LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK DASAR
ALKOHOL DAN FENOL
NAMA : AULIA RHAMDANI ARFAN
NIM : H31113318
GOL/KLP : H5 / 10
HARI/TANGGAL : RABU / 19 MARET 2014
ASISTEN : ASRAR RAHMAN S
LABORATORIUM KIMIA ORGANIK DASAR
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alkohol merupakan kelompok senyawa organik yang cukup populer dan rumus molekulnya secara umum dapat dituliskan sebagai R-OH, dengan R adalah gugus alkil, dan gugus hidroksil, sedangkan OH sebagai gugus fungsi. Adapun fenol yang mempunyai struktur yang serupa dengan alkohol, tetapi gugus fungsinya melekat langsung pada cincin aromatik, atau gugus alkohol yang melekat dengan gugus benzena, sehingga dikatakan fenol adalah senyawa aromatik yang memiliki gugus aril, yaitu benzena yang kehilangan 1 atom H, yaitu C6H5. Dengan Ar (sebagai aril) maka rumus fenol dituliskan Ar-OH.
Alkohol (ROH) memiliki kaitan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Baik alkohol maupun fenol telah dipakai secara luas dalam kawasan industri, dan umumnya terdapat di alam. Etanol, dikenal dalam kehidupan sehari-hari sebagai minuman keras, atau minuman beralkohol. Isopropil alkohol, dipakai sebagai desinfektan atau pembasmi kuman serta digunakan juga sebagai pendingin kulit. Metanol (metil alkohol atau alkohol kayu) merupakan komponen utama spiritus, yang digunakan sebagai bahan bakar dan juga pelarut. Mentol, dipakai dalam rokok adalah alkohol yang terdapat di tanaman mint. Dan masih banyak lagi kegunaan alkohol lainnya.
Adanya kesamaan gugus atom alkohol dan fenol dapat menentukan sifat kimia dan sifat fisika keduanya, berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan percobaan alkohol dan fenol yakni, untuk mengetahui sifat fisika dan kimia keduanya
Maksud dan Tujuan Percobaan
Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini yaitu:
Mempelajari beberapa sifat fisika dan kimia dari alkohol dan fenol
Membedakan antara alkohol primer, sekunder, dan tersier
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:
Mengetahui kelarutan alkohol dan fenol dalam air dan n-Heksana
Membedakan alkohol primer, sekunder, dan tersier
Mengetahui reaksi alkohol dan fenol dengan larutan Na2CO3, NaHCO3, dan FeCl3
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip pada percobaan ialah menentukan kelarutan alkohol dan fenol dengan air dan n-Heksana, mereaksikan alkohol primer, sekunder, dan tersier, serta fenol dengan pereaksi Lucas. Mereaksikan alkohol dan fenol dengan Na2CO3 dan NaHCO3, serta FeCl3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Alkohol memiliki rumus umum R-OH. Strukturnya serupa dengan air, tetapi satu hidrogennya diganti dengan satu gugus alkil. Gugus fungsi alkohol adalah gugus hidroksil, -OH. Fenol mempunyai gugus yang sama seperti alkohol, tetapi gugus fungsinya melekat langsung pada cincin aromatik. Alkohol dan fenol, keduanya terdapat di alam (Hart, 1990).
Dalam air, alkohol, dan fenol, oksigen merupakan sp3-hibrida dan mempunyai dua pasang elektron valensi yang tidak dipakai bersama. Karena oksigen bersifat elektronegatif dibandingkan karbon atau hidrogen, alkohol dan fenol, seperti air, merupakan molekul polar (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Seperti air, alkohol dan fenol dapat membentuk ikatan hidrogen. Karena adanya ikatan hidrogen ini, maka alkohol dan fenol mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari senyawa lain yang mempunyai berat formula yang sama. Bahkan alkohol yang mempunyai berat formula terendah, metanol (CH3OH) berupa cairan pada temperatur kamar (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Alkohol berbobot molekul rendah larut dalam air, sedangkan alkil halida padanannya tidak larut. Kelarutan dalam air ini langsung disebabkan oleh ikatan hidrogen antra alkohol dan air. Bagian hidrokarbon suatu alkohol bersifat hidrofob (hydrophobic), yakni menolak molekul-molekul air. Makin panjang bagian hidrokarbon ini akan makin rendah kelarutan alkohol dalam air. Bila rantai hidrokarbon cukup panjang, sifat hidrofob ini dapat mengalahkan sifat hidrofil (menyukai air) gugus hidroksil. Alkohol berkarbon tiga, 1 dan 2-propanol, bercampur miscible dalam air, sedangkan hanya 8,3 gram 1-butanol larut dalam 100 gram air (Fessenden dan Fessenden, 1989).
Cabang dari rantai hidrokarbon menyebabkan bertambahnya kelarutannya dalam air karena adanya gaya tarik menarik antar molekul di antara gugusan karbon-hidrogen. t-Butil alkohol (CH3)3COH, larut dalam air walaupun 1-butanol tidak (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Alkohol memiliki titik didih yang relatif sangat tinggi dibandingkan dengan eter atau hidrokarbon dengan bobot molekul yang sama. Alasan untuk titik-titik didih yang sangat tinggi mereka adalah bahwa alkohol dan fenol, seperti air, sangat terkait dalam larutan karena pembentukan ikatan hidrogen. yang terpolarisasi positif atom hidrogen hidroksil dari satu molekul membentuk ikatan hidrogen yang lemah dengan atom oksigen terpolarisasi negatif dari molekul lain. Meskipun ikatan hidrogen memiliki kekuatan hanya sekitar 5 kkal/mol dibandingkan 100 kkal/mol untuk ikatan OH khas, kehadiran banyak ikatan hidrogen yang besar dalam larutan berarti bahwa, energi yang dibutuhkan untuk memisahkan ikatan selama proses pendidihan (McMurry, 1994).
Hart (1990), sama halnya dengan air, alkohol dan fenol adalah asam-asam lemah. Alkohol mempunyai keasaman 10-100 kali lebih lemah dari air. tetapan ionisasi kesetimbangan H2O H+ + OH- adalah 10-14. Untuk kebanyakan alkohol, tetapi ionisasi untuk ionisasi ROHH+ + OR- kira-kira 10-15 sampai 10-16. Alkohol bereaksi dengan logam seperti natrium atau kalium dengan membebaskan hidrogen dan membentuk alkoksida.
2 RO – OH + 2Na 2 RO – Na+
Air bertindak sebagai asam dengan melepaskan sebuah proton dan membentuk basa kuat. Alkohol mengalami reaksi yang sama. Anion yang terbentuk akibat hilangnya proton dari alkohol (-OR) disebut ion alkoksida. Garamnya disebut logam alkoksida (Fessenden dan Fessenden 1997).
Alkoksida logam yang larut dalam alkoholnya merupakan basa kuat, sama halnya dengan larutan natrium hidroksida dalam air adalah basa kuat. Memang alkoksida lebih basa dibandingkan dengan hidroksida (karena keasaman alkohol lebih lemah daripada air). Karena alasan ini, jika alkoksida ditambahkan ke dalam air, ia terhidrolisis menjadi alkohol (Hart, 1990).
Berlawanan dengan alkohol, fenol-fenol adalah asam yang lebih kuat daripada air. fenol sendiri 10.000 kali lebih asam daripada air. Alasan utama mengapa fenol dimantapkan oleh resonansi. Muatan negatif pada hidroksida atau alkoksida tetap tinggal pada atom oksigen, sedangkan pada ion fenoksida muatan ini dapat didelokalisasi pada posisi-posisi orto dan para pada cincin benzena melalui resonansi (Hart, 1990).
Suatu alasan mengapa alkohol murni mempunyai keasaman yang lebih rendah adalah karena alkohol mempunyai tetapan dielektrik yang lebih rendah. Karena mereka kurang polar, alkohol kurang mampu mendukung ion dalam larutan daripada molekul air. Dalam larutan air yang encer, alkohol mempunyai nilai pKa yang kira-kira sama dengan air (Fessenden dan Fessenden, 1989).
Keasaman dari fenol menyebabkan fenol dapat dipisahkan dari senyawa yang lebih keasamannya, seperti alkohol. Jika suatu larutan organik mengandung suatu campuran fenol yang tidak larut dalam air dikocok dalam corong pemisah dengan larutan encer natrium hidroksida, fenol diubah menjadi natrium fenoksida (ArO-Na+). Fenoksida adalah ion, oleh sebab itu larut kedalam lapisan organik, yang mengandung senyawa yang lain. Dengan mengasamkan lapisan air maka fenol murni dapat dipisahkan (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Fenol natrium fenoksida
Walaupun fenol kurang asam dibandingkan asam karboksilat, tetapi lebih asam dibandingkan alkohol maupun air, karena ion fenoksida. Asam karboksilat merupakan senyawa organik yang mengandung gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil mengandung sebuah karbonil dan sebuah gugus hidroksil, antar-aksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu kereaktifan yang unik untuk asam karboksilat. Karena itu gugus karboksil bersifat polar dan tak terintangi, sehingga reaksinya tidak dipengaruhi oleh sisa molekul oleh sisa molekul. Sifat kimia yang paling menonjol dari asam karboksilat adalah keasamannya, asam karboksilat adalah asam lemah dengan pKa sekitar 5 namun asam karboksilat bersifat lebih asam daripada alkohol atau fenol, terurtama karena resonansi anion karboksilatnya, R-CO2- (Sumarlin, dkk., 2011).
Menurut Wilbraham dan Matta (1992), gugus fungsi –OH pada alkohol disebut fungsi hidroksida atau gugus hidroksil. Ini bukanlah ion hidroksida sebab gugus ini terikat pada karbon secara kovalen. Kimiawan sering membagi alkohol alifatik berdasarkan strukturnya, sesuai dengan jumlah gugus R yang menempel pada pengemban gugus hidroksil:
Primer R-CH2-OH Hanya satu gugus R melekat pada C-OH alkohol primer (disingkat 1o).
Dua gugus R melekat pada C-OH alkohol sekunder (2o).
Tiga gugus R melekat pada C-OH alkohol tersier (3o).
Menurut McMurry (1994), tata nama alkohol pada sistem IUPAC diambil dari nama asal alkana:
Tahap 1, tentukan rantai carbon paling panjang yang mengandung gugus hidroksil, dan mengganti huruf –a pada akhiran alkana dengan –ol.
Tahap 2, beri nomor atom karbon dari rantai utama, mulai pada atom yang paling dekat dengan gugusan hidroksil.
Tahap 3, Susun nama dengan memberikan nomor/angka pada tempat dan nama dari rantai cabang, jika ada secara alfabetis.
Kata fenol digunakan sebagai nama senyawa kimia khusus (hidroksi benzena) dan sebagai nama keluarga untuk senyawa hidroksi aromatik. Fenol adalah nama senyawa kimia aromatik yanag sesuai dengan aturan. Fenol menggunakan asam asal –benzena (McMurry, 1994).
Kimiawi fenol telah diketahui lama sebelum pengetahuan kimia organik, sehingga banyak fenol mempunyai nama-nama umum. Metilfenol misalnya, dikenal sebagai kresol, berasal dari kresol, tar dari batu bara atau kayu yang mengandung zat ini (Hart, 1990).
Tidak seperti suatu alkil halida, suatu alkohol tidak dapat mengalami subsitusi nukleofilik dalam larutan netral maupun basa. Apabila suatu alkohol mengalami subsitusi, gugusan yang meninggalkan alkohol ialah hidroksida –OH, suatu ion yang merupakan basa kuat, sehingga merupakan gugusan yang sukar dilepas. Dalam larutan asam kuat, alkohol mengalami subsitusi segera karena alkohol yang berproton mengandung gugus basa yang sangat sukar dilepas, yaitu air (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Reaksi alkohol dengan hidrogen halida adalah sintesis umum untuk pembuatan alkil halida. Kecapatan reaksi dan mekanismenya tergantung pada struktur alkohol (3o, 2o, dan 1o), yaitu mekanisme menurut SN1 dan SN2 (Hart, 1990).
Telah teramati alkohol sekunder dan alkohol tersier kadang-kadang mengalami penataan ulang bila diolah dengan HX. Kebanyakan alkohol primer tidak. Maka disimpulkan bahwa alkohol sekunder dan tersier bereaksi dengan hidrogen halida dengan jalan SN1, sedangkan alkohol primer bereaksi lewat jalan SN2 (Fessenden dan Fessenden, 1989).
Oleh karena memiliki gugus fungsi yang sama, alkohol dan fenol memiliki banyak kemiripan sifat. Akan tetapi jika dengan katalis asam relatif mudah memutuskan ikatan C-OH dari alkohol, pemutusan ikatan tersebut sukar terjadi pada fenol. Protonisasi gugus hidroksil fenolik dapat terjadi, tetapi lepasnya molekul air akan menghasilkan kation fenil (Hart, dkk., 2003).
Alkohol dengan sekurang-kurangnya satu hidrogen melekat pada karbon pembawa hidroksil dapat dioksidasi menjadi senyawa karbonil. Alkohol primer menghasilkan aldehida, yang dapat dioksidasii lebih lanjut menjadi asam karboksilat. Alkohol sekunder menghasilkan keton. Sewaktu alkohol dioksidasi menjadi aldehida atau keton dan kemudian menjadi asam karboksilat, jumlah ikatan di antara atom karbon reaktif dan atom oksigenmeningkat dari satu menjadi dua dan menjadi tiga. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa bilangan oksidasi karbon itu naik sewaktu kita bergerak dari alkohol menjadi aldehida atau keton, lalu menjadi asam karboksilat (Hart, dkk., 2003).
Alkohol tersier, karena tidak memiliki atom hidrogen pada karbon pembawa hidroksil, tidak menjalani jenis oksidasi ini. Zat pengoksidasi yang sering digunakan di laboratorium untuk alkohol ialah anhidrida kromat, CrO3, yang dilarutkan dalam asam sulfat berair atau disebut reagen Jones (Hart, dkk., 2003).
Alkohol tersier tidak teroksidasi dalam suasana basa. Jika dicoba oksidasi dalam larutan asam, alkohol akan mengalami dehidrasi dan kemudian alkenanya teroksidasi. Banyak reaksi oksidasi yang tidak sepenuhnya dipahami mekanismenya. Karena bentuk tereduksi dari mangan atau kromium beraneka ragam, maka mekanisme-mekanisme itu cenderung sangat rumit. Dalam beberapa reaksi, zat pengoksidasi agaknya membentuk ester anorganik dengan alkohol, dan dengan geseran elektron dan proton yang tepat, dihasilkan produk oksidasi (Fessenden dan Fessenden, 1989).
Fenol mudah dioksidasi. Sampel yang dibiarkan terpapar ke udara dalam beberapa saat menjadi sangat berwarna karena terbentuknya produk oksidasi. Dengan hidrokuinon (1,4–dihidroksibenzena), reaksi ini mudah dikendalikan dan membentuk benzokuinon atau yang sering disebut kuinon. Selain itu fenol menjalani subtitusi aromatik elektrofilik pada kondisi sangat ringan sebab gugus hidroksil bersifat sebagai pengaktif yang sangat kuat (Hart, dkk., 2003).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah, alkohol (metanol, etanol, 1-Propanol, 2-Propanol, Amylalkohol, 1-Butanol, 2-metil-2-propanol) fenol, asam asetat, pereaksi Lucas, NaHCO3, Na2CO3, air, dan n-Heksana.
3.2 Alat Percobaan
Alat yang digunakan pada percobaan ini ialah, tabung reaksi, rak tabung, dan pipet tetes.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Kelarutan dalam Air dan n-Heksana
Disiapkan 18 tabung reaksi yang bersih dan kering. Diisikan 0,5 mL air pada tabung reaksi pertama hingga tabung kesembilan, dan 0,5 mL n-Heksana pada tabung reaksi kesepuluh hingga kedelapan belas. Diteteskan pada tabung pertama dan kesepuluh ± 10 tetes metanol, tabung kedua dan kesebelas ± 10 tetes etanol, tabung ketiga dan kedua belas ± 10 tetes 1-Propanol, tabung keempat dan ketiga belas ± 10 tetes 2-Propanol, tabung kelima dan keempat belas ± 10 tetes amylalkohol, tabung keenam dan kelima belas ± 10 tetes 1-Butanol, tabung ketujuh dan keenam belas ± 10 tetes 2-Butanol, tabung kedelapan dan ketujuh belas 2-metil-2-propanol, dan tabung kesembilan dan kedelapan belas diteteskan ± 10 tetes fenol. Dikocok dan diperhatikan kelarutannya.
3.3.2 Membedakan Alkohol Primer, Sekunder, dan Tersier dengan Pereaksi Lucas
Disiapkan tabung reaksi sebanyak 4 buah. Dimasukkan ke dalam masing-masing tabung 1 mL pereaksi Lucas. Ditambahkan pada tabung pertama 1mL 1-Butanol, pada tabung kedua 1 mL 2-Butanol, pada tabung ketiga 1 mL 2-metil-2-propanol, dan pada tabung keempat 1 mL fenol. Dikocok dan dibiarkan selama 3-5 menit pada suhu kamar
3.3.3 Reaksi Alkohol dan Fenol
3.3.3.1 Reaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3
Disiapkan tabung reaksi sebanyak 8 buah, diisi pada tabung pertama dan kelima 1 mL butil alkohol, pada tabung kedua dan keenam 1 mL isopropilalkohol, pada tabung ketiga dan ketujuh 1 mL fenol, dan pada tabung keempat dan kedelapan 1 mL asam asetat. Ditambahkan pada tabung pertama hingga keempat 0,5 mL Na2CO3, dan pada tabung kelima hingga kedelapan ditambahkan 0,5 mL NaHCO3. Dikocok dan dibiarkan selama 3-5 menit. Diperhatikan perubahannya dan dicatat.
3.3.3.2 Reaksi dengan FeCl3
Disiapkan 4 tabung reaksi yang kering dan bersih. Dimasukkan pada tabung pertama 1 mL metanol, tabung kedua 1 mL etanol, tabung ketiga 1 mL 2-butanol dan pada tabung keempat 1 mL fenol. Ditambahkan pada masing-masing tabung beberapa tetes FeCl3, dicatat perubahan yang terjadi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
4.1.1 Kelarutan dalam Air dan n-Heksana
Jenis Alkohol
Kelarutan dalam
Keterangan
Air
n-Heksana
Metanol
Larut
Tidak Larut
1 Fasa
Etanol
Larut
Larut
1 Fasa
1-Propanol
Larut
Larut
1 Fasa
2-Propanol
Larut
Tidak larut
1 Fasa
Amylalkohol
Tidak larut
Tidak larut
2 Fasa
1-Butanol
Sedikit larut
Tidak larut
2 Fasa
2-Butanol
Sedikit larut
Larut
2 Fasa
2-metil-2-propanol
Larut
Tidak larut
1 Fasa
Fenol
Larut
Larut
1 Fasa
4.1.2 Membedakan Alkohol Primer, Sekunder, dan Tersier dengan Pereaksi Lucas
Alkohol
Pereaksi Lucas
Keterangan
Primer (1-Butanol)
++
Bereaksi (lambat)
Sekunder (2-Butanol)
+++
Bereaksi (sedang)
Tersier (2-metil-2-propanol)
++++
Bereaksi (sangat cepat)
Fenol sebagai pembanding
+
Bereaksi (sangat lambat)
4.1.3 Reaksi Alkohol dan Fenol
4.1.3.1 Reaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3
Zat
Na2CO3
NaHCO3
Keterangan
Butil alkohol
Bereaksi (+)
Bereaksi (++)
Terdapat gelembungCO2
Isopropilalkohol
Tidak bereaksi
Bereaksi (+++)
Terdapat gelembung CO2
Fenol
Bereaksi
Bereaksi
Terdapat gelembung CO2
Asam asetat
Bereaksi
Bereaksi
Terdapat gelembung CO2
4.1.3.2 Reaksi dengan FeCl3
Zat
FeCl3
Keterangan
Metanol
Bereaksi
Warna kuning pekat
Etanol
Bereaksi
Warna kuning pekat
2-Butanol
Bereaksi
Warna agak kekuning-kuningan
Fenol
Bereaksi
Warna ungu kehitaman
4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi Alkohol / Fenol dengan Pereaksi Lucas
a. CH3–CH2–CH2–CH2–OH + HClpekat ZnCl2 CH3–CH2–CH2–CH2–Cl + H2O
b. CH3–CH2–CH2–CH3 + HClpekat ZnCl2 CH3–CH2–CH2–CH3 + H2O
OH Cl
c. CH3 CH3
CH3– C–CH3 + HClpekat ZnCl2 CH3– C–CH3 + H2O
OH Cl
4.2.2 Reaksi Alkohol / Fenol dengan Na2CO3 dan NaHCO3
4.2.2.1 Na2CO3 (Natrium karbonat)
a. CH3–CH2–CH2–CH2–OH + Na2CO3 CH3–CH2–CH2–CH2–ONa + H2O + CO2
b. CH3–CH–CH3 + Na2CO3
OH
4.2.2.2 NaHCO3 (Natrium bikarbonat)
a. CH3–CH2–CH2–CH2–OH + NaHCO3 CH3–CH2–CH2–CH2–ONa +
H2O + CO2
b. CH3–CH–CH3 + NaHCO3 CH3–CH–ONa + H2O + CO2
OH CH3
4.3.3.3 Reaksi Alkohol/Fenol dengan Besi(III) Klorida
a. CH3–OH + FeCl3 CH3–Cl + Fe(OH)3
b. CH3–CH2–OH + FeCl3 CH3–CH2–Cl + Fe(OH)3
c. CH3–CH2–CH2–CH3 + FeCl3 CH3–CH2–CH2–CH3 + Fe (OH)3
OH Cl
4.3 Pembahasan
4.3.1 Kelarutan dalam Air dan n-Heksana
Alkohol dan Fenol mempunyai rumus struktur R-OH. Alkohol bersifat alifatik yaitu ujung rantainya tidak bertemu, sedangkan benzena merupakan senyawa aromatik yang memiliki gugus aril yaitu, benzena yang kehilangan 1atom H yaitu C6H5.
Pada percobaan ini, alkohol diuji kepolarannya dengan menggunakan air dan n-Heksana. Kepolaran alkohol berkurang secara bertahap, sesuai bertambahnya gugus karbonil dan dapat bersifat semi polar bahkan bersifat nonpolar. Hal ini dijelaskan dalam prinsip like dissolves like, bahwa pelarut akan melarutkan molekul yang memiliki kesamaan struktur molekul dengan molekul pelarut. Ini disebabkan karena adanya interaksi antar molekul pelarut dengan zat terlarut, dan ditandai dengan terbentuknya ikatan tertentu diantara keduanya. Artinya senyawa polar akan melarut dalam pelarut polar, dan sebaliknya senyawa nonpolar juga akan melarut dalam pelarut nonpolar. Molekul air, dibentuk oleh atom H dan O, dan alkohol juga dibentuk oleh atom H dan O oleh ikatan sigma. Adanya gugus OH ini membuat alkohol memiliki polaritas yang hampir sama dengan polaritas air. Namun kepolaritasan yang dimiliki oleh senyawa-senyawa turunan alkohol tidak akan sebanding dengan polaritas air, hal ini dipengaruhi oleh kehadiran gugus allkil pada molekulnya. Gugus alkil merupakan gugus nonpolar, semakin panjang alkil yang dimiliki oleh suatu senyawa maka akan semakin besar juga sifat nonpolarnya.
Metanol, bersifat larut dalam air dan tidak larut pada n-Heksana yang merupakan senyawa non polar, serta membentuk 1 fasa. Hal ini dikarenakan metanol hanya memiliki satu gugus alkil, sehingga tidak merubah tingkat keelektronegatifan, dan gugus hidroksil (-OH) pada metanol tersebut mengambil bagian yang lebih besar dalam molekulnya.
Pada etanol, 1-propanol, 2-propanol, dan 2-metil-2-propanol ketiganya dapat larut pada air maupun n-Heksana, dan membentuk 1 fasa, hal ini menunjukkan bahwa keempatnya bersifat semi polar, yaitu dapat larut pada senyawa polar maupun non polar. Gugus alkil yang dimiliki keempatnya memiliki pengaruh yang sama besar dengan gugus hidroksil, sehingga bersifat semi polar.
Pada 1-Butanol dan 2-Butanol, saat direaksikan dengan air, sedikit terbentuk endapan atau sedikit larut sehingga terbentuk 2 fasa, namun 2-Butanol dapat larut dalam n-Heksana, sedangkan 1-butanol tidak dapat larut pada n-heksana ini menunjukkan bahwa 2-Butanol bersifat nonpolar, yang disebabkan gugus alkil, yang bersifat nonpolar, lebih mendominasi molekulnya dibanding gugus hidroksil yang bersifat polar. Dominasi gugus alkil tersebut mengganggu terjadinya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil dengan air. Oleh karena itu 2-Butanol membentuk sedikit endapan saat direaksikan dengan air. Pada Amylalkohol (n-Pentanol), gugus alkil yang dimiliki lebih mendominasi molekul yang dapat mengganggu pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil dengan air, sehingga tidak dapat larut dalam senyawa polar (air), dan dapat larut pada senyawa nonpolar (n-Heksana). Namun hasil percobaan menunjukkan keduanya tidak dapat larut pada n-Heksana dan membentuk 2-fasa, perbedaan teori dan hasil praktikum ini dapat dipengaruhi oleh kesalahan dalam mencampur bahan.
Adapun fenol yang larut dalam air dan n-Heksana. Fenol memiliki kelarutan tak terbatas dalam air, hal ini disebabkan fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Lepasnya ion H+ menyebabkan resonansi. Resonansi adalah peristiwa delokalisasi elektron dari ikatan rangkap ke ikatan sebelahnya, resonansi terjadi pada gugus aromatik yang terkonjugasi sempurna, yaitu yang memiliki ikatan rangkap tunggal-rangkap dua secara selang-seling, ataupun elektron π. Elektron yang beresonansi adalah elektron bebas dari atom O (yang berasal dari –OH). Karena elektron bebas dari atom O bergerak secara terus-menerus, ion H+ yang telah terlepas tidak mampu terikat kembali pada gugus aromatik, dan terbentuklah anion fenoksida C6H5O- yang dapat dilarutkan dalam air.
4.3.2 Membedakan Alkohol Primer, Sekunder dan Tersier dengan Pereaksi Lucas
Percobaan selanjutnya adalah membedakan alkohol primer, sekunder, dan tersier. Untuk membedakannya digunakan pereaksi Lucas, pereaksi Lucas terdiri atas campuran larutan ZnCl2 ditambah dengan HCl pekat. Reaksi antara alkohol dengan hidrogen klorida akan menghasilkan suatu alkil halida. Kecepatan dan mekanisme reaksi alkohol dengan hidrogen klorida bergantung pada struktur alkohol tersebut. Mekanisme yang terjadi adalah subsitusi nukleofilik 1. Reaksi SN1 berlangsung lebih cepat jika memiliki gugus alkil yang mengandung lebih banyak atom dan elektron. Sehingga semakin banyak gugus alkil yang terikat pada atom karbon bermuatan positif (C+) terbentuk adanya pelepasan gugus pergi pada tahap pertama SN1), berarti makin banyak atom yang dapat membantu menstabilkan karbokation (keadaan stabil pada karbokation mempercepat laju reaksi. Sehingga alkohol tersier yang memiliki banyak gugus alkil lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan alkohol sekunder dan alkohol primer.
Pada percobaan ini alkohol primer (1-Butanol) lambat bereaksi saat ditetesi pereaksi Lucas sehingga perlu dikocok untuk mereaksikan keduanya, alkohol sekunder (2-Butanol) tidak cepat dan tidak lambat bereaksi saat ditetesi dengan pereaksi Lucas, sedangkan alkohol tersier (2-metil-2-propanol) sangat cepat bereaksi saat ditetesi dengan pereaksi Lucas. Adapun Fenol saat ditetesi dengan pereaksi Lucas, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bereaksi, hal ini dikarenakan, adanya pengaruh resonansi. Resonansi terjadi karena adanya dehidrogenisasi, yang diakibatkan susunan ikatan rangkap fenol yang terkonjugasi sempurna (ikatan selang-seling rangkap tunggal-rangkap dua).
4.3.3 Reaksi Alkohol dan Fenol
4.3.3.1 Reaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3
Dilakukan pula pengamatan pada reaksi antara alkohol/fenol dengan Na2CO3 dan NaHCO3. Butil alkohol direaksikan dengan Na2CO3 dan NaHCO3 menghasilkan natrium alkoksida, air, dan gelembung gas CO2, hal ini membuktikan bahwa butil alkohol bersifat asam. Hal ini dikarenakan saat alkohol bereaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3, alkohol melepaskan proton (H+) atau bertindak sebagai asam, sesuai dengan teori asam-basa Bronsted-Lowry, bahwa asam adalah suatu spesies kimia yang melepaskan suatu proton kepada spesies kimia lain. Kemudian Na+ berikatan dengan O- membentuk natrium alkoksida. Reaksi terjadi, ditandai dengan adanya pelepasan gas CO2 yang membuktikan penguraian Na2CO3 dan NaHCO3. Isopropil alkohol tidak bereaksi dengan Na2CO3, hal ini dikarenakan alkohol merupakan asam yang sangat lemah, begitu juga dengan Na2CO3 yang merupakan basa lemah, namun isopropil alkohol bereaksi dengan NaHCO3 dan terdapat banyak gelembung gas CO2, yang menandakan isopropil bersifat asam lemah.
Fenol saat direaksikan dengan Na2CO3 dan NaHCO3 akan menghasilkan natrium fenoksida, air, dan gelembung gas CO2. Terbentuknya ion fenoksida menyebabkan fenol lebih bersifat asam dibandingkan dengan alkohol, karena ion fenoksida dimantapkan dengan resonansi. Sedangkan asam asetat, saat direaksikan dengan Na2CO3 dan NaHCO3 terdapat gelembung gas CO2 yang menandakan bahwa fenol dan asam asetat merupakan asam lemah. Alkohol memiliki tingkat keasaman lebih rendah dibanding air, sedangkan fenol memiliki tingkat keasamaan yang tinggi dibandingkan dengan air, namun fenol bersifat lebih lemah dibandingkan dengan asam karboksilat (asam asetat). Sehingga tingkat keasaman dapat dituliskan sebagai berikut: asam asetat > fenol > air > alkohol.
4.3.3.2 Reaksi dengan FeCl3
Dilakukan percobaan, dengan mereaksikan alkohol dan fenol dengan FeCl3. Reaksi ini bertujuan untuk mengetahui senyawa yang merupakan alkoksik kuat atau lemah, dengan melihat perubahan warna saat reaksi terjadi. Metanol, etanol, dan 2-Butanol saat direaksikan dengan FeCl3 berubah warna menjadi kekuning-kuningan, hal ini menunjukkan bahwa alkohol larut dengan FeCl3. Warna kekuning-kuningan adalah warna dari larutan FeCl3, selain itu hal ini menunjukkan bahwa alkohol merupakan alkoksik lemah, karena tidak membentuk senyawa kompleks. Saat fenol direaksikan dengan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi ungu kehitaman, hal ini menandakan bahwa fenol merupakan alkoksik kuat karena membentuk senyawa kompleks.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Alkohol dan fenol memiliki kemiripan dalam sifat kimia maupun sifat fisika, hal ini didasarkan pada kelarutannya dalam air yang bersifat polar, dan kelarutannya dalam n-Heksana yang bersifat nonpolar.
2. Alkohol primer, sekunder, dan tersier dapat dibedakan dengan menggunakan pereaksi Lucas (ZnCl2 + HClpekat). Alkohol tersier lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan alkohol sekunder, dan alkohol primer bereaksi lebih lambat dibandingkan dengan alkohol sekunder. Sehingga urutan kecepatan reaksi dapat dituliskan sebagai: alkohol tersier > alkohol sekunder > alkohol primer.
3. Terjadi reaksi alkohol dan fenol dengan N2CO3 dan NaHCO3, yaitu pelepasan gas CO2 yang menandakan bahwa alkohol dan fenol bersifat asam lemah. Alkohol lebih lemah dibandingkan dengan air, dn fenol lebih kuat dibandingkan dengan air. sehingga urutan keasaman dapat dituliskan sebagai berikut: fenol > air > alkohol.
4. Alkohol dan fenol bereaksi dengan FeCl3 dilihat dari perubahan warna yang terjadi, yang disebabkan reaksi oksidasi-reduksi pada alkohol sehingga dapat diketahui kekuatan alkoksinya. Fenol merupakan aalkoksik kuat karna mampu membentuk senyawa kompleks, sedangkan alkohol merupakan alkoksik lemah karena tidak bereaksi dengan FeCl3.
5.2 Saran
Dibutuhkannya pemenuhan bahan yang dibutuhkan pada pelaksanaan praktikum, serta penjelasan secara lengkap teori dari percobaan alkohol dan fenol, sehingga mampu dibandingkan dengan hasil praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1989, Kimia Organik, Jilid 1, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1997, Dasar-Dasar Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Hart, H., 1990, Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat, Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.
Hart, H., dkk., 2003, Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat, Edisi Kesebelas, Erlangga, Jakarta.
McMurry, J., 1994, Fundamentals Of Organic Chemistry, Edisi Ketiga, Brooks/Cole Publishing Company, California.
Sumarlin, L., dkk., 2011, Penghambatan Enzim Pemecah Protein (Papain) Oleh Ekstrak Rokok, Minuman Beralkohol Dan Kopi Secara In Vitro, Valensi, 2(3), 449-458.
Wilbraham, A. C., dan Matta, M. S., 1992, Pengantar Kimia Organik dan Hayati, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
HALAMAN PENGESAHAN
Makassar, 15 April 2014
Asisten Praktikan
ASRAR RAHMAN S AULIA RHAMDANI ARFAN
NIM. H311 10 910 NIM. H311 13 318