LAPORAN KASUS Syok Kardiogenik
Oleh : Siti Saudah Adawiyah,S.Ked FAB 117 011
Pembimbing : dr. Tagor Sibarani dr. Sutopo, Sp. RM
Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA 2017
1
BAB I PENDAHULUAN Syok kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang disebabkan oleh gangguan fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah, penurunan tekanan rerata arteri (MAP) dan penurunan curah jantung. Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut dan komplikasi mekanik yang ditimbulkannya (seperti ruptur chordae, rupture septum interventrikular (IVS), dan rupturdinding ventrikel), kelainan katup jantung, dan gagal jantung yang berat pada gangguan miokard lainnya.1,4 Manifestasi Klinis Syok kardiogenik terlihat tanda-tanda hipoperfusi (curah jantung yang rendah) yang terlihat dari adanya sinus takikardia, volume urine yang sedikit, serta ekstremitas dingin. Hipotensi sistemik ( TDS < 90mmHg atau turunnnya TD < 30 mmHg dari TD rata-rata) belakangan akan muncul dan meyebabkan hipoperfusi jaringan. Gejala-gejala autonomik lain bisa juga muncul seperti mual, muntah, serta berkeringat. Riwayat penyakit jantung sebelumnya, riwayat penggunaan kokain, riwayat infark miokard sebelumnya, atau riwayat pembedahan jantung sebelumnya perlu ditanyakan. Faktor resiko penyakit jantung perlu dinilai pada pasien yang disangkakan mengalami iskemik miokardial. Evaluasinya antara lain mencakup riwayat hiperlipidemia, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi, riwayat merokok, serta riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner premature. Dikatakan syok jika terdapat bukti adanya hipoperfusi organ yang dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Adapun karakteristik pasien-pasien syok kardiogenik antara lain : Kulit berwarna keabu-abuan atau bisa juga sianosis. Suhu kulit dingin dan bisa muncul gambaran mottled skin pada ekstremitas. Nadi cepat dan halus/lemah serta dapat juga disertai dengan irama yang tidak teratur jika terdapat aritmia Distensi vena jugularis dan ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus selalu. Edema perifer juga biasanya bisa dijumpai. Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi jantung III dan IV bisa terdengar Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya dalam keadaan takikardia. Tampak pada pasien tanda-tanda hipoperfusi misalnya perubahan status mental dan penurunan jumlah
2
urine Murmur sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur biasanya terdengar di awal sistol
Dijumpainya thrill parasternal
menandakan adanya defek septum ventrikel. Diagnosa diferensial yang mungkin dipikirkan pada kasus syok kardiogenik antara lain Sepsis bacterial, Syok septic, Syok distributive, Syok hemoragik. Infark miokard, Iskemik miokard, Ruptur miokard, Miokarditis, Edema paru kardiogenik dan Emboli paru.1,2,3
3
BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Survey Primer Ny. SR, 59 tahun, P. Vital Sign
:
Tekanan Darah
: 70/50 mmHg
Denyut Nadi
: 82x/m
Frekensi Napas
: 26x/m
Suhu
: 36,4°C
Airways
: Bebas, tidak ada sumbatan jalan napas
Breathing
: Spontan, 24 kali/menit, pernapasan abdominal torakal, pergerakan thoraks simetris kiri dan kanan
Circulation
: Denyut nadi 82 kali/menit, reguler, kuat angkat, dan isi cukup. CRT > 2 detik
Disability
: GCS (E2M5V1), pupil isokor +/+, diameter 4mm/4mm
Evaluasi Masalah
: Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign
karena
pasien
datang
dalam
keadaan
penurunan kesadaran. Pasien diberi label merah. Tatalaksana Awal
: Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan
diruangan
resusitasi/merah,
pemberian oksigen simple mask 7 liter/menit, dilakukan pemasangan akses infus intravena menggunakan cairan NaCl 0,9% 15 tetes/menit.
4
2.2 Survey Sekunder 2.2.1 Identitas Nama
:Ny. SR
RM
: 00.29.87
Usia
: 59 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Tjilik Riwut
Tanggal Masuk RS
: 27/11/17 pukul 17.00 WIB
2.2.2 Anamnesis Alloanamnesis dengan suami pasien Keluhan Utama
: Penurunan Kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien rujukan dari RS Bhayangkara dengan penurunan kesadaran susp.DBD. Keluarga pasien mengatakan pasien mulai mengantuk dan gelisah sejak ± 4 jam SMRS Doris Sylvanus, sebelumnya 14 jam SMRS pasien berobat ke RS Doris Sylvanus dengan keluhan batuk berdahak, demam dan nyeri ulu hati, kemudian pasien diperbolehkan pulang dengan diberi resep obat. Selang 14 jam kemudian pasien mulai terlihat gelisah dan mengantuk. Keluarga membawa pasien ke RS Bhayangkara kemudian pasien di rujuk ke RS Doris Sylvanus. Suami pasien mengatakan sekitar 2 hari yang lalu pasien sudah sering mengeluh nyeri ulu hati, batuk berdahak dan demam, tidak ada nyeri dada. Sekarang pasien sudah tidak bisa diajak berkomunikasi pasien selalu gelisah dan kedua tangan serta kaki dingin. BAB terakhir kemarin sore dan BAK terakhir sekitar 8 jam SMRS. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi (+) pengobatan tidak rutin, Riwayat Sakit Jantung (+) sejak ± 20 tahun yang lalu pengobatan tidak dilanjutkan sejak ±15 tahun yang lalu. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi pada keluarga dan riwayat diabetes mellitus disangkal.
5
Riwayat Kebiasaan: Merokok (-), Alkohol (-) pasien suka mengonsumsi sayuran dan tidak terlalu sering memakan makanan berlemak dan manis. 2.2.3. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Somnolen (E2M5V1)
Vital sign
: Tekanan Darah
: 70/50 mmHg
Denyut Nadi
: 82 kali/menit (ireguler, lemah)
Frekuensi Napas
: 26 kali/menit, abdominal-torakal
Suhu
: 36,40C
Kepala Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil isokor 4mm/4mm, RC menurun. Leher Pembesaran kelenjar tiroid (-/-), Desakan Vena jugularis (+) Thoraks Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
Palpasi
: Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
: Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS VI axilaris anterior
Auskultasi
: 92x/menit, Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, ireguler, murmur (+), gallop (-), pulse defisit (+)
Abdomen Inspeksi
: Datar
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi
: Timpani (+)
6
Ekstremitas Akral Dingin, CRT > 2 detik, edem (+/+) ektremitas bawah, Motorik
5 5
5 5
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang Tabel 2.1. Pemeriksaan Laboratorium Parameter
Hasil
Nilai rujukan
Interpretasi
Hemoglobin
11,8 g/dl
11-16 g/dl
Normal
Leukosit
6.400/uL
4000-10.000/uL
Normal
Trombosit
99.000/uL
150000-450000/uL
Menurun
Hematokrit
37,5 %
37-54%
Normal
Gula darah sewaktu
91 mg/dL
<200 mg/dL
Normal
Creatinine
1,32 mg/dL
0,17-1,50 mg/dL
Normal
- Natrium
124
135-148 mmol/L
Menurun
- Kalium
3,9
3,5-5,3 mmol/L
Normal
- Calcium
1,00
0,98-1,2 mmol/L
Normal
Elektrolit
Pemeriksaan EKG
7
Kesan : Standar kecepatan 25 mm/s dan amplitudo 10 mm/mV didapatkan heart rate 92x/menit, ritme irreguler, atrial fibrillation, LVH.
Pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Thoraks PA)
CTR 85% = Kardiomegali (+) Corakan bronvaskuler tidak meningkat: edem pulmo (-)
CT Scan tanpa Kontras
Kesan : Perdarahan (-), Infark (-), Atrofi cerebri(+)
8
2.2.5. Diagnosa Syok Kardiogenik CHF + AF + HHD Trombositopenia Hiponatremi
2.2.6. Penatalaksanaan Tatalaksana Awal di IGD - O2 Mask 7 liter/menit NRM 10liter/menit - IVFD NaCl 0,9% loading 200ml - Observasi kesadaran dan tanda vital - Pasang kateter urin - Evaluasi setelah 15 menit: E2V1M5, TD: 80/60 mmHg, denyut nadi: 84x/menit (ireguler, lemah), frekuensi napas: 26x/menit, spO2 : 89% suhu: 36,40C, urine 300mL/8 jam - Konsul bagian jantung dan neurologi
Tatalaksana tambahan dr. Sp,JP - SP Dopamin 40mg/50kg dalam NaCl 0,9% start dari 5mcg/kgBB/menit Pro Rawat ICVCU dr. SP.S - Inj. Citicolin 2x500mg - Inj. Piracetam 4x1gr - Inj. Sohobion 2x1 amp - Inj. Mecobalamin 2x1 amp - Inj. Lansoprazole 2x30mg
2.2.7. Prognosa -
Quo ad vitam
: Dubia
-
Quo ad functionam
: Dubia
-
Quo ad sanationam
: Dubia
9
BAB III PEMBAHASAN Syok kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang disebabkan oleh gangguan fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah, penurunan tekanan rerata arteri (MAP) dan penurunan curah jantung. Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut dan komplikasi mekanik yang ditimbulkannya (seperti ruptur chordae, rupture septum interventrikular (IVS), dan rupturdinding ventrikel), kelainan katup jantung, dan gagal jantung yang berat pada gangguan miokard lainnya.1,4 Tanda dan gejala yang didapatkan dari pasien yakni gangguan kesadaran mulai dari kondisi ringan hingga berat, penurunan diuresis, dapat disertai keringat dingin, nadi lemah. Hal ini sesuai dengan anamnesis yang di dapatkan dari keluarga pasien yakni pasien gelisah dengan penurunan kesadaran, kaki dan tangan dingin dan ada riwayat penyakit jantung dengan pengobatan tidak teratur, BAK terakhir sekitar 8 jam SMRS.4 Pemeriksaan Fisik pada pasien dengan syok kardiogenik dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi seperti (perabaan kulit ekstremitas dingin, takikardi, nadi lemah, hipotensi, bising usus berkurang, oliguria), terdapat tanda-tanda peningkatan preload seperti JVP meningkat atau terdapat ronki basah di basal, profil hemodinamik basah dingin (wetand cold). Pada pemeriksaan fisik di pasien ditemukan GCS menurun, hipotensi, nadi lemah, napas cepat, suhu tubuh di bawah normal, refleks cahaya pupil menurun, terdapat desakan vena jugularis, irama jantung ireguler, murmur, pulse defisit, bising usus menurun, akral dingin, CRT>2’, oliguria dari hasil pemasangan kateter urine.1,2,4 Menentukan etiologi syok kardiogenik merupakan suatu tantangan yang tidak mudah. Anamnese dan pemeriksaan klinis dapat memberikan informasi penting dalam menentukan etiologi syok kardiogenik. Misalnya, jika keluhan utama pasien yang masuk adalah nyeri dada, maka hal yang dapat diperkirakan adalah adanya infark miokard akut, miokarditis, atau tamponade perikard. Selanjutnya, jika ditemukan murmur pada pemeriksaan fisik, maka dapat
10
dipikirkan kemungkinan adanya ruptur septum ventrikel, ruptur otot-otot papillaris, penyakit akut katup mitral atau aorta. Adanya murmur pada syok kardiogenik merupakan suatu indikasi untuk segera dilakukan pemeriksaan echocardiography.1,3 Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua syok kardiogenik. Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume sekuncup/stroke volume serta menurunnya indeks kardiak. Turunnya tekanan darah dapat dikompensasi oleh peningkatan resistensi perifer yang diperantarai oleh pelepasan vasopresor endogen seperti norepinefrin dan angiotensin II. Namun demikian gabungan dari rendahnya curah jantung dan meningkatnya tahanan perifer dapat menyebabkan
berkurangnya
perfusi
jaringan.
Sehubungan
dengan
itu,
berkurangnya perfusi pada arteri koroner dapat menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi
miokardium,
dan disertai dengan
progresivitas hipoperfusi organ serta kematian. Hipotensi dan peningkatan tahanan perifer yang disertai dengan peningkatan PCWP terjadi jika disfungsi ventrikel kiri merupakan kelainan jantung primernya. Meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kanan terjadi jika syok akibat kegagalan pada ventrikel kanan, misalnya pada gagal infark luas ventrikel kanan. Namun pada kenyataannya sebuah penelitian SHOCK trial menunjukkan pada beberapa pasien post MI, syok malahan disertai oleh vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya respon inflamasi sistemik seperti yang terjadi pada sepsis. Respon inflamasi akut pada infark miokard berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi sitokin menyebabkan induksi nitrit oksida (NO) sintase dan meningkatkan kadar NO sehingga menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan berkurangnya perfusi koroner dan sistemik. Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada syok septik yang juga ditandai dengan adanya vasodilatasi sistemik.2,3,4 Manifestasi Klinis Syok kardiogenik terlihat tanda-tanda hipoperfusi (curah jantung yang rendah) yang terlihat dari adanya sinus takikardia, volume urine yang sedikit, serta ekstremitas dingin. Hipotensi sistemik ( TDS < 90mmHg atau turunnnya TD < 30 mmHg dari TD rata-rata) belakangan akan muncul dan meyebabkan hipoperfusi jaringan. Gejala-gejala autonomik lain bisa juga muncul
11
seperti mual, muntah, serta berkeringat. Riwayat penyakit jantung sebelumnya, riwayat penggunaan kokain, riwayat infark miokard sebelumnya, atau riwayat pembedahan jantung sebelumnya perlu ditanyakan. Faktor resiko penyakit jantung perlu dinilai pada pasien yang disangkakan mengalami iskemik miokardial. Evaluasinya antara lain mencakup riwayat hiperlipidemia, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi, riwayat merokok, serta riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner premature. Dikatakan syok jika terdapat bukti adanya hipoperfusi organ yang dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Adapun karakteristik pasienpasien syok kardiogenik antara lain : Kulit berwarna keabu-abuan atau bisa juga sianosis. Suhu kulit dingin dan bisa muncul gambaran mottled skin pada ekstremitas. Nadi cepat dan halus/lemah serta dapat juga disertai dengan irama yang tidak teratur jika terdapat aritmia Distensi vena jugularis dan ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus selalu. Edema perifer juga biasanya bisa dijumpai. Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi jantung III dan IV bisa terdengar Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya dalam keadaan takikardia. Tampak pada pasien tanda-tanda hipoperfusi misalnya perubahan status mental dan penurunan jumlah urine Murmur sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur biasanya terdengar di awal sistol Dijumpainya thrill parasternal menandakan adanya defek septum ventrikel. Diagnosa diferensial yang mungkin dipikirkan pada kasus syok kardiogenik antara lain Sepsis bacterial, Syok septic, Syok distributive, Syok hemoragik. Infark miokard, Iskemik miokard, Ruptur miokard, Miokarditis, Edema paru kardiogenik dan Emboli paru.1,2,3 Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap terutama berguna untuk mengeksklusikan anemia. Peningkatan jumlah leukosit hitung menandakan kemungkinan adanya infeksi, sedangkan jumlah platelet yang rendah mungkin disebabkan oleh koagulopati yang disebabkan oleh sepsis. Pemeriksaan biokimia darah termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, bilirubin, aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), laktat dehidrogenase (LDH), dapat dilakukan untuk menilai fungsi organ-organ vital. Pemeriksaan enzim jantung perlu dilakukan termasuk kreatinin kinase dan subklasnya, troponin, myoglobin, dan LDH untuk mendiagnosa infark miokard. Kreatinin
12
kinase merupakan pemeriksaan yang paling spesifik namun dapat menjadi positif palsu pada keadaan myopathy, hipotroidisme, gagal ginjal, serta injuri pada otot rangka. Nilai myoglobin merupakan pemeriksaan yang sensitif pada infark miokard, nilainya dapat meningkat 4 kali lipat dalam 2 jam. Nilai LDH dapat meningkat pada 10 jam pertama setelah onset infark miokard dan mencapai kadar puncak pada 24-48 jam, selanjutnya kembali ke kadar normal dalam 6-8 hari. Troponin T dan I banyak digunakan dalam mendiagnosa infark miokard. Jika kadar troponin meningkat namun tidak dijumpai adanya bukti klinis iskemik jantung, maka harus segera dicari kemungkinan lain dari kerusakan jantung misalnya miokarditis. Kadar troponin T meningkat dalam beberapa jam setelah onset infark miokard. Kadar puncak dicapai dalam 14 jam setelah onset, mencapai kadar puncak kembali pada beberapa hari setelah onset (kadar puncak bifasik) dan tetap akan menunjukkan nilai abnormal dalam 10 hari. Hal ini menyebabkan kombinasi troponin T dan CK-MB menjadi parameter diagnostik retrospektif yang amat bermanfaat bagi pasien yang datangnya terlambat dari onset penyakit. Troponin T juga merupakan suatu indikator prognostik independen sehingga dapat digunakan sebagai stratifikator resiko pada pasien angina tidak stabil dan infark miokard gelombang non-Q. pemerksaan analisa gas darah dapat melihat homeostasis asam basa secara keseluruhan serta tingkat oksigenasi darah di arteri. Peningkatan defisit basa di darah berhubungan dengan keparahan syok dan sebagai marker dalam pemantauan selama resusitasi terhadap pasien syok. Pemeriksaan laktat serial bermanfaat sebagai marker hipoperfusi dan indikator dari prognosis. Meningkatnya kadar laktat pada pasien dengan adanya gejala hipoperfusi menunjukkan prognosis yang buruk. Meningkatnya kadar laktat selama proses resusitasi menunjukkan mortalitas yang sangat tinggi. Kadar brain natriuretic peptide (BNP) berguna sebagai pertanda adanya gagal jantung kongestif dan merupakan suatu indikator prognostik yang independen. Nilai BNP yang rendah dapat menyingkirkan syok kardiogenik pada keadaan hipotensi. Namun demikian, nilai BNP yang meningkat tidak serta merta dikatakan syok kardiogenik. Pemeriksaan saturasi oksigen juga bermanfaat khusunya dapat mendeteksi defek septum ventrikel. 1,2,3
13
Pemeriksaan Pencitraan1,2,3 Echocardiography : harus dilakukan secepatnya untuk menetapkan penyebab syok kardiogenik. Echocardiography mampu memberikan informasi tentang fungsi sistolik global dan regional serta disfungsi diastolik. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat mendiagnosa dengan cepat penyebab mekanik syok seperti defek septum ventrikel akut, ruptur dinding miokardium, tamponade perikard, serta ruptur muskulus papilaris yang menyebabkan regurgitasi miokardial akut. Selain itu, dapat pula ditentukan area yang mengalami diskinetik atau akinetik pada pergerakan dinding ventrikular atau dapat juga memperlihatkan disfungsi katupkatup. Fraksi ejeksi juga dapat dinilai pada echocardiography. Jika ditemukan hiperdinamik pada ventrikel kiri, maka penyebab lain harus ditelusuri seperti syok sepsis atau anemia. Radiografi toraks : sangat penting dilakukan untuk mengeksklusikan penyebab lain syok atau nyeri dada. Mediastinum yang melebar mungkin adalah suatu diseksi aorta. Tension pneumothorax atau pneumomediastinum yang mudah ditemukan pada foto toraks dapat bermanifestasi syok dengan low-output. Gambaran radiologis pasien syok kardiogenik kebanyakan memperlihatkan gambaran kegagalan ventrikel kiri berupa redistribusi pembuluh darah peulmonal, edema paru interstisial, bayangan hilus melebar, dijumpai garis kerley-B, kardiomegali serta effusi pleura bilateral. Edema alveolar tampak pada foto toraks berupa opasitas perihilar bilateral (butterfly distribution). Ultrasonografi : dapat menjadi panduan dalam manajemen cairan. Pada pasien yang bernafas spontan, vena kava inferior yang kolaps saat respirasi menandakan adanya dehidrasi. Sedangkan jika tidak maka status cairan intravaskular adalah euvolume. Angiografi arteri koroner : perlu dilakukan segera pada pasien dengan iskemik atau infark miokard yang mengalami syok kardiogenik. Angiografi penting untuk menilai anatomi arteri koroner dan tindakan revaskularisasi segera jika diperlukan. Pada kasus dimana ditemukan kelainan yang luas pada angiografi, maka respon kompensasi berupa hiperkinetik tidak dapat berlangsung akibat
14
beratnya aterosklerosis arteri koroner. Penyebab tersering syok kardiogenik adalah infark miokard yang luas atau infark yang lebih kecil pada pasien yang sebelumnya telah mengalami dekompensasi ventrikel kiri. Elektrokardiografi: Iskemik miokard akut didiagnosa berdasarkan munculnya elevasi segmen ST, depresi segmen ST, gelombang Q. Inversi gelombang T, meskipun paling tidak sensitif, dapat pula terlihat pada orang-orang dengan iskemik miokard. EKG pada dada kanan dapat memperlihatkan adanya infark pada ventrikular kanan selain sebagai diagnostik juga dapat berguna sebagai faktor prognostik. Hasil EKG yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan infark miokard akut. Monitoring Hemodinamik Secara Invasif Monitoring hemodinamik secara invasif (kateterisasi Swan-Ganz) sangat bermanfaat untuk mengeksklusi penyebab dan jenis syok. Pemeriksaan hemodinamik pada syok kardiogenik adalah PCWP lebih dari 18 mmHg dan indeks kardiak < 2,2 L/mnt/m2 . Meningkatnya tekanan pengisian jantung kanan tanpa adanya peningkatan PCWP, menandakan infark pada ventrikel kanan jika disertai dengan kriteria dari EKG. Meningkatnya saturasi darah pada ventrikel dan atrium kanan merupakan diagnostik suatu ruptur septum ventrikel. Terapi Fase Akut di UGD atau ICVCU: 4 a. Bedrest total b. Lakukan resusitasi jantung jika terjadi cardiac arrest c. Sedasi dengan midazolam, propofol atau morfin d. Oksigen support (NRM atau CPAP, intubasi jika terjadi gagal napas) e. Pemasangan IVFD f. Jika terjadi gangguan irama seperti taki/bradiaritmia atasi segera dengan pemberian preparat anti-arimia atau pemasangan pacu jantung, over drive atau kardioversi
15
g. Monitoring invasive atau non invasif untuk mengetahui status preload, SVR dan curah jantung (CO). h. Jika preload rendah maka diberikan fluid challenge 1-4 cc/kgBB/10 menit hingga dipastikan preload cukup. i. Jika CO rendah dengan SVR tinggi namun MAP masih < 70 mmHg maka diberikan preparat iontropik non vasodilator (dobutamin) atau inodilator (milrinon). j. Jika CO tinggi dengan SVR rendah maka diberikan preparat vasopressor seperti noradrenalin atau adrenaline atau dopamine. k. dopamin dosis rendah dapat diberikan pada kondisi oligoria. l. Terapi definitif seperti PCI, operasi penggantian katup, BMV (pada MS), urgent CABG harus segera dilakukan, atau transplantasi jantung bila memungkinkan. m. Semua pasien syok kardiogenik harus dirawat di ruang CVCU Prognosis syok kardiogenik dari penelitian terbaru menunjukkan mortalitas syok kardiogenik di era modern saat ini ≈ 50%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara lain: usia, tanda-tanda klinis hipoperfusi perifer, kerusakan organ anoksik, LVEF, serta kemamuan pompa jantung. Komplikasi kardiogenik syok antara lain: kardiopulmonari arrest, disritmia, gagal ginjal, gagal organ multipel, aneurisma ventricular, tromboembolik, stroke, kematian. Prediktor Universitas Sumatera Utara 10 mortalitas dapat diidentifikasi berdasarkan trial GUSTO-I yakni : usia, riwayat infark miokard sebelumnya, perubahan kesadaran, kulit yang basah dan dingin serta oliguria. Temuan echocardiogram sepert fraksi ejeksi ventrikular kiri, regurgitasi mitral, merupakan predictor independen terhadap mortalitas. EF < 28% memilki persentase keselamatan 24% dalam 1 tahun, sedangkan EF > 28% persentase keselamatannya dalam setahun mencapai 56%. Regurgitasi mitral sedang-berat memiliki persentase keselamatan dalam 1 tahun sebesar 31% sedangkan tanpa regurgitasi mitral, persentase keselamatannya mencapai 58%.1,2,3
16
DAFTAR PUSTAKA 1. Hochman JS, Menon Venu. Clinical manifestations and diagnosis of cardiogenic shock in acute myocardial infarction. UpToDate. Wolters Kluwer Health. Juni 2013 Available from www.uptodate.com
2.
Ren X, Lenneman A. Cardiogenic Shock. Medscape Reference. May 2013. Available from www.emedicine.medscape.com
3. Alwi I, Nasution SA. Syok Kardiogenik. Dalam Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed kelima jilid I. Interna Publishing. Jakarta ; November 2009. 4. PERKI. Panduan Praktik Klinik dan Clinical Pathway Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. 2016
17