alat-alat direndam dalam HCL 2% selama 2 hari (saat praktikum tidak dilakukan, dianggap dianggap telah dilakukan sebelumnya)
kemudian direndam dengan aquadest dan didihkan selamma 30 menit (saat praktikum tidak dilakukan, dianggap praktikum idak dilakukan sebelumnya)
kemudian direndam dengan etanol 70% dan air (aa), kemudian dibilas dan diulangi ad larutan jernih
kemudian direndam dalam tepol 1% dan larutan Na2CO3 0,5% (aa) selama 1 hari (saat praktikum tidak dilakukan, dianggap praktikum idak dilakukan sebelumnya)
prosedure diatas diulangi 2 kali ad larutan tetap jernih (maksimal 3kali) (saat praktikum tidak dilakukan, dianggap praktikum idak dilakukan sebelumnya)
beaker glass, gelas ukur, erlenmeyer, karet pipet yang sudah dibungkus, disusun dalam autoklaf dengan rapi
suhu autoklaf diturunka 8 menit
autoklaf didinginka 7 menit
autoklaf ditutp rapat dan mulai dipanaskan (11 menit)
udara dalam autoklaf dikeluarkan (12menit)
suhu autoklaf ditunggu hingga mencapai suhu 1210C (15 menit)
setelah mencapai 1210C dihitung waktu kesetimbangan 0 menit
kemudian proses sterilisasi dimulai (waktu pembinasaan 15 menit)
setelah waktu 15 ment selesai, dilanjut dengan waktu tambahan jaminan sterilitas hingga 0 menit
dikeluarkan semua alat dari autoklaf
masukkan dalam kantong (jika basah harus dikeringka terlebih daulu)
diberi nama label nama kelompok 'steril'
batang pengaduk, pinset, spatula, gelas arloji yang sudah dibungkus, disusun didalam oven dengan rapi
suhu oven diset hingga suhu 160o C
diberi label nama kelompok dan "steril"
suhu oven ditunggu hingga mencapai suhu 160o C (waktu 1 jam)
setelah mencapai suhu 160o C proses sterilisasi dimulai (waktu 1 jam)
setelah waktu 30 menit selesai, suhu oven diturunkan dan ditunggu hingga 24 menit
keluarkan semua alat dari oven dan masukkan dalam kantong
dipindahkan dari ruang kelas II ke kelas I
sediaan disterilkan ke dalam oven dengan suhu 1600C selama 20 menit
tutup sediaan dengan alumunium foil, beri etiket dan label
dibuka lapisan terakhir yang membungkus alat
kacar arloji diletakkan pada neraca analitik
talk ditimbang sebanyak 10 gram sebanyak 2 kali
digerus pelan-pelan dengan stamper dalam mortir
talk dimasukkan ke dalam wadah masing-masing
batang pengaduk, pinset, spatula, gelas arloji diungkus menggunakan alumunium foil emmbentuk kotak (ada rongga udara)
pembungkusan dilakukan 2 lapis
beaker glas, gelas ukur, erlenmeyer, karet pipe dibungkus menggunakan kertas perkamen membentuk kotak (ada rongga udara)
pembungkusan dilakukan dua lapis
Ditimbang fenil merkuri nitrat sebanyak 50 mg
Diambil 3 mL, kemudian dilarutkan dalam aqua pro injeksi ad volume 150 mL
Dilarutkan dalam aqua pro injeksi ad volume 50 mL
semua alat dikeringkan menggunakan oven suhu 100o C selama 10 menit (dalam posisi terbalik)
selama pengeringan berlangsung, oven ditutup rapat
semua alat yang telah kering segera dibungkus
Ditimbang asam borat sebanyak 225 mg dan borat 50 mg
Diambil 4,5 mL, larutan borat, kemudian ditambahkan ke dalam larutan asam borat
Masing-masing dilarutkan dalam 5 mL larutan fenil merkuri nitrat
Diukur pH menggunakan indikator universal
Jika pH tidak sesuai (pH yang diharapkan adalah 7), dapat di-adjust dengan cara menambahkan NaOH 0,1 sampai pH mencapai 7
Ditimbang kloramfenikol sebanyak 75 mg, dimasukkan ke dalam beaker glass
Ditambahkan larutan fenil merkuri nitrat ad volume 15 mL
Dilarutkan dalam dapar borat dibantu dengan pemanasan 50-60oC
Disaring menggunakan kerats saring sebanyak 2 kali
Filtrat kembali menggunakan membran filter 0,45 µm, kemudian dimasukkan ke dalam wadah 10 mL.
Kalibrasi botol 150 ml + 2%
KCl ditimbang sebanyak 0,57 gram, dilarutkan dalam aquadest bebas pirogen tepat larut
Menyetarakan timbangan
Glukosa ditimbang sebanyak 5,7825, dilarutkan dalam aquadest bebas pirogen tepat larut
Larutan glukosa dan larutan KCl dicampur aduk hingga homogen
Ditambah aquadest bebas pirogen sampai volume 120 ml
pH diukur, diadjust ad pH 5-6
Ditambah aquadest bebas pirogen ad 150 ml
Dipanaskan pada suhu 80-90oC selama 15 menit
Ditimbang norit sebanyak 0,15 gram, masukkan dalam campuran dan aduk hingga merata
Panaskan pada suhu 70-80oC selama 10 menit
Disaring dengan kertas saring rangkap dua dengan menggunakan corong, ditambah aqua bebas pirogen ad 150 ml
Dipanaskan kembali hasil saringan pertama, disaring lagi dengan kertas saring yang sama, filtrat ditampung
Disaring dengan kertas saring yang baru satu lapis, filtrat ditampung
Diambil 102 ml (V' + 2%), dimasukkan dalam botol infus, ditutup dengan karet dan diikat
Sterilisasi dengan autoklaf 115oC selama 30 menit
Beri label dan etiket
alat-alat dicuci dengan air dan HCl encer (saat praktikum tidak dilakukan, dianggap telah dilakukan sebelunya
kemudian direndam dalam larutan tepol 1% dan Na2CO3 0,5% (aa) dan didihkan selama satu hari (saat praktikum tidak dilakukan, dianggap telah dilakukan sebelumnya)
alat-alat kemudian dibilas dengan aquades (3kali)
prosedur diatas dilakukan 2 kali ad larutan tetap jernih (maksimal 3 kali) (saat praktikum tidak dilakukan, dianggap telah dilakukan sebelumnya.
alat-alat didihkan dalam larutan tepol 1% selama 10 menit
kemudian direndam dalam larutan Na2CO3 5% selama 5 menit
kemudian dibilas dengan air panas mengalir (saat praktikum tidak dilakukan)
kemudian didihkan dengan air selama 15 menit, kemudian dibilas (saat praktikum tidak dilakukan)
kemudian didihkan dengan aquadest 15 menit, kemudian dibilas dengan aquadest 3 kali
67
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL
PENCUCIAN DAN STERILISASI
Dosen Pembimbing:
Weka Sidha Bhagawan, M.Farm., Apt.
Rahmi Annisa, M.Farm., Apt.
KELOMPOK 2:
Sinta Aprilia Rizky W. (13670002)
Fahda Dina Mufidah (13670007)
MM. Ardi Mukhoffah B.I (13670012)
Anis Akhwan Dhafin (13670017)
Trian Sidha Minggarwati (13670021)
Novenda Anden Bimala (13670024)
Fitya Aprilia Dalilati (13670030)
Mutholiatul Masyrifa (13670037)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan sterilisasi alat dan bahan dengan pemanasan kering (menggunakan oven) dan pemanasan basah (menggunkan autoclave).
Dasar Teori
Steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.
Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Sterilisasi yang sering dilakukan untuk alat-alat praktikum terbagi menjadi sterilisasi kering dan sterilisasi basah (Hadioetomo,1993).
Panas kering
Cara ini untuk membunuh mikroba hanya memakai udara panas kering yang tinggi. Sterilisasi panas kering dibedakan atas :
Panas membara
Dengan jalan menaruh benda yang akan di sterilkan dalam nyala api bunsen sampai merah membara. Alat yang disterilkan yaitu sengkelit, jarum, ujung pinset dan ujung gunting.
Melidah - apikan
Dengan melewatkan benda dalam api bunsen, namun tidak sampai menyala terbakar. Alat yang disterilkan yaitu scalpel, kaca benda, mulut tabung dan mulut botol.
Udara kering
Oven merupakan ciri umum yang dimaksud. Alat ini terbuat dari kotak logam, udara yang terddapat di dalamnya mendapat udara panas melalui panas dari nyala listrik. Alat yang disterilkan yaitu tabung reaksi, cawan petri, pipet, scalpel dari logam, gunting dan botol. Pemanasan satu jam dengann temperatur 160 oC dianggap cukup.
Gambar. Oven
Panas Basah
Yang dimaksud panas basah adalah pemansan menggunakan air atau uap air. Uap air adalah media penyalur panas yang terbaik dan terkuat daya penetrasinya. Panas basah mematikan mikroba. Oleh karena koagulasi dan denaturasi enzim dan protein protoplasma mikroba. Untuk mematikan spora diperlukan panas basah selama 15 menit pada suhu 121 oC. Sterilisasi panas basah dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu:
Panas basah <100 oC (Pasteurisasi)
Pasteurisasi yaitu pemanasan pada suhu 60oC selama 30 menit. Pasteurisasi tidak dapat membunuh spora atau dipanaskan pada suhu 71,6-80 oC selama 15-30 detik kemudian cepat-cepat didinginkan.
Panas basah pada suhu 100 oC
Di sini menggunakan air mendidih (suhu 100oC) selama 10 menit. Untuk mematikan bentuk spora dilakukan pemansan 3 hari berturut-turut selama 15-45 menit sehingga spora yang tidak mati pada pemanasan pertama akan beruah menjadi bentuk vegetatif pada hari kedua steleh inkubasi pada shu 37 oC begituu pula spora yang tidak mati pada hari kedua, akan berubah menjadi bentuk vegetatif pada hari ketiga.
Panas basah >100 oC
Sterilisasi dengan cara ini hasilnya mutlak steril, sehingga biasa dipergunakan di rumah sakit dan laboratorium besar. Cara ini menggunakan tangki yang diisi dengan uap air yang disebut autoclave. Alat yang disterilkan adalah alat dari kaca, kain kasa, media pembenihan, cairan injeksi, dan bahan makanan.
Gambar. Autoclave
Metodologi
Alat dan Bahan
Alat
-kaca arloji
-beaker glass
-erlenmeyer
-pengaduk
-pinset
-spatel
-pipet tetes
-corong
-gelas ukur
-kertas perkamen
-alumunium foil
b. Bahan
-HCL encer
-HCL 2%
-Tepol 1%
-Na2CO3 5%
-aquadest
-etanol 70%
Prosedur Kerja
Pencucian
Pencucian alat gelas
Pencucian alumunium
Pencucian karet
Pengeringan alat
Pembungkusan alat
Sterilisasi kering
Sterilisasi basah
Sterilisasi alat
Sterilisasi kering
Sterilisasi basah
4. Hasil Pengamatan
Jumlah alat gelas yang disterilkan : 9 buah
Jumlah alat gelas yang disterilkan dengan metode sterilisasi basah : 4 buah
Jumlah alat gelas yang disterilkan dengan metode sterilisasi kering : 5 buah
Hsil sterilisasi terakhir : bersih dan kering tidak terdapat noda air.
5. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan sterilisasi alat dan bahan dengan pemanasan kering (menggunakan oven) dan pemanasan basah (menggunakan autoclave). Dalam percobaan yang telah dilakukan alat-alat yang disterilkan meliputi: beaker glass, Erlenmeyer, karet pipet, gelas ukur (sterilisasi basah); kaca arloji, pengaduk, pinset, spatel, pipet tetes (sterilisasi kering). Pencucian dan sterilisasi sangat penting dilakukan karena merupakan salah satu elemen penting dalam suatu rangkaian proses pembuatan sediaan steril.
Sterilisasi merupakan pemusnahan atau pengusiran bentuk hidup mikroorganisme yang terdapat dalam bahan, sediaan dan barang-barang. Sediaan dan barang dinyatakan steril jika semuanya bebas dari bentuk hidup mikroorganisme, yang dapat dibuktikan melalui persyaratan pada " pengujian terhadap sterilitas". Terdapat beberapa macam metode sterilisasi, yaitu :
Sterilisasi kimia, misalnya menggunakan antibiotik, fenol-fenol, alkohol, gasetilen oksida, dan formaldehid.
Sterilisasi Radiasi, misalnya menggunakan sinar UV, sinar laser, sinar gamma.
Seterilisasi panas, yaitu dibagi menjadi sterilisasi panas basah dan sterilisasi panas kering.
Sterilisasi filtrasi, yaitu menggunakan suatu filter untuk menyaringmikroorganisme baik virus maupun bakteri.
Sediaan farmasi steril adalah sediaan farmasi yang memenuhi syarat bebas dari mikroorganisme disamping syarat fisika dan kimia. Pencucian bertujuan untuk membersihkan alat-alat dari lemak, partikel, bakteri, dan pirogen. Bahanyang dapat digunakan dalam pencucian antara lain alkali, detergen, purified water (PW),aqua demineralisasi (DI) yang disaring, non-pyrogen water, dan air untuk injeksi (WFI).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan, mematikan, atau menghancurkan semua bentuk mikroorganisme hidup baik yang pathogen maupun tidak, bahkan dalam bentuk vegetative (spora) dari suatu objek atau bahan. Dengan sterilisasi akan diperoleh objek atau bahan yang steril. Pada umumnya suatu proses yang dapat menghancurkan zat hidup juga mampu menyebabkan beberapa kerusakan pada objek yang disterilkan. Dalam percobaan ini metode sterilisasi apa yang akan digunakan tergantung apakah objek tahan panas atau tidak.
Metode sterilisasi yang dipilih untuk beaker glass, Erlenmeyer, corong, gelas ukur adalah sterilisasi menggunakan autoclave. Sterilisasi uap merupakan proses sterilisasi termal menggunakanuap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu bejana yang disebut autoklaf. Metode ini paling banyak digunakan.
Suatu siklus autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121ºC kecuali dinyatakan lain. Autoklaf dapat mempertahankan suhu 121º C ± 2,0º C dilengkapi dengan thermometer, pengukur tekanan, lubang ventilasi, rak yang cukup untuk menampung wadah uji diatas permukaan air dan sistem pendingin air yang akan mendinginkan wadah uji sampaisuhu lebih kurang 20ºC tetapi tidak di bawah suhu 20ºC segera setelah siklus pemanasan. Prinsip dasar dari autoklaf adalah udara di dalam bejana sterilisasi diganti dengan uap jenuh dan hal ini dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus.
Metode sterilisasi basah sangat efektif meskipun pada suhu yang tidak begitu tinggi, karena uap air berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan panas sebanyak 686 kalori per gram uap air pada suhu 121ºC. Panas ini mendenaturasikan atau mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian mematikannya. Maka sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa saja yang dapat ditembus uap air (minyak misalnya, tidak dapat ditembus uap air) dan tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar antara 110ºC dan 121ºC (Hadioetomo, R. S., 1985).
Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut. Metode ini juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak, minyak lemak, dan sediaan-sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh (Ansel, 1989).
Adapun langkah kerja untuk sterilisasi alat gelas menggunakan autoclave adalah sebagai berikut:
Pertama kali alat-alat dicuci dengan air dan HCl encer dengan tujuan untuk menetralkan kondisi alkalis dari alat gelas. Kemudian direndam dalam larutan tepol 1% dan Na Carbonat 0,5%). HCl encer untuk menetralkan sifat alkalis dari gelas akibat proses leburannya. Struktur gelas terdiri dari ikatan silika tetrahedral yang bersifat basa. Pada temperatur kamar, ion soda silikat dapat berpindah sehingga bercampur dengan larutan setelah kontak dalam waktu yang lama. Hal ini dapat terjadi karena soda silikat gelas akan mengalami hidrolisis oleh adanya air dan akan terbentuk alkali hidroksida yang dapat bereaksi dengan obat-obat yang dikemas didalamnya dan pada akhirnya dapat terjadi degradasi obat. Namun, sedikit banyaknya pembebasan alkali ini sangat tergantung pada kualitas bahan gelas. Tepol berfungsi sebagai surfaktan, bisa juga digunakan untuk mengurangi lemak.
Keuntungan tepol adalah tidak menimbulkan noda putih. Hal ini karena tepol tidak mengandung asam stearat. Kedua langkah ini dilakukan untuk karet berkualitas jelek. Bila digunakan karet kualitas baik maka langkah-langkah tersebut tidak harus dilakukan. Selanjutnya direndam dalam tepol 1% dan Na bicarbonate 0,5% (aa) dan didihkan selama 1 hari. Tepol 1% berfungsi sebagai surfaktan yang akan mengikat lemak pada gelas yang akan terikat pada gugus lipofil dari surfaktan. Selain itu juga untuk membebaskan pirogen (depirogenasi) dan disinfektan. Sementara Na Carbonat 0,5% berfungsi untuk menetralkan sisa asam akibat HCl encer. Prosedur tersebut diulangi 2 kali ad larutan tetap jernih (maksimal 3 kali). Alat-alat kemudian dibilas dengan aquadest sebanyak 3 kali. Semua alat dikeringkan menggunakan oven suhu 100ºC selama 10 menit (dalam posisi terbalik). Selama pengeringan berlangsung oven ditutup rapat. Semua alat yang telah dikeringkan segera dibungkus.
Gambar. Alat-alat setelah dicuci
Untuk pencucian karet, karet direndam dalam HCl 2% selama 2 hari dengan tujuan untuk menetralkan kondisi alkalis dari tutup karet. Selanjutnya rendam tutup karet dengan larutan (tepol 1% dan Na Carbonat 0,5%) selama 1 hari dengan tujuan supaya penyerapan tepol dan Na Carbonat lebih efektif. Prosedur di atas diulangi sebanyak 2 kali ad larutan tetap jernih. Kemudian direndam dengan aquadest dan didihkan selama 30 menit. Direndam dengan etanol 70% dan air (aa).
Prosedur selanjutnya adalah pembungkusan alat. Beaker glass, gelas ukur, Erlenmeyer, karet pipet dibungkus menggunakan aluminium foil (tidak ada rongga udara) agar uap air tidak masuk pada alat gelas. Alat-alat gelas yang sudah terbungkus rapi dimasukkan kedalam autoklaf, disusun dengan rapi. Autoklaf ditutup rapat dan mulai dipanaskan (11 menit), udara di dalam autoklaf dikeluarkan (12 menit). Suhu autoklaf ditunggu hingga mencapai suhu 121ºC (15 menit). Setelah mencapai suhu 121ºC dihitung waktu kesetimbangan 0 menit. Kemudiaan proses sterilisasi dimulai (waktu pembinasaan 15 manit). Waktu tersebut merupakan waktu untuk proses sterilisasi. Setelah waktu 15 menit selesai, dilanjutkan waktu tambahan jaminan sterilitas hingga 0 menit. Waktu ini digunakan untuk menjamin bahwa bakteri spora Stearothermophillus telah benar-benar mati. Suhu autoklaf diturunkan (8 menit), autoklaf didinginkan (7 menit). Semua alat dikeluarkan dari autoklaf. Dimasukkan kedalam kantong yang kering.
Gambar. Alat-alat dibungkus dengan alumunium foil
Gambar. Alat-alat dimasukan dalam autoclaf
Sterilisasi panas kering dilakukan untuk alat-alat yang tahan pemanasan tinggi tetapi tidak dapat ditembus oleh uap air dengan mudah. Pada sterilisasi panas kering, pemusnahan mikroba berdasarkan proses oksidasi dan dehidrasi terhadap sel mikroba. Dalam sterilisasi ini perlu diperhatikan penyusunan alat gelas dalam oven. sebaiknya alat gelas disusun agak renggang sehingga aliran udara dapat menembus dan terdispersi keseluruh permukaan gelas. Keuntungan menggunakan metode sterilisasi panas kering adalah alat-alat yang disterilkan akan tetap kering.
Dibandingkan dengan panas lembab, panas kering kurang efisien dan membutuhkan suhu lebih tinggi serta waktu yang lebih lama untuk sterilisasi. Hal ini disebabkan karena tanpa kelembaban tidak ada panas laten. Hubungan antara suhu dan lamanya pemanasan yang umum digunakan dalam sterilisasi dengan panas kering adapat dilihat pada tabel. Pemanasan seperti ini menjamin bahwa suhu pada benda-benda yang diapanskan dalam oven akan mencapai 160-175ºC selama sekurang-kurangnya 10 menit (Hadioetomo, R. S., 1985).
Secara keseluruhan, metode panas basah lebih efektif dibandingkan panas kering. Kelebihan panas basah :
Uap air mempunyai daya bakterisida yang lebih besar daripada panas kering sehingga sterilisasi dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah dan waktu yang lebih singkat.
Kapasitas kalor uap air lebih besar dibandingkan kapasitas kalor udara kering, sehingga pemindahan kalor dapat terjadi dengan lebih cepat.
Uap air dapat menempati seluruh ruangan dengan merata.
Langkah kerja untuk sterilisasi panas kering adalah sebagai berikut:
Alat-alat gelas (batang pengaduk, pinset, spatula, gelas arloji) yang sudah dicuci, dikeringkan dan dibungkus dengan aluminium foil (ada rongga udara) disusun dalam oven dengan rapi. Suhu oven diset hingga suhu 160ºC dan ditunggu hingga mencapai suhu 160ºC (waktu 33 menit). Setelah mencapai suhu 160ºC proses sterilisasi dimulai (waktu 30 menit). Setelah waktu 30 menit selesai, suhu oven diturunkan dan ditunggu hingga 24 menit. Dikeluarkan semua alat dari oven dan dimasukkan dalam kantong yang kering. Selanjutnya semua alat-alat yang sudah dilakukan proses sterilisasi baik basah maupun kering disimpan di tempat yang steril.
Gambar. Alat-alat di dalam oven
Gambar. Pemanasan kering dengan oven
Hasil percobaan ini didapatkan alat gelas serta karet penutup yang kering, bersih dan bebas dari partikel asing.
6. Kesimpulan
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan produk steril harus diperhatikan kontrol kualitas dan sterilitasnya sebagai pendukung pembuatan sediaan steril.Bahan yang tidak tahan panas disterilisasi dengan sterilisasi basah menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 45 menit. Pada metode ini uap air akan menembus dinding sel mikroba dan mengakibatkan koagulasi protein sehingga spora bakteri akan mati dan tercapai keadaan steril. Bahan yang tahan panas glassware disterilisasi dengan sterilisasi kering menggunakan oven pada suhu 160oC selama 1 jam. Pada sterilisasi panas kering, pemusnahan mikroba berdasarkan proses oksidasi dan dehidrasi terhadap sel mikroba.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed ke 4, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Hadioetomo, R. S., 1985, Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, PT. Gramedia, Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL
PEMBUATAN SERBUK TALK STERIL
Dosen Pembimbing:
Weka Sidha Bhagawan, M.Farm., Apt.
Rahmi Annisa, M.Farm., Apt.
KELOMPOK 2:
Sinta Aprilia Rizky W. (13670002)
Fahda Dina Mufidah (13670007)
MM. Ardi Mukhoffah B.I (13670012)
Anis Akhwan Dhafin (13670017)
Trian Sidha Minggarwati (13670021)
Novenda Anden Bimala (13670024)
Fitya Aprilia Dalilati (13670030)
Mutholiatul Masyrifa (13670037)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
Tujuan
Mahasiswa mampu memahami dan mampu melakukan sterilisasi sediaan dengan menggunakan metode pemanasan kering.
Dasar Teori
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi – bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan – bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Pemanasan kering ini kurang efektif apabila temperature kurang tinggi. Untuk mencapai efektivitas diperlukan pemanasan mencapai temperature 160-1800C. pada temperature ini akan menyebabkan kerusakan pada sel-sel hidup dan jaringan. Hal ini disebabkan terjadinya auto oksidasi sehingga bakteri pathogen dapat terbakar. Pada sistem pemanasan kering terdapat udara. Udara ini merupakan pengantar panas, namun untuk sterilisasi udara merupakan pengantar panas yang buruk sehingga sterilisasi membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 45 menit. Menurut Gunawan (2008), lama pemanasan tergantung dari tingginya suhu yang digunakan
Suhu (0C)
Waktu (jam)
170
1,0
160
2,0
150
2,5
140
3,0
Pemanasan kering digunakan untuk sterilisasi pipet, tabung reaksi, stick swab, jarum operasi, jarum suntik dan syringe. Temperature tinggi dapat mempengaruhi ketajaman jarum dan gunting (Gabriel, 1996). Setelah proses pemanasan, perlu dilakukan pengawasan agar tidak terjadi kontaminasi selama proses pendinginan. Semua cairan atau gas pendingin yang kontak dengan produk harus disterilkan (Hutabarat, 2005)
Waktu pemanasan merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu sterilisasi. Waktu kesetimbangan adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyamkana suhu antara lingkungan dan di dalam alat yang disterilisasi. Waktu pembinasaan adalah waktu untuk mensterilkan alat-alat. Waktu tambahan jaminan sterilisasi adalah tambahan waktu yang digunakan apabila ada kemungkinan keadaan kesetimbangan belum tercapai pada waktu kesetimbangan yang dicatat sebelumnya. Dan yang terakhir adalah waktu pendinginan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu alat sampai alat atau bahan yang disterilkan bisa dipegang.
Talk mengandung sedikit alumunium silikat yang merupakan bahan alam yang terkadang mengandung beberapa mikroba seperti Chlostridium welchii, Chlostridium tetani, danBacillus antrachis. Menurut Martindale, talk steril memilki beberapa fungsi anatara lain sclerosant setelah terjadi drainase ganas pada efusi pleura dan pneumotoraks spontan berulang. Mekanisme aksi terapetik talk yang dimasukkan ke dalam rongga pleura diduga dapat mengurangi reaksi inflamasi dengan meningkatkan kerja pleura, mengurangi celah yang ada dalam pleura dan menghindari reakumulasi cairan pleura. Selain itu, talk untuk efusi pleura bekerja dengan mengeluarkan udara, darah atau cairan lain dalam paru-paru, mengembangkan paru-paru dan mencegah cairan atau udara kembali ke dalam paru-paru. Talk memiliki ukuran partikel yang kecil sehingga mudah terpenetrasi ke dalam rongga pleura dan menghasilkan onset yang cepat (Amin, et al, 2007).
Efusi pleura merupakan keadaan di mana cairan menumpuk di dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak 10-20 ml yang berfungsi mempermudah pergerakan paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah cairan melebihi volum normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura parietal yang melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura viseral. Keadaan ini dapat mengancam jiwa karenacairan yang menumpuk tersebut dapat menghambat pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara terganggu. Banyak penyakit yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura.
Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralisdengan parietalis baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka panjang serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga pleurodesis dapat dilakukan untuk terapi paliatif pada penderita efusi pleura ganas. (Amin et al, 2007)
Secara umum tujuandilakukannya pleurodesis adalah untuk mencegah berulangnya efusi berulang (terutama bila terjadi dengan cepat), menghindari torakosintesis berikutnya dan menghindari diperlukannya insersi chest tube berulang, serta menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efusi pleura atau pneumothoraks berulang. Efusi pleura ganas merupakan indikasi paling utama pada pleurodesis. Hal ini disebabkan karena kurang efektifnya terapi tumor lanjut sedangkan terapi paliatif perlu dilakukan untuk mengurangi gejala pada pasien. Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis. Meskipun demikian, perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur pada pasien serta risiko dilakukannya prosedur agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan yang dilakukan. Penggunaan teknik yang tepat, agen sklerosis dan kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang menentukan keberhasilan tindakan. (Amin et al, 2007).
Pra Formulasi
Tinjauan Farmakologi
EfekUtama :
Mencegah iritasi
Sebagai agen pleurodesis yang digunakan dalam pengobatan pneumotorax, serta efusi pleura maligna dan non maligna.
Efek Samping :
Menyebabkan iritasi pernafasan, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pneumoniasis
Menyebabkan granuloma jika digunakan pada bagian tubuh yang terluka
Talk yang mengandung asbes dapat memicu kanker
Penggunaan dosis tinggi (10gram) dapat menyebabkan gagal nafas
Kontra Indikasi :
Paru-paru yang tidak bisa re-expand, pasien yang alergi, pasien yanghipersensitivitas pada talk.
Tinjauan Sifat Fisika Kimia Bahan Obat
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih keabu-abuan, berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas butiran (FI 1V, 1995)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan etanol 96%, larut dalam larutan asam dan alkali hidroksida (BP 2009 Vol I & II, P5836).
Stabilitas : Stabil pada pH 7-10 bila dalam bentuk larutan (HPE 2006; 786) dan Mengasorbsi air dalam jumlah yang tidak signifikan pada suhu 25oC dan kelembapan relatif hingga 90%.
Cara Sterilisasi : Sterilisasi dengan menggunakan panas kering pada suhu 160oC tidak lebih dari 1 jam (HPE, 2006). Sterilisasi dengan radiasi sinar gama (HPE, 2006)
Inkompatibilitas : Senyawa amonium quartener
Cara Pennggunaan :Disuntikan atau diinjeksi ke dalam rongga dada melalui chestube dengan menggunakan syringe. Pasien diminta untuk bernafas beberapa kali agar serbuk talk tertarik kedalam rongga pleura (Amin dan Masna, 2007)
Dosis : 2-5 gram, terkadang 10 gram
Formulasi
Permasalahan :
Metode Sterilisasi berdasarkan pustaka adalah metode sterilisasi gas. Gas yang digunakan dalam sterilisasi adalahetilen oksida (HPE : 728). Gas ini mudah menguap dan terbakar. Selain itu residu etilen oksida adalah bahan yang toksik yang harus dihilangkan dari bahan-bahan yang disterilkan setelah proses sterilisasi. Perlu dilakukan perlindungan terhadap personel dan efek berbahaya gas etilen oksida (Validation of Pharmaceutical proses : 151).
Penyelesaian :
Dilakukan sterilisasi menggunakan panas kering yang sesuai untuk sediaan talk steril yaitu oven suhu 160oC tidak lebih dari 1 jam (HPE, 2006).
Formulasi yang harus dibuat
R/ Talk 10 gram
S. Serbuk tabur No 11
Perhitungan berat dan volume
Talk ditimbang sebanyak 10 gram dikali 2 = 20 gram
Cara sterilisasi
Bahan yang akan dibuat disterilisasi dengan menggunakan metode panas kering dengan menggunakan oven pada suhu 160oC tidak lebih dari 1 jam.
Metodologi
Alat dan Bahan
Alat
Kaca arloji (besar dan kecil)
Sendok porselen
Pengaduk
Pinset
Botol serbuk
Tutup alumunium/ tutup botol
Mortar dan stamper
Bahan
Talk
Prosedur Kerja
6. Pembahasan
Praktikum kali ini berjudul formulasi serbuk talk steril dengan tujuan agar praktikan dapat memahami dan mampu melakukan sterilisasi sediaan dengan menggunakan metode pemanasan kering.
Langkah awal dari praktikum kali ini yaitu talk terlebih dahulu disterilkan dengan metode panas kering menggunakan oven pada suhu (tidak kurang dari) 160°C selama 20 menit. Sebelum disterilkan, talk terlebih dahulu dimasukkan ke dalam vial. Terdapat kesalahan prosedur pada pembuatan sediaan talk steril, yaitu penutup vial yang terbuat dari karet tidak disterilisasi terlebih dahulu. Seharusnya penutup vial disterilisasi terlebih dahulu menggunakan autoklaf, kemudian penutupan vial dilakukan dibawa LAF (Laminar Air Flow) agar tidak terjadi kontaminasi. Cara ini mungkin kurang efisien jika diterapkan untuk pembuatan sediaan talk steril skala besar karena prosesnya terlalu panjang dan seringnya pemindahan sediaan dan alat menyebabkan adanya kemungkinan terjadi kontaminasi. Sebaiknya penutup vial yang digunakan terbuat dari alumunium sehingga dapat langsung disterilkan dalam oven bersama dengan sediaan talk dan mempersingkat waktu pengerjaan dan pemindahan alat dan sediaan.
Menurut Vallender (2009) sterilisasi talk dapat dilakukan menggunakan oven pada suhu 160°C selama tidak lebih dari satu jam. Sebelum digunakan, talk (dan bahan mineral lain) harus bebas dari bakteri Clostridium tetani, Clostridium welchii, dan Bacillus anthracis sehingga harus disterilkan dahulu dengan cara D (Syamsuni, 2006), yakni pemanasan secara kering menggunakan oven pada suhu 150 ºC selama satu jam dengan udara panas (Anonim, 1995).
Sterilisasi talk termasuk dalam metode sterilisasi akhir, yakni merupakan proses sterilisasi yang dilakukan setelah sediaan selesai dikemas. Jenis metode sterilisasi yang sering digunakan adalah metode sterilisasi panas lembab menggunakan autoklaf, namun sterilisasi akhir dapat dilakukan dengan berbagai metode (panas kering, filterisasi, EM, pengion, gas, dsb). Pertimbangan untuk memilih metode sterilisasi yang sesuai adalah dengan mempertimbangkan kestabilan bahan dan zat yang terhadap panas atau kelembaban (Stabilitas, Kompatibilitas dan Efektifitas serta Efisiensi) (Anonim, 2002).
Selanjutnya menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. Alat yang sebelumnya telah disterilisasikan pembungkus pertamanya dibuka dan di semprot dengan alkohol di ruang kelas 2. Setelah itu pembungkus kedua dibuka. Proses selanjutnya yaitu menimbang talk 10 gram sebanyak 2 kali menggunakan kaca arloji. Spatula dilakukan untuk mengambil talk sedangkan pinset digunakan untuk menjepit kaca arloji agar dapat ditempelkan pada mulut botol. Semua alat yang bersentuhan dengan sediaan tidak boleh tersentuh langsung dengan tangan.
Pada saat praktikum, praktikan juga diwajibkan menggunakan sarung tangan dan masker untuk mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh manusia. Talk yang sudah ditimbang dimasukkan dalam wadah. Menurut cara pembuatannya talk steril ini merupakan produk yang disterilkan dalam wadah akhir. Hal tersebut dikarenakan proses sterilisasi dilakukan setelah talk dimasukan kedalam wadah primernya
Selanjutnya dilakukan proses sterilisasi pada talk, alasannya karena talk mengandung sedikit alumunium silikat yang merupakan bahan alam yang terkadang mengandung beberapa mikroba seperti Chlostridium welchii, Chlostridium tetani, dan Bacillus antrachis. Ketiga jenis bakteri tersebut merupakan bakteri patogen yang merugikan jika tidak dihilangkan. Sehingga dibutuhkan proses sterilisasi untuk menghilangkan ketiga bakteri tersebut. Sterilisasi talk dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu sterilisasi gas, radiasi, dan panas kering.
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan proses sterilisasi dengan metode pamanasan kering karena talk merupakan bahan atau sediaan yang stabil terhadap pemanasan. Waktu pemanasan yang dilakukan praktikum ini, yaitu selama 20 menit dengan suhu 160oC dengan menggunakan oven. Sterilisasi dengan oven tidak akan membuat talk rusak. Selain itu sterilisasi ini tidak mengandung uap air yang dapat menetes pada talk yang dapat menyebabkan talk menjadi basah. Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami dehidrasi sampai kering. Selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga menyebabkan mikroba mati.
Wadah yang digunakan adalah botol dengan tutup logam untuk menghindari lelehnya wadah mengingat proses sterilisasi yang digunakan adalah panas kering (oven) yang dapat menyebabkan plastik meleleh. Menurut cara pembuatannya talk steril ini merupakan produk yang disterilkan dalam wadah akhir. Hal tersebut dikarenakan proses sterilisasi dilakukan setelah talk dimasukan ke dalam wadah primernya. Sterilisasi dilakukan pada suhu 160°C dan total waktu 72 menit. Pada proses sterilisasi ini juga ada waktu kesetimbangan. Waktu kesetimbangan merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyamakan suhu pada sediaan dan suhu di luar sediaan. Dalam praktikum waktu kesetimbangan adalah 20 menit. Selain waktu kesetimbangan juga terdapat waktu jaminan sterilitas.
Waktu jaminan sterilisasi merupakan waktu tambahan yang diperlukan untuk menjamin bahwa sediaan telah benar-benar steril. Lamanya waktu jaminan steilitas adalahsetengah dari waktu kesetimbangan, dalam praktikum adalah 10 menit.Penggunaan talk steril pada pengobatan efusi pleura (pleurodesis) adalah dengan melarutkan 3-10 gram bubuk talk steril dalam 100 mL NaCl 9%.
Mekanisme aksi terapetik talk yang dimasukkan ke dalam ronggapleura diduga dapat mengurangi reaksi inflamasi dengan meningkatkan kerja pleura, mengurangi celah yang ada dalam pleura dan menghindari reakumulasi cairan pleura (Anonym, 2006). Selain itu talk untuk efusi pleura bekerja dengan mengeluarkan udara, darah atau cairan lain dala paru-paru, mengembangkan paru-paru dan mencegah cairan atau udara kembali ke dalam paru-paru. Talk memiliki ukuran partikel yang kecil sehingga mudah terpenetrasi ke dalam rongga pleura dan menghasilkan onset yang cepat (Amin, et al, 2007).
7. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan yaitu:
Talk memerlukan sterilisasi karena berasal dari bahan alam mudah ditumbuhi mikroba.
Proses sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi panas kering
Serilisasi panas kering dengan oven karena talk stabil terhadap pemanasan dan agar tidak terkena uap air yang dapat menyebabkan talk menjadi basah dan menggumpal.
Talk powder tidak dilakukan sterilisasi dengan radiasi karena berbahaya dan memerlukan peralatan khusus.
Waktu yang digunakan pada sterilisasi panas kering ini selama 20 menit dengan suhu 160oC
8. Kemasan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Anonim. 2002. WHO Expert Committee On Specifications For Pharmaceutical Preparations, Thirty-Sixth Report. Jenewa : Universal Copyright Convention
Kehrer, James P. 1990. Pulmonary Toxicity of Inhaled and Intravenous Talc by M.A. Hollinger. Toxicology Letters 52 (2): 117–19. doi:10.1016/0378-4274(90)90144-B.
Lambert, Byron J., Todd A. Mendelson, and Michael D. Craven. 2011. Radiation and Ethylene Oxide Terminal Sterilization Experiences with Drug Eluting Stent Products. AAPS PharmSciTech 12 (4): 1116–26. doi:10.1208/s12249-011-9644-8.
Mendes, Gisela C. C., teresa R. S. Brandao, and Christina L. M. Silva. 2007. "Ethylene Oxide Sterilization of Medical Devices: A Review." Am J Infect Control 35: 574–81.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, and Si n C. Owen, eds. 2006. Owen. 5th ed. London ; Greyslake, IL : Washington, DC: Pharmaceutical Press ; American Pharmacists Association.
Vallender, M. 2009. British Pharmacopoeia. 6th ed. Vol. I & II. London: The Stationery Office on behalf of the Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA).
LAMPIRAN
Gambar. Penimbangan bahan-bahan
Gambar. Talk digerus pelan dengan stamper dan mortir
Gambar. Talk dimasukan dalam vial
Gambar. Hasil sediaan
Gambar. Hasil sediaan talk steril
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL
PEMBUATAN SEDIAAN INFUS KCl 0,38% ISOTONIS CUM GLUKOSA SEBANYAK 100 ml
Dosen Pembimbing:
Weka Sidha Bhagawan, M.Farm., Apt.
Rahmi Annisa, M.Farm., Apt.
KELOMPOK 2:
Sinta Aprilia Rizky W. (13670002)
Fahda Dina Mufidah (13670007)
MM. Ardi Mukhoffah B.I (13670012)
Anis Akhwan Dhafin (13670017)
Trian Sidha Minggarwati (13670021)
Novenda Anden Bimala (13670024)
Fitya Aprilia Dalilati (13670030)
Mutholiatul Masyrifa (13670037)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
Tujuan
Mempelajari cara pembuatan sediaan steril volume besar beserta cara sterilisasinya.
Mempelajari cara perhitungan isotonis.
Membuat sediaan yang bebas dari pirogen.
2. Pra Formulasi
A. Tinjauan Farmakologi
Efek utama
Untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi kalium
Sumber ion kalium
Untuk pengobatan hipokalemia atau hipochloremic alkalis
Untuk pengobatan keracunan digitalis
Efek samping
Dosis berlebih dapat menyebabkan hiperkalemia khusunya pada pasien gangguan ginjal. Gejala-gejalanya meliputi paraesthesia ekstremitas (bagian kaki/tangan), kelelahan otot, paralisis, cardiac arythmias, heart block, cardiac arrest, dan kebingungan. Dapat menyebabkan nyeri atau radang pembuluh darah.
Kontraindikasi
Pasien dengan konsentrasi kalium plasma lebih dari 5 mmol/liter. KCl merupakan garam kalium yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena hypochloramic alkalosis yang sering berhubungan dengan hipoglikemia dapat diatasi dengan ion klorida dari senyawa ini (Sweetman, 2002).
B. Tinjauan Sifat Fisika Kimia Bahan Obat
KCl
Pemerian : Kristal atau serbuk kristal putih atau tidak berwarna, tidak berbau tidak berasa atau berasa asin.
Kelarutan : 1: 2,8 dalam air (20OC), 1: 1,8 dalam air (100 OC), 1:250 dalam etanol 95%, 1 : 14 dalam gliserin (20 OC), praktis tidak laut dalam aseton dan eter (20 OC).
Stabilitas : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering, dibawah suhu (25 OC).
Cara steril : Filtrasi atau autoclave (121 OC, 30 menit).
Inkompatibilitas:
Larutkan KCl bereaksi kuat dengan bromine trifluoride dan dengan campuran H2SO4 dan KMnO4. Adanya HCl, NaCl, dan MgCl akan menurunkan kelarutn KCl dalam air. Larutan intravena KCl inkompatibel dngan proton hidrolisat.
Cara Penggunaan:
Konsentrasi kalium pada rute iv tidak lebih dari 40 mEq/L dengan kecepatan 20 mEq/jam (untuk hipokalemia). Untuk mempertahankan konsentrasi kalium pada plasma 4 mEq/L (DI, 2003 hal. 1410). K+ dalam plasma = 3,5-5 mEq/L (Sterile Dosage Form hal 251).
Dosis:
Dosis maksimum yang dapat diberikan 2-3 mmol /kg selama 24 jam (Sweetman, 2002). Digunakan secara injeksi intravena dengan dosis 20 mmol kalium dalam larutan 500 ml selama 2-3 jam dengan pmantauan ECO.
Glukosa
Pemberian : Serbuk putih, bentuk kristak, rasa manis
Kelarutan : Larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol 95% mendidih
Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam keadaanpenyimpanan yang kering, dengan pemanasan tinggi dapat menyebabkan reduksi pH dan karamelisasi dalam larutan.
Cara steril : Menggunakan autoklaf
Cara Penggunaan:
Larutan glukosa bersifat iso somotik dengan darah pada konsentrasi 5,05% (glukosa anhidrat) dan 5,51% (glukosa monohidrat). Larutan glukosa 5% sering digunakan pada kondisi kekurangan cairan. Larutan glukosa lebih dari 5% bersifat hiper osmotik dan biasa digunakan sebagai sumber karbohidrat (Martindale, 1946).
Efek samping:
Larutan glukosa hipertonik dapat menyebabkan sakit pada tempat pemberian (lokal), tromboklebitise, larutan glukose untuk infus dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit termasuk edema, hipokalemia, hipopostemia, hipomagnesia (Wirjoatmodjo, M, Rehidrasi. 1987).
HCl (HPE hal. 166)
Pemerian : Tidak berwarna, berbau khas, pada suhu kamar berbentuk gas yang tidak berwarna dengan bau menyengat.
Kelarutan : Dapat campur air, larut dalam dietil eter, etanol 95% dan methanol.
Penggunaan: Agen pengasam
Stabilitas : Harus disimpan dalam wadah tertutup, gelas atau wadah inert lainnya pada suhu di bawah 38˚C. Penyimpanan di dekat alkali terkonsentrasi, logam, dan sianida.
Inkompatibilitas:
Asam klorida bereaksi hebat dengan alkali menghasilkan sejumlah besar panas. Asam klorida juga bereaksi dengan banyak logam, membebaskan hydrogen
Berat Molekul: 36,46
pH : 0,1
Titik didih : 118˚C (campuran didih konstan 20.24% b/b HCl)
Kepadatan : 1.18 g/cm3 pada 28˚C
Titik beku : 248˚C.
Norit (FI IV hal. 1169, Martindale hal. 79)
Pemerian : Serbuk hitam dan tidak berbau.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam suasana pelarut biasa
Stabilitas : Stabil di tempat yang tertutup dan kedap udara, hindari temperatur tinggi dan cahaya secara langsung
Inkompatibilitas: Intraksi dengan oksidator kuat, hindari kontak dengan asam kuat
Kegunaan : Untuk kelebihan H2O2 dalam sediaan
Konsentrasi: 0,1-0,3%
Alasan pemilihan: Norit inert sehingga tidak bereaksi dengan zat aktif.
Aqua bebas pirogen
Merupakan air murni yang diproses dengan destilasi atau proses pemurnian lain untuk menghilangkan bahan kimia hasil metabolit mikroba dan patogen (Ansel, H.C., 1989).
Formulasi
a. Permasalahan dan penyelesaian
Permasalahan:
Sediaan tidak boleh mengandung pirogen.
Pemberian carbo-adsorben dapat menyerap bahan yang termasuk zat organik.
Sediaan harus dibebaskan dari carbo-adsorben.
Perhitungan isotonis dengan menggunakan glukosa sebagai pengganti NaCl.
Penyelesaian
Menggunakan air bebas pirogen dan ditambah norit sebagai pengabsorbsi pirogenik.
Penambahan glukosa sebanyak yang diserap norit.
Sebelum dikemas, sediaan disaring terlebih dahulu agar bebas dari norit.
Menggunakan metode NaCl ekivalen.
b. Formulasi yang harus dibuat
R/ KCl 0,38%
Glukosa q.s
HCl 0,1 N ad pH 5-6
Norit 0,1%
Aqua steril bebas pyrogen ad 100 ml
c. Perhitungan berat dan volume
KCl = 0,38 g100 ml x 150 ml = 0,57 g
Norit = 0,1 g100 ml x 150 ml = 0,15 g
Glukosa
1 g KCl setara dengan 0,76 NaCl
1 g KCl0,76 g NaCl = 0,57 g KClx
NaCl = 0,4332 g
Isotonis 0,9 % NaCl = 0,9 g dalam 100 ml
Jika dalam 150 maka :
150 ml100 mlx 0,9 g = 1,35 g
Jadi NaCl yang dibutuhkan = 1,35 g – 0,4332 g = 0,9168 g
1 glukosa setara dengan 0,16 NaCl
1 g glukosa0,16 g NaCl = x0,9168 g NaCl
Glukosa yang dibutuhkan = 5,73 g
Glukosa yang ditambahkan yaitu glukosa yang dibutuhkan + glukosa yang diserap norit = 5,73 + 35100 x 0,15 = 5,73g + 0,0525 g = 5,7825 g
Volume Infus = V' + 50 ml= 100 ml + 50 ml = 150 ml
d. Cara sterilisasi
sediaan infus KCl 0,38% disterilisasi dengan metode filtrasi dan menggunakan autoklaf 115oC selama 30 menit.
Pelaksanaan
a. Alat-alat yang Digunakan
No.
Nama Alat
Jumlah
Sterilisasi
Waktu
1.
Kaca arloji
1
2.
Beaker glass
1
3.
Erlenmeyer
1
4.
Batang pengaduk
1
5.
Pinset
1
6.
Sendok porselen
1
7.
Botol infus 100 mL
1
8.
Pipet tetes
1
10.
Corong
1
11.
Kertas saring
1
12.
Sumbat karet
1
13.
Gelas ukur
1
14.
Tali
1
15.
Hot plate
1
b. Prosedur Kerja
Pembahasan
Pada praktikum kali ini adalah tentang pembuatan sediaan infus KCL 0,38% isotonis Cum Glukosa sebanyak 100 ml. Larutan KCL cum glukosa digunakan secara intravena untuk memperbaiki kandungan elektrolit didalam tubuh. Bahan aktif yang digunakan adalah KCL. KCL merupaan senyawa yan dgnakan unuk terapi kekurangan kalium. Bahan ini dipilih kaena ion klorida yang ada dapat mengatasi hipochloracmic alkalosis yang sering terjadi pada pasien kekuragan kalium. Infuse merupakan sediaan larutan yang disterilkan dan biasanya dikemas dalam dalam volume 0,5 – 1L. Bahan lain yang digunakan adalah glukosa yang berfungsi sebagai agen tonisitas dan nutrisi parenteral dimana glukosa juga membantu memenuhi kebutuhan glukosa darah untuk kemudian diubah menjadi energi. Sediaan steril infus KCl 0,38% harus memiliki sifat isotonis yaitu konsentrasi larutan sama dengan konsentrasi sel darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan antara di plasma dan sel darah. KCl dan glukosa yang digunakan harus disetarakan dengan larutan NaCl 0,9%. Hal ini dilakukan untuk menghindari larutan infus bersifat hipotonis ataupun hipertonis.
Dalam FI edisi III di nyatakan persyaratan infus Intravena, yaitu :
Sediaan steril berupa larutan atau emulsi.
Bebas pirogen.
Sedapat mungkin isotonis terhadap darah.
Volume netto / volume terukur tidak kurng dari nilai nominal
Salah satu syarat sediaan infus adalah harus bebas pirogen. untuk menghilangkan pirogen digunakan norit. Norit merupakan salah satu karbon aktif (carboadsorben) yang digunakan untuk menyerap pirogen yang ada pada sediaan yang kemungkinan terbawa oleh partikel atau komponen bahan maupun alat yang digunakan
Langkah pertama dari praktikum ini adalah kalibrasi botol 100 ml tujuanya agar volum larutan yang dimasukkan bisa tepat 100 ml. Kemudian, penimbangan KCL sebanyak 0,57 gram, setelah ditimbang dimasukan dalam mortar untuk digerus, lalu dilarutkan dengan etanol. Tujuan dari penggeerusan adalah untuk mempermudah pembasahan sehingga bisa tepat larut dan ditambah etanol untuk melarutkan KCl kemudian baru ditambah dengan aquades bebas pyrogen dalam prkatikum ini digunakan water for injection. Hasilnya adalah larutan berwarna putih tulang dan larut meskipun ada seperti membetuk film di atas lapisan. Selanjutnya ditimbang glukosa 5,7825 gram, dilarutkan dengan water for injection tepat larut dalam beaker glass. Kemudian campuran dalam mortar tadi dicampur dengan campuran dalam beaker glass dan diaduk ad homogen. Hasilnya alah putih tulang pekat dan ada gumpalan diatas yang kurang larut.
Setelah larutan Homogen ditambah dengan water for injection sampai 150 ml, kemudian diukur Ph 5-6 . Dalam praktikum ini tidak dilakukan pengukuran PH. Larutan glukosa intravena (terutama larutan hyperosmotic, yang juga memiliki pH rendah) dapat menyebabkan nyeri lokal, iritasi vena, dan tromboflebitis, dan nekrosis jaringan jika ekstravasasi terjadi. Beberapa di antaranya, reaksi mungkin terjadi karena adanya produk degradasi setelah autoklaf atau teknik yang buruk dalam memberikan larutan. Infus intravena dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit termasuk hipokalemia, hipomagnesemia, dan hipofosfatemia. Tujuan utama dari pengaturan pH dalam sediaan infus ini adalah untuk mempertinggi stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi utama obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat tersebut, sehingga obat tersebut memiliki aktivitas dan potensi. Selain itu untuk mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit ketika disuntikkan. pH yang terlalu tinggi akan menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan pH yang terlalu rendah akan mengganggu kenyamanan dalam penggunaan obat, yaitu sakit jika disuntikkan.
Langkah selajutnya adalah larutan 150 ml dipanaskan pada suhu 800C selama 15 menit, pemanasan ini dilakukan untuk menambah kelarutan dan menjadikan larutan yang awalnya warnanya putih tulang menjadi jernih. hasilnya adalah larutan menjadi jernih warnanya.
Langkah selanjutnya adalah ditimbang norit sebanyak 0,15 gram dimasukkan dalam campuran diaduk ad homogen. Hasilnya adalah larutam berubah warna dari jernih menjadi warna merah terang. Kemudian dipanaskan pada suhu 700C selama 10 menit untuk meningkatkan aktivitas atau kemampuan mengadsorbsi pirogen. Namun norit tidak hanya menyerap pirogen namun juga zat organik lainnya. Dalam sediaan ini zat organik tersebut adalah glukosa, untuk mengatasi hal tersebut maka jumlah glukosa yang digunakan ditambahkan 35% dari berat norit, jadi jumlah glukosa yang ditambahkan sama dengan jumlah yang diabdsorbsi oleh norit.
Setelah dipanaskan dan didinginkan kemudian disaring dengan kertas saring rangkap dua dengan menggunkana corong. Sediaan infus yang dibuat harus bebas dari norit, untuk menghilangkan norit dilakukan penyaringan sebanyak tiga kali. Penyaringan pertama dan kedua menggunakan kertas saring rangkap dua setelah dipanaskan terlebih dahulu hingga suhunya 70O C - 80O C lalu ditambahkan norit. Setelah itu dipanaskan lagi pada suhu yang sama selama 10 menit, kemudian sediaan disaring, lalu filtrat dipanaskan lagi selama 10 menit kemudian disaring kedua kali dengan kertas saring yang digunakan untuk penyaringan yang pertama.
Hal ini diharapkan bahwa sediaan akan semakin berkurang jumlah pirogennya karena dilewatkan pada kertas saring yang mengandung norit dan untuk menahan norit yang mengadsorbsi pirogen. Penyaringan ketiga menggunakan kertas saring satu lapis. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan norit total sehingga sediaan terbebas dari norit. Norit harus dihilangkan dari sediaan infus karena ketika berada dalam sistemik akan menjadi toksik dan bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker).
Sediaan steril infus KCl yang dibuat mengggunakan pelarut aqua steril bebas pirogen. Digunakan aqua steril bebas pirogen karena sediaan harus masuk sirkulasi sistemik sehingga diharapkan tidak ada pirogen dalam sediaan atau jumlah pirogen dapat diminimalisir mendekati nol.
Ada berbagai masalah dalam formylasi sediaan infus KCL 0,38% isotonis cum glukosa 100 ml. Adapun masalah sekaligus penyelesaiannya sebagai beriku :
Permasalahan : Sediaan tidak boleh mengandung pirogen.
Penyelesaian :Menggunakan aqua steril bebas pirogen sebagai pelarut, tidak didiamkan pada udara terbuka lebih dari 4 jam dengan suhu 220 C, menggunakan norit (carbo-adsorben) untuk menghilangkan pirogen.
Permasalahan : Pemberian carbo-adsorben dapat menyerapbahan yang termasuk zat organik.
Penyelesaian :Menambahkan bahan yang berserap dengan jumlah yang kira-kira sama, misalnya glukosa 95%.
Permasalahan : Sediaan harus dibebaskan dari carbo-adsorben.
Penyelesaian : Carbo-adsorben diaktifkan dengan pemanasan 70-800 C (pemanasan stabilpada ± 100 C), saring dengan kertas saring rangkap dua. Filtrate dipanaskan dan saring kembali dengan kertas saring pertama. Filtrate tidak dipanaskan dan saring kembali dengan selapis kertas saring.
Permasalahan : Perhitungan isotonis dengan menggunakan glukosa sebagai pengganti NaCl
Penyelesaian : Menggunakan metode ekivalensi NaCl.
Untuk mengetahui jumlah NaCl yang perlu digunakan maka dihitung dengan menggunakan metode ekivalensi NaCl.
Pada formula KCl = 0.57 gram, makaNaCl yang digunakan adalahsebesar
=
x = 0.4332 gram NaCl
Larutan isotonis NaCl dalam darah = 0.90 gram/100 ml (sediaan yang akan dibuat adalah 150 ml), sehingga larutan isotonis dalam darah, yaitu :
x 0.90 gram = 1.35 gram
NaCl yang dibutuhkan = 1.35 gram – 0.4332 gram
= 0.9168 gram
Ekivalen glukosa = 0.16 (1 gram glukosa 0.16 NaCl)
Glukosa yang dibutuhkan = x 1 gram
= 5.73 gram
Langkah selanjutnya adalah pengaturan Ph, namun pada praktikum ini tidak dilakukan penyesuaian Ph.
Volume sediaan yang dibuat adalah 150 ml. Volume ini dilebihkan 50 ml sesuai dengan persyartan pembuatan sediaan infus yaitu volume yang dibuat adalah volume yang diinginkan ditambahkan 50 ml. Sementara volume yang dimasukkan kekemasan adalah 102 ml. Hal ini sesuai dengan persyaratan FI IV dimana untuk cairan encer dengan volume lebih dari 50 ml ditambahkan 2% dari sediaan yang tertera pada etiket. Hal ini untuk memberi toleransi kehilangan volume selama proses pemindahan sediaan kedalam kemasan.
Setelah sediaan dimasukkan kemasan yang berupa wadah berbahan kaca atau gelas dengan penutup berbahan karet. Selanjutnya, dilakukan sterilisasi akhir menggunakan autoklaf karea bahan obat atau bahan penyusun formula tidak tahan terhadapat sterilisasi pada suhu tinggi menggunakan oven. Namun dalam praktikum ini tidak dilakukan sterilisasi akhir dengan autoklaf, setelah sediaaan jadi sediaan langsung diberi kemasan primer.
Seharusnya, Sterlisasi dilakukan pada suhu 115OC selama 30 menit. Sediaan infus yang dibuat mengandung glukosa yang pdaa pemanasan lama akan terdegradasi menjadi 5-HMF (Hidroksi Metil Furfural). Berdasarkan (Sweetman:2009), larutan IV glukosa yang mengandung alkohol 75% dapat disterilisasi pada suhu 115OC selama 45 menit dengan panas basah (autoklaf) maka sterilisasi dilakukan dengan autoklaf suhu 115OC selama 30 menit. Metode ini mekanismenya dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada objek, sehingga terjadi pelepasan energi yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara irreversible akibat denaturasi atau koagulasi protein sel.
Kesimpulan
Sediaan Steril Infus KCl 0.38% diindikasikan untuk terapi kekurangan kalium atau hipokalemia.
Sediaan steril infus KCl 0,38% harus memiliki sifat steril, isotonis, bebas pirogen dan mikroorganisme, bening.
Sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi akhir dengan metode sterilisasi basah suhu 115ºC selama 30 menit.
Kemasan
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, 4th ed. Jakarta: UI press.
Depkes R.I. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Fluid and Electrolyte Balance, 5th ed, 2012. United Kingdom.
Mark Graber. 2003. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik. Farmedia. p 95.
Reynolds, 1992. Martindale The Complete Drug Reference, 28th ed. The Pharmaceutical Press, London.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.E., 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, sixth. ed. Pharrmaceutical Press, London.
Sweetman, S., 2009. Martindale The Complete Drug Reference, 36th ed. Pharmaceutical Press, Loncon.
Tannen RL. 1996. Potassium Disorders. In Kokko & Tannen: Fluids and Electrolytes. 3rd Edition WB Saunders p 114.
Wirjoatmodjo, M, Rehidrasi. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi Kedua, ED Soeparman, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal. 8 – 12.
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL
PEMBUATAN SEDIAAN OBAT TETES MATA KLORAMFENIKOL 0,5% pH 7,0 SEBANYAK 10 ml
Dosen Pembimbing:
Weka Sidha Bhagawan, M.Farm., Apt.
Rahmi Annisa, M.Farm., Apt.
KELOMPOK 2:
Sinta Aprilia Rizky W. (13670002)
Fahda Dina Mufidah (13670007)
MM. Ardi Mukhoffah B.I (13670012)
Anis Akhwan Dhafin (13670017)
Trian Sidha Minggarwati (13670021)
Novenda Anden Bimala (13670024)
Fitya Aprilia Dalilati (13670030)
Mutholiatul Masyrifa (13670037)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
Tujuan
Adapun tujuan dari prakrikum ini antara lain :
Memahami dan dapat melakukan metode sterilisasi filtrasi dan sterilisasi basah.
Mempelajari pembuatan sediaan obat tetes mata steril pH = 7,0 dengan penambahan bakterisida
Praformulasi
Tinjauan Farmakologi
Efek Utama
Untuk terapi infeksi superficial pada mata dan otitis eksterna yang disebabkan oleh bakteri, blepharitis, katarak, konjungtifitis bernanah, traumatik karatitis, trakhoma dan ulcerative keratitis (McEvoy, 2002).
Efek Samping
Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk konjunctivitis, terbakar, angioneuro edema, urtikaria vesicular/ maculopapular dermatitis (jarang terjadi) (McEvoy, 2002).
Kontra Indikasi
Pada pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol (McEvoy, 2002).
Tinjauan Sifat Fisika Kimia Bahan Obat
Kloramfenikol
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol, dalam propilena glikol.
Titik Lebur : Antara 1490 dan 1530 C.
pH : Antara 4,5 dan 7,5.
OTT : Endapan segera terbentuk bila kloramfenikol 500 mg dan eritromisin 250 mg atau tetrasiklin Hcl 500 mg dan dicampurkan dalam 1 liter larutan dekstrosa 5%.
Stabilitas : Salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling stabil dalam segala pemakaian. Stabilitas baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2-7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil dalam suasana basa. Kloramfenikol dalam media air adalah pemecahan hidrofilik pada lingkungan amida. Stabil dalam basis minyak dalam air, basis adeps lanae. (Martindale edisi 30 hal 142).
Cara Sterilisasi : disterilisasi dengan metode sterilisasi filtrasi dengan membaan filter (Sweetman, 2009).
Inkompatibilitas
Aminophyline, Ampicillin, Ascorbic acid, Calcium chloride, Carbenicillin sodium, Chlorpromazine HCl, Erythromycin salts, Gentamicin sulfat, Hydrocortisone sodium succinate, Hydroxyzine HCl, Methicilin sodium, Methylprednisolone sodium succinate, Nitrofurantoin sodium, Novobiocin sodium, Oxytetracycline, Phenytoin sodium, Polymixin B sulphate, Prochlorperazine salts, Promazine HCl, Prometazine HCl, Vancomycin HCl, Vitamin B complex (Lund, 1994).
Cara penggunaan : Tetes pada mata
Dosis : Untuk sediaan tetes mata, Kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5-1% dalam sediaan (Ansel, 1989)
Borax
Pemerian : Hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam air; mudah larut dalam air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol.
Stabilitas : stabil pada suhu dan tekanan normal
Titik lebur : 62 oC
Titik didih : 320oC
pH : 9,5
Cara sterilisasi : autoklaf atau filtrasi
Inkompatibilitas :Tidak boleh dicampurkan (incompatible) dengan logam dan garamnya serta asam.
Kegunaan : pendapar dan antibakteri
Asam Borat (DI 88 hal. 2011; Martindale 28 hal. 337)
Pemerian : Serbuk kristal putih, rasa agak pahit dan lama kelamaan rasa manis, berbau lemah
Kelarutan : 1 bagian larut dalam 20 bagian air, 16 bagian alkohol, 4 bagian gliserol, sedikit larutan dalam minyak, praktis tidak larut dalam eter.
pH : 3,8 – 4,8
Sterilisasi : Otoklaf atau Filtrasi.
Konsentrasi : 1% (Steril Dossage form hal. 359)
Kegunaan : Fungistatik, bakteriostatik lemah, mata merah berair, bengkak, gatal pada kelopak mata
Stabilitas : Pada suhu 100ºC akan kehilangan air dan pada suhu 140ºC akan berubah menjadi asam metabolik
Inkompatibilitas : Polivinil alkohol dan tanin.
Fenil Merkuri Nitrat
Pemerian :Serbuk kristal putih dengan sedikit bau aromatik.
Kelarutan : Air (1 : 600 – 1500) dan(1:160) padasuhu 100 oC; Etanol 95% (1 : 1000); Larut dalam fixed oil; Agak larut dalam gliserin.Lebih larut dengan adanya asam nitrat atau alkali hidroksida.
Sterilisasi : Autoklaf
Stabilitas : semua larutan senyawa fenilmerkuri membentuk residu hitam logam merkuri ketika terekspos cahaya atau setelah penyimpanan yang lama. Larutan dapat disterilisasi dengan autoklaf meskipun sejumlah signifikan garam fenilmerkuri dapat hilang, sehingga mengurangi efektifitas pengawet, jugadisebabkan adanya inkompatibilitas dengan komponen kemasan atau eksipien lain. Fenilmerkuri nitrat harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, tempat kering dan sejuk.
Inkompatibilitas : Paktivitas antimikroba garam fenilmerkuri dapat berkurang dengan adanya zat pengemulsi dan pensuspensi anionik, tragakan, starch, talk, Na metabisulfit, Na tiosulfat, dinatrium EDTA, silikat (bentonite, Al Mg silikat, Mg trisilikat, kaolin). Garam fenilmerkuri inkompatibel dengan halida, terutama bromida dan iodida, karena membentuk senyawa halogen yang kurang larut. Garam fenilmerkuri juga inkompatibel dengan Al dan logam lain, amonia dan garam amonium, asam amino, dan beberapa senyawa sulfur. Garam fenilmerkuri dapat diabsorpsi penutup karet, dan beberapa tipe komponen kemasan plastik. Inkompatibel juga dengan membran filtrasi sehingga terjadi kehilangan bila disterilisasi dengan filtrasi.
Cara Penggunaan :sebagai pengawet antimikroba untuk OTM 0,002%. Garam fenilmerkuri aktif pada rentang pH luas terhadap bakteri dan jamur dan biasa digunakan pada larutan netral sampai basa, namun efektif juga pada pH sedikit asam.Pada formulasi asam, fenilmerkuri nitrat lebih dipilih daripada fenilmerkuri asetat atau fenilmerkuri borat karena tidak mengendap.
Aqua pro injeksi
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya
Stabilitas : Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas)
Cara sterilisasi : autoklaf
Inkompatibilitas :Air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat.
Formulasi
Permasalahan dan penyelesaian
Permasalahan:
pH sediaan harus dibuat mendekati pH fisiologis untuk mencegah terjadinya iritasi.
Kloramfnikol tidal stabil pada pemanasan.
Kloramfenikol sukar larut dalam air
Kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada sediaan karena termasuk sediaan dosis ganda
Penyelesaian
Ditambahkan NaOH sampai didapatkan pH yang diinginkan yaitu 7
Dilakukan dterilisasi dengan menggunakan filtrasi membran
Kloramfenikol dilarutkan dalam dapar borat
Ditambahkan fenil merkuri nitrat sebagai pengawet
B. Formulasi yang Harus Dibuat
R/ Kloramfenikol 0,5%
Borax 0,3%
Asam borat 1,5%
Fenil merkuri nitrat 0,002%
Aqua pro injeksi ad 100% (10 ml)
C. Perhitungan Berat dan Volum
Kloramfenikol = 0,5 g100 ml x 15 ml = 0,075 g
Borax = 0,3 g100 ml x 15 ml = 0,05 g
Asam borat = 1,5 g100 ml x 20 ml = 0,225 g
Fenil merkuri nitrat = 0,002 g100 ml x 20 ml = 0,0003 g
D. Cara Sterilisasi
Sediaan tetes mata steril kloramfenikol 0,5% disterilisasi menggunakan metode sterilisasi dengan membran filter
PELAKSANAAN
Alat-alat yang Digunakan
No.
Nama Alat
Jumlah
Sterilisasi
Waktu
1.
Kaca arloji
1
2.
Pinset
1
3.
Gelas ukur
1
4.
Batang pengaduk
1
5.
Beaker glass
1
Cara Kerja
Pembuatan larutan fenil merkuri nitrat 0,002%
Pembuatan Dapar Borat
Pembuatan Sediaan Tetes Mata
Hasil Pengamatan
No.
Evaluasi
Hasil
Keterangan
1.
pH
7
pH meningkat
2.
Partikel asing
Tidak ada
Bersih
3
Kejernihan
Jernih
Telah disaring
4
Kebocoran
Tidak bocor
Botol tertutup rapat
Pembahasan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu dan memahami metode sterilisasi filtrasi dan mampu membuat sediaan obat tetes mata steril dengan mengguankan kloramfenikol sebagai bahan aktif. Obat tetes mata adalah sediaan steril yang bebas partikel asing berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata (FI III).
Obat tetes mata yang digunakan harus diserap masuk ke dalam mata untuk dapat memberi efek. Larutan obat tetes mata segera campur dengan cairan lakrimal dan meluas di permukaan kornea dan konjungtiva, dan obatnya harus masuk melalui kornea menembus mata (Anief, 2000). Dalam suatu sediaan obat tetes mata tidak hanya mengandung zat aktif saja, namun terdapat zat lain seperti pengawet, pengisotonis, peningkat viskositas, anti oksidan, dan juga pendapar.
Dalam pembuatan obat tetes mata ini hal yang harus diperhatikan mengenai kebersihannya, pH yang stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose darah. Pada pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada pembuatan obat tetes mata harus disterilkan (Anief, 1999).
Sedangkan untuk syarat-syarat obat tetes mata dikehendaki yaitu obatnya harus stabil secara kimia, harus mempunyai aktivitas terpeutik yang optimal, harus tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan rasa sakit pada mata, harus teliti dan tepat secara jernih, harus bebas dari mikroorganismeyg hidup dan tetap tinggal demikian selama penyimpanan yang diperlukan. Jadi pada prinsipnya obat tetes mata harus steril, jernih, dan bebas partikel asing (Anief, 2000). Akan tetapi yang lebih disyaratkan yaitu untuk menyamakan pH sediaan dengan pH stabilitas dari zat aktif, tujuannya untuk menghindari timbulnya fluktuasi pH sediaan selama penyimpanan yang bisa mempengaruhi stabilitas zat dan sediaan. Untuk mengatasinya maka ditambahkan buffer.
Sediaan tetes mata harus steril. Ada beberapa macam jenis sterilisasi antara lain filtrasi dengan menggunakan membran filter steril ukuran pori : 0,45 µm atau 0,2 µm dan langsung disaring kedalam wadah yang steril; Pemanasan kering; Autocalving; Sterilisasi gas dengan etilen oksid.
Pada praktikum ini digunakan kloranfenikol sebagai zak aktif. Kloramfenikol merupakan antibiotik golongan amphenicol berspektrum luas yang efetif melawan bakteri gram positif maupun gram negatif (William, 2006; White et al.,2005). Kloramfenikol memberikan antibacterial efek dengan mengikat ribosom bakteri dan menghambat sintesa protein bakteri. Cara kerja dari senyawa ini adalah mengganggu sintesis protein yaitu dengan menghambat enzim transfer rantai peptida dengan asam amino (puromycin) pada ribosom (Eboka et al., 2003). Kloramfenikol diindikasikan untuk pengobatan topical dari infeksi akut konjungtifitis bacterial pada orang dewasa, orang tua, maupun anak-anak umur 2 tahun atau lebih. Digunakan sebanyak satu tetes pada mata yang terinfeksi selama dua jam pada 48 jam awal dan empat jam setelahnya. Efek samping biasanya kecil, seperti rasa terbakar saat penggunaan atau sensasi tertusuk pada mata saat pemakaian tetes mata. Efek samping yang serius meliputi reaksi hipersensitif yang biasa disebabkan manifestasi udem angioneurotik, anafilaksis, urtikaria, demam, dan fesikular dan dermatitis makulopapular. Jika terjadi hal demikian maka pengobatan harus dihentikan segera.
Gambar 1. Struktur kimia kloramfenikol
Bahan lain yang digunakan selain kloranfenikol adalah borax dan asam borat yang digunakan sebagai larutan pendapar, lalu pengawet yang digunakan yaitu fenil merkuri nirat, karena zat tersebut dapat larut dalam air dan biasanya mudah diumbuhi mikroba. dan yang terakhir adalah aqua pro injeksi. Sedangkan untuk alat-alat yang digunakan sebuah batang pengaduk, kaca arloji, gelas ukur, beaker glass, labu ukur dan penangas air.
Yang pertama dilakukan yaitu pembuatan larutan fenil merkuri nitrat. Ditimbang fenil merkuri nitrat sebanyak 0,0003 gram, karena berat yang diambil terlalu sedikit sehingga diambil sebanyak 0,05 gram dan dilakukan pengenceran. kemudian dilarutkan dengan aqua pro injeksi dalam beaker glass, kemudian dipindahkan ke labu ukur 50 mL dan ditambahkan lagi aqua pro injeksi sampai tanda batas. Selanjutnya diambil 3 mL, lalu dilarutkan kembali dalam aqua pro injeksi ad volume 150 mL.
Langkah selanjutnya, pembuatan dapar borat pH. Ditimbangkan asam borat 0,225 gram dan borat 0,05 gram. Selanjutnya masing-masing dilarutkan dalam 5 mL dalam larutan fenil merkuri nitrat. Dan diambil sebanyak 4,5 mL larutan borat kemudian ditambahkan kedalam larutan asam borat. Kemudian diukur pH menggunakan indikator universal, jika pH tidak sesuai yang diharpak yakni pH 7 maka dapar di-adjust denga car menambahkan NaOH 0,1 M sampai pH mencapai 7. Asam borat merupakan asam lemah dan borax merupakan garam, yang keduanya berfungsi sebagai pelarut yang isotonis dan larutan dapar. Larutan dapar ini menetralkan pH pada tetes mata agar sesuai dengan cairan mata sehingga mencegah dari ketidak nyamanan, mengurangi rasa sakit, menjaga stabilnya obat dalam larutan, dan juga sebagai kontrol aktivitas terapeutik. Larutan dapar merupakan larutan yang digunakan untuk meniadakan perubahan pH dengan penambahan sedikit asam atau basa.
Selanjutnya, pembuatan sediaan tetes mata. Ditimbang kloramfenikol sebanyak 0,075 gram kemudian dilaarutkan dengan larutan dapar yang telah dibuat dengan dibantu dengan pemanasan 50 – 60 oC. Setelah homogen, larutan tersebut dilarutkan kembali kedalam larutan fenil merkuri nitrat ad volume 15 mL. Selanjutnya larutan disaring dengan menggunakan kertas saring sebanyak 2 kali. Filtrat yang didapatkan kemudian disaring kembali dengan menggunakan membran filter 0,45 µm. Sterilisasi dilakukan untuk menghilangkan partikel asing yang terdapat dalam larutan. Selanjutnya larutan diuji pH nya dengan menggunakan stik pH. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah obat tetes mata sebanyak 10 mL.
Pada hasil percobaan didapatkan nilai pH 7-8 sesuai dengan nilai pH yang diharapkan untuk larutan tersebut isohidris. Isohidris adalah larutan yang pH larutan sediaan sama dengan pH darah dan cairan tubuh lain yaitu pH = 7,4. Untuk kejernihan hasilnya larutan yang telah dibuat jernih dan tidak ada partikel asing dan tidak ada kebocoran karena wadah ditutup dengan rapat.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka kesimpulan yang didapat adalah
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
Sterilisasi yang digunakan yaitu dengan menggunakan metode sterilisasi filtrasi.
Sediaan obat tetes mata steril yang dibuat memiliki pH = 7,0
Kemasan
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1999. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Anief, Moh. 2000. Farmasetika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta
Ansel HC. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim. Jakarta: UI-Press; 1998 hal. 105, 401.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995. hal.
Evory MC, Gerald K. Drug Information. USA: American Society of Health System Pharmacist; 2003.
Kibbe, AH. Handbook of pharmaceutical Excipients. Third Edition. Washington D.C: American Pharmaceutical Association; 2000. hal 7, 35, 407, 433.
Lund, W., 1994, the Pharmaceutical Codex Principles and Pratice of Pharmaceutics 12th ed, The Pharmaceutical Press, London, 82-91, 493-495
Sweetman, S.C. (2005). Martindale The Complete Drug Reference. Thirty-fourth Edition. Pharmaceutical Press: London. P. 1460.
William, E.R., and Caliendo, M.A. (1984). Nutrion : Principles, Issues, and Applications. New York :McGraw-Hill book Compay. P. 259-270.
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL
PEMBUATAN STERIL HYDROCORTISONE ACETATE SUSPENSION 2,5%
Dosen Pembimbing:
Weka Sidha Bhagawan, M.Farm., Apt.
Rahmi Annisa, M.Farm., Apt.
KELOMPOK 2:
Sinta Aprilia Rizky W. (13670002)
Fahda Dina Mufidah (13670007)
MM. Ardi Mukhoffah B.I (13670012)
Anis Akhwan Dhafin (13670017)
Trian Sidha Minggarwati (13670021)
Novenda Anden Bimala (13670024)
Fitya Aprilia Dalilati (13670030)
Mutholiatul Masyrifa (13670037)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
Tujuan
Memahami dan mampu melakukan pembuatan sediaan steril dengan teknik aseptis
Memahami dan mampu membuat sediaan injeksi suspensi hidrokortison asetat
Dasar Teori
Suspensi farmasi adalah disperse kasar, dimana partikel padat yang tak larut terdispersi dalam medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang sebagian besar lebih dari 0,1 mikron. Beberapa partikel terlihat dibawah mikroskop menunjukan geraka brown bila dispersinya mempunyai viskositas yang rendah. Suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara :
Injeksi intramuscular ( Suspense Penicilin G )
Tetes mata ( Suspense Hidrokortison Asetat )
Melalui mulut ( Suspense Sulfat/Kemicetin )
Memalui rectum ( Suspense Paranitro Sulfathiazole )
Dalam pembuatan suspensi dikenal 2 macam system, yaitu system flokulasi dan system deflokulasi. Dalam system flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah, cepat mengendap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan pada system deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengenap perlahan-lahan dan akhirnya membentuk sedimen dan terjadi agregasi dan selanjutnya cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.
Pada system flokulasi biasanya mencegah pemisahan yang sungguh-sungguh tergantung pada kadar partikel padat dan derajat flokulasinya dan pada suatu waktu flokulasi kelihatan kasarr akibat terjadi flokul. Dalam system deflokulasi, partikel tersdispersi baik dan mengenap sendirian, tapi lebih lambat daripada system flokulasi, tapi partikel deflokulasi berkehandak membentuk sedimen atau cake yang terdispersi kembali ( Anief, 1993 ).
Teknologi Pembuatan
Pembuatan sediaan obat suspensi dibedakan menjadi empat fase, yaitu :
Pendistribusian atau penghalusan fase terdispersi
Pencampuran dan pendispersian fase terdispersi di dalam bahn pendispersi
Stabilisasi untuk mencegah atau mengurangi pemisahna fase
Homogenisasi, yang diartikan sebagai perataan fase terdispersi dalam bahan pendispersi.
Setelah penghalusan sampai ukuran partikel yang dikehendaki, bahan padat mula-mula digerus homogen dengan sejumlah kecil bahan pendispersi, kemudian sisa cairan dimasukkan sebagian demi sebagian. Jika pembawa terdiri dari beberapa cairanmaka untuk menggerus digunakan cairan dengan viskositas yang tertinggi atau yang memiliki daya pembasahan paling baik terhadap partikel terdispersi.
Pengujian Ukuran Partikel, Dispersitas dan Pengujian Lainnya
Penetuan ukuran partikel body padat tersuspensi dilakukan melalui pengukuran secara mikroskopik. Pengerjaan dipermudah dengan menggunakan mikroskop proyeksi (Lanameter), dimana objek mengalami perbesaran yang sangat kuat yang ditampilkan pada sebuah layar berskala. Penentuan orientasi partikel dapat dilakukan dengan Grendometer. Tingkat dispersitas jika diperlakukan dapat diterapkan dengan mikroskopik, atau dengan pipet Andreas atau yang lebih mudah lagi dengan penghitungan paretikel elektrolit(Coulter atau Granuloter). Beberapa cara untuk memetukan ukuran partikel telah diuraikan dalam bagian 2.1.5. Disamping itu, informasi yang sangat diperlukan adalah hasil pengukuran Rheologis.
Untuk lotion misalnya dilakukan pengujian terhadap daya ikat lapisan yang telah mengering saeta evaluasi daya pekatnya untuk mendukung kandungan bahan aktif didalam suspensi sebagai tolak ukur evaluasi kualitasnya yang dapat dilakukan langsung setelah pengocokan suspensi ( Voight, 1971 )
Pengemasan dan Penyimpanan
Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara yang memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang. Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas yang berlebihan, dan cahaya. Suspensi perlu dikocok tiap kali sebelum digunakan. Untuk menjamin distribusi zat padat yang merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam.
Sifat-Sifat Yang Diinginkan Dalam Suatu Suspensi Farmasi
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu suspense farmasi yang baik. Disamping khasiat terapeutik, stabilitas kimia dari komponen-komponen forrmulasi, kelenggangan sediaan dan bentuk estetika dari sediaan sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasi dan sifat-sifat lain yang spesifik untuk suspense farmasi : ( Ansel, 1989 )
Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat dan cepat mengendap secara lambat dan harus rata lagi bila dikocok.
Karakteristik suspensi harus sedemikan rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.
Suspense harus bias dituang dari wadah dengan cepat dan homogen
Hidrokortison asetat digunakan pada heumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan immunosuppresif. Hidrokortison asetat bekerja dengan mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan turunan monosit superoksidaradikal. Hidrokortison asetat juga mengganggu migrasi seldan menyebabkan redistribusi monosit, limfosit, dan neutrofil, sehingga mengumpulkan respon inflamasi dan autoimun. Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati rheumatoid pada sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Inflamasi kronik jaringan sinovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi jaringan ini. Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari rheumatoid diseut pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang, memproduksi erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi. (Dipiro, 2008)
Sendi sinovial adalah sendi yang paling umum dari kerangka apendikular manusia. Meskipun sendi ini dianggap bergerak bebas, tingkat kemungkinan gerak bervariasi sesuai dengan desain struktural individu dan fungsi utama (gerakan stabilitas). Komponen dari sendi sinovial yang khas mencakup unsur-unsur tulang, tulang subkondral, Kartilago artikular, membran sinovial, kapsul sendi fibroligamentous, dan reseptor sendi artikular. Cairan sinovial digunakan sebagai pelumas sendi atau setidaknya untuk berinteraksi dengan tulang rawan artikular untuk mengurangi gesekan antara permukaan sendi. (Tortora G. J., Derrickson B, 2009).
Fungsi cairan sinovial meliputi mengurangi gesekan dimana cairan sinovial akan melumasi sendi, shock absorption yaitu sebagai cairan dilatant, cairan sinovial ditandai dengan menjadi lebih kental di bawah tekanan, cairan sinovial dalam sendi diarthrotic menjadi tebal saat diterapkan untuk melindungi sendi dan selanjutnya menipis keviskositas normal untuk melanjutkan fungsi pelumas. Selain itu digunakan pula untuk transportasi nutrisi dan limbah dimana cairan mensuplai oksigen dan nutrisi dan menghilangkan karbon dioksida dan limbah metabolik dari kondrosit dalam kartilago. Jaringan sinovial terdiri dari jaringan ikat vascularized yang tidak memiliki membran basement. Dua jenis sel (tipe A dan tipe B) yang hadir: Tipe A berasal dari monosit darah. Tipe B menghasilkan cairan sinovial. Cairan sinovial terbuat dari asam hialuronat dan lubricin, proteinase, dan kolagenase. Cairan sinovial menunjukkan karakteristik aliran non-Newtonian; koefisien viskositas tidak konstan dan cairan tidak linear kental. Cairan sinovial memiliki karakteristik tiksotropi; viskositas menurun dan menipis cairan selama stres berlanjut.
Formulasi
Permasalahan
Kortison asetat tidak larut dalam air
Sediaan harus larut dapat melalui syringe injeksi 18-21 gauge
Formulasi yang harus dibuat
R/ Hidrokortison Asetat 25 mg
NaCl 9 mg
Polisorbat 80 4 mg
CMC Na 5 mg
Benzyl Alkohol 0,9 %
Aqua pro injeksi ad 1 cc
Cara sterilisasi
NaCl disterilisasi panas kering (oven) pada suhu 1600C selama 1 jam
Hidrokortison asetat dan polisorbat 80 disterilisasi panas kering (oven) pada suhu 1600C selama 1 jam
CMC Na disterilisasi panas basah (autoklaf) pada suhu 1150C selama 30 menit
Alat dan Bahan
Alat
Kaca arloji
Beker glass
Erlenmeyer
Batang pengaduk
Pinset
Sendok porselen
Botol infus 100 ml
Pipet tetes
Corong
Kertas saring
Sumbat karet
Gelas ukur
Tali
Hot plate
Bahan
Hidrokortison Asetat
NaCl
Polisorbat 80
CMC Na
Aqua panas untuk CMC Na
Benzyl alkohol
Aqua pro injeksi
Sterilisasi alat yang digunakanPDilarutkan dengan sedikit API lalu dicampur dengan (b) campuran (c)Difiltrasi menggunakan syringe injeksi 18-21 gauge ke dalam wadah sediaanNaCl yang sudag disterilkan dan benzyl alcohol dicampur dengan campuran (c), diaduk ad homogen(b) disterilkan dengan autoklaf 1150C 30 menitDan NaCl disterilkan dengan oven 1600C 1 jamDitimbang NaCl 225 mgDilarutkan dengan APICMC Na diaduk dan digerus sampai terbentuk mucilago (b)Ditimbang polisorbat 80 sebanyak 100 mg, dimasukkan (a)Ditimbang CMC Na, dikembangkan dalam Aqua pro injeksi (API)Ditimbang hidrokortison asetat 625 mg, dimasukkan mortar dan digerus ad halus dan dimasukkan beker glas (a)Ditimbang benzoil alcohol 225 mgrosedur Kerja
Sterilisasi alat yang digunakan
Dilarutkan dengan sedikit API lalu dicampur
dengan (b) campuran (c)
Difiltrasi menggunakan syringe injeksi 18-21 gauge ke dalam wadah sediaan
NaCl yang sudag disterilkan dan benzyl alcohol dicampur dengan campuran (c), diaduk ad homogen
(b) disterilkan dengan autoklaf 1150C 30 menit
Dan NaCl disterilkan dengan oven 1600C 1 jam
Ditimbang NaCl 225 mg
Dilarutkan dengan API
CMC Na diaduk dan digerus sampai terbentuk mucilago (b)
Ditimbang polisorbat 80 sebanyak 100 mg, dimasukkan (a)
Ditimbang CMC Na, dikembangkan dalam Aqua pro injeksi (API)
Ditimbang hidrokortison asetat 625 mg, dimasukkan mortar dan digerus ad halus dan dimasukkan beker glas (a)
Ditimbang benzoil alcohol 225 mg
Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan suspensi hidrokortison asetat 2,5% dengan teknik aseptik. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fasa cair. Jenis produk ini umumnya campuran serbuk yang mengandung obat dan bahan pensuspensi dengan melarutkan dan pengocokan dalam sejumlah cairan pembawa.
Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis pada sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Hidrokortison asetat digunakan pada rheumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan immunosuppresif. Hidrokortison asetat mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan turunan monosit superoksidaradikal. Hidrokortison asetat juga mengganggu migrasi seldan menyebabkan redistribusi monosit, limfosit, dan neutrofil, sehingga menumpulkan respon inflamasi dan autoimun.
Inflamasi kronik jaringan sinovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi jaringan ini. Dimana, dalam membran synovial terdapat sel CD4 + T berlimpah dan berkomunikasi dengan makrofag, osteoklas, fibroblas dan kondrosit, baik melalui interaksi sel-sel langsung menggunakan reseptor permukaan sel atau melalui sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6. Sel-sel ini menghasilkan metaloproteinase dan zat sitotoksik lainnya, yang menyebabkan erosi tulang dan tulang rawan Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari rheumatoid diseut pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang, memproduksi erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi. (Dipiro, 2008)
Pada praktikum kali ini menggunakan bahan utama yakni hidrokortison asetat yang biasanya digunakan untuk injeksi secara lokal dimana penggunaannya secara intraartikular pada sendi, serta bahan tambahan seperti NaCl, CMC-Na, polisorbat 80, benzil alkohol serta pelarut Aquadest Pro Injection (API). Dipilih pembawa API karena kompatibilitas air tersebut dengan jaringan tubuh, serta mempunyau konstanta dielektrik yang tinggi sehingga mudah melarutkan elektrolit yang terionisasi.Air untukinjeksiatau Aqua pro Injectione dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadahlogam yang cocok yang diperlengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok, dan segera digunakan. Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan Air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan, dan segera digunakan.
Pada formula ini digunakan NaCl sebagai agen pengisotonis, dipilihnya NaCl karena merupakan agen mengisotonis yang membuat sediaan dapat masuk dan diterima tubuh saat penyuntikan. Dimana, NaCl ini berfungsi untuk mencegah peradangan akibat tekanan osmotis sediaan tidak sama dengan tekanan tonisitas cairan tubuh pada daerah sendi. NaCl juga tahan panas sehingga dapat disterilisasikan dengan pemanasan, beda halnya dengan gliserin yang dapat pula bertindak sebagai agen pengisotonis namun gliserin akan gliserin terdekomposisi dengan pemanasan dan berubah menjadi acrolein toksik.
Bahan tambahan keduayaitu CMC-Na yang bertindak sebagai suspending agent dalam formula ini yang berfungsi sebagai pendispersi partikel yang tidak larut dan peningkat viskositas. Digunakannya CMC-Na pada formula ini karena dapat diaplikasikan pada sediaan injeksi daripada menggunakan bahan suspending agent yang lain seperti HPMC dan karbopol yang ternyata tidak digunakan dalam sediaan injeksi; Metylselulosa dalam keamanannya tidak boleh digunakan dalam sediaan parenteral (HPE, hal.464). CMC-Na merupakan suspending agent yang tidak OTT
Benzil alkohol, dalam formula ini bertindak sebagai agen pengawet yang mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempergaruhi stabilitas sediaan dan juga digunakan untuk melarutkan bahan aktif. Dipilih pengawet benzil alkohol karena biasa digunakan untuk sediaan injeksi, merupakan agen bakteriostatik spektrum luas yang digunakan pada produk injeksi multi dosis.
Bahan tambahan terakhir adalah polisorbat 80 (Span) yang berfungsi sebagai wetting agent yang dapat menurunkan sudut kontak antara permukaan zat padat dan larutan pembawa sehingga dapat mudah larut. Pada praktikum kali ini digunakan Polisorbat 80 karena span larut dalam minyak dan pelarut organik, sehingga cocok dengan sediaan yang diinginkan adalah sediaan injeksi yang bersifat hidrofilik.
Adapun perhitungan pengambilan bahan, adalah sebagai berikut:
Hidrokortison Asetat
= 25 mg x 10 + 20%
= 250 mg + (20/100 x 250)
= 250 + 50
= 300 = 0,3 gram
NaCl
= 9 mg x 10 + 20%
= 90 mg + (20/100 x 90)
= 108 mg = 0,108 gram
Polisorbat
P = m/v
1,310 = 4.10-3/v
V = 4.10-3/1,310 = 0,003 ml x 10 + (20/100 x 0,03) = 0,036 ml
Benzyl Alkohol
P = m/v
1,04 = 0,9/v
V = 0,9/1,04 = 0,865 ml x 10 + (20/100 x 8,65) = 10,38 ml
CMC-Na
= 5 mg x 10 + 20%
= 5 mg + (20/100 x 50)
= 60 mg = 0,06 gram
Pada awal proses pembuatan, semua alat yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan aquades. Selanjutnya serbuk NaCl; hidrokortison; CMC-Na di timbang masing-masing dengan berat 0,108 gram;0,3 gram; 0,06 gram. Kemudian dilakukan pemanasan mortar yang bertujuan agar mucilago yang dihasilkan bisa maksimal. Bersamaan dengan dilakukannya pemanasan mortas juga dipanaskan air mendidih untuk proses pembuatan mucilago dengan perbandingan CMC-Na dan air 1:20, yaitu 0,06 gram:1,2 ml. Setelah itu, CMC-Na yang sudah ditimbang ditaburkan diatas mortar yang beirisi air panas dan ditunggu selama beberapa menit lalu diaduk hingga mengembang (campuran B). Ketika menunggu proses tersebarnya CMC-Na dengan air, dilakukan pencampuran benzil alkohol dah hidrokortison dalam beaker glass ad homogen. Selanjutnya ditambahkan NaCl sedikit demi sedikit dan aduk hingga homogen. Setelah homogen ditambahkan 3 tetes polisorbat (tween 80) dan aduk hingga homogen (campuran A). Setelah homogen campuran A dicampurkan dengan campuran B kemudian di saring menggunakan kertas saring. Setelah itu larutan ditambahakan sedikit demi sedikit aqua pro injection (API) sampai tanda batas volume yang diinginkan (10 ml) sambil diaduk untuk menghomogenkan suspensi. Suspensi hidrokortison dimasukkan kedalam vial 10 ml. Ditutup dan diberi etiket serta kemasan.
Gambar. Pembuatan mucilago CMC-Na
Hasil akhir dari formulasi suspensi hidrokortison 2,5 % adalah berupa larutanberwarna putih dan tidak homogen setelah ditambahkan aqua pro injection (API). Hal dikarenakan pada saat membuat mucilago tidak maksimal sehingga pada saat pecampuran antara campuran A dan campuran B terjadi penggumpalan pada campuran tersebut. Kemungkinan penyebab terjadinya gumpalan tersebut karena praktikan tidak sabar menunggu CMC-Na agar meresap ssecara keseluruhan pada pelarutnya sehingga hasil yang di dapatkan tidak maksimal. Selain itu pemansan mortar dan air mendidih juga kurang maksimal dikarenakan keterbatasan alat yang tersedia di laboratorium.
Gambar. Proses penyaringan
Kesimpulan
Pembuatan injeksi suspensi hidrokortison asetat 2,5 % digunakan bahan aktif hidrokortison asetat dengan bahan tambahan NaCl, polisorbat dan benzil alkohol CMC-Na serta aqua pro injenction (API).
Kemasan Sediaan
Golson®KOMPOSISITiap ml mengandung:HidrokortisonAsetat 25 mgFARMAKOLOGIHidrokortison asetat digunakan pada heumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan immunosuppresif. Hidrokortison asetat mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan turunan monosit superoksida radikal.CARA SUNTIKIntrartikularINDIKASIMengobati rheumatoid padasendiDOSISSetiap sendi sebaiknya hanya boleh disuntik tidak lebih dari 3 kali dalam setahunEFEK SAMPINGMukamerah; Charcot-like arthropathiesCARA PENYIMPANANSimpan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya matahariHARUS DENGAN RESEP DOKTERNo. Batch : FD 20161509No. Reg : HFS 1509952016F5Exp. Date : November 2017PT. Golfy PharmaceuticalMalang-Indonesia
Golson®
KOMPOSISI
Tiap ml mengandung:
HidrokortisonAsetat 25 mg
FARMAKOLOGI
Hidrokortison asetat digunakan pada heumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan immunosuppresif. Hidrokortison asetat mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan turunan monosit superoksida radikal.
CARA SUNTIK
Intrartikular
INDIKASI
Mengobati rheumatoid padasendi
DOSIS
Setiap sendi sebaiknya hanya boleh disuntik tidak lebih dari 3 kali dalam setahun
EFEK SAMPING
Mukamerah; Charcot-like arthropathies
CARA PENYIMPANAN
Simpan di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya matahari
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
No. Batch : FD 20161509
No. Reg : HFS 1509952016F5
Exp. Date : November 2017
PT. Golfy Pharmaceutical
Malang-Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Aulton Michael E, Taylor Kevin M.G, 2013. Aulton's Pharmaceutics: The Design and Manufacture of Medicines. Elsevier Healt Science
Bolet, A. J. 1956. The Intrinsic Viscosity of Synovial Fluid Hyaluronic Acid.Journal of Laboratory and Clinical Medicne, 48, 721.
Edwards, Jo, ed. 2000.Normal Joint Structure.Notes on Rheumatology.University College London.Archived.
Hui, Alexander et al. 2012. A Systems Biology Approach to Synovial Joint Lubrication in Health, Injury, and Disease.Systems Biology and Medicine. Wiley Interdisciplinary Reviews 4 (1): 15–7.
Jay et al. 2000. Lubricin is A Product of Megakaryocyte Stimulating Factor Gene Expression by Human Synovial Fibroblasts.JRheumatol.27 (3): 594–600.
Jebens, H. E, dan Jones. 1959. On The Viscosity and pH of Synovial Fluid and The pH of Blood. Batersea General Hospital and Royal Fre Hospital Schol of Medicne.388-400
Rowe J, Raymond. Sheskey J, Paul. Quinin E, Marian. 1986. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London
Sundblad, L. 1953. Studies on Hyaluronic Acid in Synovial Fluids. Acta Societais Medicorum Upsaliensi, 58, 13.
Teller MN, Brown GB. 1977.Carcinogenicity of carboxymethylcellulose in rats. Proc Am Assoc Cancer Res; 18: 225
Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. John Wiley & Sons
Warman M. 2003. Delineating Biologic Pathways Involved in Skeletal Growth and Homeostasis Through The Study of Rare Mendelian Diseases that Affect Bones and Joints. Arthritis Research & Therapy.5 (Suppl 3): S2