PRESENTASI KASUS MALUNION FRAKTUR HUMERUS DEXTRA 1/3 MIDDLE NEGLECTED
DISUSUN OLEH : ILHAM KAUTSAR NMP 08310153
PEMBIMBING : dr. H. Risa Indrawan, Sp.OT M.Kes dr. H. Arif Wibowo, Sp.OT
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN BEDAH ORTHOPEDI FK UNMAL RSUD 45 KUNINGAN JAWA BARAT 2014
Page | 1
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya maka tugas laporan kasus yang berjudul Malunion fraktur humerus dextra 1/3 middle neglected ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Ilmu Penyakit Bedah Tulang di RSUD 45 Kuningan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Risa Indrawan Sp.OT M.Kes dan dr. H. Arif Wibowo Sp.OT selaku dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas laporan kasus ini, terima kasih atas bimbingan, saran dan petunjuknya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran selalu penulis harapkan. Semoga tugas referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta penulis pada khususnya. khususnya.
Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Kuningan,
Mei 2014
Penulis
Page | 2
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...................................................... ............................................................................. ............................ ..... DAFTAR ISI ............................................ .................................................................. ............................................ ............................... .........
3
DAFTAR GAMBAR .......................................... ................................................................ .......................................... ....................
4
BAB I PENDAHULUAN .......................................... ................................................................ ................................... .............
5
LAPORAN KASUS............................................ .................................................................. .......................................... ....................
6
BAB II TINJUAN PUSTAKA ............................................ ................................................................... .........................
32
DAFTAR PUSTAKA
Page | 3
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 ............................................. ................................................................... ............................................ ................................... .............
8
Gambar 2 ............................................. ................................................................... ............................................ ................................... .............
9
Gambar 3 ............................................. ................................................................... ............................................ ................................... .............
17
Gambar 4 ............................................. ................................................................... ............................................ ................................... .............
18
Gambar 5 ............................................. ................................................................... ............................................ ................................... .............
21
Gambar 6 ............................................. ................................................................... ............................................ ................................... .............
21
Gambar 7 ............................................. ................................................................... ............................................ ................................... .............
22
Gambar 8 ............................................. ................................................................... ............................................ ................................... .............
23
Gambar 9 ............................................. ................................................................... ............................................ ................................... .............
26
Page | 4
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur (transversal, spiral, oblik, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi (terbuka atau compound dan dan tertutup).
1
Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. Insiden terjadinya fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian fraktur. 2 Fraktur shaft humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan distal humerus.1,3 Fraktur korpus humeri dapat terjadi semua usia. Pada bayi, humerus sering mengalami fraktur pada waktu persalinan sulit, atau cedera non-accidental . Fraktur ini dapat menyembuh dengan cepat dengan pembentukan kalus massif dan tidak perlu perawatan. Pada orang dewasa, fraktur pada humerus tidak umum terjadi. Terdapat beberapa jenis fraktur, tetapi dapat dirawat dengan cara yang sama. Jika perawatan dilakukan dengan baik, maka tidak akan menimbulkan masalah.3 Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur korpus humerus adalah cedera nervus radialis.1-10 Biasanya hanya memar (neuropraksia) yang sembuh sempurna secara spontan dalam waktu dua sampai empat minggu. Tetapi kadang-kadang terjadi kerusakan yang permanen. 1
Page | 5
LAPORAN KASUS I. Keterangan Umum
Nama
: Tn. Dinar
Usia
: 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Cihaur
Tgl masuk
: 29 April 2014
II. Anamnesis
Keluhan Utama
:
Nyeri pada lengan atas Anamnesis Khusus : Pasien datang ke poli bedah tulang RSUD 45 Kuningan dengan keluhan nyeri pada lengan atas kanan sejak 3 mgg yang lalu. Nyeri terasa jika sedang beraktifitas. Nyeri tidak menjalar. ± 3 bulan yang lalu pasien pernah di rawat di RS daerah jawa. Pasien hanya di rawat 1 hari. Pasien dirawat karena terserempet truk. Pada waktu kejadian, pasien menggunakan sepeda motor mio dengan kecepatan 90 km/jam.
Pasien
mengendarai
sepeda
motor
dengan
anaknya.
Pasien
menggunakan helm. Pasien sebagai pengemudi. Pasien terserempet truk dari arah sebelah kiri ketika pasien hendak menyusul. Bagian kepala dan tangan tersentuh oleh truk, lalu pasien terjatuh ke arah kanan. Bagian yang terdahulu menyentuh aspal adalah tangan kanan. Pasien terseret ± 5 meter. Pada waktu kecelakaan pasien sadar diri, tidak ada keluar darah dari telingan, mulut,
Page | 6
hidung. Tidak ada mual dan muntah. Hanya terasa bengkak dan nyeri pada lengan atas kanan. Lalu pasien di bawa ke RS. Di RS pasien diperiksa foto lengan atas kiri dan dikatakan oleh dokter bersangkutan bahwa lengan pasien mengalami patah tulang. Selama ± 3 bulan ini, pasien berobat ke tukang pijit. Pasien sudah ± 9x berobat ke tukang pijit. Dan menurut tukang pijit, tulang lengan pasien sudah tersabung kembali. Tetapi pasien masih merasakan nyeri dan bengkak pada lengan atas kirinya. III. Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis
Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
T : 110/70 mmHg
N : 82x/menit
R : 23x/menit
S : 36,6ºC
Kepala
: Normacephali
Mata
: Pupil bulat isokor +/+, Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Hidung
: Septum deviasi ( - )
Leher
: Jejas (-), JVP dalam batas normal, KGB tidak teraba
Thorax
: Inspeksi
Abdomen
: Bentuk dan gerak simetris, jejas (-)
Palpasi
: vokal fremitus +/+
Perkusi
: sonor dextra = sinistra,
Auskultasi
: vesikuler dexta = sinistra
: Inspeksi
: jejas (-), Datar, lembut
Auskultasi
: BU ( + )
Palpasi
: Nyeri tekan (-)
Page | 7
Perkusi
: timpani
Pelvis
: Jejas (-)
Extremitas Atas
: sesuai setatus lokalis
Extremitas bawah
: odem -/-, akral hangat, CRT <2
B. Status Lokalis
Regio Brachial dextra :
Look : Luka (-) pus(-), darah (-), bengkak (+), edema (-), eritem (-), deformitas (+) Feel : Suhu sama dengan daerah sekitarnya, nyeri tekan (-), sensabilitas (+), krepitasi (-), capillary refil (<2 detik), pulsasi arteri (+). Move : Gerakan terbatas karena nyeri, gerakan aduksi terbatas, gerakan abduksi tidak terbatas, gerakan fleksi ante brachii terbatas.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Rontgen x-ray foto humerus, dua posisi AP/Lateral dextra tampak 2 posisi
Gambar 1. Foto x-ray humerus dextra posisi AP/Lateral
Page | 8
Kesan : Tampak soft tissue swelling. Tampak fraktur humerus 1/3 tengah transversal displaced. Tanggal 25-04-2014
Gambar 2. Foto x-ray humerus dextra posisi AP/Lateral Kesan : Tampak soft tissue swelling. Tampak malunion fraktur humerus dextra 1/3 tengah
Laboratorium, tanggal 25-4-2014 a. Hb : 14,6 g/dl b. Leukosit : 5600 /mm 3 c. Eritrosit : 5,18 /mm3 d. LED : 32 mm/jam e. Hematokrit : 43,7 % f. Trombosit : 235.000 /mm 3 G. Wkt. Perdhan : 2’00” menit H. Wkt. Pembkuan : 4’00” menit I. Golongan Darah : O J. Glukosa Sewaktu : 59 mg/dl K. SGOT : 20 U/I L. SGPT : 13 U/I
Page | 9
M. Ureum/Urea N. Kreatine
: 27 mg/dl : 1,32 mg/dl
V. RESUME
Anamnesa - Nyeri pada humerus dextra
- Bengkak pada humerus dextra
Pemeriksaan Fisik
- Pada inspeksi terdapat bengkak, deformitas - Gerakan terbatas karena nyeri - Gerakan aduksi terbatas, abduksi tidak terbatas, fleksi ante brachii terbatas VII. DIAGNOSA
Malunion Fraktur Humerus dextra 1/3 tengah neglected VIII. PENATALAKSANAN
-
Operatif
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Ad bonam
Quo ad fungsional
: Ad bonam
Page | 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
DEFINISI
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas : 1 1. Fraktur Collum Humerus 2. Fraktur Batang Humerus 3. Fraktur Suprakondiler Humerus 4. Fraktur Interkondiler Humerus
B.
ANATOMI
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal distal humeri. 4 Proksimal humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh coll um anatomicum. 4 Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis. 4 Shaft humeri
Page | 11
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis. 4 Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke distal. 4 Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai epicondilus
lateralis.
Epicondilus
medialis
lebih
menonjol
dibandingkan
epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris. 4 Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai permukaan posterior dan berartikulasi berarti kulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di permukaan posterior disebut fossa olecrani. 4
Page | 12
Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior. Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum humeri didapatkan fossa radialis. 4
Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi mm. biceps brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii. Selain itu humerus juga sebagai tempat insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon insersio mm. supraspinatus dan infraspinatus
4
M. Latissimus Dorsi
Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale dibentuk oleh m. latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk plica axillaris posterior, serta ikut membentuk dinding posterior fossa axillaris. Otot ini berorigo pada processi spinosi vertebrae thoracales VII – sacrales sacrales V dan crista iliaca. Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot ini berfungsi untuk ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri. 4 M. Deltoideus
Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan permukaan superior sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral permukaan superior acromion, serta tepi inferior spina scapulae. Insersi pada tuberositas deltoidea humeri. Otot ini diinervasi diinervasi oleh n. n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri, bagian anterior untuk fleksi dan endorotasi artikulasi humeri, sedang bagian posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi humeri. 4 M. Supraspinatus
Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya di tuberculum majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri. Otot ini bersama mm. infraspinatus, teres minor et subscapularis membentuk rotator cuff, yang berfungsi mempertahankan caput humeri tetap pada tempatnya dan mencegahnya tertarik oleh m. deltoideus menuju acromion. 4
Page | 13
M. Infraspinatus
Mm. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini. Origonya di dua pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior spina scapulae. Tendo insersinya juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri dan berinsersi pada tuberculum majus humeri. Otot ini diinervasi oleh n. suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. Bagian superior untuk abduksi dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri. 4 M. Subscapularis
Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa subscapularis. Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri. 4 M. Teres Minor
Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini berorigo pada tepi lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula melekat pada capsula articularis humeri, kemudian melekat pada tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. 4 M. Teres Mayor
Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior. Berinsersi di labium medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat insersi m. subscapularis. Inervasi otot ini berasal dari n. subscapularis. Bersama m. latissimus dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi. 4 M. Biceps Brachii
Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum et brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis. Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan ulna.
Page | 14
Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti, sedangkan caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris. 4 M. Coracobrachialis Coracobrachialis
Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n. musculocutaneus dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri. 4 M. Brachialis
Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral humeri dan insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et tuberositas ulna. Otot ini berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti. 4 M. Triceps Brachii
Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan superficial, sedang caput medial menempati lapisan profundus. Caput longumnya berorigo pada tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya ke inferior, inferi or, caput ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di facies posterior humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia antebrachii dan capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis. Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi artikulasi humeri, sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi cubiti. 4
Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf axillaris, medianus dan ulnaris N. Axillaris (C5-C6)
Awalnya saraf ini berjalan sejajar dengan n. radialis. Setinggi inferior m. subscapularis memisahkan diri dari n. radialis dan berada di lateralnya, kemudian berjalan ke posterior bersama a. circumflexa humeri posterior melewati hiatus axillaris lateralis. Selanjutnya saraf ini berjalan di inferior dari tepi inferior m.
Page | 15
teres minor dan menginervasinya. Ketika mencapai sisi posteromedial collum chirurgicum humeri, n axillaris member cabang n. cutaneus brachii lateralis untuk menginervasi kulit di superficial m. deltoideus. Akhirnya melanjutkan diri ke anterior sekeliling sisi lateral collum chirurgicum humeri untuk menginervasi m. deltoideus. 4 N. Musculocutaneus Musculocutaneus (C5-C7)
Merupakan
cabang
fasciculus
lateralis
pleksus
brachialis.
M.
coracobrachialis ditembus oleh saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otototot fleksor regio brachii (mm. biceps brachii et brachialis), kulit sisi lateral regio antebrachii dan arilkulasi cubiti. Selanjutnya saraf ini muncul di lateral dari m. biceps brachii sebagai n. cutaneus antebrachii lateralis.4 N. Medianus (C5-T1)
Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan radiks lateralisnya yang merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis dan radiks medialis, yang merupakan cabang fasciculus medialis plexus brachialis. Selanjutnya berjalan bersama a. axillaris dan lanjutannya, yaitu a. brachialis. Saraf ini menyilang di anterior a. brachialis untuk berada di medial dari arteri ini di dalam fossa cubiti. N. medianus bersama a. brachialis berjalan di permukaan anterior m. brachialis menuju fossa cubiti. 4 N. Radialis (C5-T1)
Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior dari a. axillaris dan di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit di sisi posterior regio brachii, antebrachii et manus, otot-otot ekstensor regio brachii et antebrachii, artikulasi cubiti dan beberapa artikulasi di regio manus.4 N. Ulnaris (C7-T1)
Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar dengan n. medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi a. brachialis dan n. medianus untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum intermusculare medial bersama a. collateralis ulnaris proksimal menuju sisi medial m. triceps brachii. Akhirnya berada di sisi posterior epicondylus medialis humeri. 4
Page | 16
Vaskularisasi regio brachii dijelaskan pada bagian berikut: Arteri brachialis merupakan lanjutan a. axillaris, dimulai dari tepi inferior m. teres mayor. Arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir sebagai dua cabang terminal, yaitu aa. Ulnaris et radialis. Cabang-cabangnya yang berada di regio ini adalah aa. Profunda brachii, collaterales ulnares proksimal et distalis. 4 Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini lateral regio brachii arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a. collateralis radialis, yang berjalan ke anterior bersama n. radialis dan a. collateralis media, yang menuju sisi posterior posteri or epicondylus lateralis humeri. 4 Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii dan berjalan bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis humeri. 4 Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi cubiti dan berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya menuju sisi anterior dan posterior epicondylus medialis humeri. 4 Vena brachialis mengikuti arterinya dan kira-kira di dua pertiga proksimal regio ini v. basilica berjalan superficial terhadap a. brachialis. 4
Gambar 3.. (a) Anterior and (b) Posterior Humerus. (c) Humerus dengan tiga saraf utama yaitu n.
axillaris, n. radialis and n. ulnaris.
11
Page | 17
Gambar 4. Anterior dan Posterior Humerus. Tempat insersi otot-otot berhubungan dengan pergerakan humerus.11-12
C.
ETIOLOGI
Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut: 1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim. 2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh. 3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.5 Penyebab Fraktur adalah :5 1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
Page | 18
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3. Kekerasan akibat tarikan otot : Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa t wisting, wisting, bending dan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Kebanyakan fraktur shaft humerus terjadi akibat trauma langsung, meskipun fraktur spiral sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan dari aktifitas otot-otot yang kuat seperti melempar bola. Pada fraktur humerus kontraksi otot, seperti otot-otot rotator cuff, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, latissimus dorsi, biceps, korakobrakialis dan triceps akan mempengaruhi posisi fragmen patahan tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami angulasi maupun rotasi. Di bagian posterior tengah melintas nervus Radialis langsung melingkari periostum diafisis humerus dari proksimal ke distal sehingga mudah terganggu akibat patah tulang humerus bagian tengah. ten gah.9
D.
PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. 5 Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang: 1. Faktor intrinsik
Page | 19
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan ( fatigue fatigue fracture), fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang. 2. Faktor ektrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
Jenis fraktur berdasarkan kekuatan yang mengenainya: Kompresif: fraktur proksimal dan distal humerus Bending: fraktur transversa shaft humerus Torsional: fraktur spiral shaft humerus Torsional dan bending: fraktur oblik, kadang diikuti dengan fragmen 7,9
”butterfly”.
E.
KLASIFIKASI
Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma Association (OTA); (OTA);9,12
Tipe A: fraktur sederhana ( simple fracture) fracture)
A1: spiral
A2: oblik (>30°)
A3: transversa (<30°)
Tipe B: fraktur baji (wedge ( wedge fracture) fracture)
B1: spiral B1: spiral wedge
B2: bending wedge
B3: fragmented B3: fragmented wedge wedge
Tipe C: fraktur kompleks (complex ( complex fracture) fracture)
C1: Spiral
C2: Segmental Segmental
C3: Ireguler (significant comminution)
Page | 20
Gambar 5. Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal, .2 pada sepertiga tengah, dan .3 pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3 = fraktur transversa.
12
Gambar 6. Tipe B = fraktur baji ( wedge fracture). fracture ). B1 = fraktur baji spiral ( spiral wedge fracture), fracture), B2 = 12
bending wedge fracture, fracture , A3 = fragmente = fragmented d wedge fracture fracture..
Page | 21
Gambar 7. Tipe C = complex fracture. fracture . C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur segmental kompleks, C3 = fraktur ireguler.
12
Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi; 1. Fraktur sepertiga proksimal humerus Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi pectoralis mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal fragmen bergeser ke arah medial. Fraktur antara insersi m. pectoralis mayor ma yor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari distal fragmen.2,9,12 2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus humerus, pergeseran ke medial dari fragmen fra gmen distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan terjadi.2,9,12
Page | 22
Gambar 8.
Lokasi fraktur dan arah pergeseran fragmen. (dari kiri ke kanan) kanan) Fraktur diatas insersi pectoralis mayor, fraktur antara insersi pectoralis mayor dan deltoid, fraktur di bawah insersi deltoid. 12
Secara ringkas dapat penjelasan posisi fragmen fraktur dapat dilihat pada table 2.1 berikut:9 Tabel 8. Tabel posisi fragmen fraktur. 9
Lokasi fraktur
Fragmen proksimal
Fragmen distal
Diatas insersi
Abduksi, eksorotasi oleh
Medial, proksimal oleh
pectoralis mayor mayor
rotator cuff
deltoideus dan pectoralis mayor
Antara pectoralis
Medial oleh pectoralis, teres
Lateral, proksimal oleh
mayor dan tuberositas t uberositas
mayor dan latissimus dorsi
deltoideus
Abduksi oleh deltoideus
Medial, proksimal oleh
deltoideus Distal tuberositas deltoideus
biceps dan triceps triceps brachii
Page | 23
F.
GAMBARAN KLINIS
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.1-12 2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat. 1-12 3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot otot yang melekat diatas dan dan dibawah tempat fraktur.1-12 4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya. 1-12 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.1-12 6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan.1-12
G.
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah. 7 Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan.
Page | 24
Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral
dapat
membantu
pada
perencanaan
preoperative.
Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan fraktur
patologis.
Venogram/anterogram
menggambarkan
arus
vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.9 H.
PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat ditoleransi, ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-union perlu reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi interna. 6,7,9 Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada lengan dengan cast biasanya biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah. Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku fleksi 90° dan bagian lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast (pembalut) (pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek ( short cast ) dari bahu hingga siku atau functional polypropylene brace selama brace selama ± 6 minggu. 6,7,9
Page | 25
Gambar 9. Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan dengan konservatif.
7
Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif ditunda hingga fraktur mengalami union. union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6 minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling (gendongan) yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi.7,9 Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan operasi dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh.
7,9
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif: Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus dengan pemendekan, terutama fraktur
spiral dan oblik.
Penggunaan pada fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya gangguan dan
Page | 26
komplikasi pada saat penyembuhan. penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union. union. 9 Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging arm cast . Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff . Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging arm cast . Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness bulkiness dan berpotensial slippage. slippage. Splint seringkali diganti dengan fuctional dengan fuctional brace pada brace pada 1-2 minggu pasca trauma. 9 Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang tidak bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma. 9 Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi cast , berat cast dan bulkiness, bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ektremitas atas. 9 Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan aligment fraktur fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan. Brace Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast atau
Page | 27
coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah midline). midline). 9
2. Tindakan operatif
Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan sebagian besar fraktur humerus mengalami union tanpa tindakan operatif.7,9 Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan, diantaranya:
Cedera multiple berat
Fraktur terbuka
Fraktur segmental
Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
Fraktur patologis
Siku melayang ( floating elbow) elbow)
–
pada fraktur lengan bawah
(antebrachii) dan humerus tidak stabil bersamaan
Palsi saraf radialis (radial (radial nerve palsy) palsy) setelah manipulasi Non-union7,9
Fiksasi dapat berhasil dengan; 1. Kompresi plate Kompresi plate and screws 2. Interlocking intramedullary nail atau atau pin semifleksibel 3. External Fixation Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki keuntungan tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku.
Page | 28
Biar bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada saraf radialis. Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan kanal medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus, fraktur humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan dengan lesi neurovaskuler, serta humerus non-union. 7,9 Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental dimana penempatan plate akan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur humerus pada tulang osteopenic, serta pada fraktur humrus patologis. Antegrade nailing terbentuk dari paku pengunci yang kaku (rigid ( rigid interlocking nail ) yang dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah kontrol (petunjuk) fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun memiliki kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus yang berarti. Jika hal ini terjadi, terja di, atau apabila nail keluar dan fraktur belum mengalami union, penggantian nailing dan bone grafting mungkin diperlukan; atau dapat diganti dengan external fixator . 7,9 Retrograde nailing dengan dengan multiple flexible rods dapat rods dapat menghindari masalah tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan kurang aman dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur. 7,9 External fixation fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan fraktur segmental energy tinggi. External fixation fixation ini juga prosedur penyelamatan yang paling berguna setelah intermedullary nailing gagal. 6 Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi, defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak yang luas. 7,9
Page | 29
I.
KOMPLIKASI
Komplikasi Awal Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok ( grafting grafting ) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan. 7,9 Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop drop dan paralisis otot-otot ekstensor metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi segera.7-9 Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur digerakkan
dari
pergerakan
pasif
putaran
penuh
hingga
mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon. 7-9 Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi. 7,9 Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat. Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
Page | 30
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak perlu dilepas
Komplikasi Lanjut Union and Non-Union Delayed Union and Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan (penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda
pembentukkan
kalus
(callus)
cukup
baik
dengan
penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-union dengan non-union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan union dan non-union.7-9 Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, union, tetapi jika fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah 10%.9 Joint stiffness
Joint stiffness stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa minggu.7 Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage bandage sederhana pada lengan hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua memerlukan plaster splint plaster splint pendek. pendek.7
Page | 31
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C.2007. Pengantar . PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Pengantar Bedah Bedah Or topedi topedi Hal 380-395. 2. Hermansyah,
MD;
Fraktur
Shaft
Humerus
(.ppt)
(online)
2009.
(http://www.google.com//fraktur-shaft-humerus-hermansyah-MD.pdf .) diakses tanggal 19 Mei 2009. 3. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Pri mary Sur Sur ger ger y ; Oxford University Press; UK; p. 233-235 Volume Two: Two: Tr auma 4. Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I , Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Surabaya 5. Anonymous.
Fraktur
Patah
Tulang
(online).
2009.
(http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label,, diakses tanggal 11 April 2009). 6. Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar I lmu B edah dah Edisi Edisi ke 2 .EGC : Jakarta . 7. Apley, A. Graham. 1995. Bu ku A jar Ortopedi . Ortopedi dan F raktu r Sistem istem Apley Widya Medika: Jakarta. Sel ekta Kedokteran Jilid Kedokteran Jilid II 8. Mansjoer A. 2000. Kapi ta Se . Medika Aesculapius
FKUI : Jakarta 9. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43: editi on Orthopedic; In: H andbook of F r actur e second editi . Wolters Klunser
Company : New York 10. Bernard Bloch. 1996. Fraktur dan Dislokasi . Yayasan essentica Medica :Yogyakarta p. 1028-1030 11. Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs; In:
Clinical
Anatomy
Eleventh
Edition
; Blackwell (e-book)
Publishing; Oxford University; p 169-170
Page | 32
12. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft Shaft fracture In: A-Z of ; UK; Cambridge University Press; p 110-111. Emergency Radiol ogy (e-book) (e-book)
Page | 33