justru membingungkan. Menurut Katz dan Kahn (dalam Watkin, 1992) berbagai
definisi kepemimpinan pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yakni “sebagai atribut atau kelengkapan dari suatu kedudukan, sebagai karakteristik seseorang, dan sebagai kategori perilaku”. Pengertian kepemimpinan sebagai atribut atau kelengkapan suatu kedudukan, diantaranya dikemukakan oleh Janda (dalam Yukl, 1989) sebagai berikut. “Leadership is a particular type of power relationship characterized by a group member’s perception that another group member has the right to prescribe behavior patterns for the former regarding his activity as a group member”. (Kepemimpinan adalah jenis khusus hubungan kekuasaan yang ditentukan oleh anggapan para anggota kelompok bahwa seorang dari anggota kelompok itu memiliki kekuasaan untuk menentukan pola perilaku terkait dengan aktivitasnya sebagai anggota kelompok, pen.). Selanjutnya contoh pengertian kepemimpinan sebagai karakteristik seseorang, terutama dikaitkan dengan sebutan pemimpin, seperti dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2000) bahwa “Leaders are agents of change, persons whose act affect other people more than other people’s acts affect them”, atau pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang bertindak mempengaruhi orang lain lebih dari orang lain mempengaruhi dirinya. Adapun contoh pengertian kepemimpinan sebagai perilaku dikemukakan oleh Sweeney dan McFarlin (2002) yakni: “Leadership involves a set of interpersonal influence processes. The processes are aimed at motivating sub-ordinates, creating a vision for the future, and developing strategies for achieving goals”, yang dapat diartikan bahwa kepemimpinan melibatkan seperangkat proses pengaruh antar orang. Proses tersebut bertujuan memotivasi bawahan, menciptakan visi masa depan, dan mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan. Sehubungan dengan ketiga kategori pengertian di atas, Watkins (1992) mengemukakan bahwa “kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki kekhasan dari suatu kelompok yang dapat dibedakan secara positif dari anggota lainnya baik dalam perilaku, karakteristik pribadi, pemikiran, atau struktur kelompok”. Pengertian ini tampak berusaha memadukan ketiga kategori pemikiran secara komprehensif karena dalam definisi kepemimpinan tersebut tercakup karakteristik pribadi, perilaku, dan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut maka teori kepemimpinan pada dasarnya merupakan kajian tentang individu yang memiliki karakteristik fisik, mental, dan kedudukan yang dipandang lebih daripada individu lain dalam suatu kelompok sehingga individu yang bersangkutan dapat mempengaruhi individu lain dalam kelompok tersebut untuk bertindak ke arah pencapaian suatu tujuan. SEMOGA BERMANFAAT
Safe Working Condition By HSP, Author: Ismail. A Tindakan tidak aman sering kali dinyatakan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Sejumlah data kecelakaan yang dilaporkan menunjukkan bahwa kecelakaan terjadi akibat buruknya praktek kerja, salah dalam membuat keputusan, kurangnya kontrol, kesembronoan dan tindakan yang bodoh. Berdasarkan hal tersebut banyak yang berpendapat bahwa dengan menghentikan unsafe act maka kecelakaan tidak akan terjadi. Menerima pendapat ini secara harfiah malah dapat menjadi salah kaprah dalam menerapkan sistem keselamatan terutama dalam upaya meningkatkan kondisi kerja yang aman (safe working condition). Jika diamati lebih jauh dan dalam banyak kasus, kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh kombinasi antara kondisi kerja yang tidak aman dan tindakan atau perilaku tidak aman. Jarang sekali terjadi kecelakaan yang semata-mata disebabkan oleh tindakan tidak aman sementara kondisi kerja sangat aman. Kondisi kerja tidak aman misalnya adalah disain dan konstruksi sistem kerja yang buruk, kerapian dan kebersihan yang buruk, prosedur kerja yang dapat menimbulkan bahaya, instruksi kerja tidak memenuhi standar, kurangnya sistem pengaman pada mesin, perawatan mesin yang kurang baik, mesin yang sudah tua sehingga kinerjanya sudah tidak optimal dan lain sebagainya (DeReamer, 1981). Kondisi kerja yang tidak aman ini akan memperbesarkan potensi terjadinya tindakan tidak aman dari pekerja. Untuk memperkecil terjadinya tindakan tidak aman dari pekerja maka kondisi kerja harus diperbaiki, maka ada teori yang membahas hubungan antara mesin dengan manusia (DeReamer, 1981) dan teknologi keselamatan dengan faktor manusia (Hoyos, 1998). Kedua teori ini lebih banyak melakukan pendekatan dari sisi teknologi atau kondisi kerja (lingkungan). Teori Hoyos berpedoman pada pertama
hirarki adalah
sistem
keselamatan
mengurangi
kerja
seperti
pada
Gambar
dibawah.
Tahap
bahaya dengan cara menggunakan bahan-bahan yang kurang
berbahaya, misalnya menggunakan bahan kimia yang tingkat bahayanya rendah. Jika menggunakan bahan berbahaya tidak dapat dihindari maka dilakukan tahap kedua yaitu dengan memisahkan sumber bahaya dengan manusia, misalnya dengan menggunakan sistem proses yang tertutup, dinding tahan api, tangki tahan tekanan dan temperatur tinggi, dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah memberikan alat pelindung diri dan melengkapi mesin atau peralatan dengan pengaman seperti alarm, tombol darurat, kontrol otomatis untuk mengurangi kontak dengan manusia dan lain-lain.
Selanjutnya tahap terakhir adalah memperbaiki perilaku pekerja dalam melakukan pekerjaan. Meskipun ketiga aspek sebelumnya sudah dilaksanakan, namun apabila pekerja tidak mematuhi peraturan yang ada, seperti menggunakan alat pelindung diri, menempatkan bahan baku sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan, melakukan pengamatan secara benar dan baik terhadap parameter proses dan lain-lain, maka potensi terjadinya kecelakaan kerja masih besar. Tujuan yang paling penting dari peningkatan kondisi atau lingkungan kerja yang aman adalah mengurangi kemacetan, tekanan dan ketegangan dari alur proses kerja. Beberapa program yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi kerja adalah disain mesin atau peralatan, perawatan mesin, tata letak, metode proses, pencahayaan, pemanasan, ventilasi, sistem pertukaran udara, peredam suara dan lain-lain (DeReamer, 1981). Proses dan fasilitas produksi pada umumnya melalui beberapa tahapan pengembangan, dan tahapantahapan tersebut dapat dinyatakan sebagai suatu siklus. Siklus dari proses dan fasilitas produksi secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut (Johnson et al., 2003):
Initial concept/laboratory research
Process development; small-scale or pilot plant operations
Full-scale engineering design and facility construction
Full-scale startup and operation, including shutdown and maintenance activities
Modifications and expansions
Mothballing/decommissioning and demolition.
Setiap tahapan tersebut harus dikaji secara mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan keselamatan kerja untuk meminimalkan resiko terjadinya kecelakaan.
Total Safety Culture: Pergeseran Paradigma Kerjasama Team (Teamwork) By HSP – Penulis: Ismail. A Tidak semua orang bisa bekerja sama didalam satu team. Bekerja dalam team memerlukan kesabaran setiap orang yang terlibat. Berapa banyak orang yang merasa bahwa mengerjakan sesuatu dalam team malah menjadi lebih lama dan tidak efektif. Tentu saja hal tersebut ada benarnya jika team tidak bisa bekerjasama dengan baik dan efektif. Didalam safety culture atau budaya K3, kerja team justru lebih diutamakan dari pada kerja secara individu. Ada beberapa paradigma baru yang dipromosikan dalam teori budaya keselamatan dalam meningkatkan efektifitas kerjasama team (teamwork). 1. Dari kinerja individu menjadi kinerja team Manajemen tradisional mengukur kinerja atau keberhasilan secara individu. Sehingga muncul kompetisi dan upaya untuk berhasil sendiri-sendiri didalam organisasi. Yang terpenting adalah tugas saya selesai dan tidak mendapat kecelakaan, peduli apa dengan rekan-rekan kerja yang lain. Selama saya baik dan berhasil maka kinerja saya akan dinilai baik, meskipun tingkat kecelakaan didalam organisasi saya masih tinggi. Sistem majemen keselamatan yang modern mengajarkan untuk mengukur kinerja team. Jadi bukan lagi “ Apa yang bisa kamu lakukan dan apa yang kamu dapat”, akan tetapi “ Bagaimana kamu berkolaborasi dengan yang lain dan apa yang dicapai oleh team”. Namun bukan berarti kinerja individu dilupakan, akan tetapi porsi pengukuran kinerja team menjadi lebih besar. Hal ini akan menimbulkan dan mengajarkan tanggung jawab terhadap kelompok kerja atau rekan-rekan kerja yang lain. Sehingga keberhasilan individu akan diiringi dengan keberhasilan team atau organisasi. Bagaimana mungkin kita bisa memberikan penghargaan keberhasilan kepada individu sementara organisasi secara keseluruhan berprestasi buruk atau tingkat kecelakaan tinggi. Maka didalam budaya K3, kinerja individu diukur dari kontribusi yang dia lakukan didalam organisasi atau team dan pencapaian team. 2. Dari pekerjaan individu menjadi pekerjaan team Efektifitas kerjasama team akan terjadi manakala setiap individu yang diberi tanggung jawab pekerjaan adalah untuk meningkatkan kinerja team. Setiap individu menerima tugas masing-masing dan melaksanakan tanggung jawabnya dalam rangka membantu pencapaian target oragnisasi atau team. Jadi bukan menyelasaikan tugas pekerjaan secara indvidu untuk menyenangkan atasan. Teamwork memerlukan perubahan dari pencapaian personal goals menjadi pencapaian target secara team atau kelompok. 3. Dari penghargaan kompetisi menjadi penghargaan kerjasama Dari poin 1 dan 2 diatas sudah dijelaskan bahwa kinerja diukur berdasarkan pencapaian atau keberhasilan team, dan pelaksanaan pekerjaan dilakukan dalam rangka mencapai target dari team bukan individu. Demikian pula penghargaan dari keberhasilan tidak diberikan secara individu akan tetapi penghargaan atas keberhasilan bersama karena kerjasama yang baik dari team. Pardigma ini akan merubah kompetisi individu yang seringkali tidak sehat menjadi kerjasama dan kerbersamaan dalam mencapai target organisasi. 4. Dari ketergantungan individu menjadi ketergantungan team
Jika budaya kerjasama dalam mencapai target dan mengukur kinerja team telah diterapkan, maka akan muncul saling ketergantungan didalam team atau organisasi. Tidak akan ada orang yang merasa bahwa dia bisa berhasil sendiri tanpa rekan kerja yang membantunya. Setiap pekerja akan merasa adanya saling ketergantungan dan membutuhkan dalam melakukan pekerjaan, sehingga akan muncul perilaku saling membantu dan saling mengingatkan atau menjaga satu sama lain. Karena mereka menyadari jika ada yang gagal atau celaka akan berdampak pada keberhasilan team dan keberhasilan team adalah keberhasilan mereka sendiri secara individu. 5. Dari komunikasi orang ke orang menjadi interaksi kelompok Safety culture juga mengutamakan komunikasi dalam bentuk interaksi kelompok. Setiap indvidu didorong untuk menyampaikan pendapat atau usulan dan dilibatkan dalam setiap bentuk diskusi. Komunikasi tidak hanya dari top-down akan tetapi juga dari button-up. Artinya setiap atasan atau supervisor harus membuka diri untuk menerima masukkan dari team. Safety meeting merupakan media komunikasi dan interaksi antar indvidu dalam kelompok. Semakin tinggi tingkat interaksi dari individu didalam team, akan semakin meningkatkan personal commitment untuk mencapai target team. Hal tersebut juga akan membangun lingkungan kerja yang kondusive, meningkatkan kebersamaan, meningkatkan motivasi kerja dan rasa memiliki terhadap program yang sudah disepakati. Ingin lebih mendalami bagaimana cara menerapkan Total Safety Culture Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Ikuti Training Total Safety Culture dari HSP Academy, pada tanggal 11 Februari 2012, bertempat di Hotel ibis Jakarta Slipi. Untuk informasi lebih detail hubungi HSP Academy atau melalui email:
[email protected]
SEMOGA BERMANFAAT HSP
Grounding Yang Efektif Untuk Mencegah Kebakaran By HSP, (Ref. Nationwide bulletin) Listrik statis telah menyebabkan tejadinya kebakaran yang serius pada banyak industri manufaktur. Percikan atau spark yang timbul akibat listrik statis dapat membakar uap mudah terbakar (flammable vapor). Pembentukan listrik statis adalah karena adanya aksi kontak dan pemisahan zat yang berbeda. Cairan menghasilkan statis ketika cairan mengalir melalui pipa atau selang; ketika cairan jatuh melalui udara dalam bentuk tetes atau semprotan, ketika cairan memercik di dalam tangki, dan ketika udara atau gas dialirkan melalui cairan sehingga membentuk gelembung cairan. Jika tidak ada jalan atau penyaluran dari listrik statis yang terbentuk, maka muatan listrik statis akan mengumpul dan membentuk tegangan listrik yang cukup untuk menimbulkan spark atau percikan. Maka apabila bekerja dengan bahan flammable atau mudah terbakar, maka container atau kemasan harus dipasang grounding dan mengikat kemasan tersebut untuk menghindari terbentuknya listrik statis. Gambar dibawah ini merupakan salah satu contoh sistem grounding yang efektif untuk menghindari terjadinya kebakaran dari bahan kimia mudah terbakar ketika dilakukan pemindahan tanpa/dengan menggunakan pompa dari satu kemasan ke kemasan yang lain.
PERANAN KESALAHAN MANUSIA DALAM KECELAKAAN By HSP, Usaha untuk mengurangi kecelakaan kerja dengan memperbaiki metode keselamatan dari sisi engineering atau teknis sudah sejak lama dilakukan, namun hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan karena masih tingginya angka kecelakaan. Dari berbagai penelitian terhadap kecelakaan major oleh berbagai peneliti ditemukan bahwa peran kesalahan manusia atau human error ternyata sangat signifikan. Bahkan beberapa peneliti sampai pada kesimpulan bahwa human error merupakan factor paling utama penyumbang terjadinya kecelakaan yang menghilangkan nyawa manusia, cidera pada pekerja dan kerusakan pada fasilitas perusahaan. Human error juga memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas, produksi dan profotabilitas perusahaan. Berikut adalah beberapa contoh hasil kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh para ahli dibidang safety:
Joshcheck (1981) : 80-90% kecelakaan di industri kimia disebabkan oleh human error.
Ramussen (1989) : Melakukan studi pada 190 kecelakaan di industry kimia menemukan 4 penyebab utama, yaitu:
o
Kurangnya pengetahuan – 34%
o
Kesalahan disain – 32%
o
Kesalahan prosedur – 24%
o
Kesalahan personel – 16%
Butikofer (1986): Melakukan penelitian kecelakaan kerja pada industry petrokimia dan refinery, menemukan beberapa factor berikut sebagai penyebab kecelakaan:
o
Kegagalan disain dan peralatan – 41%
o
Kegagalan personel dan perawatan – 41%
o
Ketidaklengkapan prosedur – 11%
o
Ketidaklengkapan inspeksi – 5%
o
Lain-lain – 2%
Uehara and Hoosegow (1986): Melakukan penelitian terhadap kecelakaan kebakaran pada industry refinery, 58% penyebab kebakaran adalah human error: o
Manajemen yang tidak tepat – 12%
o
Disain yang kurang tepat – 12%
o
Material yang kurang tepat – 10%
o
Kesalahan operasi – 11%
o
Inspeksi yang kurang tepat – 19%
o
Perbaikan yang kurang tepat – 9%
o
Kesalahan lain -27%
Oil Insurance Association Report on Boiler Safety (1971): Menemukan bahwa 73% kerusakaan boiler pada saat start up dan 67% ledakan pada boiler disebabkan oleh human error.
Ismail (2010) : Melakukan penelitian pada industry kimia hilir di Indonesia untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya potensi bahaya reaktifitas kimia, dari hasil penelitian ditemukan enam faktor penyebab utama, yaitu: o
Training & Kompetensi – 7.7%
o
Prosedur dan standar kerja – 18.8%
o
Faktor kesalahan pekerja – 36.9%
o
Komitmen Manajemen – 13.3%
o
Keamanan dan kenyamanan lingkungan kerja – 22.9%
o
Analisis bahaya dan risiko – 0.5%
Selain dari penelitian secara formal yang disebutkan diatas, hampir semua hasil investigasi kecelakaan besar dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan hal yang sama, yaitu penyebab utama kecelakaannya adalah human error. Misalnya kecelakaan pada Texas City, Piper Alpha, Ledakan pada Phillip 66, Feyzin, Mexico city, telah menunjukkan bahwa kesalahan manusia merupakan faktor kausal yang sangat signifikan pada tingkat disain, operasi, pemeliharaan dan manajemen proses. Level paling dasar didalam struktur system produksi yang mempengaruhi human error adalah faktorfaktor organisasi yang menciptakan prakondisi terjadinya kesalahan manusia. Top manajemen perusahaan sangat menentukan level kondisi kinerja apakah mendorong kearah yang efektif atau menimbulkan kesalahan pada tingkat operasional. Prioritas organisasi akan sangat berpengaruh terhadap sejauh mana sumber daya yang tersedia untuk membantu menerapkan system keselamatan pada proses produksi. Sikap yang mengarah kepada menyalahkan akan sangat menentukan berkembangnya budaya saling menyalahkan didalam organisasi, yang berdampak pada menurunnya motivasi kerja dan meningkatnya human error. Faktor-faktor seperti dorongan untuk berpartisipasi, dan kualitas dari komunikasi antara manajemen dan pekerja akan memberikan dampak yang besar terhadap budaya keselamatan. Kebijakan yang jelas untuk memastikan kualitas dari prosedur dan training akan sangat berpengaruh terhadap kecendrungan terjadinya human error. Pada level berikutnya yang juga sangat berpengaruh terhadap human error adalah line manajemen yang merupakan perpanjangan tangan dari top manajemen. Meskipun top manajemen sudah mengambil kebijakan yang tepat namun jika tidak mendapatkan dukungan yang baik dari line manajemen maka kebijakan tersebut tidak akan efektif, dan hal ini akan mendorong meningkatnya human error. Level selanjutnya dalam struktur system produksi adalah merupakan kegiatan yang dilakukan didalam pabrik untuk membuat produk dimana terjadi interaksi antara manusia dan peralatan kerja, seperti proses pengoperasian mesin, loading material, pemotongan, pengadukan, dst. Dalam proses teknologi
modern yang serba otomatis, aktifitas fisik pekerja akan lebih rendah dari pada menggunakan teknologi konvensional yang mengandal fisik. Dalam proses teknologi yang modern lebih mengandalkan keterampilan kognitif pekerja untuk pemencahan masalah, melakukan diagnosis, dan pengambilan keputusan dalam proses dan optimasi produksi. Keterlibatan pekerja juga sangat tinggi dalam proses perawatan dan perbaikan peralatan produksi. Level terakhir dalam system produksi adalah pertahanan terhadap bahaya yang akan datang. Pertahanan dapat dilakukan dalam beberapa bentuk seperti pertahanan rekayasa engineering (emergency shutdown system, release valve, containment, fire extinguisher, dst), pertahanan system manusia (keahlian dan pengetahuan terhadap bahaya) dan control administrative seperti ijin kerja, prosedur kerja, dst. Dari lapisan struktur system produksi tersebut dapat dilihat berbagai faktor yang berpotensi mendorong terjadinya human error yang dapat mengakibatkan terjadi kecelakaan kerja. Secara urutan rangkaian dapat dijelaskan sebagai berikut: Kebijakan yang tidak tepat –> Pelaksanaan yang tidak memadai dari line manajemen –> Kondisi lingkungan kerja yang kondusif untuk terjadinya kesalahan kerja –>Tindakan yang tidak aman dari pekerja –>Pertahanan yang kurang memadai –>Terjadinya kecelakaan akibat human error. SEMOGA BERMANFAAT HSP
Manajemen Standar Untuk Menangani Stress Kerja (Work-Related Stress) By HSP, Apa itu Stress? Stress adalah suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka. Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan. (Sumber Wikipedia). Mengapa kita perlu untuk mengatasi stress?
Sekitar 1 dari 5 orang mengatakan bahwa mereka mengalami stress atau sangat stress dalam pekerjaan mereka.
Lebih dari setengah juta orang melaporkan mengalami sakit akibat dari stress pekerjaan.
Setiap kasus sakit akibat stress kerja mengakibatkan kehilangan 29 hari waktu kerja. Sebanyak 13,4 juta hari total kehilangan waktu kerja pada tahun 2001.
Kerugian atau biaya yang dikeluarkan untuk penyakit akibat stress kerja berkisar antara £ 37 Miliar – £ 38 Miliar setahun (1995-1996).
(Sumber Health and Safety Executive). Mengingat demikian besarnya dampak kerugian yang diakibatkan oleh stress kerja, maka Health and Safety Executive (HSE) di UK membuat manajemen standar untuk mengatasi atau mengurangi stress di tempat kerja. Guidance atau manajemen standar yang dikeluarkan oleh HSE mencakup enam (6) elemen penting dalam mengendalikan stress kerja ditempat kerja. Jika enam elemen tersebut tidak ditangani dengan baik, maka akan dapat berdampak terhadap kesehatan pekerja, kesejahteraan pekerja, produktivitas kerja, kecelakaan kerja, kenyamanan bekerja, hubungan kerja, dan lain-lain. Enam elemen penting yang harus ditangani secara baik dan berkelanjutan adalah sebagai berikut: 1. Tuntutan – seperti beban kerja, pola kerja dan lingkungan kerja. 2. Kontrol – berapa banyak pekerja mengatakan bahwa mereka telah melakukan pekerjaan mereka sesuai SOP namun gagal. 3. Dukungan – seperti dorongan, motivasi, kelengkapan sumber daya.
4. Hubungan – misalnya mempromosikan perilaku positif untuk mencegah konflik terhadap perilaku negatif. 5. Peran/tanggung jawab – apakah para pekerja benar-benar sudah memahami tanggung jawab mereka didalam organisasi dan apakah sudah tidak ada konflik tanggung jawab didalam organisasi. 6. Perubahan – apakah setiap perubahan sudah dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh pekerja. Berikut akan kita lihat guideline (manajemen standar) untuk masing-masing elemen agar lebih mudah untuk diterapkan ditempat kerja. Elemen 1: Tuntutan Standar:
Pekerja harus mampu menunjukkan bahwa mereka dapat mengatasi tuntutan kerja yang diberikan kepada mereka.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan memberikan beban kerja atau tuntuan kerja yang sesuai atau dapat dicapai/diselesaikan berdasarkan waktu kerja yang disepakati.
Tuntutan pekerjaan yang diberikan disesuaikan dengan keterampilan dan kemampuan pekerja.
Pekerjaan yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan pekerja.
Keluhan pekerja terhadap pekerjaan harus dibicarakan penyelesaiannya.
Elemen 2: Kontrol Standar:
Pekerja dapat menunjukkan bahwa mereka mampu menjelaskan cara kerja yang mereka lakukan.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Pekerja harus mampu mengontrol pekerjaan mereka.
Perusahaan mendoronga pekerja untuk menggunakan keterampilan dan inisiatip dalam melakukan pekerjaan mereka.
Perusahaan mendorong pekerja untuk mengembangkan keterampilan baru untuk membantu mereka dalam mengahadapi tantangan baru didalam bekerja.
Perusahaan mendorong pekerja untuk mengembangkan keterampilan mereka.
Pekerja memiliki otoritas untuk mengambil waktu istirahat.
Pekerja dapat berkonsultasi atas pola kerja mereka.
Elemen 3: Dukungan Standar:
Pekerja dapat menunjukkan bahwa mereka menerima informasi dan dukunganyang memadai dari atasan dan rekan-rekan kerja mereka.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan harus memiliki kebijakan dan prosedur yang cukup untuk mendukung pekerja.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan manajer untuk mendorong dan mendukung staff mereka.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan pekerja secara aktif mendorong dan mendukung rekan-rekan kerja mereka.
Pekerja mengetahui dukungan apa yang tersedia dan bagaimana untuk mengaksesnya.
Pekerja mengetahui bagaimana untuk mengakses sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka.
Pekerja menerima umpan balik secara berkala dan konstruktif.
Elemen 4: Hubungan Standar:
Pekerja menunjukkan bahwa mereka tidak mengalami perlakuan yang tidak dapat diterima, misalnya intimidasi ditempat kerja.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan mempromosikan perilaku positip ditempat kerja untuk menghindari konflik dalam menjamin keadilan.
Pekerja berbagi informasi yang relevan dengan pekerjaan mereka.
Perusahaan memiliki kebijakan dan prosedur untuk mencegah perilaku atau perlakuan yang tidak dapat diterima.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan dan mendorong manajer untuk menangani perilaku atau perlakuan tidak dapat diterima.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan atau mendorong pekerja untuk melaporkan perilaku atau perlakuan yang tidak dapat diterima.
Elemen 5: Peran dan Tanggung Jawab Standar:
Pekerja dapat menunjukkan bahwa mereka memahami peran dan tanggung jawab mereka didalam pekerjaan mereka.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan harus memastikan penempatan pekerja pada tempat yang sesuai.
Perusahaan harus memberikan dan menyediakan informasi yang memungkinkan pekerja untuk memahami peran dan tanggung jawab mereka.
Perusahaan harus membuat persyaratan yang jelas untuk setiap peran dan tanggung jawab kerja.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan pekerja untuk menyampaikan setiap konflik atau masalah yang muncul didalam peran dan tanggung jawab kerja mereka.
Elemen 6: Perubahan Standar:
Pekerja dapat menunjukkan bahwa perusahaan melibatkan mereka didalam melakukan perubahan.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan memberikan kesempatan atau waktu yang cukup kepada pekerja untuk memahami alasan-alasan perubahan yang diusulkan.
Perusahaan memberikan kesempatan kepada pekerja untuk berkonsultasi tentang perubahan dan memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memberikan masukkan.
Pekerja menyadari dampak dari setiap perubahan pekerjaan dan jika perlu pekerja diberikan training untuk mendukung perubahan tersebut.
Pekerja mengetahui waktu atau jadual untuk perubahan.
Pekerja memiliki akses untuk mendapatkan dukungan yang relevan selama perubahan.
Bagaimana tahapan penerapan guideline penanganan stress ditempat kerja? Ada lima (6) tahapan yang harus dilakukan dalam menerapkan standar ini, yaitu: 1. Menyiapkan organisasi untuk menerapkan manajemen standar penanganan stress ditempat kerja, seperti komitmen top manajemen untuk mendukung program ini, menyediakan sumber daya yang cukup dan team yang akan bekerja untuk program ini. 2. Melakukan identifikasi faktor-faktor risiko stress ditempat kerja dengan terlebih dahulu memahami standar penanganan stress ditempat kerja. 3. Mengumpulkan data-data pekerja yang mengalami stress dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi. 4. Melakukan evaluasi terhadap data-data stress yang diperoleh dan mencari solusi yang mungkin dilakukan. 5. Membuat rencana tindakan atau program penanganan stress dan menerapkan rencana tersebut. 6. Melakukan tinjauan ulang dan kajian efektifitas program penanganan stress yang diterapkan. SEMOGA BERMANFAAT HSP
Faktor-Faktor Pribadi Yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan by HSP, Menurut teori yang dikemukakan oleh Henrich (1931) bahwa kecelakaan kerja terjadi karena adanya unsafe act dan unsafe condition. Unsafe act atau tindakan tidak aman merujuk pada tindakan atau perilaku dari manusia atau pekerja. Perilaku tidak aman dari pekerja sangat dipengaruhi oleh faktor pribadi dari pekerja itu sendri. Menurut Ramsey, ada beberapa faktor pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat dari unsafe act tersebut. Berikut akan dijelaskan secara ringkas faktorfaktor pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. 1. Pengamatan terhadap bahaya Faktor yang pertama adalah kemampuan dari pekerja untuk mengamati ada tidaknya bahaya di tempat mereka melakukan pekerjaan. Tidak semua pekerja memiliki kemampuan untuk mengetahui adanya bahaya di area kerja mereka. Kemampuan untuk mengamati bahaya tersebut sangat tergantung dari pengetahuan atau pengalaman pekerja terhadap area atau proses kerja yang mereka lakukan. Pada umumnya pekerja baru yang belum mendapatkan training atau pengalaman yang cukup tidak akan mampu mengamati atau mengidentifikasi bahaya dari pekerjaan yang akan mereka lakukan. Ketidak mampuan pekerja dalam mengamati atau mengidentifikasi bahaya ditempat kerja merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja. 2. Pengenalan terhadap bahaya Setelah pekerja mampu mengamati atau mengidentifikasi adanya potensi bahaya ditempat kerja mereka, maka selanjutnya mereka harus mengenali bahaya tersebut. Banyak pekerja yang mampu mengidentifikasi bahaya ditempat kerja mereka, akan tetapi tidak mampu mengenali jenis bahaya yang dapat terjadi. Sebagai contoh sederhana, diarea kerja terdapat solven atau bahan kimia pelarut, pada label terdapat simbol hazards (toxic) dan nama bahan kimia tersebut. Dari simbol hazard hampir dipastikan bahwa semua pekerja dapat mengamati bahwa bahan kimia tersebut berbahaya. Namun tidak semua pekerja dapat mengenali jenis bahaya diceritakan oleh simbol hazard tersebut. Bisa jadi beberapa dari pekerja mengenali jenis hazard yang ada secara umum, misalnya beracun, namun secara detil mereka bisa jadi tidak mengetahui efek racun dan jalur masuk racun dari bahan kimia tersebut. Dalam hal ini pekerja perlu mendapatkan training yang cukup untuk mengenali jenis bahaya ditempat kerja mereka masing-masing. Ketidak mampuan pekerja dalam mengenali jenis bahaya yang mereka hadapi akan dapat menimbulkan kecelakaan yang lebih fatal. 3. Keputusan untuk menghindar Meskipun pekerja sudah dapat mengamati dan mengenali bahaya, kecelakan masih bisa terjadi jika pekerja tidak mengambil keputusan yang tepat untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat untuk menghindari terjadinya kecelakaan sangat dipengaruhi oleh culture, iklim dan perilaku keselamatan. Jika budaya, iklim dan perilaku keselamatan yang berkembang didalam organisasi merupakan budaya, iklim dan perilaku berisiko maka pekerja akan
cendrung untuk mengambil risiko dari pada menghindari risiko. Apalagi mereka sudah melakukan pekerjaan tersebut berulang-ulang dan tidak pernah terjadi kecelakaan atau adanya perasaan macho, takut dikatakan banci dan lain sebagainya yang dapat menyebabkan pekerja mengambil keputusan untuk tidak menghindari potensi bahaya yang dapat terjadi. Kesadaran akan besarnya kerugian yang dapat ditimbulkan dari bahaya yang ada akan sangat menentukan keputusan yang diambil. 4. Kemampuan menghindar Faktor yang terakhir yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan adalah kemampuan untuk menghindari dari bahaya yang sudah diidentifikasi, dikenali dan diputuskan untuk dihindari. Pekerja bisa saja sudah memutuskan untuk menghindar dari potensi kecelakaan yang bisa terjadi, namun kecelakaan akan bisa dihindari jika pekerja tersebut mampu menghindari bahaya atau risiko tersebut dengan tepat, mengetahui cara menghindari bahaya atau mengetahui cara melakukan pekerjaan dengan aman. Kemampuan menghindar akan terlihat dari perilaku yang aman dari pekerja tersebut dalam melakukan pekerjaannya. Kemampuan yang dibutuhkan adalah kemampuan secara fisik untuk menghindari bahaya dan kemampuan secara skill untuk menghindari bahaya. Kedua kemampuan tersebut harus dimiliki pekerja agar dapat menghindari bahaya yang terdapat diarea kerja mereka. Menghindari bahaya sebelum terjadi kecelakaan dengan berprilaku aman dalam bekerja dan menghindari bahaya pada saat terjadi kecelakaan dengan mengetahui cara penanganan bahaya atau keadaan darurat. Keempat faktor-faktor pribadi yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan tersebut bisa diperbaiki dengan cara memberikan pelatihan dan edukasi kepada pekerja, sehingga para pekerja mampu mengidentifikasi bahaya, mengenali bahaya, mengambil keputusan yang tepat untuk menghindari bahaya dan mampu menghindari bahaya tersebut dengan cara berperilaku aman dalam pekerjaan mereka. SEMOGA BERMANFAAT HSP
Ijin Masuk Confined Space by HSP,
Masuk kedalam confined space harus melalui proses prosedur ijin masuk yang dikenal dengan Confined Space Entry Permit (ijin masuk confined space). Ijin masuk confined space adalah suatu dokumen untuk mengontrol personel yang akan masuk kedalam confined space dengan tujuan kehatian-hatian agar tidak terjadi kecelakaan.Suratijin ini harus ditanda tangani oleh personel yang berwenang. Tapi jangan salah diartikan bahwa dengan adanya surat ijin masuk confined space maka kecelakaan tidak akan terjadi, jadi surat ijin masuk confined space bukan merupakan jaminan bahwa pekerjaan akan aman (safe), surat ijin masuk confined space merupakan bagian dari prosedur keselamatan bekerja di confined space. Biasanya juga diperlukan ijin kerja panas atau ijin kerja dingin yang menyertai ijin masuk confined space. Secara umum isi dari dokumen ijin masuk confined space adalah sbb:
location of work;
description of work;
names of entrants and standby attendants;
permit validity period;
process and electrical isolation information;
gas test results with gas tester’s name and signature;
information on the remaining hazards;
precautions to be undertaken;
rescue procedures;
approval by the Issuing Authority;
acceptance by the Performing Authority;
confirmation on completion of work;
entry cancellation and permit withdrawal.
Keuntungan atau kegunaan dari surat ijin masuk confined space adalah sbb:
Sebelum masuk: o
Memastikan bahwa otorisasi yang tepat telah diperoleh
o
Memastikan bahwa manajemen mengetahui semua yang masuk ke confined space
o
Untuk mengecek bahwa tempat pekerjaan sudah aman sebelum memulai pekerjaan
o
Mendapatkan informasi tentang potensi bahaya yang didalamnya
o
Memastikan bahwa tidak ada pekerjaan diluar yang dapat mempengaruhi orang yang bekerja didalam confined space
Sedang didalam: o
Memastikan bahwa pekerjan dimulai dan dilakukan dengan aman
o
Mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan
Setelah keluar: o
Melarang orang untuk masuk setelah periode waktu yang ditentukan atau diijinkan
Sebelum menberikan ijin masuk confined space, sebaiknya diajukan pertanyaan berikut terlebih dahulu:
Bisakah confined space tersebut dimodifikasi menjadi tidak confined space sehingga tidak perlu ijin masuk confined space.
Bisakah pekerjaan dilakukan dari luar (tidak perlu masuk) sehingga tidak perlu ijin masuk confined space.
Jika jawabanya bisa, maka lakukan risk assessment dan lakukan pekerjaan tanpa perlu masuk dan ijin masuk confined space. Namun jika jawabannya tidak, maka lakukan risk assessment confined space dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
Apa isi confined space sebelumnya.
Residu yang masih tersisa di dalamnya.
Konsentrasi oksigen.
Dimensi ruang, dan alat-alat yang ada didalamnya
Bahan kimia yang akan digunakan didalamnya
Sumber nyala
Isolasi dan kemungkinan masuknya bahan kimia lainnya
Ruang untuk bernapas
Untuk keselamatan bekerja di dalam confined space maka surat ijin masuk harus ditanda tangani oleh personel yang berkompeten, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
Memindahkan semua bahan berbahaya jika memungkinkan.
Pengawasan pekerjaan harus dilakukan oleh personel yang berkompeten.
Sistem komunikasi dengan pihak luar.
Pengujian udara atau gas
Purging dan ventilasi
Penghilangan residu bahan kimia sebelumnya
Isolasi
Peralatan yang sesuai
Suplai gas/udara (dengan pipa, selang dan selinder)
Pintu masuk dan keluar
Pencahayaan
Pencegahan kebakaran
Listrik statis
Prosedur emergency
Batas / lama waktu kerja
Merokok didalam ruang confined space tidak diperbolehkan, dan ini betul-betul harus diawasi karena banyak pekerja yang tidak mengindahkan hal ini. Jika alternatif yang aman untuk bekerja dalam confined space tidak dapat ditemukan, langkah-langkah berikut harus dilakukan sebelum masuk: 1. Siapkan surat ijin masuk dan instruksi-instruksi yang diperlukan sebelum masuk. 2. Lakuan purging, flushing dan pemindahan residu-residu bahan kimia yang ada didalamnya. 3. Isolasi confined space dan hilangkan semua energi-energi yang tersimpan didalamnya (misalnya tekanan, panas, dsb). 4. Siapkan ventilasi 5. Lakukan pengujian udara didalamnya dengan gas detector 6. Lakukan pengecekan bahwa semua bahan berbahaya sudah dikontrol atau diminimalkan. 7. Pastikan bahwa surat ijin masuk telah diisi dengan lengkap dan ditanda tangani oleh personel yang berwenang. Bagi personel yang akan bekerja didalam confined space, ada beberapa hal yang harus diperhatikan atau dipersiapkan sebelum masuk, yaitu:
Penerangan dengan lampu yang aman dan tegangan rendah
Peralatan listrik yang dilengkapi dengan grounding
Integritas selang oxy-acetylene dan kabel listrik
Peralatan komunikasi
Peralatan dan bantuan keselamatan
Safety sign dan tanda pembatas
Ruang confined space pada umumnya memiliki pencahayaan terbatas sehingga memerlukan penerangan yang cukup selama bekerja. Untuk penerangan tersebut diperlukan sumber cahaya sperti lampu. Namun sumber cahaya atau lampu yang digunakan harus aman, terutama jika ruang confined space mengandung bahan mudah terbakar, karena sedikit saja percikan api dari lampu atau sumber cahaya yang digunakan dapat menimbulkan kebakaran bahkan ledakan. Maka sangat disarankan untuk menggunakan lampu yang explosion proof atau senter yang tidak menggunakan listrik. Pilihan lain adalah menggunakan lightsticks, yang aman digunakan didekat bahan-bahan yang flammable atau
mudah terbakar. Bisa juga menggunakan droplight yang vapour-proof, explosion proof dan dilengkapi dengan ground fault circuit interupters (GFCIs). Beberapa kesalahan yang sering terjadi adalah:
Gagal dalam mengidentifikasi confined space (tidak bisa menentukan mana confined space dan mana bukan confined space).
Gagal dalam mengisolasi vesel
Gagal dalam mengisolasi peralatan internal, seperti mixer.
Gagal dalam memeriksa kelengkapan isolasi
Terpapar bahan explosive, beracun atau asphyxiating
Terpapar bahan berbahaya
Ketidak mampuan untuk keluar dengan cepat dalam keadaan darurat.
Gagal mengurangi risiko dari aktivitas luar confined space
SEMOGA BERMANFAAT HSP
Sekilas Tentang Global Harmonize System (GHS) by HSP – Penulis: Ismail. A Global Harmonize System atau disingkat GHS cukup ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Soalnya menteri perindustrian telah mengeluarkan keputusan no 87/M-IND/PER/9/2009 tentang sistem harmonisasi global klasifikasi dan label pada bahan kimia. Menurut peraturan manteri ini semua bahan kima yang dipasarkan di Indonesia wajib mengikuti klasifikasi dan label yang ditetapkan oleh sistem GHS. Maksudnya adalah semua bahan kimia harus memiliki Material Safety Data Sheet (MSDS) atau dalam peraturan ini disebut Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) yang mengacu pada sistem pengklasifikasian yang ditetapkan oleh sistem GHS. Demikian pula halnya dengan label bahan kimia harus mengacu pada sistem GHS yang sama. Apa itu GHS? GHS adalah sistem pengklasifikasian keselamatan bahan kimia yang dikeluarkan oleh United Nation. Sampai saat ini UN telah melakukan 3 kali revisi terhadap sistem GHS yang dikeluarkan, sistem GHS yang dikeluarkan dikenal dengan Purple Book. Kenapa perlu GHS? UN mecoba untuk menyamakan klasifikasi bahan kimia diseluruh dunia. Karena selama ini masingmasing negara memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, suatu bahan kimia dikategorikan bersifat high toxic disuatu negara akan tetapi dinegara lain bisa jadi bersifat low toxic, atau suatu produk dikategorikan bersifat flammable disuatu negara dan tidak bersifat flammable dinegara lain. Dampaknya adalah, negara-negara yang mengklasifikasikan produk tersebut sebagai high toxic atau flammable akan membuat berbagai peraturan untuk mengontrol produk tersebut, sementara negara yang mengkategorikan produk tersebut low toxic / tidak flammable akan membiarkan penjualan secara bebas tanpa kontrol. Hal ini juga akan menyulitkan negara pengimpor atau pengekspor bahan kimia karena berbedanya klasifikasi bahan kimia antara negara pengekspor dan pengimpor. Perbedaan ini juga berdampak pada MSDS dan sistem pelabelan bahan kimia tersebut yang nantinya akan menyulitkan negara pengimpor karena mereka harus merevisi MSDS dan melakukan pelabelan ulang sesuai dengan klasifikasi yang mereka miliki. Berdasarkan hal ini UN menguarkan sistem GHS untuk memudahkan dunia industri dalam melakukan perdagangan bahan kimia dan juga untuk melindungi lingkungan dan manusia dari dampak penggunaan bahan kimia. Didalam purple book disebut bahwa tujuan dari GHS adalah sebagai berikut:
Untuk lebih meningkatkan perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dengan menyediakan sistem yang lebih komprehensif secara internasional untuk mengkomunikasikan bahaya bahan kimia.
Menyediakan framwork untuk negara-negara yang belum memiliki sistem klasifikasi dan label bahan kimia.
Mengurangi kebutuhan akan pengujian dan evaluasi bahan kimia.
Memfasilitasi perdagangan internasional bahan kimia dimana bahaya bahan kimia tersebut sudah dikaji dan diidentifikasi dengan basis internasional.
Apa saja ruang lingkup GHS? Didalam purple book dinyatakan bahwa ada dua elemen ruang lingkup GHS, yaitu:
Kriteria yang harmonis untuk klasifikasi bahan kimia tunggal dan campuran sesuai dengan bahaya kesehatan, lingkungan dan fisik bahan kimia tersebut.
Elemen komunikasi bahaya yang harmonis, termasuk persyaratan untuk label dan safety data sheet.
Ada beberapa jenis produk kimia yang tidak termasuk dalam ruang lingkup ini, yaitu farmasi, additif untuk bahan makanan, kosmetik, dan residu pestisida didalam bahan makanan. Bagaimana mengaplikasikan GHS? Untuk mengaplikasikan GHS di Indonesia tentu saja mengacu pada peraturan menteri perindustrian nomor 87/M-IND/PER/9/2009. Disana sudah ditetapkan format LDKB atau MSDS dan persyaratan untuk label. Namun untuk klasifikasi bahan kimia mengacu pada purple book revisi 2, hal ini disebutkan dalam keputusan dirjen industri Agro dan Kimia kementerian perindustrian no 21/IAK/PER/4/2010 tentang petunjuk teknis penerapan sistem harmonisasi global klasifikasi dan pelabelan bahan kimia. Namun dalam petunjuk ini tidak disebutkan tentang teknis building blok yang harus diadopsi, ini berarti Indonesia mengadopsi 100% building blok yang ditetapkan pada purple book revisi 2. Berdasarkan peraturan menteri perindustrian tersebut diatas, sistem GHS untuk kimia tunggal sudah mulai berlaku sejak bulan Maret 2010 sementara untuk bahan kimia campuran masih bersifat sukarela dalam penerapannya, dan mulai berlaku efektif untuk bahan kimia campuran pada awal tahun 2014. Untuk mengklasifikasikan bahan kimia sesuai dengan klasifikasi GHS diperlukan training dan keahlian khusus. Meskipun didalam purple book sudah dijelaskan secara rinci bagaimana cara melakukan klasifikasi setiap bahaya bahan kimia tersebut, namun diperlukan keahlian dan pengetahuan yang baik tentang bahan kimia dan bahayanya dalam melakukan klasifikasi tersebut agar tidak terjadi kekeliruan. Menurut peraturan menteri perindustrian tentang GHS, semua bahan kimia harus diklasifikasikan berdasarkan kriteria bahaya GHS yang terdiri dari bahaya fisik, bahaya terhadap kesehatan dan bahaya terhadap lingkungan akuatik. Bahaya fisik misalnya eksplosive, gas mudah menyala, cairan pengoksidasi, korosif pada logam, dan lain-lain. Bahaya terhadap kesehatan misalnya toksisitas akut, korosi/iritasi kulit, karsinogenisitas, dan lain-lain. Dan setiap bahan kimia tersebut juga harus diberi label sesuai dengan GHS yang ditetapkan, dimana label tersebut harus mengandung unsur penanda produk, piktogram bahaya, kata sinyal, pernyataan bahaya, identifikasi produsen dan pernyataan kehati-hatian. Label tersebut juga harus mudah terbaca, jelas terlihat, tidak mudah rusak, tidak mudah lepas dari kemasannya dan tidak mudah luntur karena
pengaruh sinar, udara atau lainnya. Piktogram yang digunakan juga harus sesuai dengan peraturan GHS yang terdapat pada lampiran I dari peraturan menteri tentang GHS. Bahan kimia juga harus dilengkapi dengan MSDS (LDKB), didalam peraturan menteri tentang GHS bahwa MSDS dan Label wajib berbahasa Indonesia. Informasi yang terkandung didalam GHS adalah informasi bahaya fisik, bahaya terhadap kesehatan dan bahaya terhadap lingkungan akuatik yang sudah diklasifikasikan sesuai dengan kriteria bahaya GHS, dan informasi lainnya sesuai dengan format yang sudah ditetapkan. Format MSDS/LDKB sesuai dengan peraturan menteri tentang GHS (lampiran II) terdiri dari 16 section, yaitu: 1. Identifikasi senyawa (Tunggal atau Campuran) 2. Identifikasi bahaya 3. Komposisi/Informasi tentang bahanpenyusun senyawa tunggal 4. Tindakan pertolongan pertama 5. Tindakan pemadaman kebakaran 6. Tindakan penanggulangan jika terjadi kebocoran 7. Penanganan dan penyimpanan 8. Kontrol paparan/perlindungan diri 9. Sifat fisika dan kimia 10. Stabilitas dan Reaktifitas 11. Informasi Toksikologi 12. Informasi Ekologi 13. Pertimbangan pembuangan / pemusnahan 14. Informasi transportasi 15. Informasi yang berkaitan dengan regulasi 16. Informasi lain termasuk informasi yang diperlukan dalam pembuatan dan revisi SDS. Sebaiknya mulai dari sekarang anda menyesuaikan MSDS/LDKB bahan kimia yang anda produksi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan menteri perindustrian tersebut diatas. Jika anda membeli bahan kimia dari pemasok bahan kimia, maka sebaiknya anda meminta MSDS/LDKB yang sudah mengikuti GHS. SEMOGA BERMANFAAT! HSP Team.
Mengenal Debu (Dust) dan Pengendaliannya (Dust Control) by HSP, Debu atau Dust adalah partikel padat yang berukuran sangat kecil yang dibawa oleh udara. Partikelpartikel kecil ini dibentuk oleh suatu proses disintegrasi atau fraktur seperti penggilingan, penghancuran atau pemukulan terhadap benda padat. Mine Safety and Health Administration (MSHA) mendefinisikan debu sebagai padatan halus yang tersuspensi diudara (airbone) yang tidak mengalami perubahan secara kimia ataupun fisika dari bahan padatan aslinya. Ukuran partikel debu yang dihasilkan dari suatu proses sangatlah bervariasi, mulai dari yang tidak bisa terlihat dengan mata telanjang sampai pada ukuran yang terlihat dengan mata telanjang. Ukuran partikel yang besar akan tertinggal pada permukaan benda atau turun kebawah (menetap sementara diudara) dan ukuran partikel yang kecil akan terbang atau tersuspensi diudara. Debu umumnya dalam ukuran micron, sebagai pembanding ukuran rambut adalah 50-70 micron. Jenis industri yang menghasilkan debu dan banyak mencemari lingkungan atau udara adalah seperti konstruksi, agrikultur dan pertambangan. Didalam proses manufaktur, debu juga dapat dihasilkan dari berbagai aktifitas seperti crushing, grinding, abrasion dan lain-lain. Banyaknya debu yang dihasilkan oleh aktifitas industri sangat tergantung kepada jenis proses dan bahan yang digunakan atau diproses. Debu fibrogenic seperti Kristal silica (free crystalline silica – FCS) atau asbestos adalah jenis debu yang sangat beracun dan jika masuk kedalam paru-paru dapat merusak paru-paru dan mempengaruhi fungsi atau kerja paru-paru. Nuisance dust atau inert dust dapat didefinisikan sebagai debu yang mengandung kurang dari 1% quartz (kuarsa). Karena kandungan silica yang rendah, nuisance dust hanya sedikit mempengaruhi kesehatan paru-paru dan dapat disembuhkan jika terhirup. Akan tetapi jika konsentrasi nuisance dust sangat tinggi diudara area kerja maka dapat mengurangi penglihatan dan bisa menyebabkan masuk kedalam mata, telingga dan tenggorokan sehingga timbul rasa tidak nyaman dan juga bisa menyebabkan luka pada kulit atau mucous membrane baik karena aksi kimiawi atau mekanik. Dari sisi occupational health, debu diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:
Respirable Dust
Inhalable Dust
Total Dust
Respirable dust adalah debu atau partikel yang cukup kecil yang dapat masuk kedalam hidung sampai pada sistem pernapasan bagian atas dan masuk kedalam paru-paru bagian dalam. Partikel yang masuk kebagian paru-paru bagian dalam atau sistem pernapasan bagian dalam secara umum tidak bisa dikeluarkan oleh sistem mekanisme tubuh secara alami (cilia dan mucous) maka akibatnya partikel tersebut akan tinggal selama-lamanya didalam paru-paru. MSHA mendefinisikan respirable dust sebagai fraksi dari airbone dust yang lolos dari alat saring ukuran partikel dengan karakteristik sebagai berikut:
Aerodynamic diameter, Mikron
Percent passing selector
(unit density spheres) 2.0
90
2.5
75
3.5
50
5.0
25
10.
0.0
EPA menggambarkan inhalable dust sebagai debu yang bisa masuk kedalam tubuh akan tetapi terperangkap atau tertahan di hidung, tenggorokkanm atau sistem pernapasan bagian atas, ukuran inhalable dust berdiameter kira-kira 10 mikron. Total dust adalah semua airborne partikel tanpa mempertimbangkan ukuran dan komposisinya. Pelepasan debu secara berlebihan keudara dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan juga masalah di industri tersebut, beberapa gangguan dan masalah tersebut diantaranya adalah:
Bahaya kesehatan
Penyakit pernapasan ditempat kerja
Iritasi pada mata, telinga, hidung dan tenggorokkan
Iritasi pada kulit
Risiko dust explosion dan kebakaran
Merusak peralatan
Mengganggu penglihatan
Bau yang tidak enak
Masalah bagi komunitas sekitar pabrik
Perhatian terbesar adalah efek kesehatan pada pekerja karena mereka terpapar secara berlebihan terhadap debu yang membahayakan. Oleh karena itu untuk mengevaluasi tingkat bahaya kesehatan ditempat kerja, American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) telah mengadopsi sejumlah standar threshold limit values (TLV’s) atau nilai ambang batas (NAB). Nilai TLV digunakan sebagai pentunjuk atau guidance untuk mengevaluasi bahaya kesehatan. Nilai TLV (NAB) adalah nilai batas paparan selama 8 jam kerja dimana tidak ada efek kesehatan yang ditimbulkan. MSHA menggunakan nilai TLV untuk mengevaluasi kesehatan. Tidak semua debu memberikan dampak kesehatan dengan level yang sama, hal tersebut tergantung pada faktor-faktor berikut:
Komposisi debu o
Kimia
o
Mineral
o
Konsentrasi debu
Berdasarkan berat: mg dust /m3 udara
Berdasarkan jumlah: jutaan partikel/cubic foot udara
Ukuran dan bentuk partikel
Distribusi ukuran partikel didalam rentang ukuran respirable
Fiberous atau spherical
Lama paparan
Paparan yang berlebihan atau waktu yang lama terhadap respirable dust yang berbahaya (harmful) dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang disebut pneumoconiosis. Penyakit ini disebabkan oleh terkumpulnya atau menumpuknya debu mineral didalam paru-paru dan merusak jaringan paru-paru. Pneumoconiosis adalah nama umum dari penyakit paru-paru yang disebabkan oleh debu. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis adalah:
Silicosis – Silicosis adalah pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu kuarsa atau silca. Kondisi paru-paru ditandai dengan nodular fibrosis (parut pada jaringan paru-paru), mengakibatkan sesak napas. Silikosis adalah penyakit yang irreversible atau tidak bisa disembuhkan, bahkan tahapan lanjut bersifat progresive meskipun sudah tidak terpapar lagi.
Black Lung (Paru Hitam) – paru hitam adalah bentuk pneumokoniosis yang disebabkan oleh penumpukan debu batubara didalam paru-paru yang membuat jaringan paru-paru menjadi gelap atau hitam. Penyakit ini juga bersifat progresif. Meskipun nama penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit paru hitam, namun nama resminya adalah pneumokoniosis pekerja batubara (coal worker’s pneumoconiosis (CWP)).
Asbestosis – Asbestosis adalah suatu bentuk pneumokoniosis yang disebabkan oleh serat asbes. Dan penyakit ini juga bersifat irreversibel.
Pengendalian debu (dust control) adalah proses pengurangan emisi debu dengan menggunakan prinsip-prinsip enjineering. Sistem kontrol yang dirancang dengan baik, dirawat dengan baik dan dioperasikan dengan baik akan dapat mengurangi emisi debu sehingga mengurangi paparan debu berbahaya bagi pekerja. Pengendalian debu juga dapat mengurangi kerusakkan mesin, perawatan dan downtime, peneglihatan yang baik (bersih) dan meningkatkan moral dan semangat kerja para pekerja. Ada tiga sistem pengendalian paparan debu terhadap pekerja, yaitu:
Pencegahan
Sistem kontrol
Dilusi atau isolasi.
Pencegahan – Pepatah mengatakan ” mencegah lebih baik daripada mengobati”. Pencegahan terjadinya debu di area kerja juga dapat diterapkan. Meskipun dalam proses produksi yang massal, dimana bahan baku atau produk yang digunakan menghasilkan debu, maka tentu saja sistem pencegahan hampir tidak mungkin dilakukan. Namun jika proses tersebut dirancang secara baik untuk memenimalkan debu, misalnya dengan menggunakan sistem penanganan yang tidak menimbulkan debu, maka emisi debu dapat dikurangi.
Sistem Kontrol – Setelah semua usaha pencegahan dilakukan secara maksimal, dan jika masih terdapat debu dari proses tersebut, maka barulah dilakukan pengendalian atau pengontrolan terhadap debu tersebut. Beberapa teknik pengendalian yang dapat dilakukan adalah seperti dust collection systems, sistem pwet dust suppression systems, and airborne dust capture through water sprays.
Dust Collection Systems – menggunakan prinsip ventilasi untuk menangkap debu dari sumbernya. Debu disedot dari udara dengan menggunakan pompa dan dialirkan kedalam dust collector, kemudian udara bersih dialirkan keluar.
Wet Dust Suppression Systems – menggunakan cairan (yang banyak digunakan adalah air, tapi bisa juga bahan kimia yang bisa mengikat debu) untuk membasahi bahan yang bisa menghasilkan debu tersebut sehingga bahan tersebut tidak cenderung menghasilkan debu.
Airborne Dust Capture Through Water Sprays – menyemprot debu-debu yang timbul pada saat proses dengan menggunakan air atau bahan kimia pengikat, semprotan harus membentuk partikel cairan yang kecil (droplet) sehingga bisa menyebar diudara dan mengikat debu yang berterbangan membentuk agglomerates sehingga turun kebawah.
Dilution Ventilation – teknik ini adalah untuk mengurangi konsentrasi debu yang ada di udara dengan mendilusi udara berdebu dengan udara tidak berdebu atau bersih. Secara umum sistem ini masih kurang baik untuk kesehatan karena debu pada dasarnya masih terdapat diudara, akan tetapi sistem ini bisa digunakan jika sistem lain tidak diijinkan untuk digunakan. Isolation – teknik ini adalah dengan cara memisahkan pekerja dengan udara yang terkontaminasi, pemisahan bisa dilakukan dengan mengisolasi pekerja kemudian di suplai dengan udara bersih dari luar. Contoh Supplier air system. To be continued………. SEMOGA BERMANFAAT BY HSP
Safety Harus Melalui Pendekatan Sistem By HSP – Penulis: Ismail. A Saya menemukan banyak sekali laporan kecelakan dan tindakan pencegahan yang direkomendasikan yang bersifat lokal, sempit dan tidak menyeluruh. Pendekatan yang dilakukan adalah kasus perkasus dan solusi yang direkomendasikan juga kasus per kasus. Sebagai contoh kecelakaan yang terjadi pada salah seorang pekerja yang terkena bahan kimia bersifat korosif sehingga menyebabkan luka bakar pada tanggannya. Kemudian didalam laporan kecelakaan dijelaskan bahwa penyebab kecelakaan adalah karena tidak tersedianya alat penuang bahan baku kedalam tangki pengaduk sehingga bahan baku harus dituang secara manual kedalam tangki. Dan rekomendasi yang diberikan adalah menyediakan alat penuang atau pompa untuk memasukkan bahan baku kedalam tangki pengaduk. Pendekatan yang sangat sederhana dan sempit sehingga temuan penyebab dan rekomendasi pencegahan kecelakaan juga sangat sederhana dan sempit. Apakah rekomendasi pencegahan kecelakaan yang sederhana ini akan bisa mencegah kecelakaan yang sama dikemudian hari?, ya mungkin saja bisa, akan tetapi tidak akan berkelanjutan, pada suatu saat nanti kecelakaan yang sama ditempat yang sama bisa terjadi lagi, karena pendekatan analisis kecelakaan dan rekomendasi yang diberikan tidak menyeluruh, dan bisa saja tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya. Untuk memperoleh solusi yang berkelanjutan diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh dalam melakukan analisis kecelakaan. Pendekatan menyeluruh adalah pendekatan secara sistem. Yang dimaksud dengan pendekatan sistem adalah pendekatan terhadap semua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Menurut berbagai teori dan hasil penelitian, ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan kerja yaitu (1) Faktor Manajemen (2) Faktor Lingkungan Kerja dan (3) Faktor Pekerja. Faktor manajemen adalah hal-hal yang berkaitan dengan sistem manajemen dan organisasi seperti diskripsi pekerjaan dan tanggung jawab, pengawasan, sistem pelaporan, prosedur kerja, program training dan seterusnya. Faktor lingkungan kerja meliputi mesin-mesin produksi, peralatan kerja, ala-alat bantu kerja, tata letak atau alur proses produksi, alat-alat keselamatan, pencahayaan, ventilasi, kebersihan dan seterusnya. Faktor pekerja meliputi kompetensi, keahlian, kedisiplinan, kepedulian dan perilaku pekerja. Dalam melakukan analisis terhadap kecelakaan atau potensi terjadinya kecelakaan kerja harus memperhatikan ketiga faktor utama kecelakaan kerja tersebut.
ANALISA ROOT CAUSE PENYEBAB KECELAKAAN by HSP, Author: Ismail A. Alasan yang mendasari dilakukan analisa dan pelaporan penyebab kejadian kecelakaan adalah agar dapat diidentifikasi tindakan perbaikan yang memadai untuk mencegah terjadinya kembali kecelakaan tersebut dan dengan demikian dapat melindungi kesehatan dan keselamatan publik, pekerja, dan lingkungan. Setiap analisa akar penyebab (root cause) dan proses pelaporan dari suatu kejadian kecelakaan harus mencakup lima tahapan. Meskipun mungkin ada beberapa proses yang tumpang tindih antara fase yang satu dengan fase yang lainnya. Berikut dijelaskan secara ringkas lima tahapan analisis root cause dari suatu kecelakaan: Tahap I. Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah tahapan yang sangat penting untuk memulai analisis akar penyebab kejadian kecelakaan. Pengumpulan data harus segera dilakukan setelah terjadinya kecelakaan untuk memastikan tidak ada data yang hilang segera setelah terjadinya identifikasi untuk memastikan bahwa data tidak hilang. Tanpa mengorbankan keselamatan atau pemulihan, data harus dikumpulkan bahkan selama terjadinya kecelakaan atau incident. Informasi yang harus dikumpulkan terdiri dari kondisi sebelum, selama, dan setelah terjadinya; personil yang terlibat (termasuk tindakan yang diambil); faktor lingkungan, dan informasi lain yang memiliki relevansi dengan kejadian kecelakaan tersebut. Tahap II. Penilaian Setiap metode analisa root cause yang digunakan pasti melalui tahapan berikut: 1. Mengidentifikasi masalah 2. Menentukan pentingnya masalah 3. Mengidentifikasi penyebab (kondisi atau tindakan) sesegera mungkin baik sebelum dan sekitar kejadian. 4.
Mengidentifikasi alasan mengapa penyebab pada langkah sebelumnya ada, dan menganalisa akar pemyebabnya (alasan yang mendasar dan jika diperbaiki akan mencegah terulangnya kejadian yang sama atau serupa diseluruh fasilitas perusahaan).
Tahap III. Tindakan korektif Melaksanakan tindakan-tindakan korektif berdasarkan rekomendasi tahapan sebelumnya secara efektif untuk mengurangi penyebab dari setiap kemungkinan terulangnya kejadian kecelakaan dan meningkatkan kehandalan sistem keselamatan dan keamanan. Penting untuk diketahui dalam merencanakan tindakan korektif harus berdasarkan hasil analisis root cause yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya. Tindakan korektif hendaklah mempertimbangkan tiga faktor utama penyebab kecelakaan yaitu: Working Condition, Sistem Management dan Human Factor. Penyebab dasar kecelakaan dapat dikelompokan pada tiga kelompok yang saling berhubungan, yaitu (Heinrich, 1980):
1. Kebijakan dan keputusan manajemen. 2. Faktor personal (pekerja) 3. Faktor lingkungan. Kelompok pertama adalah kebijakan dan keputusan manajemen, misalnya adalah target produksi dan keselamatan; prosedur kerja; pencatatan; penugasan tanggung jawab dan otoritas, dan kepercayaaan; pemilihan
karyawan,
pelatihan,
penempatan,
pengawasan
dan
pengarahan;
prosedur
komunikasi; prosedur inspeksi; peralatan, suplai, dan disain fasilitas, pembelian dan perawatan; prosedur pekerjaan standar dan darurat; dan kebersihan dan kerapian. Kelompok kedua adalah faktor personal atau pekerja, misalnya adalah motivasi; keadaan fisik dan mental; waktu reaksi; kepedulian pribadi. Kelompok ketiga adalah faktor lingkungan, misalnya adalah temperatur; tekanan; kelembaban; debu; gas; uap; aliran udara; kebisingan; pencahayaan; kondisi alami lingkungan (permukaan yang licin, hambatan, penopang yang tidak baik, benda berbahaya). Tahap IV. Menginformasikan Tahapan ini sangat penting untuk membantu pelaksanaan tindakan korektif guna mencegah terulangnya kecelakaan. Hasil analisis penyebab kecelakaan harus dikomunikasikan dan diinformasikan kepada semua stakeholder seperti pekerja, supervisor dan line manajemen. Sangat disarankan untuk menjelaskan kepada pekerja yang berhubungan dengan proses terjadinya kecelakan dan proses serupa secara detil baik melalui daily meeting, news letter, papan informasi dll. Informasi harus meliputi penyebab dan proses terjadinya kecelakaan serta tindakan korektif yang akan dilakukan dan penekanan terhadap keterlibatan mereka dalam mencegah terjadinya kecelakaan serupa dimasa mendatang. Tahap V. Tindak lanjut Tindak
lanjut
termasuk
menentukan
apakah
tindakan
perbaikan
telah
efektif
dalam
memecahkan masalah. Kajian efektivitas sangat penting untuk memastikan bahwa tindakan perbaikan yang telah ditetapkan dapat mencegah kejadian tersebut terulang kembali.. Keterlibatan manajemen dan alokasi sumber daya yang memadai sangat penting untuk mensukses pelaksanaan tahapan analisa root cause tersebut diatas. SEMOGA BERMANFAAT HSP
Senyawa Organik Mudah Menguap (Volatile Organic Compound) HSP, Sep 2011 , Penulis: Ismail. A Voltile Organic Compound atau lebih dikenal dengan singkatan VOC adalah senyawa yang mengandung karbon yang menguap pada tekanan dan temperatur tertentu atau memiliki tekanan uap yang tinggi pada temperature ruang. VOC yang paling umum dikenal adalah pelarut (solvents), VOC jenis lainnya seperti monomer dan pewangi (fragrance). Kenapa VOC sangat berbahaya dan menjadi perhatian banyak kalangan, sehingga banyak Negara yang membuat peraturan khusus untuk mengurangi dampak dari VOC tersebut. Salah satu sebabnya adalah karena VOCs bereaksi dengan Nitrogen Oksida (NOx) jika terkena sinar matahari membentuk ground level ozone dan asap atau kabut. Pada konsentrasi tertentu di udara, ozone dapat mempengaruhi kesehatan dan lingkungan. VOC diatur dengan membatasi jumlah kandungannya didalam produk yang dapat teremisi selama proses atau penggunaan. Ada beberapa jenis peraturan yang mengatur pembatasan kandungan VOC seperti consumer product regulations, process regulations, facility regulations or facility permits. Salah satu regulasi yang banyak digunakan atau dijadikan acuanoleh berbagai industri di dunia adalah EPA (Environmetal Protection Agency) VOC dapat teremisi sebagai gas dari bahan padatan atau cairan yang mengandung VOC. Efek yang ditimbulkan terhadap kesehatan oleh VOC bisa akut atau kronik tergantung dari jenis VOC yang teremisi. Konsentrasi VOC yang teremisi didalam ruangan jauh lebih tinggi jika dibandingkan diluar ruangan karena terjadi akumulasi VOC didalam ruangan tersebut. Misalnya emisi VOC oleh cat baru diaplikasikan didalam ruangan akan sangat terasa baunya bahkan bisa menyebabkan pusing atau perih dimata. Beberapa contoh produk yang mengemisi VOC dan digunakan didalam ruangan adalah cat, bahan pembersih, bahan bangunan dan furnish, mesin fotokopi, tinta, lem, spidol, dan lain-lain. Efek kesehatan dari VOC diantaranya adalah iritasi pada mata, hidung dan tenggorokkan, sakit kepala atau pusing, kehilangan koordinasi, mual, kerusakan hati, ginjal, dan sistem saraf pusat. Beberapa organik dapat menyebabkan kanker pada hewan, beberapa dicurigai atau diketahui menyebabkan kanker pada manusia. Tanda-tanda kunci atau gejala yang berhubungan dengan paparan VOC termasuk iritasi konjungtiva, ketidaknyaman hidung dan tenggorokan, sakit kepala, reaksi kulit alergi, dispnea, penurunan kadar serum kolinesterase, mual, muntah, epistaksis, kelelahan, dan pusing. Beberapa cara untuk mengurangi efek dari VOC adalah menambah ventilasi udara ketika terdapat emisi VOC, mengikuti pentunjuk penggunaan pada label, jangan menyimpan kemasan dalam keadaan terbuka, buang bekas kemasan VOC dan jangan menyimpan VOC melebihi kebutuhan. Consumer products yang mengandung metilen klorida termasuk diantaranya adalah cat, adhesive remover dan cat semprot. Metilen Klorida diketahui dapat menyebabkan kanker pada hewan. Metilen klorida juga dapat terkonversi menjadi karbon monoksida didalam tubuh yang dapat menyebabkan gejala seperti terpajan karbon monoksida. Berhati-hatilah jika menggunakan produk yang
mengandung Metilen Klorida, baca instruksi penggunaan yang terdapat pada label atau MSDS secara hati-hati, dan gunakan produk tersebut pada ruangan terbuka. Benzen juga merupakan salah satu VOC. Benzen dapat menyebabkan kanker pada manusia. Sumber emisi Benzen diantaranya adalah asap rokok, bahan bakar, cat, emisi dari mobil atau motor. Untuk menghindari emisi Benzen maka jangan merokok didalam ruangan atau tempat-tempat umum, siapkan ventilasi yang cukup pada saat pengecatan dan buang bekas kemasan cat atau bahan bakar. Belum ada standar yang dibuat untuk mengatur emisi VOC untk non industrial, umumnya standar yang ada adalah untuk industrial. OSHA secara spesifik mengatur Formaldehid sebagai bahan yang bersifat karsinogen. OSHA menetapkan nilai ambang batas (permissible exposure level-PEL) untuk formaldehid adalah 0.75 ppm. Banyak produk-produk yang digunakan dirumah bisa melepaskan atau mengemisi VOC, beberapa contoh diantaranya adalah: Building Materials
Carpets and adhesives
Composite wood products
Paints
Sealing caulks
Solvents
Upholstery fabrics
Varnishes
Vinyl Floors
Home and Personal Care Products
Air fresheners
Air cleaners that produce ozone
Cleaning and disinfecting chemicals
Cosmetics
Fuel oil, gasoline
Moth balls
Vehicle exhaust running a car in an attached garage
Bahaya Confined Space by HSP – Penulis: Ismail. A Apa itu confined space? Penulis yakin bahwa hampir semua safety professional sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan confined space, akan tetapi secara definisi confine space dapat dijelaskan sebagai berikut: “ adalah area atau ruang yang tertutup secara penuh atau sebagian dimana disana terdapat risiko kecelakaan apakah cidera atau kematian akibat dari kondisi yang berbahaya”. Ciri-ciri dari confined space adalah sebagai berikut:
Memiliki bukaan yang terbatas baik untuk masuk maupun keluar.
Adaruang untuk masuk yang cukup besar atau setidaknya sebagian terbuka.
Tidak dirancang untuk manusia berada didalamnya terus menerus.
Ventilasi yang tidak memadai.
Berpontensi mengandung gas beracun.
Di area pabrik umumnya sangat mudah untuk menemui confined space, seperti tanki penyimpanan, vessel, furnace, piping system, ruangan untuk spray painting, dsb.
Confined space berpotensi menimbulkan bahaya karena adanya bahan kimia dan aktifitas yang dilakukan didalamnya. Ventilasi yang buruk akan menimbulkan akumulasi bahan kimia (gas/uap) berbahaya didalam ruangan tersebut. Beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dari bahaya confined space adalah:
Level oksigen yang rendah (tidak cukup)
Level oksigen yang terlalu tinggi (berlebih)
Gas atau uap mudah terbakar
Gas atau uap beracun
Masuknya cairan atau debu
Bahaya lain yang terdapat didalam confined space:
Hambatan dalam ruangan tersebut;
Kurangnya pencahayaan dan visibilitas;
Listrik;
Kebisingan yang berlebihan;
Panas;
Tenggelam kedalam kantong cairan;
Terkena benda jatuh;
Adanya peralatan internal / mesin (mixer, penukar panas, dll);
Sulit akses dan jalan keluar;
Jatuh dari ketinggian (kolom, dll);
Dll.
Banyak potensi bahaya yang menjadi lebih buruk atau berbahaya dapat terjadi didalam confined space jika dibandingkan berada diruang normal. Kekurangan Oksigen (Level Oksigen Rendah) Kekurangan oksigen didalam confined space dapat terjadi melalui Oxygen Displacement, Oxygen Depletion dan Reaksi Kimia. Oxygen displacement seringkali dilakukan untuk menghindari terbentuknya campuran gas mudah terbakar, misalnya dengan memasukan gas methan atau nitrogen untuk menggantikan oxygen yang terdapat didalam confined space. Karena oxygen merupakan salah satu component untuk terjadinya kebakaran. Oxygen depletion dapat terjadi akibat aktivitas yang dilakukan didalamnya seperti pengelasan, dimana pada saat pengelasan dilakukan oxygen yang ada diudara dikonsumsi untuk proses pengelasan. Reaksi kimia misalnya adalah proses korosi yang terjadi didalam confined space juga dapat menurunkan kadar oxygen yang terdapat didalam confined space. Pengaruh kekurangan Oksigen: 21%
Konsentrasi normal Oxygen diudara
15%-19%
Tanda pertama adalah hipoksia. Penuruan kemampuan untuk bekerja. Dapat menimbulkan gangguan awal pada sirkulasi paru bagi yang memiliki masalah pernapasan (sesak napas)
12%-14%
Proses pernapasan mulai berat, laju napas mulai naik, dan mulai terjadi gangguan koordinasi otot, persepsi dan penilaian.
10%-12%
Laju pernapasan makin cepat dan dalam, penilaian makin buruk dan bibir mulai biru.
8%-10%
Gagal mental, tidak sadar, pingsan, pucat, bibir biru, mual, muntah, tidak mampu bergerak.
6%-8%
6 menit, 50% kemungkinan meninggal8 menit, 100% kemungkinan meninggal
4%-6%
Koma dalam 40 detik, kejang, pernapasan terhenti, dan meninggal
Kelebihan Oxygen Kelebihan oxygen dapat meningkatkan potensi kebakaran dan ledakan. Kelebihan oksigen dapat terjadi akibat kebocoran tabung oxigen pada saat pengelasan. Gas Mudah Terbakar
Campuran gas mudah terbakar apabila berada dalam rentang Lower and Upper Explosion Limit (LEL dan UEL). Jika campuran gas terbakar didalam confined space menjadi sangat berbahaya karena keterbatasan ruang untuk evakuasi, level oksigen akan turung dengan cepat, asap akan terkumpul didalam ruangan tersebut dan panas akan naik dengan cepat sehingga menyulitkan untuk evakuasi. Gas Beracun Keberadaan gas beracun didalam confined space dapat mengakibatkan berbagai dampak terhadap kesehatan, tergantung dari jenis bahan kimianya dan paparannya. Mulai dari gatal-gatal sampai pada meninggal. Tingkat paparan dapat dilihat dari nilai ambang batas yang dijinkan (NAB) dari bahan kimia tersebut. Nilai NAB umumnya dapat diperoleh dari data MSDS. SEMOGA BERMANFAAT HSP
Kontaminan Udara HSP, Penulis: Ismail.A Setiap hari kita terpajan dengan kontaminan yang ada di udara pada saat kita bernapas baik di rumah, di jalan atau selama bekerja. Apalagi bagi yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta, hampir mustahil untuk mendapatkan udara bersih tanpa kontaminan. Jenis kontaminan di udara bisa saja dalam bentuk partikel atau gas yang bersifat beracun, patogenik atau irritant ketika terhirup. Untuk mengurangi resiko bahaya dari pajanan kontaminan yang ada di udara maka dapat di gunakan alat perlindungan pernapasan yang disebut repirator atau lebih dikenal dengan nama masker. Di tempat kerja pada umumnya jenis kontaminan udara adalah debu (dust), uap logam (fume), partikel cairan (mist), uap (vapour) dan gas. Ukuran kontaminan tersebut bervariasi tergantung jenis dan sumber kontaminan, pada umumnya berkisar antara 0.01 – 10000 mikron, mulai dari yang tidak terlihat sampai yang terlihat oleh mata. Semakin kecil ukuran kontaminan di udara akan semakin besar kemungkinan terhirup dan masuk kedalam sistemp pernapasan atau paru-paru. Secara garis besar kontaminan di udara tersebut di kelompok menjadi dua, yaitu partikel dan gas.
Kontaminan Partikel Yang tergolong kontaminan partikel adalah debu, fume dan mist. Kontaminan ini berbentuk pertikel yang tersuspensi di udara dengan ukuran beragam.
1. Debu; Terjadi bila bahan padat pecah menjadi partikel kecil yang melayang di udara sebelum akhirnya jatuh karena gravitasi. Debu dihasilkan dari proses spt pengeboran, blasting, sanding, milling, penggerusan atau grinding. 2. Fume; Fumes terbentuk bila bahan padat menguap pada suhu tinggi kemudian mengembun. Sebagai contoh, uap metal panas menjadi dingin dan mengembun menjadi partikel berukuran sangat kecil, < 1 mikron. Metal fume dapat terjadi dari proses seperti pengelasan dan peleburan logam 3. Mist; Mists merupakan titik-titik cairan yang sangat halus terbentuk dari suatu bahan melalui proses pengkabutan kemudian pengembunan. Sebagai contoh, proses penyemprotan, pelapisan, pencampuran dan pembersihan
Kontaminan Gas Yang tergolong gas kontaminan adalah zat atau bahan kimia yang memang sudah berwujud gas pada suhu kamar dan zat dalam bentuk uap. 1. Gas; Gas merupakan bahan yang bukan cairan maupun padatan pada suhu dan tekanan ruang. Gas dapat berpindah jauh dan cepat dari sumbernya dan bahkan sering tidak terdeteksi. 2. Uap; Uap merupakan bahan yang menguap dari suatu cairan atau padatan. Sebagai contoh, air yang menguap jika dipanaskan membentuk kelembaban
Efek Kontaminan Udara Terhadap Kesehatan Efek kontaminan udara jika masuk kedalam system pernapasan sangatlah beragam, mulai dari yang bersifat akut sampai yang bersifat kronis. Beberpa penyakit yang dapat disebabkan oleh kontaminan yang ada di udara adalah:
Efek Partikel:
Iritasi pada hidung, tenggorokan dan jalur pernafasan bagian atas Partikel lebih kecil dari 5 mikron dapat masuk ke paru-paru bagian dalam dan menyebabkan kerusakan pada tissue paru-paru. Debu dapat menyebabkan asma, bronchitis, dan kanker paru-paru Mists dapat menyebabkan iritasi dan korosi pada nassal septum dan jalur pernafasan Fumes dapat menyebabkan metal fume fever dan tidak berfungsinya sistem syaraf pusat.
Efek Gas dan Uap:
Dapat masuk ke tubuh kita melalui pernafasan, dan terkadang bisa terserap melalui mata dan kulit. Dapat menyebabkan pusing, mual, tidak berfungsinya sistem syaraf, dan rusaknya fungsi pernafasan Berpotensi mempengaruhi bagian tubuh lain spt otak, tenggorokan, paru-paru, liver, dan ginjal.
Alat Pelindung Pernapasan (Masker) Masker adalah alat yang digunakan untuk mengurangi pajanan bahaya terhadap sistem pernapasan seperti fumes, mists, gases, vapors atau partikel yang berbahaya (OSHA). Ada beberapa jenis masker yang dapat digunakan untuk melindungi pekerja, secara garis besar di bagi menjadi tiga kelompok yaitu:
Air-Purifying Respirators (Masker Pemurni Udara) Air-purifying respirators (APRs) bekerja dengan cara memyaring dan menangkap kontaminan di udara pada saat udara mengalir melalui masker. Kontaminan akan di tangkap oleh filter, cartridges, atau canister. Terdapat banyak jenis filter, cartridges ataupun canister tergantung pada jenis paparan di tempat kerja.
Atmospher-Supplying Respirator (Masker dengan sistem suplai udara) Sistem ini dengan memberikan suplai udara bersih dengan cara mengambil udara bersih dari luar area yang terkontaminasi dan mengalirkannya ke pekerja yang berada di area kerja atau terkontaminasi. Sistem ini umumnya di gunakan apabila kadar oksigen (oxygen level) diarea kerja di bawah 19.2 %.
Negative and Positive-Pressure Respirator (Masker dengan sistem tekanan positif dan negatif) Kedua jenis masker diatas dapat menggunakan sistem tekanan positif atau negatif. Untuk sistem tekanan negatif dimana tekanan didalam masker lebih kecil dari luar masker sehingga udara akan mengalir kedalam masker saat bernafas. Tekanan positif adalah sebaliknya.