ANALISIS FAUNA DENGAN METODE DEKANTASI BASAH DI HUTAN PANTAI TRIANGULASI KAWASAN TAMAN NASIONAL ALAS PURWO BANYUWANGI
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si dan Bapak Drs. Agus Dharmawan, M.S
Oleh kelompok 15 / OFF H : 1. Laily Rahmawati 2. Leli Hermawati 3. Listia Ningrum 4. Nurul Hikmah 5. Putri Kartika Mukti 6. Rofiqoh Lailatul Fitriyah 7. Yanis Kurnia Basitoh 8. Yunita Nur Agustiningsih
( 140342600476 140342600476 ) ( 140342600679 140342600679 ) ( 140342601418 140342601418 ) ( 140342601418 140342601418 ) ( 140342601674 140342601674 ) ( 140342600944 140342600944 ) ( 140342604027 140342604027 ) ( 140342601774 140342601774 )
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI April 2016
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah satu hutan lindung yang terletak diujung Pulau Jawa Timur tepatnya di Kecaatan Tegal Delimo Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Alas Purwo merupakan suaka marga satwa sekaligus Taman Nasional dengan luas 430.420 Ha. Taman Nasional Alas Purwo merupakan suatu ekosistem hutan tropis dataran rendah yang didalamnya terdapat vegetasi hutan pantai, hutan mangrove, hutan tropis dan sebagian hutan tanaman, padang rumput dan hutan bambu. Adapun cuplikan yang akan diambil untuk penelitian berada pada area hutan heterogen Alas Purwo yang kemungkinan di dalam tanahnya dialami oleh berbagai fauna tanah. Kawasan Taman Nasional Alas Purwo didominasi oleh hutan tropic dataran rendah (Jacob, 2008).. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau didalamnya (Fitri, 2011).. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air yang berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Dalam proses pembentukan tanah, selain campuran bahan mineral dan bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah yang disebut horizon. Dengan demikian tanah dapat didefinisikan sebagai kumpulan benda alam yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuhnya tanaman (Jacob, 2008). Tanah juga menyediakan dukungan fisik yang diperlukan untuk berpegang bagi sistem perakaran dan juga berfungsi sebagai reservoir udara, air, dan nutrisi yang juga penting bagi pertumbuhan tanaman (Fitri, 2011). Selain sebagai media tumbuhnya tanaman, tanah juga merupakan habitat atau tempat hidup banyak organisme tanah. Organisme tersebut hidup di permukaan dan di dalam tanah. Sebagian besar organisme tanah hidup dalam tanah. Menurut Madjid (2007), organisme tanah atau yang biasa disebut dengan biota tanah merupakan semua makhluk hidup baik hewan (fauna) maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari fase hidupnya berada dalam sistem tanah. Biota tanah dibedakan menjadi
empat kelompok menurut ukurannya, yaitu mikrofauna, mesofauna, makrofauna, dan akar tanaman. Pada ekosistem dataran, organisme tanah merupakan pengurai yang berfungsi untuk mengurai yang berfungsi untuk mengubah bahan organic menjadi senyawa lain yang bermanfaat bagi kesuburan tanah (Suin. 2006). Hewan tanah biasanya ditemukan di tempat teduh, tanah yang lembab, sampah padang rumput, di bawah kayu lapuk, dan tempat lembab yang lainnya. Kehidupan hewan tanah yang sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu meliputi lingkungan abiotic dan lingkungan biotik. Factor lingkungan abiotic secara garis besarnya dapat dibagi atas factor fisika dan factor kimia. Factor kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organic tanah dan unsur-unsur mineral. Factor abiotic sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat pada suatu habitat. Factor lingkungan biotik bagi hewan tanah adalah organisme lain yang juga terdapat dihabitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan hewan lainnya (Suin. 2006). berdasarkan uraian diatas, kondisi lingkungan dan tanah yang bermacam-macam di daerah Taman Nasional Alas Purwo dimungkinkan mempunyai keanekaragaman jenis fauna yang berbeda mulai dari tanah dekat pantai hingga yang terjauh dengan pantai. Berkaitan dengan hal tersebut maka diadakan observasi hewan infauna tanah dengan judul “Analisis Fauna Tanah dengan Metode Dekantasi Kering dan dekantasi Basah Di Hutan Pantai triangulasi Kawasan taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari analisis fauna tanah dengan metode dekantasi kering dan basah yaitu: 1. Bagaimana keanekaragaman, kekayaan serta kemerataan hewan infauna tanah di Hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi? 2. Bagaimana perbedaan kondisi keanekaragaman, kekayaan serta kemerataan hewan infauna tanah dari daerah yang paling dekat dengan pantai hingga yang paling jauh dari pantai di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi?
3. Bagaimana pengaruh factor abiotic terhadap keberadaan serta jumlah jenis hewan infauna tanah di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
C. Tujuan
Tujuan dari analisis fauna tanah dengan metode dekantasi kering dan basah yaitu: 1. Mengetahui keanekaragaman, kekayaan, serta kemerataan hewan infauna tanah di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi 2. Mengetahui perbedaan kondisi keanekaragaman, kekayaan, dan kemerataan hewan infauna tanah dari daerah yang paling dekat pantai hingga yang paling jauh dari pantai di Taman Nasional Alas Purwo 3. Mengetahui pengaruh factor abiotic terhadap keberadaan serta jumlah jenis hewan infauna tanah di Taman Nasional Alas Purwo
D. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi mulai dari bibir Pantai Triangulasi hingga jarak 250 km dari pantai. Waktu penelitian dilaksanakan pada hari Jum’at, 25 Maret 2016 pukul 07.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB.
E. Definisi Operasional
Definisi Operasional dari analisis fauna tanah dengan metode dekantasi kering dan basah yaitu: 1. Analisis merupakan cara pendeskripsian suatu tipe vegetasi berdasarkan komposisi floristic vegetasi uaitu dengan membuat daftar jenis suatu komunitas (Martono, 2012) 2. Dekantasi basah
merupakan metode pencuplikan hewan infauna dengan
menggunakan air dan saringan bertingkat.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Taman Nasional Alas Purwo yang merupakan salah satu perwakilan ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa, secara umum memiliki kondisi topografi yang bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung dengan variasi mulai dari dataran pantai sampai dengan ketinggian + 322 meter di atas permukaan air laut (Gunung Linggamanis). Sedangkan iklimnya termasuk tipe B dengan curah hujan antara 10001500 mm/tahun, temperatur udara 22° - 31° C dan kelembaban udara 40-85%. Fauna tanah menurut tempat hidupnya dibagi menjadi: 1. Treefauna, yaitu hewan yang hidup di pohon. 2. Epifauna, yaitu hewan yang hidup di permukaan t anah. 3. Infauna, yaitu hewan yang hidup didalam tanah (Ross, 1965). Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Fauna tanah memegang peranan yang sangat penting dalam ekosistem tanah. Semua jenis fauna tanah yang ada umumnya sangat mempengaruhi kesuburan tanah bahkan bisa mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan merombak substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara berlangsung secara kontinyu. Arief (2001). Berdasarkan cara hidupnya fauna tanah dibagi menjadi tiga kelompok yaitu (Suin, 2006): 1. Jenis epigeic : fauna yang hidup dan makan di permukaan tanah, berperan dalam penghancuran seresah menjadi ukuran yang lebih kecil dan dalam pelepasan unsur hara. Akan tetapi organisme ini tidak aktif dalam distribusi bahan organik kedalam profil tanah. 2. Jenis anecic : fauna yang aktif memindahkan seresah dari permukaan tanah dibawa masuk kedalam profil tanah melalui aktifitas makannya.
3. Jenis endogeic : fauna yang hidup di dalam tanah dan memakan bahan organik termasuk bagian akar yang telah mati. Menurut Górny dan Leszek (1993), terdapat empat kelompok fauna tanah, yaitu mikrofauna, meso atau meiofauna, makrofauna, dan megafauna. Megafauna termasuk hewan dengan ukuran tubuh diatas 20 mm, umumnya terlihat jelas pada tanah. Dalam prakteknya, kelompok terakhir sering diabaikan, dan semua hewan dengan ukuran diatas 2,0 mm termasuk dalam makrofauna. Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam perombakan zat atau bahan-bahan organik dengan cara : 1. Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur 2. Melakukan perombakan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin 3. Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus 4. Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian ata s 5. Membentuk bahan organik dan bahan mineral tanah (Barnes, 1997). Menurut Rahmawati (2006), Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan fauna tanah adalah: 1. Struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi fauna tanah 2. Kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup 3. Suhu tanah mempengaruhi peletakan telur 4. Cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya. Pengambilan contoh fauna tanah dimulai dengan pengambilan contoh tanah. Pada prinsipnya, pengambilan sampel tanah adalah mengambil tanah dengan suatu alat pada luas area dan kedalaman tertentu. Pengambilan sampel tanah dapat dilakukan dengan metode kuadrat atau dengan bor tanah. Pengambilan sampel tanah dengan metode kuadrat dilakukan dengan membuat kuadrat di tanah dengan luas tertentu, sesuai dengan jenis hewan tanah yang ingin dikoleksi, kemudian tanah dalam kuadrat tersebut digali dengan sekop dan tanahnya dimasukkan ke dalam bejana atau kantong. Pengambilan sampel tanah dengan bor tanah prinsipnya sama saja, hanya pengambilan sampel tanah
dengan bor tanah ukuran luas contoh telah disesuaikan dengan diameter bor yang digunakan (Suin, 2006). Kedalaman contoh yang diambil sangat tergantung pada hewan tanah yang akan diteliti. Pada pengambilan sampel tanah dengan bor tanah untuk mengambil contoh mikroarthropoda tanah untuk studi distribusi vertikal fauna tanah, biasanya tanah diambil sampai kedalaman 5, 10, dan 15 cm. Pengambilan sampel tanah dengan bor tanah dilakukan dengan cara menekan bor tanah tersebut ke tanah sampai kedalaman yang diperlukan. Kemudian tanah itu dikeluarkan dari bor dan dimasukkan ke dalam kantong yang terbuat dari plastik atau kain sesuai dengan tujuan penelitian (Suin, 2006). Hewan tanah mudah sekaligus sulit untuk diambil. Ekosistem tanah sangat kaya akan kehidupan hewan, bahkan penyortiran tidak s engaja dibawah mikroskop binokuler, akan tampak kumpulan bermacam-macam bentuk. Bagaimanapun, lebih sulit untuk mendapatkan sampel hewan ini yang mewakili ukuran populasi saat ini, untuk melakukan hal yang dibutuhkan tersebut, hewan dipisahkan dari material padat tanah (Wallwork, 1970). Untuk mendapatkan infauna dapat digunakan metode barlese tullgren funnel dan dekantasi basah. Metode penyaringan atau dekantasi basah biasanya digunakan ketika ukuran hewan yang diteliti sangat berbeda dengan partikel tanah. Kemampuan menyaring pada metode penyaringan basah ini didasarkan pada ukuran jaring yang digunakan, dan seringkali memungkinkan untuk memisahkan beberapa kelompok ukuran hewan yang berbeda dengan menggunakan sejumlah saringan dengan ukuran jaring berbeda yang dipasang secara seri. Metode penyaringan basah seringkali lebih efisien daripada metode kering, terutama untuk hewan berukuran kecil dan sedang yang tinggal di sampah dibandingkan dengan arthropoda, dan peralatan sederhana yang berguna untuk mengunpulkan enchytraeidea dan moluska kecil (Wallwork, 1970). Sedangkan untuk metode Barlese Tullgren Funnel cara kerjanya tanah sampel yang diambil ditaruh diatas saringan atau kasa nyamuk yang telah ada didalam corong. Kemudian barlese tersebut ditempatkan dibawah sinar matahari dimulai saat matahari hampir terbit. Prinsipnya hewan tanah tersebut akan jatuh kedalam wadah penampung karenan hewan tersebut bersifat fototaksis negative (Gorny, 1993).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Pengambilan tanah dengan metode dekantasi basah dilaksanakan pada hari Jumat, 19 Maret 2015 pukul 10.00 WIB . Tempat pengambilan tanah dilaksanakan di Hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi, Jawa Timur. Pelaksanaan dekatasi basah pada hari Rabu, 24 Maret 2016 dan Identifikasi spesies dilakukan di Laboratorium Ekologi Ruang 05.109 Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pngetahuan Alam Universitas Negeri Malang
B. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam observasi ini yaitu seluruh hewan infauna tanah yang berada di Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh hewan tanah yang terdapat di tanah pada plot 3 di hutan Pantai Triangulasi, Kawasan Taman nasional Alas Purwo Banyuwangi.
C. Alat dan Bahan Alat ;
1. Corong 2. Kassa kawat 3. Botol aqua 4. Alat tulis 5. Mikroskop 6. Animal chumber 7. Lembar data 8. Pipet tetes 9. Cetok
10. Gelas air mineral Bahan:
1. Alkohol 70% 2. Botol plakon 3. Plastic 4. Formalin 5. Kertas Label
D. Prosedur 1. Pengambilan Tanah
Sampel tanah diambil dari salah satu plot yang digunakan sewaktu pembuatan pithfall trap. Kelompok kami mengambil sampel tanah di plot ke 3
Sampel tanah dimasukkan ke dalam plastic
Tanah diambil dengan cetok dan tidak terlalu mendapat tekanan
Sampel tanah disimpan dengan membuat lubang pada plastic. Diusahakan masih ada oksigen yang masuk sehingga dimungkinkan hewan-hewan yang terdapat di dalam tanah tidak mati.
Sampel tanah dibawa ke Laboratorium Ekologi Ruang 05.109 untuk dilakukan identifikasi
2. Dekantasi Basah
Sampel tanah yang telah dibawa dimasukkan ke dalam nampan atau bak plastic dan diberi air
Kotoran yang terlihat dipermukaan air dibuang lalu tanah dan air diaduk pelan hingga dimungkinkan fauna di dalam tanah terdapat di permukaan air.
Air tanah tersebut disaring menggunakan saringan dekantasi dan dimasukkan ke dalam botol plakon sebagi sampel
Botol plakon di beri label
3. Identifikasi
Sampel air diberi formalin 70% supaya hewan yang didapatkan awet
Identifikasi dilakukan dengan menggunakan pengamatan di bawah mikroskop cahaya langsung
Data yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam tabel sementa
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada analisis fauna tanah dengan metode dekantasi kering dan basah dengan cara mengidentifikasi semua jenis jenis spesies hewan tanah yang ditemukan pada plot 3.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis fauna tanah dengan metode dekantasi kering dan basah yaitu dengan menggunakan rumus: Indeks Keanekaragaman, Kemerataan dan Dominansi 1. Indeks Keanekaragaman Shannon- Wiever (H’)
Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mencirikan hubungan kelompok genus dalam komunitas. Indeks keanekaragaman yang dipergunakan adalah indeks Shannon Wiever H1 = -
(Pi lnPi)
Keterangan: H1 = Indeks keragaman Shannon – Wiener Pi = Kelimpahan proporsional Menurut Wilhm and Dorris (1986), kriteria indeks keanekaragaman dibagi dalam 3 kategori yaitu : H` < 1 : Keanekaragaman jenis rendah 1
< H` < 3 : Keanekaragaman jenis sedang
H` > 3 : Keanekaragaman jenis tinggi 2. Indeks Keseragaman atau Kemerataan atau Evenness (E)
Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman, yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin mirip jumlah individu antar spesies (semakin merata penyebarannya) maka semakin besar derajat keseimbangan. E=
H 1
ln S
Keterangan: E = Evenness / Kemerataan
H = Indeks Keanekaragaman S= Banyaknya spesies Dengan kisaran sebagai berikut : e < 0,4 : Keseragaman populasi kecil 0,4 < e < 0,6 : Keseragaman populasi sedang e > 0,6 : Keseragaman populasi tinggi Semakin kecil nilai indeks keanekaragaman (H’) maka indeks keseragaman (e) juga akan semakin kecil, yang mengisyaratkan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies lain.
3. Indeks Kekayaan atau Richness (R) S 1
(R) = ln N
Keterangan: R
= Richness/kekayaan
S
= Banyaknya spesies
N
= Total semua jenis individu dalam komunitas
BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA A. Data
Taksa
Ulangan 1
2
3
4
5
Jumlah
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
B. Analisis Data
Berdasarkan hasil pengamatan analisis fauna tanah dengan metode dekantasi kering dan basah tidak menemukan hewan infauna pada tahap identifikasi. Sehingga tidak dapat dilakukan analisis data. Jadi kesimpulan sementara dari praktikum analisis fauna tanah dengan metode dekantasi basah tidak terdapat hewan infauna dikarenakan pada saat pengambilan dan penyimpanan tanah tidak menjaga dengan baik sehingga kelembapan dan kondisi yang tidak sesuai menyebabkan hewan infauna sudah mengalami kerusakan atau hancur.
BAB V PEMBAHASAN
Tanah merupakan salah satu komponen penting dalam ekosistem terutama bagi kelangsungan hidup fauna tanah. Menurut Sugiyarto (2003), tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh banyak organisme yang disebut sebagai biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah merupakan diversitas alpha yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di atasnya. Dalam hal ini tanah merupakan suatu habitat bagi hewan-hewan tanah, baik epifauna atau infauna (Dharmawan, dkk , 2005). Fauna tanah secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal, antara lain berdasarkan ukuran tubuh, kehadirannya di tanah, habitat yang di pilihnya, dan
kegiatan
makannya.
Berdasar
ukuran
tubuhnya
hewan-hewan
tersebut
dikelompokkan atas mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara 20 sampai 200 mikron, mesofauna berkisar 200 mikron sampai dengan satu sentimeter, dan makrofauna lebih dari satu sentimeter. Menurut Suin (2006), perkembangan hewan tanah tidak terlepas dari pengaruh faktor biotik dan abiotik dari habitat tempat tinggalnya. Namun secara garis besar faktor abiotik sangat banyak mempengaruhi perkembangan dan kepadatan suatu populasi serangga. Disamping ukuran pori-pori tanah, distribusi suhu, kelembaban dan faktor lingkungan lainnya juga ikut menentukan distribusi vertikal hewan dalam tanah. Kehidupan hewan tanah, selain ditentukan oleh struktur vegetasi, tetapi juga ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti zat kimia dalam tanah, pH tanah, kandungan air tanah, iklim dan cahaya matahari sehingga dapat menentukan kehadiran suatu jenis tertentu dari hewan tanah dan kepadatan populasi hewan tanah. Faktor ketersediaan makanan juga menentukan kepadatan dan distribusi hewan yang ada didalam tanah. Secara umum semakin besar kedalaman tanah maka jumlah individu semakin sedikit disebabkan oleh berkurangnya oksigen untuk pernapasan (Suwondo, 2007). Faktor lingkungan yang paling esensial bagi kesuburan dan perkembangan hidup hewan tanah adalah temperatur, cahaya, kelembaban dan jumlah makanan yang
tersedia. Cahaya memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan hidup hewan tanah dan merupakan faktor yang sangat vital berhubungan dengan perilaku untuk memberikan variasi morfologi dan fisiologi pada hewan tanah (Suwondo, 2007). Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Alas Purwo, pengambilan sampel infauna tanah dilakukan melalui metode dekantasi basah. metode ini digunakan untuk mengetahui benyaknya spesies hewan tanah yang diperoleh. Berdasarkan analisis data, yang telah dilakukan diketahui bahwa metode dekantasi basah yang menggunakan saringan bertingkat tidak memperoleh hewan infauna dari tanah sampel yang dibawa dari Alas Purwo. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor yang menjadi penyebab tidak ditemukannya hewan infauna. Faktor-faktor tersebut antara lain terlalu lamanya pengujian sampel tanah yang dibawa dari Alas Purwo yaitu sekitar satu minggu setelah pengambilan sampel. Karena jarak yang terlalu lama tersebut menyebabkan hewan infauna yang ada pada sampel mati dan hancur. Faktor yang kedua yaitu terlalu kasar saat menghomogenkan tanah yang menyebabkan tubuh dari hewan infauna hancur. Selain itu juga bisa disebabkan karena saat memasukkan sampel ke botol plakon terlalu keras ketika menyemprotkan air yang menyebabkan tubuh dari infauna hancur dan tidak dapat diamati.
BAB VI PENUTUP A. Simpulan
1. Tidak bisa diketahui keadaan keanekaragaman, kekayaan, serta kemerataan hewan infauna tanah di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi dengan metode barlesedan dekantasi basah pada transek 15. 2. Tidak bisa diketahui perbedaan kondisi keanekaragaman, kekayaan serta kemerataan hewan infauna tanah dari daerah yang paling dekat dengan pantai hingga yang paling jauh dari pantai di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi pada transek 15. 3. Berdasarkan teori f aktor abiotik sangat banyak mempengaruhi perkembangan dan kepadatan suatu populasi serangga. Disamping ukuran pori-pori tanah, distribusi suhu, kelembaban dan faktor lingkungan lainnya yaitu zat kimia dalam tanah, pH tanah, kandungan air tanah, iklim dan cahaya matahari sehingga dapat menentukan kehadiran suatu jenis tertentu dari hewan tanah dan kepadatan populasi hewan tanah.
B. Saran
Berdasarkan hasil praktikum terdapat beberapa saran yang perlu di sampaian diantaranya: 1. Tanah sampel yang didapatkan langsung digunakan untuk pengamatan jika sampel harus disimpan maka disimpan di tempat yang memiliki cukup udara dan suntuk dekantasi basah maka dikondisikan agar lembab 2. Pada praktikum perlu adanya keikhlasan dan kesabaran agar hasil yang didapatkan dapat maksimal. 3. Perlu adanya kerjasama yang baik antar anggota kelompok
DAFTAR RUJUKAN
Arias, María Fernanda Barberena, Grizelle González, dan Elvira Cuevas. 2003. Quantifying Variation of Soil Arthropods Using Different Sampling Protocols: Is Diversity Affected?. Tropical Forest , (Online), 51-70, (http://www.fs.fed.us), diakses 20 April 2016. Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta:Kanisius. Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirle y R. D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4th Edition. New York. John Wiley and Sons Inc. Bremne, Graeme. 1990. A Berlese funnel for the rapid extraction of grassland surface macro-arthropods. New Zealand Entomologist , (Online), 13:76-80, (http://www.ento.org.nz), diakses 20 April 2016. Darmawan, Agus, dkk. 2005. Ekologi Hewan. Malang: FMIPA UM Górny, Mieczyslaw dan Leszek Grüm. 1993. Methods in Soil Zoology. Polish Scientific Publishers PWN Ltd. Warszawa. Rahmawati. 2006. Study Keanekaragaman Mesofauna Tanah Di Kawasan Hutan Wisata Alam Sibolangit . www. Journal Fauna. Com Ross, H.H. 1965. A Text Book of Entomology. 3 th Edition. Ney York : John Wiley & Sons. Sugiyarto. 2003. Konservasi Makrofauna Tanah dalam Sistem Agroforestri, (Online), (http://pasca.uns.ac.id/wp-content/uploads/2009/02/sugiyarto-konservasimakrofauna-tanah.pdf), diakses 20 April 2016. Suin, Nurdin M. 2006. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Suwondo. 2007. Dinamika Kepadatan dan Distribusi Vertikal Arthropoda Tanah pada Kawasan Hutan Tanaman Industri. Jurnal Pilar Sains, 6 (2). (Online), (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106208&val=5125), diakses 20 April 2016. Wallwork, John. A. 1970. Ecology of Soil Animal . McGraw-Hill Publishing Company Limited. England.
LAMPIRAN Dokumentasi
Persiapan Pengambilan Tanah pada plot 3
Proses Pengambilan Tanah pada plot 3