PENGENALAN GEJALA PENYAKIT TUMBUHAN
LAPORAN PRAKTIKUM FITOPATOLOGI
Oleh: Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten
: : : : :
Andriani Diah Irianti B1J012011 II 3 Devi Fatkuljanah
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2014
I. PENDAHULUAN
Penyakit tumbuhan hanya akan terjadi jika pada satu tempat terdapat tumbuhan yang rentan, patogen virulen dan lingkungan yang sesuai. Penyakit tumbuhan tidak akan terjadi jika patogen yang virulen bertemu dengan tumbuhan tumbuhan yang rentan, tetapi lingkungan tidak membantu perkembangan patogen dan tidak meningkatkan kerentanan tumbuhan (Semangun, 1996). Tumbuhan yang sakit umumnya akan menunjukkan gejala yang khas dan dengan mudah gejala tersebut dapat dilihat dengan mata tanpa alat bantu. Gejala penyakit adalah suatu bentuk perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan sebagai suatu reaksi terhadap patogen. Tumbuhan dikatakan sehat apabila tampilan atau penampakan dari tumbuhan tersebut normal dan dapat menjalankan fungsi fisiologisnya dengan lancar sesuai dengan potensi genetisnya. Tumbuhan yang diganggu oleh patogen dan salah satu fungsi fisiologisnya terganggu maka akan terjadi penyimpangan dari keadaan normal yang menyebabkan tumbuhan menjadi sakit (Agrios, 1996). Sel dan Jaringan tumbuhan yang sakit biasanya menjadi lemah dan hancur oleh agensia penyebab penyakit. Kemampuan sel dan jaringan untuk melaksanakan fungsi-fungsi fisiologis yang normal menjadi menurun atau akan terhenti sama sekali dan sebagai akibatnya tumbuhan tersebut pertumbuhannya akan terganggu terganggu atau mati (Yunasfi, 2002). Secara sederhana penyakit tumbuhan dapatlah diberi batasan sebagai kerusakan proses fisiologi, yang disebabkan oleh rangsangan yang terus menerus dari penyebab utama, melalui terhambatnya akitifitas seluler, dan diekspresikan dalm bentuk karakter patologi yang khas yang disebut symptom atau gejala (Satrahidayat, 2011). Gejala adalah perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman sebagai suatu reaksi pada patogen berdasarkan perubahan yang terjadi pada sel tumbuhan gejala penyakit dibedaka menjadi 3 yaitu tipe nekrosa gejala yang yang terjadi disebut nekrosis, yaitu yaitu gejala yang muncul sebagai akibat dari rusaknya atau matinya sel-sel tumbuhan; tipe hypoplasia gejala yang terjadi disebut hipoplasia, yaitu gejala yang muncul sebagai akibat dari terhentinya pertumbuhan sel; tipe hiperplastida gejalanya disebut hiperplasia yaitu gejala yang muncu sebagai akibat perkembangan sel yang luar biasa (Waluyo, 2009). Tujuan dari praktikum pengenalan penyebab penyakit yaitu dapat mengetahui berbagai penyebab gejala penyakit.
II.TELAAH PUSTAKA
Penyakit pada tumbuhan utamanya disebabkan oleh organisme hidup patogenik (parasit) maupun faktor fisik. Penyebab penyakit dapat dibedakan menjadi penyebab penyakit yang menular, tidak menular dan akibat serangan hama. Penyakit menular merupakan penyakit yang dapat berkembang biak pada suatu pohon. Penyebab penyakit ini dapat berkembang dan menyebar secara aktif dari satu pohon ke pohon lain melalui tanah, pertautan akar, pertautan daun atau menyebar secara pasif dari satu tanaman ke tanaman lain karena terbawa oleh angin atau aliran pada permukaan tanah, selokan dan sungai dan beberapa jenis patogen dapat terbawa oleh serangga, nematode dan burung (Yunasfi, 2002). Penyakit tumbuhan dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu penyakit lokal dan penyakit sistemik. Penyakit lokal merupakan penyakit yang terdapat pada suatu tempat atau bagian tertentu pada tumbuhan contohnya pada buah, bunga, daun atau cabang. Penyakit sistemik merupakan penyakit yang menyebar keseluruh bagian tumbuhan sehingga tumbuhan menjadi sakit (Pracaya, 2010). Berdasarkan golongannya penyakit tumbuhan dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu penyakit abiotik dan penyakit biotik. Penyakit abiotik adalah penyakit yang disebabkan oleh penyakit noninfeksi atau penyakit yang tidak dapat ditularkan dari tumbuhan satu ke tumbuhan yang lain. Patogen penyakit abiotik meliputi: suhu tinggi, suhu rendah, kadar oksigen yang tak sesuai, kelembaban udara yang tak sesuai, keracunan mineral, kekurangan mineral, senyawa kimia alamiah beracun, senyawa kimia pestisida, polutan udara beracun, hujan es dan angin. Penyakit biotik adalah penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh penyakit infeksius bukan binatang dan dapat menular dari tumbuhan satu ke tumbuhan yang lain. Patogen penyakit biotik meliputi: jamur, bakteri, virus, nematoda, tumbuhan tingkat tinggi parasitik, dan mikoplasma. (Sastrahidayat, 1990) Gejala penyakit tanaman adalah kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal tanaman akibat adanya gangguan penyebab penyakit dan gejala dapat dilihat dengan mata telanjang. Penyakit Tumbuhan berdasarkan bentuk gejalanya dibagi menjadi dua, yaitu : gejala morfologi dan gejala histologi. Gejala morfologi yaitu gejala luar yang dapat dilihat dan dapat diketahui melalui bau, rasa, raba dan dapat ditunjukkan oleh seluruh tumbuhan atau tiap organ dari dari tumbuhan. Gejala histologi merupakan gejala yang hanya dapat diketahui lewat pemeriksaan-
pemeriksaan mikroskopis dari jaringan yang sakit. Berdasarkan tipe penyakit tumbuhan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penyakit lokal dan penyakit sistemik. Penyakit lokal merupakan penyakit yang terdapat pada suatu tempat atau bagian tertentu pada tumbuhan contohnya pada buah, bunga, daun atau cabang. Penyakit sistemik merupakan penyakit yang menyebar keseluruh bagian tumbuhan sehingga tumbuhan menjadi sakit (Pracaya, 2010).
III. MATERI DAN METODE A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu alat gambar, kamera dan buku identifikasi. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu cabai (Capsicum annum), pisang ( Musa sp.), strawberry ( Fragaria sp.), kentang (Solanum tuberosum), daun pepaya (Carica pepaya), labu siam (Sechium edule), daun jagung ( Zea mays), dan daun jambu biji ( Psidium guajava).
B. Metode
atau
Dicocokan dengan pustaka
Digambar dan difoto
Diidentifikasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tabel 1. Hasil Pengamatan Gejala Tumbuhan No 1.
Nama preparat Cabai (Capsicum annum)
2.
Pisang ( Musa sp.)
3.
Strawberry ( Fragaria sp.)
4.
Kentang (Solanum tuberosum)
5.
Daun pepaya (Carica papaya)
6.
7.
Tanda Ada bercak.
Gejala Bercak hitam pada permukaan. Bercak hitam dan banyak miselium.
Penyakit Antraknosa.
Patogen Gloesporium piperatum.
Ada miselium dan banyak miselium. - Warna Bercak permukaa berwarna n gelap. kecoklatan. - Ada bercak. - Tekstur agak lembek. - Agak - Miselium lembek putih dan seperti berair. bantal- Bau bantal. busuk. - Bercak- Ada bercak miselium berlekuk. - Ada bercak Ada bercak - Permukaan daun kasar. - Ada bercak menonjol warna kuning kejinggaan
Antraknosa.
Colletotrichum gloesporioides.
Busuk buah matang.
Colletotrichum fragariae.
Busuk kering fusarium.
Fusarium sp.
Karat
Puccinia sorghi, Puccinia polysora.
Labu siam (Sechium edule)
- Terkstur keras. - Tidak berbau. - Ada miselium - Ada bercak.
- Bercak coklat dan miselium dipermuka an. - Tidak berlendir.
Busuk buah
Phytophthora sp.
Daun jagung ( Zea mays)
Ada bercak.
Bercak kekuningan sejajar tulang daun.
Bulai
Sclerospora maydis.
8.
Daun Jambu biji ( Psidium guajava)
Ada bercak.
a
Bercak hitam pada permukaan daun.
Kapang jelaga.
Capnodium moniliforme.
b I II
Gambar 1. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) cabai ( Capsicum ) annum
yang
terkena
penyakit
antraknosa
oleh
patogen
. (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang Gloespori um piper atum sakit.
a
b
I
II
Gambar 2. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) pisang ( M usa sp.) yang terkena
penyakit
antraknosa
oleh
patogen Colletotrichum
gloesporioides . (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
a
b
II
I
Gambar 3. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) strawberry ( Fragaria sp.) yang terkena penyakit busuk buah matang oleh Coll etotrichum . (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit. fragariae
a
b
I
II
Gambar 4. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) kentang ( Solanum tuberosum .) yang terkena penyakit busuk kering fusarium oleh
patogen F usarium sp. (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
a
b
II
I
Gambar 5. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) labu siam ( Sechium edule ) yang
terkena
penyakit
busuk
buah
oleh
patogen
Phytophthora sp. (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
a
I
b
II
Gambar 6. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) daun pepaya ( Carica papaya ) yang terkena penyakit karat oleh patogen Puccin ia sorghi , Puccini a polysora (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
a
b
I
II
Gambar 7. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) daun jagung ( Zea mays ) yang terkena penyakit bulai oleh patogen Scler ospora m aydis . (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit.
a
II
b
I
Gambar 8. Preparat segar (a) dan gambar skematis (b) daun jambu biji (Psidium guajava ) yang terkena penyakit kapang jelaga oleh patogen Capnodiu m moni li form e . (I) bagian yang sehat. (II) bagian yang sakit. B. Pembahasan
Praktikum pengenalan gejala penyakit kali ini menggunakan 8 macam preparat segar yang terserang patogen yaitu cabai (Capsicum annum), pisang ( Musa sp.), strawberry ( Fragaria sp.), kentang (Solanum tuberosum), labu siam (Sechium edule), daun pepaya (Carica papaya), daun jagung ( Zea mays), dan daun jambu biji ( Psidium guajava). Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing preparat yang terserang patogen. Dari hasil pengamatan secara makroskopis pada cabai (Capsicum annum) di duga menderita penyakit antraknosa yang diserang oleh patogen Gloesporium piperatum. Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu pada cabai terdapat bercak dan gejalanya yaitu bercak-bercaknya berwarna hitam. Penyakit antraknosa merupakan salah satu penyakit penting dalam produksi cabai di daerah tropis yang panas dan lembab yang dikenal juga sebagai penyakit busuh buah prapanen dan pasca panen. Serangan penyakit ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum spp. yang dapat menurunkan produksi sebesar 45-60% dan kualitas cabai (Hidayat et al., 2004). Colletrichum mempunyai stroma yang terdiri dari masa miselium berbentuk aservulus, bersepta panjang antara 30-90 µm, umumnya berkembang merupakan
perpanjangan dari aservulus. Konidia berwarna hialin, bersel tunggal dan berukuran 5-15 µm (Daniel, 1972). Penyakit antraknosa pada tanaman cabai memiliki gejala mati pucuk berkelanjutan ke bagian tanaman sebelah bawah. Daun, ranting dan cabang menjadi kering berwarna cokelat kehitam-hitaman (Herwidyarti et al., 2013). Gejala lain dari penyakit ini dapat berupa bercak kecil pada buah cabai. Selama musim hujan bercak tersebut berkembang dengan cepat dan pada lingkungan kondusif penyakit tersebut dapat
menghancurkan
seluruh
areal
pertanaman
cabai.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi penyakit antraknosa yaitu distimulir disebabkan oleh kondisi yang lembab dan suhu yang relatif tinggi. Penyakit antraknosa berkurang pada musim kemarau, lahan yang memiliki drainase baik dan gulma yang terkendali dengan baik. Penyakit antraknosa cenderung menyerang pada buah cabai yang masak ketimbang cabai yang belum masak (masih hijau) hal ini karena kandungan glukosa, sukrosa dan juga fruktosa yang dimiliki oleh cabai masak sedangkan cabai yang masih hijau hanya mengandung glukosa dan sukrosa (Tenaya et al., 2001). Hasil pengamatan secara makroskopis pada pisang ( Musa sp.) diduga menderita penyakit antraknosa yang diserang oleh patogen
Colletotrichum
gloesporioides. Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu terdapat miselium yang banyak dan gejalanya yaitu terdapat bercak warna hitam yang disekitar bercak terdapat miselium lebat atau banyak. Menurut Indratmi (2009), patogen Colletotrichum gloeosporioides
Penz. merupakan penyebab penyakit antraknosa yang terutama
muncul pada periode pasca panen meskipun serangannya sudah dimulai sejak di lapangan atau periode prapanen. Serangan utama patogen penyakit antraknosa adalah bagian tanaman yang bernilai ekonomis yaitu pada buah.
Jamur Colletotrichum
gloesporioides dikenal bersifat polifag. Serangan pada buah ditandai dengan adanya bercak coklat atau hitam yang agak cekung kedalam. Bercak-bercak tersebut seringkali terdapat mengumpul pada pangkal buah dan buah yang terinfeksi tidak dapat dikonsumsi. Klasifikasi penyakit Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut: Kingdom
: Fungi
Filum
: Mycota
Kelas
: Deuteromycetes
Ordo
: Melanconiales
Family
: Melanconiaceae
Genus
: Colletotrichum
Species
: Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ini yaitu banyaknya jumlah konidium yang terbentuk pada suhu 25-35 °C. Keadaan yang optimum untuk berkecambah adalah 27-30 °C dan kelembapan udara yang mendekati jenuh. Penyakit antraknosa lebih banyak menyerang pada musim hujan hal ini karena kulit pisang yang lunak dan keadaan yang menguntungkan bagi jamur (Semangun, 1991). Hasil pengamatan secara makroskopis untuk stroberi ( Fragaria sp.) diduga menderita penyakit busuk buah matang yang diserang oleh patogen Colletotrichum fragariea. Tanda-tanda yang ditunjukkan dengan permukaan warna buahnya yang gelap, terdapat bercak dan teksturnya sedikit lembek. Gejala yang ditunjukkan yaitu bercak-bercaknya berwarna kecoklatan. Menurut Semangun (1991), penyakit busuk buah matang (ripe fruit rot ) adalah suatu antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum fragariae Brooks. Penyakit ini hanya akan timbul pada buah yang sudah matang yang warnanya sudah penuh. Buah akan terjadi bercak coklat muda, kebasah-basahan, agak mengendap dan lama-kelamaan warnanya akan berubah menjadi coklat tua. Bercak-bercak yang terbentuk akan bersatu menjadi besar dan pada bercak tersebut akan terdapat jamur yang membentuk massa spora berwarna merah jambu. Berikut ini merupakan klasifikasi dari patogen Colletotrichum fragariae sebagai berikut: Kingdom
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Kelas
: Sordariomycetes
Ordo
: Glomerellales
Family
: Glomerellaceae
Genus
: Colletotrichum
Species
: Colletotrichum fragariae
Penyakit antraknosa stroberi (Fragaria × ananassa Duch.) disebabkan oleh jamur patogen Colletotrichum acutatum Simmonds, C. Fragariae Brooks, dan C. gloeosporioides (Penz.) Penz. Sacc. Ketiga spesies tersebut menyebabkan penyakit, yang tidak dapat dibedakan gejalanya ketika stroberi terserang patogen tersebut. C. fragariae paling sering dikaitkan dengan busuk mahkota antraknosa stroberi yang tumbuh di tempat yang panas dan daerah lembab seperti bagian tenggara Amerika
Serikat. Kisaran inangnya terbatas pada stroberi dan beberapa gulma C. acutatumis yang merupakan agen penyebab utama busuk buah antraknosa, memiliki luas jangkauan geografis yang lebih luas dari C. fragariae dan semakin penting sebagai penyebab tangkai daun, stolon, mahkota, dan Infeksi akar (Curry et al., 2002). Menurut Arroyo et al., (2011), tahap awal patogen Colletotrichum spp. menginfekisi inang yaitu dengan melakukan
adhesi konidia dengan permukaan tuan rumah
(permukaan kulit stroberi), perkecambahan konidia, produksi tabung kuman yang membedakan untuk membentuk melanized appresoria, dan penetrasi kutikula host melalui appresoria. Colletotrichum spp., menggunakan infeksi dengan dua strategi invasi hemibiotrophic intraseluler dan invasi subkutikular, yang digunakan oleh C. acutatum dan ditandai oleh pertumbuhan patogen di bawah kutikula tanaman dan dalam dinding-dinding periklinal sel epidermis. Hasil pengamatan secara makroskopis untuk kentang (Solanum tuberosum) diduga menderita penyakit busuk kering fusarium yang diserang oleh patogen Fusarium sp. Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu pada permukaan atau kulit kentang terdapat bercak dan miselium, tekstur kentang sedikit lembek dan berbau busuk. Menurut Semangun (1991), jamur Fusarium menyerang umbi kentang yang disimpan dalam gudang. Gejala penyakit ini awalnya serangan Fusarium tampak bentuk-bentuk bercak berlekuk yang warnanya tua dan kelamaan bercak tersebut akan meluas. Permukaan kentang yang yang terdapat miselium berbentuk seperti bantal-bantal yang berwarna putih sampai berwarna merah jambu dan membentuk banyak konidium. Berikut ini adalah klasifikasi dari petogen Fusarium sp. Kingdom
: Fungi
Filum
: Deuteromycota
Kelas
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Family
: Tuberculariaceae
Genus
: Fusarium
Spesies
: Fusarium Sp
Penyebab penyakit Fusarium adalah paling banyak Fusarium caeruleum (Lib.) Sacc. Spesies ini memiliki konidium berbentuk bulat sabit, umumnya bersekat 3, berukuran 30-40 x 4,5-5,5 µm. Konidium akan membentuk massa yang berwarna putih, oker, atau merah jambu. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit Fusarium yaitu intensitas penyakit dalam gudang yang dibantu oleh suhu penyimpanan yang
lebih dari 4 bulandan adanya luka pada kentang (umbi) yang dapat membantu infeksi. Menurut Semangun (1996), Cendawan Fusarium akan membentuk konidium pada suatu badan yang disebut sporodokium yang dibentuk pada permukaan tangkai atau daun sakit pada tangkai yang sudah tua. Konidiofor bercabang dan rata-rata mempunyai panjang 70 µm, cabang-cabang samping biasanya bersel satu, panjang sampai 14 µm, konidium terbentuk pada ujung cabang utama dan samping. Mikronidium bersel satu atau dua, hialin jorong atau agak memanjang dengan ukuran 5 -7 x 2,5-3 µm. Makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel 4, berukuran 22- 36 x 4,5 µm. Klamidospora bersel satu, jorong atau bulat berukuran 7-13 x 7-8 µm terbentuk di tengah hifa atau pada makrokonidium, seringkali berpasangan. Konidia biasanya mempunyai 3-5 septa dan sel apikal yang tipis serta dasarnya yang berbentuk kaki. Klamidosporanya dapat terbentuk tunggal dan berpasangan (Ploetz, 1994) Hasil pengamatan secara makroskopis untuk daun pepaya (Carica papaya) diduga menderita penyakit karat yang diserang oleh patogen Puccinia sorghi atau Puccinia polyshora. Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu terdapat bercak dan gejanya pada permukaan daunnya kasar dan terdapat bercak menonjol berwarna kuning kejinggaan. Menurut Burhanuddin (2009), penyakit karat dapat disebabkan oleh jamur Puccinia polysora Underw dan Puccinia sorghi Schweinitz. Penyakit karat di Indonesia merupakan penyakit yang endemis. Penyakit karat pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1891. Penyakit karat memiliki gejala yaitu pada tanaman dewasa daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk yang berwarna kecoklatan, serbuk ini kemudian menjadi bermacam-macam bentuknya. Permukaan atas dan bawah daun terdapat bercak daun seperti bisul, bentuk bulat sampai lonjong berwarna coklat kemerahan ukuran 2 mm. Berikut ini merupakan klasifikasi dari patogen penyebab karat Puccinia sorghi sebagai berikut: Kingdom
: Fungi
Filum
: Basidiomycota
Kelas
: Pucciniomycotina
Ordo
: Pucciniales
Famili
: Pucciniaceae
Genus
: Puccinia
Spesies
: Puccinia sorghi Schw
Jamur Puccinia sorghi Schweinitz mempunyai uredium pada kedua sisi daun dan upih daun yang tersebar tidak menentu atau juga rapat. Urediospora bulat atau jorong dengan ukuran 24-29 x 22-29 µm, berdinding coklat kemerahan, berduri-duri halus dan jamur membentuk telium terbuka (Semangun, 1993). Menurut Wakman dan Burhanuddin (2007), jamur Puccinia sorghi memiliki tebal spora 1-1,5 µm dengan 4-5 lubang ekuator dan ukurannya 18-27 x 29-41µm, mudah lepas, dua sel timbul pada tangkai pendek ukuran 10-30 µm. Teliospora berwarna cokelat, halus, elips dan kedua ujungnya membulat. Penyebaran penyakit karat dipengaruhi oleh terbentuknya urediospora. Jamur ini dapat berkembang sangat baik pada suhu 27-28 °C dan kelembaban udara yang tinggi serta jenbis varietas tertentu. Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan serangan penyakit karat. Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran penyakit ini adalah perbedaan topografi yaitu pada ketinggian 1.200 di atas permukaan laut, perkembangan penyakit ini akan terhambat namun sebaliknya pada ketinggian 900 m dari atas permukaan laut perkembangan penyakit ini sangat baik (Burhanuddin, 2009). Hasil pengamatan secara makroskopis untuk daun jagung ( Zea mays) diduga menderita penyakit bulai yang diserang oleh patogen Sclerospora maydis. Tandatanda yang ditunjukkan yaitu terdapat bercak dan gejalanya terdapat bercak kekuningan sejajar dengan tulang daun. Penyakit bulai disebabkan oleh jamur Perenosclerospora sp. merupakan penyakit utama yang menyerang tanaman jagung. Penyakit ini menyerang pada tanaman yang berumur muda atau pada masa vegetatif, dengan gejala daun yang berklorotik dan di bawah permukaan daun akan terlihat lapisan beledu putih yang terlihat jelas pada pagi hari. Di Indonesia ada dua macam jamur yang dapat menyerang penyakit bulai yaitu P. maydis (Rac.) Shaw di Jawa dan P. philippinensis. Gejala penyakit bulai yaitu terdapatnya bercak berwarna klorotik memanjang searah tulang daun dengan batas yang jelas, adanya tepung berwarna putih pada bercak yang terlihat pada pagi hari, daun yang terkena bercak menjadi sempit dan kaku, tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya, daun menggulung dan terpuntir. Penyakit bulai dapat menimbulkan gejala sistemik yang meluas keseluruh badan tanaman dan dapat menimbulkan gejala lokal tergantung dari meluasnya jamur penyebab penyakit di dalam tanaman yang terinfeksi (Surtikanti, 2012). Berikut ini merupakan klasifikasi dari patogen Peronosclerospora maydis sebagai berikut: Kingdom
: Chromista
Filum
: Heterokantophyta
Kelas
: Oomycetes
Ordo
: Sclerosporales
Famili
: Peronosporaceae
Genus
: Peronosclerospora
Spesies
: Peronosclerospora maydis.
Peronosclerospora maydis memiliki konidiofor berukuran 132 - 261µm. Konidianya hialin, berdinding tipis berukuran 24 - 46,6 x 12 – 20 µm. Oogonianya berwarna coklat kemerahan, berbentuk elips tidak beraturan dengan ukuran 55 – 73 x 49 - 58 µm. Konidiofor umumnya mempunyai percabangan tingkat tiga atau empat. Cabang tingkat terakhir membentuk sterigma. Konidium masih muda berbentuk bulat sedangkan yang sudah masak dapat berbentuk jorong. Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah (Semangun, 1993). Menurut Pajrin et al., (2013), tinggi rendahnya intensitas serangan penyakit bulai dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya varietas tersebut tidak memiliki mekanisme ketahana yang baik, sehingga menjadi rentan terhadap penyakit bulai ( P. maydis), patogen yang menyerang merupakan patogen yang sangat virulen dan kondisi lingkungan yang lembab. Menurut Hikmawati et al., (2011), faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan dan penyebaran penyakit bulai adalah tersedianya inokulum dan kelembaban. Hasil pengamatan secara makroskopis untuk daun jambu biji ( Psidium guajava) diduga menderita penyakit kapang jelaga yang diserang oleh patogen Capnodium moniliforme. Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu terdapat bercak hitam dan gejalanya terdapat bercak hitam pada permukaan daunnya. Penyakit kapang jelaga hitam disebabkan oleh Capnodium sp. Kapang jelaga hitam hidup secara saprofit pada sekresi manis kutu daun. Gejala serangan ini dapat diamati secara visual yaitu daun atau buah tertutup oleh selaput tipis berwarna hitam (Rukmana dan Oesman, 2002). Menurut Ismail dan Anggraeni (2008), penyakit kapang jelaga ditandai dengan timbulnya noda hitam atau bercak-bercak hitam pada permukaan daun, kemudian bercak tersebut menebal berdebu seperti jelaga. Bercak hitam tersebut merupakan kumpulan miselium yang menutupi permukaan daun dan tangkai daun. Serangan berat penyakit kapang jelaga dapat mengakibatkan daun menjadi kuning dan gugur sebelum waktunya. Pengendalian penyakit kapang jelaga dapat
dilakukan dengan menggunakan belerang atau kapur setelah banyak kutu atau semut (Rukmana dan Oesman, 1998). Penyakit kapang jelaga juga dapat disebabkan oleh jamur Meliola spp. termasuk dalam family Meliolaceae, ordo Meliolales, kelas Ascomycetes. Jamur tersebut bersifat obligat yang artinya tidak dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada media buatan, hanya dapat hidup pada bagian tanaman yang masih hidup dan mengganggu jaringan tanaman inang dengan jalan mempenetrasi sel inang. Meliola sp. mempunyai hifa yang disebut dengan hipopodia (hifa mempunyai tonjolantonjolan di kedua sisi dan berfungsi sebagai alat untuk merekat dan absorpsi pada daun. Askus (tubuh buah) disebut sebagai peritesium karena berbentuk agak bulat yang ujungnya terdapat ostiol (lubang keluarnya spora), spora yang dibentuk disebut askospora yang berbentuk lonjong, berwarna coklat kehitaman dan sporanya berseptat (Ismail dan Anggraeni, 2008). Hasil pengamatan secara makroskopis untuk labu siam ( Phaseolus vulgaris) diduga menderita penyakit busuk buah yang diserang oleh patogen Phytophthora sp. Tanda-tanda yang ditunjukkan yaitu terdapat miselium dan bercak, tekstur dari labu siam sedikit agak lembek dan tidak berbau. Menurut Sriwati dan Muarif (2012), Phytopththora spp. merupakan salah satu patogen penting penyebab penyakit. Patogen ini dapat menyebabkan busuk buah, kanker batang, dan hawar daun yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyakit busuk buah merupakan penyakit yang paling penting karena Phytophthora spp. dapat membuat buah busuk sampai pada bagian bijinya, hal ini menyebabkan kerugian karena dapat menurunkan produksi. Penyakit busuk buah ini memiliki gejala yang ditandai dengan adanya bercak-bercak basah berwarna coklat kehitaman dikulit buah, busuk, dan dibagian yang terserang terbentuk miselium dan sporangira berwarna putih. Berikut ini merupakan klasifikasi dari patogen Phytophthora sp. Kingdom
: Chromalveolata
Filum
: Heterokantophyta
Kelas
: Oomycetes
Ordo
: Peronosporales
Famili
: Pythiaceae
Genus
: Phytophthora
Spesies
: Phytophthora sp.
Phytophthora memiliki sporangium yang jelas berbentuk seperti buah jeruk nipis dengan tonjolan di ujungnya. Sporangium ini tidak tahan pada kondisi yang kering, jika terdapat air maka sporangium ini akan melepaskan zoospora, yang kemudian akan berenang-renang membentuk kista pada permukaan tanaman dan akhirnya berkecambah dengan menghasilkan hifa yang pipih yang masuk ke dalam jaringan inang. Perkecambahan secara tidak langsung diferensiasi zoospora terjadi di dalam sporangium. Zoospora mempunyai bulu cambuk. Spora seksual (oospora) dihasilkan oleh penyatu gamet yang berbeda secara morfologi (Agrios, 1996). Menurut Erwin dan Ribeiro, (1996), Phytophthora sp. menghasilkan spora aseksual pada kondisi lingkungan yang mendukung (suhu dan kelembaban optimum).
Spora
aseksual
disebut
sporangium.
Sporangia
dibentuk
pada
sporangiofor. Ukuran dan bentuk sporangia bermacam-macam (ovoid, obovoid, ellipsoid, limoniform (seperti lemon) dan pyriform (seperti buah pir). Sporangium berkecambah dan akar membentuk tabung kecambah apabila kontak dengan tanaman (Erwin dan Ribeiro, 1996). Zoospora merupakan spora seksual yang dihasilkan melalui peleburan gamet jantan (oogonium) dan betina (antheredium). Zoospora dapat menyebar melalui percikan air dan aliran air dipermukaan tanah. Spora ini memiliki flagel yang dapat membantu pergerakannya mendekati inang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dari 8 preparat segar yang digunakan dalam praktikum dapat diketahui bahwa cabai (Capsicum annum) terserang oleh patogen Glosporium piperatum yang menyebabkan penyakit antraknosa, pisang ( Musa sp.) terserang oleh patogen Colletotrichum gloesporioides yang menyebabkan penyakit antraknosa, strawberry ( Fragaria sp.) terserang patogen Colletotrichum fragariae yang menyebabkan penyakit busuk buah matang, kentang (Solanum tuberosum), labu siam (Sechium edule) terserang patogen Phytophthora sp. yang menyebabkan penyakit busuk buah, daun pepaya ( Carica papaya) terserang patogen Puccinia sorghi atau P. Polysora yang menyebabkan penyakit karat daun, daun jagung ( Zea mays) terserang oleh patogen Sclerospora maydis yang menyebabkan penyakit bulai, dan daun jambu biji ( Psidium guajava) terserang oleh patogen Capnodium moniliforme yang menyebabkan penyakit kapang jelaga. B. Saran
Praktikum kali ini terlalu membingungkan bagi praktikum, karena masih bingung dalam mengidentifikasi gejala penyakit dan penggunaan buku identifikasi, seharusnya asisten selalu mendampingi sehingga ketika praktikan bingung bisa langsung bertanya ke asisten.
DAFTAR REFERENSI
Agrios, G. N. 1996. Plant Pathology 3th ed . Academy Press: New York. Arroyo, F. T., J. Moreno, P. Daza, J. Torreblanca dan R. Romero. 2011. Differential Pathogenis Response in Strawberry Tissues and Organs by Colletotrichum acutatum. Journal of Agricultural Science and Tecnology 5(4): 394-398. Burhanuddin. 2009. Komponen Teknologi Pengendalian Penyakit Karat Puccinia plysora Underw (UREDINALES: PUCCINIACEAE) Pada Tanaman Jagung. Proseding Seminar Nasional Serealia: 427-437. Curry, K. J., M. Abril, J. B. Avant dan B. J. Smith. 2002. Strawberry Anthracnose Histopathology of Colletotrichum acutatum dan C. fragariae. Phytopathologi 92(10): 1055-1063. Daniel, A. 1972. Fundamental of Plant Phatology. W. H. Reemen and Company. San Fransisco. Toppan Limited Tokyo. Japan. P: 490. Dwidjoseputro. 1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia: Jakarta. Erwin, D. C. dan O. K. Ribeiro. 1996. Phytophthora Disease Worldwide. APS. St Paul Minnesota 562.p Herwidyarti, K. H., S. Ratih dan D. R. J. Sambodo. 2013. Keparahan Penyakit Antraknosa pada Cabai (Capsicum annum L.) dan Berbagai Jenis Gulma. J. Agrotek Tropika 1(1): 102-106. Hidayat, I. M., I. Sulastrini, Kusandriani dan A. H. Permadi. 2004. Lesio Komponen Tanggap Buah 20 Galur dan atau Varietas Cabai Terhadap Inokulasi Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloesporioides. Jurnal Holtikultura 14(3): 161-162. Hikmawati, T. Kuswinanti, Melina dan M. B. Pabendon. 2011. Karakterisasi Morfologi Peronosclerosora spp. Penyebab Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung dari Beberapa Daerah di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Indratmi, D. 2009. Penggunaan Debargomycetes sp. dan Schizosacchoromyces sp. dengan adjuvant untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa pada Mangga. Gamma 5(1): 13-20. Ismail, B. dan I. Anggraeni. 2008. Identifikasi Penyakit Jati ( Tectona grandis) dan Akasia ( Acacia auriculiformis) di Hutan Rakyat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Pemuliaan Tanaman 2(1): 1-12. Pajrin, J., J. Panggesso dan Rosmini. 2013. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Jagung ( Zea mays L.) Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Bulai ( Peronosclerospora maydis). e-J. Agrotekbis 1(2): 135-139. Ploetz, R. C. 1994. Banana: Compedium of Tropical Fruit Disease. Minnesota : The American Phytophatology Society Press. Pracaya. 2010. Hama dana Penyakit Tanaman Edisi Revisi. PT. Penebar Swadaya: Cimanggis, Depok. Rukmana, R. dan Y. Y. Oesman. 1998. Kaktus. Kanisius: Yogyakarta. Rukmana, R. dan Y. Y. Oesman. 2002. Rambutan. Kanisius: Yogyakarta.
Sastrahidayat, I. R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Surabaya. Satrahidayat, I. R. 2011. Epidemiologi Teoritis Penyaki Tumbuhan. Universitas Brawijaya Press: Malang. Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Holtikultura di Indonesia. Universitas Gadjah Mada Press: Yogyakarta. Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Universitas Gadjah Mada Press: Yogyakarta. Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Sriwati, R. dan R. Muarif. 2012. Characteristic Symptoms of Phytophthora palmivora on Cocoa Leaves. Jurnal Natural 12(2): 30-34. Surtikanti. 2012. Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung. Suara Perlindungan Tanaman 2(1): 41-48. Tenaya, I. M. N., R. Setyamiharja dan N. Natasasmita. 2001. Correlation of Capsaicin Content, Fructosa dan Peroxidase Activity With Antrachnose Disease in Chili Papper x Red Papper. Zuriat 12(2): 73-83. Wakman, W. dan Burhanuddin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung . Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Waluyo, P. 2009. Slow Release Fertilizer Sebagai Dasar Perumusan SNI Pupuk Urea Berpelepasan Diperlambat. Jurnal Standardisasi: Majalah Ilmiah Standardisasi 11: 143-152. Yunasfi. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit dan Penyakit lain yang Disebabkan oleh Jamur . Digital Library USU: Sumatera Utara.