BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ilmu Ukur Tambang adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kegiatan
pengukuran di permukaan bumi. Kegiatan pengukuran dapat dilakukan dengan beberapa
cara
tergantung
kepada
kebutuhan
dan
tingkat
ketelitian
yang
diinginkan.Untuk pengukuran rencana bangunan cukup hanya dilakukan dengan meteran, begitu juga dengan pembuatan tanggul. Sedangkan untuk pembuatan peta topografi dan situasi digunakan alat optik yang lebih dikenal dengan nama pesawat ukur. Seperti yang diketahui bersama bahwa keadaan permukaan bumi ini tidak selalu rata, tetapi cenderung bergelombang karena bumi tersebut terdiri dari pegunungan, perbukitan dan lembah. Maka untuk dapat menggambarkan bagian permukaan bumi ini diadakan suatu pengukuran. Pengukuran adalah penentuan jarak antara dua titik di permukaan bumi. Pengukuran Pengukuran jarak dibedakan menjadi 2 macam yaitu: 1. Pengukuran jarak tidak langsung, merupakan pengukuran dengan kira-kira yang biasanya menggunakan skala pada peta. 2. Pengukuran jarak langsung, merupakan pengukuran dengan menggunakan instrumen atau alat ukur jarak langsung. Dalam praktikum Ilmu Ukur Tambang ini mahasiswa akan berlatih melakukan pekerjaan-pekerjaan survey, dengan tujuan agar Ilmu Ukur Tambang yang didapat dibangku kuliah dapat diterapkan di lapangan, dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat memahami dengan baik aspek diatas. Dengan praktikum ini diharapkan dapat melatih mahasiswa melakukan pemetaan situasi teritris. Hal ini i ni ditempuh mengingat bahwa peta situasi pada umumnya diperlukan untuk berbagai keperluan perencanaan teknis atau keperluan-keperluan lainnya yang menggunakan peta sebagai acuan.
1.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara menggunakan alat ukur waterpass dengan baik dan benar? 2. Bagaimana cara menghitung beda tinggi dan jarak pada penggunaan waterpass?
1.3
Maksud dan Tujuan Praktikum Ilmu Ukur Tambang ini dimaksudkan sebagai aplikasi lapangan dari
teori-teori dasar Ilmu Ukur Tambang yang didapatkan oleh mahasiswa di bangku kuliah seperti poligon, sampai ke alat ala t dan penggunaannya. Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum Ilmu Ukur Tambang ini adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami cara menentukan jarak optis patok utama dan detail 2. Memahami cara menentukan beda tinggi 3. Memahami cara menentukan koreksi kesalahan 4. Memahami cara menentukan tinggi patok 5. Memahami cara mentukan kemiringan patok
1.4
Manfaat Praktikum Manfaatnya adalah agar mahasiswa bisa memahami ilmu pengukuran, prosedur
pelaksanaan langkah-langkah yang dilakukan. Sehingga ketika mahasiswaselesai dari Perguruan Tinggi, terjun ke dunia industri mahasiswa bisa langsung mengaplikasikan pengukuran dengan dengan menggunakan alat ukur waterpass.
BAB II DASAR TEORI
2.1
Teori Pengukuran Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara
dua titik atau lebih. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk mendapatkan data sebagai keperluan pemetaan, perencanaan ataupun untuk pekerjaan konstruksi.Hasil-hasil dari pengukuran waterpass di antaranya digunakan untuk perencanaan jalan, jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas elevasi tanah yang ada dan galian tanah, penelitian terhadap saluransaluran yang sudah ada, dan lain-lain. Dalam pengukuran tinggi ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu:
Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umum dianggap sama dengan garis unting-unting.
Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap titik. Bidang horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk ketinggian, misalnya permukaan laut rata-rata.
Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
Banch Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya terhadap datum yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah sekelilingnya. Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu
teropong horisontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal adalah nivo, yang berbentuk tabung berisi cairan dengan gelembung di dal amnya. Dalam menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi syarat-syarat sbb :
Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I.
Benang silang horisontal harus tegak lurus sumbu I.
2.2
Kegunaan Alat
2.2.1.
Fungsi utama.
a. Memperoleh pandangan mendatar atau mendapat garis bidikan yang sama tinggi, sehingga titik – titik yang tepat garis bidikan/ bidik memiliki ketinggian yang sama. b. Dengan pandangan mendatar ini dan diketahui jarak dari garis bidik yang dapat dinyatakan sebagai ketinggian garis bidik terhadap titik – titik tertentu, maka akan diketahui atau ditentukan beda tinggi atau ketinggian dari titik – titik tersebut.
2.2.2. Tambahan alat Alat ini dapat ditambah fungsi atau kegunaannya dengan menambah bagian alat lainnya. Umumnya alat ukur waterpass ditambah bagian alat lain, seperti : a. Benang stadia, yaitu dua buah benag yang berada di atas dan dibawah serta sejajar dan dengan jarak yang sama dari benang diafragma mendatar. Dengan adanya benang stadia dan bantuan alat ukur waterpass berupa rambu atau bak ukur alat ini dapat digunakan sebagai alat ukur jarak horizontal atau mendatar. Pengukuran jarak dengan cara seperti ini dikenal dengan jarak optik. b. Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang dilengkapi dengan skala ukuran sudut. Dengan adanya lingkaran berskala ini arah yang dinyatakan dengan bacaan sudut dari bidikan yang ditunjukkan oleh benang diafragma tegak dapat diketahui, sehingga bila dibidikkan ke dua buah titik, sudut antara ke dua titik tersebut dengan alat dapat ditentukan atau dengan kata lain dapat difungsikan sebagai alat pengukur sudut horizontal.
2.3
Teori Poligon
2.3.1. Pengertian poligon Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang terletak di permukaan bumi. Garis-garis lurus membentuk sudut-sudut pada titik-titik perpotongannya. Dengan menggunakan poligon dapat ditentukan secara sekaligus koordinat beberapa titik yang letaknya berurutan dan memanjang. Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di lapangan data yang diambil
adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah diketahui koordinatnya.
2.3.2. Pengukuran poligon A. Pengukuran Jarak Mendatar Pengukuran jarak mendatar pada poligon dapat ditentukan dengan cara : mekanis (dengan menggunakan pita ukur) dan optis (seperti pada pengukuran sipat datar). pada bagian ini dijelaskan metode pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur.
Pengukuran
jarak
dengan
menggunakan
pita
ukur
harus
memperhatikanpermukaan tanah yang akan diukur.pengukuran jarak pada tanah mendatar, seperti pada gambar
Gambar 2.1 Pengukuran Jarak
Caranya : 1. skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik A 2. pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benar-benar lurus, tidak melengkung 3. himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka bacaan skala inilah yang merupakan jarak antara titik A dan titik B B. Pengukuran Jarak Pada Tanah Miring
Gambar 2.2 Pengukuran jarak pada tanah miring caranya : 1. jika permukaan tanahnya relatif miring, maka pengukuran jarak dibagi dalam beberapa selang (pada gambar di atas bagi dua selang) 2. skala nol diimpitkan di atas titik A (biasa dengan menggunakan bantuan untingunting), tarik agar pita dalam keadaan datar sampai berimpit dengan titik 1, maka diperoleh d1 3. dengan cara yang sama, jarak diukur dari titik 1 sampai titik B, hingga didapat d2maka : dAB = d1 + d2
C. Pengukuran Sudut Mendatar Sudut adalah selisih antara dua arah yang berlainan. Yang dimaksud dengan arah atau jurusan adalah besarnya bacaan lingkaran horizontal alat ukur sudut pada waktu teropong diarahkan ke jurusan tertentu.
Gambar 2.3 Pengukuran Sudut Mendatar Caranya :
1. alat dirikan di titik P alalu diatur sesuai ketentuan 2. target dipasang di titik A dan di tiik B 3. alat dalam kedudukan “biasa” diarahkan ke target di titik A (arah pertama) 4. atur tabung okuler dengamemutar sekrup yang ad pada okuler sehingga dapat melihat garis-garis diafragma (benang silang) denga jelas 5. atur sekrup penjelas bayangan sehingga dapat melihat bayangan target di tiik A dengan terang dan jelas 6. tepatkan benang silang diafragma pada target dengan memutar sekrup penggerak halus horisontal dan vertikal, baca dan catat skala lingkaran horisontalnya. Ulangi pembacaan tersebut minimal 3 kali, kemudian hitung ratarata harga hasil bacaannya, catat sebagai L1 (B) 7. teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik B, dengancara yang sama seperti di atas, catat sebagai L2 (B) 8. teropong dibalikkan dalam kedudukan “luar biasa” an diputar seearah jarum jam, dengan kedudukan tetap mengarah ke titikk B. dnegan cara yang sama seperti di atas, baca skala lingkarannya dan catat sebagai L2 (LB) 9. putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan luar biasa), dengan menggunakan cara yang sam seperti di atas, bacalah skala lingkran horisontalnya dan catat sebagai L1 (LB) 10. urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah pengukuran sudut 1 seri.
D. Penentuan sudut jurusan awal dan koordinat awal 1. sudut jurusan awal dapat ditentukan sebagai berikut
bila di sekitar titik-titik kerangka dasar terdapat 2 titik triangulasi, sudut jurusan dihitung dari titik-titik triangulasi. Bila menggunakan sudut jurusan awal ini, maka jaring titik-titik kerangka dasar harus disambungkan ke titik-titik triangulasi tersebut.
Bila tidak terdapt titik-titik triangulasi, sudut jurusan awal dapat ditentukan dari pengamatan astronomi (pengamatan matahari atau bintang) dari pengukuran menggunakan giro-theodolit yang berorientasi terhadap utara geografi atau dari pengukuran menggunakan theodolit kompas atau ditentukan sembarang.
2. koordinat awal dapat ditentukan dalam sistem umum sebagai berikut :
bila dikehendaki koordinat dalam sistem umum (sistem yang berlaku di wilayah negara) digunakan titik triangulasi (cukup satu titik saja). Dengan demikian kerangka dasar harus diikatkan ke titik triangulasi tersebut.
Bila diketahui koordinat dalam sistem umum tetapi tidak terdapat titik triangulasi, maka di salah satu titik kerangka dasar dilakukan pengukuran astronomis untuk menentukan lintang bujurnya. Dari lintang da bujur geografi ini dapat ditentukan koordinat (x,y) dalam sistem
Bila tidak terdapat titik triangulasi dan tidak dikehendaki koordinat dalam sistem umum, maka salah satu titik kerangka dasar dapat dipilih sebagai titik awal dengan koordinat sembarang (diusahakan pemilihan koordinat ini mempertimbangkan koordinat titik-titik yang lain agar bernilai positif). Sistem demikian sesitem koordinat setempat (lokal).
BAB III METODE PENGUKURAN
3.1. Alat – alat yang di gunakan dalam kegiatan pengukuran a. Pesawat penyipat datar (PPD)
Jenis Alat Penyipat Datar
Jenis alat penyipat datar dapat dibagi atas tiga kelompok utama yaitu : a)
Dumpy Level
Yaitu alat sifat datar yang ditempatkan pada suatu tonggal dengan ujung silinder sehingga dapat bebas berputar. Dumpy level ini mempunyai beberapa perbandingan bagian-bagian diantaranya sebagai berikut : 1. Nivo tabung, berfungsi untuk mengatur kedudukan instrument pada kondisi level. 2. Garis bidik. 3. Plat segitiga, sebagai landasan utama yang rata, ditempatkan diatas puncak skrup untuk pendataran dan merupakan barisan penyanggga kedudukan pengukur 4. Skrup pengatur (bidik halus) 5. Landasan Tripod, suatu dasar yang datar sebagai tempat alat digabungkan dengan kaki.
b)
Titik Level (alat sifat datar ungkit)
Suatu jenis sifat datar ungkit terdiri atas beberapa bagian antara lain sebagai berikut : - Nivo tabung
-
Garis bidik
-
Skrup pengikat
-
Landasan utama
-
Penggerak
-
Pivit
Bagian-Bagian Instrumen Water Pass
Instrument water pass mempunyai beberapa bagian yaitu : 1.
Bagian utama untuk pendataran
Seperti halnya pada bagian sifat datar kekar bagian ini dibuat sama terdiri atas tiga komponen yaitu : -
Landasan kaki
-
Peralatan untuk pengaturan
-
Fribrarch
2.
Teropong Sebagai suatu sifat datar ungkit, maka teropong tidak digabungkan dengan
fribrarch secara kaku, tetapi teropong tersebut disangga oleh suatu pancang putar ditengah-tengahnya. 3.
Nivo Tabung Nivo tabung utama ditempatkan diatas atau pada sisi dari teropong yang
berfungsi untuk mengatur kedudukan teropong supaya pada kondisi level/datar. Untuk mendatarkan alat ukur sifat datar ini digunakan 3 skrup penegak. 4.
Sifat Datar Otomatis Dalam alat ukur sifat datar otomatis, garis bidik didatarkan secara otomatis
(dalam batasan tertentu) dengan memakai suatu alat kompensator optis yang digantung seperti suatu bandul yang diselipkan kedalm berkas dari sinar melalui t eropong. 5.
Prinsip Dasar dari Kompensator Penempatan instrument dilapangan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
-
Instrument diletakkan diatas suatu titik yang akan diukur beda tingginya.
-
Instrument diletakkan diantara dua titik yang dicari beda tingginya dengan membidiknya kedua titik yang impitnya.
-
Instrument diletakkan diluar titik yang dihitung beda tingginya
Alat ukur waterpass secara umum memiliki bagian-bagian sebagai berikut : 1.
Lingkaran horizontal berskala,
2.
Skala pada lingkaran horizontal,
3.
Okuler teropong,
4.
Alat bidik dengan celah penjara,
5.
Cermin nivo,
6.
Sekrup penyetel fokus,
7.
Sekrup penggerak horizontal,
8.
Sekrup pengungkit,
9.
Sekrup pendatar,
10. Obyektif teropong, 11. Nivo tabung, 12. Nivo kotak.
b. Statif (Kaki Tiga)
Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.2 Statif kaki
c. Unting – Unting
Unting-unting ini melekat dibawah penyetel kaki statif, unting-unting ini berfungsi sebagai tolak ukur apakah waterpass tersebut sudah berada tepat di atas patok atau tidak.
Gambar 3.3 Unting-unting
d. Rambu Ukur
Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang berukuran ±3 – 4 cm, lebar ±10 cm, panjang ±300 cm, bahkan ada yang panjangnya mencapai 500 cm. Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi. Bidang lebar dari rambu ukur dilengkapi dengan ukuran milimeter dan diberi tanda pada bagian bagiannya dengan cat yang mencolok. Rambu ukur ini diberi cat hitam dan merah dengan dasar putih, hal ini dimaksudkan agar ketika dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Rambu ukur ini berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama secara detail.
Gambar 3.4 Rambu Ukur
e. Payung
Payung digunakan untuk melindungi alat dari sinar matahari secara langsung maupun ketika hujan karena lensa teropong pada pesawat sangat peka terhadap sinar matahari.
Gambar 3.5 Payung
f. Nivo
Di dalam nivo terdapat sumbu tabung berupa garis khayal memanjang menyinggung permukaan atas tepat ditengah. Selain itu, dalam tabung nivo terdapat gelembung yang berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah tepat berada ditengah.
Gambar 3.6 Nivo
g. Pita Ukur
Pita Ukur terbuat dari fiberglass dengan panjang 30-50 m. Pita ukur ini dilengkapi dengan tangkai yang berfungsi untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain.
Gambar 3.7 Pita Ukur
h. Alat penunjang lain
Alat penunjang lainnya yaitu seperti kertas HVS untuk mencatat data, lalu kalkulator dan alat tulis lainnya. Alat-alat penunjang lain ini dipakai untuk memperlancar jalannya praktikum.
Gambar 3.8 Alat penunjang lain 3.2. Lokasi dan waktu
Lokasi pengukuran ini dilakukan di area bawah jembatan Lamnyong dan sekitarnya. Waktu praktikum dilaksanakan pada hari minggu tanggal 18 Desember 2016 yang di mulai dari pukul 11.00 s/d selesai.
3.3. Tim pengukur 3.3.1.
Personil
Personil yang melaksanakan kegiatan praktikum ini yaitu sebagai berikut: 1. Reka Sari Ramadhani
1304108010024
2. Zoraya Maysura
1304108010033
3. Sri Eka Rahmawati
1304108010034
4. Rizqa Lailatul Adha
1304108010042
5. Dara Hadista
1304108010047
6. Elfina Fahriah Noor
1304108010070
3.3
Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass
Ada 4 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu : a. Memasang alat di atas kaki tiga
Alat
ukur
waterpass
tergolong
kedalam
Tripod
Levels,
yaitu
dalam
penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Oleh karena itu kegiatan pertama yang harus dikuasai adalah memasang alt ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini jangan dianggap sepele, jangan hanya dianggap sekedar menyambungkan skrup yang ada di kaki tiga ke lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam pemasangan ini harus diperhatikan juga antara lain:
Kedudukan dasar alat waterpass dengan dasar kepala kaki tiga harus pas, sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga.
Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena itu sebaikny tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi tiga tersebut.
Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas Skrup penghubung kaki tiga dan alat terlepas.
b. Mendirikan Alat ( Set up )
Mendirikan alat yaitu memasang alat ukur yang sudah terpasang pada kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu sudah memenuhi persyaratan berikut:
Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh kedudukan gelembung nivo kotak ada di tengah.
Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelembung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
c. Membidikkan Alat
Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan mengarahkan teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan terakhir
menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan.
3.4
Membaca Hasil Pembidikan
Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca, yaitu : a.
Pembacaan Benang atau pembacaan rambu
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat dengan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah (BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan yang tepat dengan benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara benang diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka : BA – BT = BT – BB atau BT = ½ ( BA – BB) Persamaan ini biasa digunakan untuk mengecek benar atau salahnya pembacaan.
Kegunaan pembacaan benang ini adalah :
Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara rambu-rambu ukur yang dibidik.
Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara tempat berdiri
alat
dengan
tempat
rambu
ukur
yang
dibidik.
Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan tegak dan ada yang terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan dalam satuan meter (m) atau centimeter (cm). Sebagai contoh terlihat pada Gambar.
b. Pembacaan Sudut
Waterpass seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut mendatar ataupun sudut horizontal.
3.5 Cara Penentuan Beda Tinggi
Dalam praktikum ini, alat yang digunakan adalah alat untuk penyipat datar (waterpass). Penentuan beda tinggi dengan menggunakan alat ukur waterpass dapat dilakukan dengan tiga cara tergantung keadaan di lapangan : a.
Menempatkan alat ukur penyipat datar pada salah satu titik. Misalnya pesawat di letakkan di titik B. Tinggi A (garis bidik) atau titik tengah teropong di atas titik B di ukur dengan mistar. Dengan gelembung di tengah – tengah lingkaran, garis bidik diarahkan ke mistar (bak) ukur yang diletakkan di titik A. Besarnya pembacaan benang tengah pada bak ukur dinamakan J, maka beda tinggi
antara titik A dan B adalah :
b. Alat ukur penyipat datar ditempatkan diantara titik A dan B. Jarak alat ukur penyipat datar antara kedua bak ukur diambil kira-kira sama. Diusahakan agar pesawat tetap berada ditengah – tengah. Pada kedua titik tersebut diletakkan bak ukur. Arahkan pesawat ke bak ukur A (pembacaan belakang) dan hasil pembacaannya dinamakan R. Lalu pesawat diputar searah jarum jam untuk melakukan pembacaan benang tengah pada bak ukur B (pembacaan muka) dan hasil pembacaannya dinamakan V. Maka beda tinggi antara titik A dan B:
c. Menempatkan alat ukur di luar titik A dan titik B, hal ini dilakukan dilakukan bila keadaan terpaksa, mungkin karena adanya penghalang seperti sungai, selokan atau saluran-saluran air lainnya antara kedua titik tersebut. Pada gambar dibawah ini, pesawat ditempatkan di sebelah kanan titik B selanjutnya dilakukan pembacaan benang tengah dan hasil pembacaan bak ukur B disebut V, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah :
Dari ketiga cara tersebut, yang paling teliti adalah dengan cara menempatkan alat ukur tersebut di antara dua titik yang akan diukur beda tingginya karena dengan mengubah arahnya sesuai dengan arah jarum jam maka kesalahannya negatif, juga kesalahan atmopsferiknya saling berbagi.
3.5. Kesalahan Yang Terjadi Dalam Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran kita tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Kesalahan itu dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu : a. Kesalahan Besar ( Mistakes B lunder )
Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang hati-hati dalam melakukan pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan dari praktikan. Apabila terjadi kesalahan ini, maka pengukuran harus di ulang atau hasil yang mengalami kesalahan tersebut dicoret saja. b. Kesalahan Sistimatis ( Si stematic E rror )
Umumnya kesalahan ini terjadi karena alat ukur itu sendiri. Misalnya panjang meter yang tidak tepat atau mungkin peralatan ukurnya sudah tidak sempurna. Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi atau mengkaligrasi alat/memperbaiki alat. c. Kesalahan Yang Tidak Terduga/Acak( Accidental E rror )
Kesalahan ini dapat terjadi karena hal – hal yang tidak diketahui dengan pasti dan tidak diperiksa. Misalnya ada getaran pada alat ukur ataupun pada tanah. Kesalahan dapat diperkecil dengan melakukan observasi dan mengambil nilai rata – rata sebagai hasil.
3.6. Hambatan
Hambatan yang terjadi di lapangan ada beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya / proses pengukuran yaitu :
Faktor Kurangnya pemahaman tentang teori pengukuran
Faktor bahan dan alat
Terlebih lagi faktor cuaca juga memperlambat proses pengukuran karena apabila cuaca hujan otomatis tim pengukur berhenti sejenak untuk berteduh dari hujan.
3.7. Rumus – rumus yang di gunakan 3.7.1. Rumus Perhitungan Profil Memanjang
a. Perhitungan Jarak Optis patok utama Rumus :
D
= ( Ba – B b ) x 100
Dimana : D
= Jarak Optis (m)
Ba
= Benang atas (mm)
B b
= Benang bawah (mm)
b. Perhitungan Beda Tinggi Patok Utama Rumus : ∆ H
= Bt blkn – Bt muka
Dimana : ∆ H
= Beda Tinggi (m)
Bt blkn = Benang Tengah (mm) Bt muka = Benang Tengah (mm)
3.7.2.
Rumus Perhitungan Profil Melintang
a. Perhitungan Jarak Optis Detail’ Rumus : D = ( Ba – B b ) x 100 Dimana : D
= Jarak Optis
Ba
= Benang Atas
B b
= Benang Bawah
b. Perhitungan Beda Tinggi Detail Rumus : ∆ H = Tinggi Pesawat – Bt Detail Dimana : ∆H
= Beda Tinggi
Bt
= Benang Tengah
c. Perhitungan Tinggi Titik Detail Rumus : T = Pn ± ∆ H Dimana : T
= Tinggi Titik Detai Yang ditinjau
Pn
= Tinggi Titik Patok Utama
d. Perhitungan Kemiringan Detail Rumus : T det = ( ∆ H Detail / D det ) * 100 % Dimana : T det
= Kemiringan detail
∆H Detail = Beda tinggi detail D det
= Jarak Optis detail
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang kami lakukan maka dapat kami simpulkan bahwa : 1. Theodolit adalah alat ruang yang digunakan untuk mengukur sudut jurusan, jarak dan beda tinggi titik di permukaan tanah. 2. Poligon adalah rangkaian garis khayal di atas permukaan bumi yang merupakan garis lurus yang menghubungkan titik-titik dan merupakan suatu obyek pengukuran. Poligon juga biasa disebut sebagai rangkaian segi banyak untuk pembuatan peta. 3. Untuk mendapatkan hasil yang benar maka hasil pengukuran sudut jurusan, jarak dan beda tinggi titik harus mendapatkan koreksi dengan ketentuan tidak melebihi batas toleransi. 4. Untuk mendapatkan tinggi titik di permukaan tanah guna penggambaran peta kontur maka diperlukan pengukuran beda tinggi pada poligon.
4.2 Saran
Saran-saran yang dapat kami berikan bertolak dari kesimpulan yang kami buat adalah: 1. Agar waktu pelaksanaan praktikum dapat dipercepat sehingga dalam pembuatan laporan tidak terburu-buru. 2. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang besar sebaiknya dalam menjalankan praktikum, praktikan harus dibimbing sebaik-baiknya
mengingat
praktikan
baru
pertama
kali
melakukan pengukuran seperti ini. 3. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan maksimal diperlukan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. 4. Pembimbing harus lebih paham tentang teori maupun praktek lapangan dengan mempunya satu prinsip / ketentuan.
Diposkan oleh zul.zulaidy di 08.24