10
Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 7.
Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoretik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 134.
Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak,( Jakarta: Erlangga, 1978), h. 335.
Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoretik, h. 223.
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga,1978), h. 188.
Ibid., h. 186.
Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, h. 259.
Dyah Rahmawati, dkk., Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia pada Anak Usia Prasekolah,http://
[email protected]/ Diakses 22/05/2013 Pukul 22:10 WIB.
LAPORAN HASIL PENELITIAN PSIKOLINGUISTIK
Perbedaan Perkembangan Morfologis Anak Laki-laki dan Perempuan Usia 3-5 Tahun PAUD Rindu Satria
Disusun Oleh
Kelompok 3 PBSI 6C:
Sigit Purnomo (1110013000102)
Solikah (1110013000106)
Anggraini Prastikasari (1110013000112)
Rini Setianingrum (1110013000114)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada dasarnya sejak lahir manusia telah terikat secara kodrati untuk mempelajari bahasa pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Menurut Subyakto dan Nababan (1992:124) bahasa adalah segala bentuk komunikasi ketika pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan supaya dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa bahasa komunikasi tidak dapat dilakukan dengan baik dan interaksi sosial pun tidak akan pernah terjadi. Tanpa bahasa siapa pun tidak akan mampu mengekspresikan diri dalam menyampaikan sesuatu pesan kepada orang lain. Chomsky sebagaimana dikutip Subyakto dan Nababan (1992:76) menyatakan bahwa setiap anak sejak lahir telah dilengkapi dengan seperangkat peralatan yang memungkinkannya memperoleh suatu bahasa. Seperangkat peralatan itu disebut dengan peralatan pemerolehan bahasa atau Language Acquisition Device (LAD). Dengan adanya LAD ini seorang anak dipastikan memiliki kemampuan alamiah untuk berbahasa.
Berbahasa tidak terlepas dari kosakata. Kosakata atau perbendaharaan kata adalah semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa. Kosakata merupakan bagian penting dari bahasa. Penguasaan kosakata dapat memengaruhi keterampilan berbahasa seseorang. Begitu juga dengan kemampuan seseorang menggunakan dan mempelajari bahasa banyak dipengaruhi oleh kosakata yang dimilikinya.
Bahasa dapat berfungsi kepada seseorang apabila keterampilan berbahasa seseorang meningkat. Keterampilan berbahasa seseorang meningkat apabila kuantitas dan kualitas kosakatanya meningkat.
Para ahli berpendapat bahwa Kuantitas ragam kosakata bahasa yang dikuasai anak perempuan lebih besar daripada anak laki-laki. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antara otak laki-laki dengan otak perempuan dalam hal bentuknya, yakni, hemisfir kiri pada otak perempuan lebih tebal daripada hemisfir kanan. Dalam perkembangannya anak laki-laki lebih lambat dalam belajar berbicara jika dibandingakan dengan anak perempuan). Selain itu, kalimat anak laki-laki lebih pendek dan kosakata yang diucapkan lebih sedikit daripada anak perempuan. Selama proses penelitian anak perempuan lebih dominan dalam hal berbicara dan berbahasa. Saat bermain pun anak perempuan lebih banyak mengungkapkan perasaannya dibandingkan dengan anak laki-laki
Hal inilah yang membuat kami tertarik untuk meneliti "Perbedaan Perkembangan Morfologis Anak Laki-laki dan Perempuan Usia 3-5 Tahun di PAUD Rindu Satria".
Permasalahan
Secara umum, penelitian ini akan melihat secara deskriptif perbedaan perkembangan morfologis anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun.
Secara khusus, permasalahan penelitian ini hanya mengambil sampel pada penguasaan kosakata anak ketika mereka bercerita tentang liburan dan penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut:
Bagaimanakah perbedaan perkembangan morfologi anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun di PAUD Rindu Satria?
Faktor-faktor apasajakah yang menyebabkan perbedaan perkembangan morfologi anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun di PAUD Rindu Satria?
Bagaimanakah implikasi dari perbedaan perkembangan morfologi anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 dalam bersosialisasi dengan lingkungan?
Tujuan
Mengidentifikasi serta melihat perkembangan morfologi anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun di PAUD Rindu Satria .
Mengetahui secara komperehensif berbagai faktor yang menyebabkan perbedaan perkembangan morfologi anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun di PAUD Rindu Satria.
Melihat sejauh manakah pengaruh perbedaan perkembangan morfologi anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 dalam bersosialisasi dengan lingkungan.
Manfaat
Memberikan berbagai rekomendasi bagi pihak-pihak terkait untuk merespons kecenderungan perkembangan keberagamaan morfologi anak laki-laki dan perempuan usia 3-5.
Memberikan informasi bagi pembenahan strategi dalam penanganan perkembangan anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 tahun.
Membantu terwujudnya sosialisasi yang kondusif antara kehidupan akademis dan keberagamaan yang kondusif anak laki-laki dan perempuan usia 3-5 dengan lingkungannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Morfologi, Psikolinguistik, dan Pemerolehan Bahasa
Beberapa konsep pokok dalam penelitian ini antara lain meliputi: morfologi, psikolinguistik, dan perbedaan pemerolehan bahasa antara laki-laki dan perempuan. Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Kata Morfologi berasal dari kata morphologie yang berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Namun yang akan menjadi penekanan morfologi dalam penelitian ini hanya pada kelas kata.
Banyak ahli memberikan definisi psikolinguistik yang berbeda-beda meskipun intinya sama. Aitchison (1998: 1) mendefinisikannya sebagai suatu "studi tentang bahasa dan minda". Harley (2001: 1) menyebutkan sebagai "studi tentang proses-proses mental dalam pemakaian bahasa". Sementara itu, Clark dan Clark (1997: 4) menyatakan bahawa psikologi bahasa berkaitan dengan tiga hal utama: komprehensi, produksi, dan pemerolehan bahasa. Dari definisi-definisi ini dapatlah disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam berbahasa.
Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik utama: (a) komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan memahami apa yang dimaksud, (b) produksi, yakni proses-proses mental pada diri kita yang membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (c) landasan biologis serta neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (d) pemerolehan bahasa, yakni bagaimana anak memperoleh bahasa mereka.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pemerolehan diartikan sebagai proses, cara atau perbuatan memperoleh. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung didalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari istilah inggris learning. Dalam pengertian ini proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal, yakni belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru. Dengan demikian maka proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya adalah pemerolehan, sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar di kelas adalah pembelajaran. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Menurut Sigel dan Cocking (2000:5) pemerolehan bahasa merupakan proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan sederhana dari bahasa yang bersangkutan. Pemerolehan bahasa umumnya berlangsung di lingkungan masyarakat bahasa target dengan sifat alami dan informal serta lebih merujuk pada tuntutan komunikasi.
Perbedaan Perkembangan Morfologis Anak Laki-laki dan Perempuan
Beberapa ahli berpendapat bahwa perbedaan pemerolehan bahasa antara anak laki-laki dan perempuan disebabkan karena perbedaan komposisi otak. Menurut Chaer otak perempuan lebih kaya akan neuron dibandingkan dengan otak laki-laki, jadi semakin banyak jumlah neuron di suatu daerah, semakin kuat fungsi otak di sana. Oleh karena itu, kesan cerewet yang ada pada perempuan adalah bagian dari kemampuan verbal yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah neuron pada otak kiri perempuan.
Menurut Steinberg, dkk. kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai anak perempuan lebih besar daripada anak laki-laki. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antara otak laki-laki dengan otak perempuan dalam hal bentuknya, yakni, hemisfir kiri pada otak perempuan lebih tebal daripada hemisfir kanan.
Hal senada juga diungkapkan Santrock yang menjelaskan bahwa anak perempuan lebih unggul dalam beberapa area verbal seperti kemampuan menemukan sinonim kata-kata dan memori verbal sedangkan anak laki-laki melebihi anak perempuan dalam kemampuan kuantitatif dan visual spasial. Pandangan tersebut cukup memperjelas hasil penelitian, bahwa anak perempuan dalam berbahasa sedikit lebih baik dari anak laki-laki. Dibandingkan dengan anak perempuan, dalam perkembangannya anak laki-laki lebih lambat dalam belajar berbicara (Hurlock, 1997:209). Selain itu, kalimat anak laki-laki lebih pendek dan kosakata yang diucapkan lebih sedikit daripada anak perempuan. Selama proses penelitian anak perempuan lebih dominan dalam hal berbicara dan berbahasa. Saat bermain pun anak perempuan lebih banyak mengungkapkan perasaannya dibandingkan dengan anak laki-laki. Keadaan yang seperti inilah yang menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi oleh perempuan.
Dari penjelasan teori-teori tersebut dapat dirumuskan sebuah dugaan bahwa dalam perkembangannya anak perempuan lebih mudah menguasai bahasa dibandingkan dengan anak laki-laki. Termasuk dalam penguasaan kosakata, kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia anak perempuan usia prasekolah lebih banyak dari pada anak laki-laki.
Penguasaan Kosakata Masa kanak-kanak
Menurut pandangan behaviorisme, kemampuan berbicara dan memahami sebuah bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungan luar. Jadi, dapat ditarik sebuah hubungan bahwa perkembangan kosakata anak juga tergantung pada masukan-masukan yang diterima anak dari luar. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia pada setiap anak.
Menurut Elizabeth dalam bukunya perkembangan anak, ia mengemukakan bahwa penguasaan kosakata anak terbagi menjadi kosakata umun dan khusus.
Kosakata Umum
Kata Benda (Nomina). Kata pertama yang digunakan oleh anak adalah kata benda, umumnya yang bersuku kata satu yang diambil dari bunyi yang disenangi
Kata Kerja (Verba). Setelah anak mempelajari kata benda yang cukup untuk menyebutkan nama orang dan benda dalam lingkungan yang bersangkutan, mereka memppelajari kata-kata baru, khususnya yang melukiskan tindakan seperti: "beri" dan "pegang".
Kata Sifat (Adjektiva). Kata sifat dikuasai anak semenjak usia satu setengah tahun. Pada awalnya kata sifat yang digunakan merupakan kata yang paling umum seperti "baik", "buruk", "panas", "bagus". Pada prinsipnya, kata-kata yang digunakan mengacu pada orang, makanan, dan minuman.
Kata Keterangan (Adverbia). Kata keterangan muncul pada usia yang sama dengan kata sifat. Kata keterangan yang paling umum muncul pada anak adalah "di sini" dan "di mana".
Kata Ganti (Pronomina). Kata ini muncul paling akhir karena paling sulit digunakan. Misalnya, anak bingung kapan menggunakan "ku" dan "nya", "kami" dan "mereka".
Kosakata Khusus
Kosakata Warna. Sebagian besar anak mengetahui nama warna pada usia empat tahun. Seberapa cepat mereka menguasai nama warna tergantung ketertarikan mereka pada warna.
Kosakata Jumlah. Dalam skala Intelegensi Stanford-Binet (Stanford-Binet Intelegensi Scale), anka usia 5 tahun dapat menghitung tiga objek, sementara usia 6 tahun diharapkan lebih memahami dan menguasai lebih dari tiga objek.
Kosakata Waktu. Kosakata ini umumnya dikuasai anak usia 6 atau 7 tahun. Mereka sudah bisa memahami arti "pagi" dan "malam."
Kosakata Uang. Anak yang berumur 4 atau 5 tahun mulai menamai mata uang sesuai dengan ukuran dan warnanya.
Kosakata Bahasa Rahasia. Bahasa ini paling banyak digunakan oleh anak perempuan setelah berusia 6 tahun untuk berkomunikasi dengan teman mereka.
Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Penguasaan Kosakata Anak
Kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai masing-masing anak bervariasi. Kuantitas ragam kosakata yang bervariasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:
Kesehatan
Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara ketimbang anak yang tidak sehat, karena motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.
Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi belajar berbicara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang tingkat kecerdasannya rendah.
Keadaan Sosial Ekonomi
Anak dari kelompok yang keadaan ekonominya tinggi lebih mudah belajar berbicara, mengungkapkan dirinya lebih baik, dan lebih banyak berbicara ketimbang anak dari kelompok yang keadaan ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah anak yang berasal dari ekonomi atas lebih banyak didorong untuk berbicara dan lebih banyak didorong melakukannya.
Jenis Kelamin
Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki tertinggal dalam belajar berbicara. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak laki-laki lebih pendek dan kurang betul tata bahasanya, kosakata yang diucapkan lebih sedikit, dan pengucapannya kurang tepat ketimbang anak perempuan
Keinginan Berkomunikasi
Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain, semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara, dan semakin bersedia menyisihkan waktu dan usaha maka seorang anak akan semakin cepat dalam berbicara dan penguasaan kosakatanya.
Dorongan
Semakin banyak anak disorong untuk berbicara akan semakin awal mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.
Ukuran Keluarga
Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya belajar lebih awal dan lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar, karena orang tua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.
Urutan Kelahiran
Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak yang lahir kemudian. Hal ini karena orang tua dapat menyisihkan waktunya lebih banyak untuk mendorong anak berbicara.
Kelahiran Kembar
Anak yang lahir kembar umumnya terlambat perkembangan bicaranya terutama karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan hanya memahami logat khusus yang mereka miliki
Hubungan Teman Sebaya
Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya dan semakin besar keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan semakin kuat motivasi mereka untuk belajar berbicara.
Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik kemampuan bicaranya cenderung baik dibandingkan dengan anak tidak atau susah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
Dardjowidjojo pernah meneliti pemerolehan bahasa cucunya selama lima tahun. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa nomina menduduki posisi paling atas dengan persentase rata-rata 49% dan verba menduduki urutan kedua dengan persentase rata-rata 29%, selanjutnya pada urutan ketiga baru diikuti kelas kata adjektiva dengan persentase 13%, dan kata fungsi menempati urutan keempat dengan persentase 10%.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Dyah Rahmawati, dkk. dari Universitas Negeri Malang menunjukkan bahwa kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai masing-masing anak bervariasi. Pada lima anak perempuan yang diteliti, kosakata yang dikuasai berada dalam kisaran 68 – 146 kosakata. Sementara itu, pada lima anak laki-laki yang diteliti, kosakata yang dikuasai berada dalam kisaran 32 – 138 kosakata. Dalam penelitian ini kelas kata nomina menempati jumlah terbanyak yang dikuasai anak. Hasil yang sama juga ditunjukkan Dardjowidjojo yang selama lima tahun meneliti pemerolehan bahasa cucunya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa nomina menduduki posisi paling atas dengan persentase rata-rata 49% dan verba menduduki urutan kedua dengan persentase rata-rata 29%, selanjutnya pada urutan ketiga baru diikuti kelas kata adjektiva dengan persentase 13%, dan kata fungsi menempati urutan keempat dengan persentase 10%.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata yang dituturkan anak usia prasekolah dalam rentang usia 3 – 5 tahun. Pendekatan kualitatif dipilih karena penelitian ini menggunakan interaksi sosial sebagai cara memperoleh data dari sumber data secara alami. Sumber data penelitian ini adalah anak-anak PAUD Rindu Satria yang berusia 3-5 tahun . Setiap kelompok jenis kelamin diambil dua anak sehingga terdapat empat objek penelitian. Penelitian ini, menggunakan teknik pancingan dalam memperoleh kosakata anak dengan cara mengajukan pertanyaan seputar kegiatan liburan mereka.
Data penelitian ini bersifat deskriptif, artinya kosakata yang menjadi data utama penelitian ini adalah sumber deskripsi yang memaparkan mengenai seluk-beluk penguasaan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia prasekolah. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif dipandang sesuai untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai penguasaan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia prasekolah.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Perbedaan Penguasaan Kosakata Anak Laki-laki dan Perempuan PAUD Rindu Satria
Sejauh ini hasil penelitian para ahli mengenai kuantitas ragam kosakata pada anak usia prasekolah bervariasi. Hal ini karena perkembangan kosakata anak banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal sehingga masukan-masukan yang diterima anak berbeda antara satu dengan yang lain. Adapun kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia pada empat anak PAUD Rindu Satria sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini.
Kuantitas Ragam Kosakata Bahasa Indonesia
pada Anak Usia 3-5 Tahun PAUD Rindu Satria dengan Teknik Bercerita
Subjek
Penelitian
L/P
Usia
Kelas Kata
Jumlah
Kb
Ks
Kk
Kket
Kg
Kkh
NA
P
4 Tahun
9
4
2
1
16
SY
P
3 Tahun
9
2
1
2
14
EZ
L
4 Tahun
7
3
1
1
12
BA
L
4 Tahun
8
2
1
1
2
14
Keterangan
Kb :Kata benda
Ks :Kata sifat
Kk :Kata kerja
Kket :Kata keterangan
Kg :Kata ganti
Kkh :Kosakata khusus
Pada dasarnya anak usia 3-5 tahun memiliki kosa kata yang cukup bervariasi. Mereka menguasai kata kerja, kata benda, kata sifat, kata keterangan, kata ganti dan kata khusus. Pertanyaan yang kami ajukan berupa pertanyaan tentang kegiatan berlibur yang pernah meraka lakukan. Dengan teknik pancingan yang kami lakukan mereka bisa menceritakan ke mana mereka pergi, dengan siapa, apa saja yang mereka lihat, dan bagaimana perasaan mereka. Untuk melihat contoh percakapan antara kami dengan siswa yang kami jadikan sampel penelitian dapat dilihat di lembar lampiran.
Seperti yang dikemukakan oleh para ahli anak perempuan lebih banyak menguasai kosakata ketimbang anak laki-laki. Seperti yang dapat dilihat pada tabel di atas, anak perempuan menguasai lebih banyak kosakata daripada anak laki-laki. Berikut perinciannya, NA menguasai 16 kosakata, SY menguasai 14 kosakata, sementara EZ 12 kosakata, dan BA 14 Kosakata.
Kata benda atau nomina dari segi semantis adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dari penelitian ini, diketahui bahwa anak usia prasekolah mayoritas mengetahui nama berbagai benda yang ada di sekitarnya. Benda-benda yang diketahui oleh anak pada umumnya bersifat konkret atau nyata. Di samping itu, benda-benda tersebut sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga anak lebih mudah untuk mengingat nama benda-benda tersebut. Oleh karena itu, kategori nomina banyak dikuasai anak-anak. Kata yang umumnya dikuasai mereka misalnya; papa, mama, sepeda, mainan, motor-motoran, ikan, gurita, lumba-lumba, salju, udang, barongsai, kereta, kampung, dll. Kata sifat yang mereka kuasai seputar kata senang, sedih, takut, seram dan belum bervariasi. Untuk kata kerja banyak yang mereka ketahui misalnya; pergi, berlibur, main, naik, pergi, dll. Kata keterangan yang dikuasai mereka kuasai misalnya; pernah, dan tidak.
Kata Ganti (Pronomina) Dari penelitian ini terdapat kata ganti atau pronomina yang digunakan anak dalam berkomunikasi, di antaranya; aku, dia, kita pronomina persona. Pronomina posesiva adalah segala kata yang menggantikan kata ganti orang dalam kedudukannya sebagai pemilik seperti bentuk -ku, -mu, -nya. Kata khusus yang dikuasai, pada umumnya kata yang menunjukkan warna seperti; hitam, putih.
Faktor Penyebab Perbedaan Perkembangan Morfologis Anak Laki-laki dan Perempuan PAUD Rindu Satria
Faktor-faktor yang menjadi penyebab perbedaan perkembangan morfologis anak laki-laki da perempuan PAUD Rindu Satria:
Pada sisi jenis kelamin, ditemukan perbedaan yang mencolok antara anak laki-laki dan perempuan. Kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai anak perempuan sebagian besar menunjukkan angka yang lebih banyak daripada kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai anak laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kemampuan verbal anak perempuan lebih unggul daripada anak laki-laki. Bahkan Santrock menjelaskan bahwa anak perempuan lebih unggul dalam beberapa area verbal seperti kemampuan menemukan sinonim kata-kata dan memori verbal sedangkan anak laki-laki melebihi anak perempuan dalam kemampuan kuantitatif dan visual spasial (Santrock, 2007:335). Pandangan tersebut cukup memperjelas hasil penelitian ini, bahwa anak perempuan dalam berbahasa sedikit lebih baik dari anak laki-laki. Dibandingkan dengan anak perempuan, dalam perkembangannya anak laki-laki lebih lambat dalam belajar berbicara (Hurlock, 1997:209). Selain itu, kalimat anak laki-laki lebih pendek dan kosakata yang diucapkan lebih sedikit daripada anak perempuan. Selama proses penelitian anak perempuan lebih dominan dalam hal berbicara dan berbahasa. Saat bermain pun anak perempuan lebih banyak mengungkapkan perasaannya dibandingkan dengan anak laki-laki.
Lingkungan keluarga juga berperan dalam perkembangan bahasa anak. Santrock (2007:373) menyatakan bahwa kuantitas percakapan orangtua kepada anak berhubungan langsung dengan pertumbuhan kosakata anak dan kuantitas bicara juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi keluarga. Pada penelitian ini, peneliti memanfaatkan data-data yang ada di buku induk sekolah untuk dapat dijadikan gambaran mengenai kondisi keluarga dari anak-anak yang diteliti. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa anak-anak yang kedua orangtuanya bekerja memiliki kosakata yang tidak sebanyak anak-anak lain yang ibunya tidak bekerja. Oleh karena itu, muncul sebuah dugaan bahwa orangtua khususnya ibu yang berbicara lebih sering kepada anak-anaknya akan berpengaruh dalam jumlah kosakata yang dikuasai anak.
Hubungan Teman Sebaya juga berkaitan erat dengan penguasaan kosakata seorang anak. Dari hasil penelitian anak anak perempuan lebih akrab dengan teman perempuan yang lainnya. Hal ini berbeda dengan anak laki-laki yang cenderung asik bermain sendiri dan tidak mempedulikan teman di sekitarnya. Padahal kita tahu bahwa semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya dan semakin besar keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan semakin kuat motivasi mereka untuk belajar berbicara.
Kepribadian, seorang anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik kemampuan bicaranya cenderung baik dibandingkan dengan anak tidak atau susah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kepribadian inilah yang dimiliki oleh anak perempuan, sehingga mereka lebih bisa menyesuaikan diri ketimbang anak laki-laki yang cenderung sibuk dengan dirinya sendiri.
Pengaruh Perbedaan Perkembangan Morfologis Anak Laki-laki dan Perempuan PAUD Rindu Satria dalam Bersosialisasi
Perbedaan penguasaan kosakata anak laki-laki dan perempuan cukup berpengaruh dalam kegiatan berinteraksi di dalam kelas meskipun tidak terlalu signifikan. Siswa perempuan yang lebih banyak menguasaik kosakata cenderung bersikap aktif dalam berinteraksi dengan duru maupun temanya. Sementara, siswa laki-laki hanya mengeluarkan kosakata yang lebih sedikit ketika berinteraksi. Namun, menurut staf pengajar perbedaan penguaasaan kosakata antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu berdampak pada keberlangsungan kegiatan belajar-mengajar. Karena, umumnya anak perempuan maupun anak laki-laki bisa diatur dan mematuhi apa yang diajarkan oleh guru mereka.
BAB VI
PENUTUP
Simpulan
Dari hasil penelitian, dengan sampel pengalaman berlibur, penguasaan kosakata bahasa Indonesia anak PAUD Rindu Satria, pada umumnya anak sudah menguasai hampir seluruh kelas kata. Dari kelas kata yang ada, sebagian besar kosakata anak sudah mencakup kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata ganti, dan kata khusus. Namun, dari semua kelas kata, kata benda menempati posisi pertama dalam hal penguasaan.
Kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia pada anak usia prasekolah berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah faktor jenis kelamin, kondisi lingkungan keluarga, hubungan teman sebaya, dan kepribadian masing-masing anak. Di samping itu, perbedaan masukan (input) yang diterima masing-masing anak juga turut berpengaruh dalam kuantitas ragam kosakata yang dikuasai anak.
Perbedaan penguasaan kosakata anak laki-laki dan perempuan cukup berpengaruh dalam kegiatan berinteraksi di dalam kelas meskipun tidak terlalu signifikan. Siswa perempuan yang lebih banyak menguasaik kosakata cenderung bersikap aktif dalam berinteraksi dengan duru maupun temanya. Sementara, siswa laki-laki hanya mengeluarkan kosakata yang lebih sedikit ketika berinteraksi. Namun, siswa laki-laki dan perempuan pada umunya penurut sehingga tidak terlalu berdampak pada kegiatan belajar mengajar.
Saran
Berdasarkan simpulan tersebut, dapat disampaikan saran kepada beberapa pihak seperti orangtua, guru prasekolah dan pengembang media pembelajaran. Bagi orangtua diharapkan dapat membangun hubungan komunikasi yang intensif dengan anak untuk membantu pertumbuhan kosakata anak sebagai bekal supaya anak dapat terampil berbahasa. Bagi guru prasekolah diharapkan dapat pula membantu meningkatkan penguasaan anak terhadap kosakata-kosakata dalam sebuah komunikasi, terutama kosakata yang masih minim dikuasai anak prasekolah. Sementara itu, bagi pihak pengembang media pembelajaran supaya dapat mengembangkan media pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan melalui kartu-kartu kata atau video interaktif seputar pengenalan kosakata bahasa Indonesia pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 1978.
Muslich, Masnur. 2010. Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahmawati, Dyah dkk. Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia pada Anak Usia Prasekolah. http://
[email protected]/ Diakses 22/05/2013 Pukul 22:10 WIB.
Lampiran 1
EZ (lk)
A: " Ezy Pernah liburan nggak?"
B: "Pernah." (Kket)
A: "Liburannya ke mana?"
B: "Ke pantai terus ke kampung." (Kb, Kb)
A: "Kampungnya di mana?"
B: "Jauh, di Pondok Indah." (Ks, Kb)
A: "Di kampungnya ada apa saja?"
B: "Ada mainan, sepeda- sepeda, banyak." (Kk, Kb, Kb, Ks)
A: "Banyak? Kamu senang nggak?"
B : " Senang?" (Ks)
A : "Sama siapa?"
B: "Sama Ayah, Ibu." (Kb, Kb)
BA (lk)
A: " Liburan kemana?"
B: " Sea word" (Kb)
A: "Lihat apa saja di sana?"
B: "Lumba-lumba, udang, gurita, banyak" (Kb, Kb, Kb, Ks)
A: "Kamu takut nggak?"
B: " Nggak" (Kket)
A: "Sama siapa saja?"
B: " Mama, Papa, Keluarga, Semuanya" (Kb, Kb, Kb, Kkh)
A: "Senang nggak?"
B: "Senang, ada ikan warna-warni" (Ks, Kk, Kb, Kkh)
NA (pr)
A: "Liburanya ke mana?"
B: " Ke mainan Cinere, Depok" (Kb, Kb, Kb)
A: "Di sana ngapain saja?"
B: " Main" (Kk)
A: " Mainan apa?"
B: "Motor-motoran" (Kb)
A: "Sama siapa saja?"
B: "Sama Papa sama Mama" (Kb, Kb)
A: "Senang nggak liburan sama Papa sama Mama?"
B: " Senang" (Ks)
A: "Terus lihat apa lagi?"
B: " Lihat Barongsai di Pondok Indah" (Kk, Kb, Kb)
A: " Takut nggak?"
B: " Serem"(Ks)
A: " Serem ya?"
B: " Iya, gede tapi warnanya bagus." (Ks, Kb, Kg,Ks )
SY (pr)
A: " Avira liburanya ke mana?"
B: " Sea Word" (Kb)
A: " Lihat apa?"
B: " Lihat salju" (Kk, Kb)
A: " Terus apa lagi?"
B: " Ikan, beruang" (Kb, Kb)
A: "Beruangnya warna apa?"
B: "Beruangnya warna hitam sama putih" (Kg, Kb, Kkh, Kkh)
A: "Sama siapa Avira Ke sana?"
B: "Sama Mama, Papa, kakak" (Kb, Kb, Kb)
A: "Naik apa?"
B: "Naik Kereta" (Kk, Kb)
Lampiran 2
Sampel laki-laki
M Alfarezi (EZ) anak pertama dari satu bersaudara
M Ibrahim Novel (BA) anak ketiga dari tiga bersaudara
Sampel perempuan
Nafa Salma (NA) anak pertama dari satu bersaudara
Syafira Ayu Syabana (SY) anak kedua dari dua bersaudara
Lampiran 3