TUGAS KOMPUTASI PROSES SISTEM PERSAMAAN LINIER DISUSUN OLEH : KELOMPOK X (SEPULUH) NAMA
NIM
Wan Rizky
090405003
Intan Zahara
090405004
Danil Tarmizi
090405047
Aira Darusmy
100405011
Rio Fransen Aruan
100405031
DOSEN PEMBIMBING : Dr.Eng.Ir.Irvan,MSi
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah sejumla h unsur yang tak diketahui. Bentuk umum : a11 x1 a1n xn b1 a21 x1 a2 n xn b2 . . . . . . . . . . .
am1 x1 amn xn bm Jika diubah ke dalam bentuk matriks :
a a am
11
a12
21
a22
1
am 2
a1n x1 b1 a2 n x2 b2 amn xn bm
2. ELIMINASI GAUSS Prinsipnya merupakan eliminasi dan substitusi variabel-variabelnya sedemikian rupa sehngga dapat terbentuk matriks segitiga atas, atas, dan akhirnya solusinya diselesaikan menggunakan teknik substitusi balik (backsubstitution (backsubstitution). ).
x x x x
x x x x x x
x x x
x x x
x x x x 0 x x x x x 0 0 0 0 0 x
Contoh 1: Selesaikan sistem persamaan linear berikut. 2x + 3y – z = 5 4x + 4y – 3z = 3 -2x + 3y – z = 1
Penyelesaian :
2 4 2
Dibuat ke dalam perkalian 2 buah matriks 3 4 3
1 x 5 3 y 3 1 z 1
Dibuat perbesaran matriksnya, lalu baris kedua dan ketiga di kolom pertama dinolkan
2 4 2
3 4 3
1 3 1
5
2 0 3 1 0
3
-1
-2
-1
6
-2
-7 6
5
Cara menolkannya :
Baris kedua kolom pertama : (II)b = (II)l – a11 . L21(l)
Menolkan a21 : a21(b) = 4 – 2 . (4/2) = 0 Baris ketiga kolom pertama : (III)b = (III)l – a11 . L31(l)
Menolkan a31 : a31(b) = -2 – 2 . (-2/2) = 0
Menolkan baris ketiga kolom kedua
1 5 1 5 2 3 2 3 0 2 1 7 0 2 1 7 0 6 2 6 0 0 5 15
Cara menolkannya :
Baris ketiga : (III)b = (III)l – a22 . L32(l) a32(b) = 6 – (-2) . (-3) = 0
Lalu dikembalikan ke perkalian dua buah matriks
[ ] [ ]
Sehingga dapat diperoleh persamaan 2x + 3y – z
=5
-2y – z = -7 -5z
= -15
Diperoleh nilai-nilai x = 1, y = 2, z = 3
Contoh 2 : Selesaikan sistem persamaan linear berikut. a + 3b + c – d = 4 2a + b – 2c – 3d = 2 a – b – 3c + 2d = 1 3a – 2b + c – d = 3 Penyelesaian :
Dibuat ke dalam perkalian 2 buah matriks
1 a 4 1 1 3 2 1 2 3 b 2 1 1 3 2 c 1 3 2 1 1 d 3
Dibuat perbesaran matriksnya, lalu baris ke-2, ke-3, ke-4 di kolom pertama dinolkan
1 1 1 3 2 1 2 3 1 1 3 2 3 2 1 1
4
2 1 3
Cara menolkannya :
1 0 0 0
3
1
-1
-5
-4
-1
-4
-4
3
- 11
-2
2
-6 - 3 - 9 4
Baris kedua kolom pertama : (II)b = (II)l – a11 . L21(l)
Menolkan a21 : a21(b) = 2 – 1 . (2/1) = 0 Baris ketiga kolom pertama : (III)b = (III)l – a11 . L31(l)
Menolkan a31 : a31(b) = 1 – 1 . (1/1) = 0 Baris keempat kolom pertama : (IV)b = (IV)l – a11 . L41(l)
Menolkan a31 : a41(b) = 3 – 1 . (3/1) = 0
1 1 4 1 3 0 5 4 1 6 0 4 4 3 3 0 11 2 2 9
1 4 1 1 3 1 0 5 4 1 6 0 4 11 9 0 0 0 5 5 5 34 21 21 0 0 0 5 5 5
3 -5 0 0
1
-1
-4
-1 11
5
5 229
4 0
10
-6 9 5 39 2 4
Selanjutnya dinolkan baris ke-3 dan ke-4 kolom ke-2 serta baris ke-4 kolom ke-3
Lalu dikembalikan ke perkalian dua buah matriks
1 1 3 0 5 4 4 0 0 5 0 0 0
1 4 a 1 6 11 b 9 5 c 5 229 d 39 2 10
Sehingga dapat diperoleh persamaan a + 3b + c – d = 4 -5b – 4c – d = -6 -4/5 c + 11/5 d = 9/5 229/10 d = 39/2 Diperoleh nilai-nilai : a = 433/229, b = 219/229, c = 21/229, d = 195/229.
3. PARTIAL PIVOTING Metode
Eliminasi
Gauss
merupakan
metode
paling
populer
dalam
menyelesaikan kasus sistem persamaan linear. Dimana metode eliminasi gauss terdiri dari dua tahapan yaitu : eliminasi maju dan substitusi mundur. Dimana tujuan dari eliminasi maju adalah untuk membentuk matriks koefisien menjadi Upper Triangular Matriks. Dua kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi dengan menggunakan metode ini adalah pembagian dengan nol yang mungkin terjadi pada langkah eliminasi maju dan kemungkinan eror karena salah pembulatan. Salah satu cara langkah penyelesaiannya adalah melakukan eliminasi gauss dengan partial pivoting atau perputaran sebagian. Eliminasi Gauss dengan partial pivoting
mengubah tata urutan baris untuk bisa mengaplikasikan eliminasi Gauss secara normal. Prinsip dari metode ini adalah kita mengecek pada setiap langkah apakah angka paling atas ( pivoting element ) adalah selalu paling besar. Sebagai contoh : 10 x1
7 x2 7
3 x1 2.099 x2 6 x3 3.901 5 x1
x2 5 x3 6
Dalam bentuk matriks :
Lakukan eliminasi terhadap elemen |10|, |-3|, and |5| . Karena elemen pivot pada baris pertama adalah yang paling besar yaitu 10, maka sesuai dengan aturan partial pivoting kita tak perlu melakukan pertukaran baris
[ ] =
Lakukan pivoting untuk
:
Sehingga didapatkan :
= -3 – (-3)/10 x 10 = 0 = 2.099 – (-3)/10 x-7 = -0.001 = 6 – (-3)/10 x 0 = 6
= 3.901 – (-3)/10 x 7 = 6.0001 = 5 – 5/10 x 10 = 0 = -1 – 5/10 x -7 = 2.5 = 5 – 5/10 x 0 = 5
[ ][ ] [ ] [ ] = 6 – 5/10 x 7 = 2.5
Nilai absolut terbesar adalah 2,5 sehingga baris kedua kita ganti dengan baris ketiga
Lakukan eliminasi Gauss seperti biasa untuk mendapatkan Upper Triangular Matriks.
[ ][ ] Langkah terakhir adalah melakukan subtitusi mundur :
10 7 0 2.5 0 0
x
1
x
2
x1 7 x 2.5 5 2 6.002 x3 6.002 0
7 7 x2
0 x3
10
2.5 5 x 3 2.5 6.002
x
3
0
1
1
6.002
4. ELIMINASI GAUSS-JORDAN Eliminasi Gauss-Jordan (EGJ), prinsipnya mirip sekali dengan metode EG, namun dalam metode ini jumlah operasi numerik yang dilakukan jauh lebih besar, karena matriks A mengalami inversi terlebih dahulu untuk mendapatkan matriks identitas (I). Karena kendala tersebut, maka metode ini sangat jarang dipakai, namun sangat bermanfaat untuk menginversikan matriks.
Langkah-langkah
operasi
baris
yang
dikemukakan
oleh
Gauss
dan
disempurnakan oleh Jordan sehingga dikenal dengan Eliminasi Gauss-Jordan, sebagai berikut: 1. Jika suatu baris tidak seluruhnya dari nol, maka bilangan tak nol pertama pada baris itu adalah 1. Bilangan ini disebut 1 utama (leading 1). 2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka baris-baris ini akan dikelompokkan bersama pada bagian paling bawah dari matriks. 3. Jika terdapat dua baris berurutan yang tidak seluruhnya dari nol, maka 1 utama pada baris yang lebih rendah terdapat pada kolom yang lebih kanan dari 1 utama pada baris yang lebih tinggi. 4. Setiap kolom memiliki 1 utama memiliki nol pada tempat lain. Pengubahan dilakukan dengan membuat matriks yang elemen-elemennya adalah koefisien koefisien dari sistem persamaan linier. Sedangkan langkah-langkah pada operasi baris elementer yaitu : 1. Menukar posisi dari 2 baris. Ai ↔ Aj
2. Mengalikan baris dengan sebuah bilangan skalar positif. Ai = k * Aj
3. Menambahkan baris dengan hasil kali skalar dengan baris lainnya. Ai = Ai + k * Aj
Contoh :
Dibuat matriks berikut:
| | |
Langkah 1. Jika entri yang kini berada pada kolom yang kita peroleh pada langkah 1 adalah a, kalikan dengan baris pertama dengan 1/a sehingga membentuk 1 utama.
| |
Baris kedua ditambah dengan -2 kali baris pertama
Langkah 2. Tambahkan kelipatan yang sesuai dari baris paling atas ke baris-baris di bawahnya sehingga semua entri di bawah 1 utama menjadi nol.
[ ]
Baris ketiga ditambah dengan hasil -2 kali baris pertama
Langkah 3. Sekarang tutuplah baris paling atas dari matriks dan mulailah lagi dengan langkah 1 pada submatriks yang tersisa. Lanjutkan langkah ini hingga seluruhnya matriks berada dalam bentuk eselon baris.
| | | | | | | | | | | |
Baris kedua dari matriks sebelumnya dikalikan -1
Baris ketiga ditambah dengan 3 kali baris kedua
Baris ketiga dari matrik sebelumnya dikalikan 1/8
Baris pertama ditambah dengan -2 kali baris kedua
Baris pertama ditambah dengan 5 kali baris ketiga
Baris kedua ditambah dengan -4 kali baris ketiga
Maka didapatkan nilai dari x=2 , y = -1 dan z = -1
Contoh di atas diterapkan pada sistem persamaan linier dengan n variabel dan n persamaan. Contoh berikut adalah cara menyelesaikan sistem persamaan linier dengan n variabel dan m persamaan.
Diketahui sistem persamaan linier sebagai berikut. 2x + 3y - 5z = 7 x + 4y + 8z = 3
1. Ubah menjadi matriks teraugmentasi
2. Kalikan baris pertama dengan ½
3. Tambahkan baris kedua dengan (-1) kali baris pertama
4. Kalikan baris kedua dengan 1/2.5
5. Tambahkan baris pertama dengan (-1.5) kali baris kedua
Penyelesaian untuk persamaan di atas akan menjadi : x – 8.8z = 3.8 y + 4.2z = -0.2
6. METODE ITERASI GAUSS-SEIDEL Metode Gauss-Seidel digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan linear (SPL) berukuran besar dan proporsi koefisien nolnya besar, seperti sistem-sistem yang banyak ditemukan dalam sistem persamaan diferensial. Metode iterasi GaussSeidel dikembangkan dari gagasan metode iterasi pada solusi persamaan ta k linier. Teknik iterasi jarang digunakan untuk menyelesaikan SPL berukuran kecil karena metode-metode langsung seperti metode eliminasi Gauss lebih efisien daripada metode iteratif. Akan tetapi, untuk SPL berukuran besar dengan persentase elemen nol pada matriks koefisien besar, teknik iterasi lebih efisien daripada metode langsung dalam hal penggunaan memori komputer maupun waktu komputasi. Dengan metode iterasi Gauss-Seidel sesatan pembulatan dapat diperkecil karena dapat meneruskan iterasi sampai solusinya seteliti mungkin sesuai dengan batas sesatan yang diperbolehkan. Suatu sistem persamaan linier terdiri atas sejumlah berhingga persamaan linear dalam sejumlah berhingga variabel. Menyelesaikan suatu sistem persamaan linier adalah mencari nilai-nilai variabel yang belum diketahui yang memenuhi semua persamaan linier yang diberikan. Rumus iterasi untuk hampiran ke-k pada metode iterasi Gauss-Seidel adalah sebagai berikut. Untuk i = 1, 2, …, n dan k = 1, 2, 3, …,
Contoh : Sebagai gambaran misalkan mencari penyelesaian SPL 10x1 - x2 +2x3=6 -x1+11x2-x3+3x4=25 2x1-x2+10x3-x4=-11 3x2-x3+8x4=15
Berikut pemakaian fungsi MATLAB seidel untuk penyelesaian soal di atas dan keluaran yang diperoleh :
>> A=[10 -1 2 0;-1 11 -1 3;2 -1 10 -1;0 3 -1 8] A= 10
-1
2
0
-1
11
-1
3
2
-1
10
-1
0
3
-1
8
>> b=[6;25;-11;15] b = 6 25 -11 15 >> X0=[0;0;0;0] X0 = 0 0 0 0 >> T=0.0001;N=25; >> [X,g,H]=seidel(A,b,X0,T,N) X= 1.0000 2.0000 -1.0000 1.0000
g= 1.0e-004 * 0.8292 0.2017 0.2840 0.1111 H= Columns 1 through 5 0
0
0
0
0.6000
Columns 6 through 10 2.3273 -0.9873 0.8789 1.0302 2.0369 Columns 11 through 15 -1.0145 0.9843 1.0066 2.0036 -1.0025 Columns 16 through 20 0.9984 1.0009 2.0003 -1.0003 0.9998 Columns 21 through 25 1.0001 2.0000 -1.0000 1.0000 1.0000 Columns 26 through 28 2.0
-1.0000
1.0000
Proses iterasi dapat diulangi sampai tingkat keakuratan yang diinginkan tercapai, penyelesaian eksak contoh di atas adalah (1, 2, -1, 1).
7. MATLAB MATLAB merupakan suatu software yang berlevel tinggi yang dibangun oleh fungsi yang membuat pembelajaran metode numerik menjadi lebih mudah dan menarik. MATLAB merupakan software matematik yang berdasarkan matriks. Vektor dan matriks merupakan konsep dasar perhitungan dalam Matlab. Berbagai perhitungan dapat diselesaikan dengan lebih mudah, ringkas, dan cepat bila
bentuknya dikonversi ke dalam bentuk vektor/matriks. Untuk itu, harus dipahami benar dasar operasi dengan menggunakan vektor/matriks. Vektor
Di dalam Matlab, vektor adalah sekumpulan data yang membentuk hanya satu baris atau satu kolom. Penulisan elemen dilakukan di dalam kurung siku [ ] yang diantarai dengan spasi atau titik koma. Pengecualian berlaku hanya untuk penulisan data yang berbentuk deret dengan pola tertentu. Vektor dapat mengalami operasi dengan skalar juga dengan vektor lain asalkan mempunyai dimensi yang sama. a)
Bentuk Deret Sederhana Bentuk umum penulisan data dengan pola tertentu atau deret yang sederhana:
variabel = n : m dimana n = nilai awal, m = nilai akhir .
Contoh : >> a = 1:3 a= 123 >> b = 2 * a b = 246 b)
Penggunaan Increment Bentuk umum penulisan data dengan pola tertentu atau deret: variabel = n : i : m
dimana n = nilai awal, m = nilai akhir, dan i = increment /langkah; bila i tidak didefinisikan, maka Matlab akan menggunakan default -nya yaitu 1, seperti yang ditunjukkan pada butir (i) di atas. Contoh : >> A = 1:10 A= 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 >> B = 0:2:10 B= 0 2 4 6 8 10 >> C = 10:-1:1 C= 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
c)
Penggunaan Kurung Siku
>> x = [1 2 3]
% vektor baris
x= 123 >> x = [1:3]
% mengikuti pola penulisan seperti deret
x= 123 >> y = x'
% transposisi vektor
y= 1 2 3 ada dua cara penulisan vektor kolom >> z = [4 5 6] z= 4 5 6 >> z = [4; 5; 6] z= 4 5 6 penjumlahan 2 vektor berorde 3 >> a = y+z a= 5 7 9 perkalian vektor baris dengan vektor kolom berorde 3 >> b= x*y
b = 14 Matriks
Matriks merupakan himpunan data yang membentuk beberapa baris dan kolom. Matriks dapat terbentuk dari gabungan 2 vektor atau lebih yang berdimensi sama. Dengan demikian, aturan operasi penjumlahan dan pengurangan yang berlaku pada vektor juga berlaku untuk matriks. Perkalian antara 2 buah matriks harus memenuhi aturan bahwa banyaknya kolom pada matriks pertama harus sam dengan benyaknya baris pada matriks kedua. Khusus untuk pemangkatan, operasi hanya dapat berlangsung secara elementer artinya masing-masing elemen dari matriks tersebut dipangkatkan. Contoh Operasi Matriks : >> r = [1 2 3; 2 3 4]; >> s = [3 4 5; 4 5 6]; >> t = r + s t= 468 6 8 10 >> u = s - r u= 222 222 >> a = 2*r a= 246 468 >> b = s/4 b = 0.7500 1.0000 1.2500 1.0000 1.2500 1.5000 >> c = r*s' c= 26 32 38 47
*jumlah baris r harus sama dengan jumlah kolom s*
Penyelesaian masalah neraca massa seringkali melibatkan banyak persamaan linier sehingga membentuk suatu Sistem Persamaan Linier (SPL). SPL tersebut dapat disusun membentuk matriks, dimana umumnya merupakan matriks bujur sangkar. Untuk proses pemisahan yang berlangsung secara multitahap seperti distilasi, absorpsi, ekstraksi, dan lainnya, persamaan neraca massanya umumnya membentuk matriks tridiagonal. Bentuk umum persamaan linier dapat dituliskan sbb. : a x +a x +a x +…+a x =b 11
1
12
2
13
3
1n
n
1
a x +a x +a x +…+a x =b 21
1
22
2
23
3
2n
n
2
….
a x +a x +a x +…+a x =b n1
1
n2
2
n3
3
nn
n
n
dengan n adalah banyaknya persamaan yang menunjukkan orde matriks. SPL di atas dapat diubah ke dalam suatu bentuk umum A x = b berdasarkan operasi perkalian matriks sbb. : a a a x b 11 12 13
1
1
a a a x b 21 22 23
2
2
…. …. = ….
a a a x b n1 n2 n3
n
n
Ax=b Ada beberapa tahap yang harus dilalui agar dapat menyelesaikan masalah SPL secara matriks: -
membuat block diagram yang melibatkan semua alur masuk dan semua alur keluar
-
menurunkan persamaan neraca massa
-
mengubah SPL menjadi bentuk matriks A x = b.
8. SOLUSI PEMICU
Penyelesaian
1. Laju alir molar dari aliran D1, D2, B1, dan B2.
>> A=[0.07 0.18 0.15 0.24; 0.04 0.24 0.10 0.65; 0.54 0.42 0.54 0.1; 0.35 0.16 0.21 0.01] A= 0.0700 0.1800 0.1500 0.2400 0.0400 0.2400 0.1000 0.6500 0.5400 0.4200 0.5400 0.1000 0.3500 0.1600 0.2100 0.0100 >> b=[10.5; 17.5; 28; 14] b = 10.5000 17.5000 28.0000 14.0000 >> A\b ans = 26.2500 17.5000 8.7500 17.5000 Jadi, laju alir molar pada aliran D1 26,25 kg mol/min, aliran D2 8.75 kg mol/min, aliran B1 17.5 kg mol/min, dan aliran B2 17.5 kg mol/min.
2. Laju alir molar dan komposisi dari aliran D dan B. a. Laju alir molar komponen D dan B. >>D=26.25+17.5 D= 43.7500 >> B=8.75+17.5 B= 26.2500 Jadi, laju alir molar pada komponen D adalah 43.75 kg mol/min dan pada laju alir molar komponen B adalah 26.25 kg mol/min
b. Komposisi aliran D >> C=[0.07*26.25 0.04*26.25 0.54*26.25 0.35*26.25] + [0.18*17.5 0.24*17.5 0.42*17.5 0.16*17.5] C= 4.9875 5.2500 21.5250 11.9875 >> D=26.25+17.5 D= 43.7500 >> E=C'/D E= 0.1140 0.1200 0.4920 0.2740 Jadi komposisi pada aliran D adalah 11,4% Xylene, 12% Styrene, 49,2% Toluene, 27,4% Benzene.
c. Komposisi aliran B F= 5.5125 12.2500 6.4750 2.0125 >> B=8.75+17.5 B= 26.2500 >> G=F'/B G= 0.2100 0.4667 0.2467 0.0767 Jadi, komposisi pada aliran B adalah 21% Xylene, 46,67% Styrene, 24,67% Toluena, dan 7,67% Benzene.
3. Perkecil aliran umpan 10% dari mula-mula dan kemudian hitung kembali poin (1) dan (2). Maka, laju alir molar = 63 kgmol/min a. Laju alir molar aliran D1, D2, B1, dan B2 setelah umpan diperkecil 10% >> H=[0.07 0.18 0.15 0.24; 0.04 0.24 0.10 0.65; 0.54 0.42 0.54 0.1; 0.35 0.16 0.21 0.01] H= 0.0700 0.1800 0.1500 0.2400 0.0400 0.2400 0.1000 0.6500 0.5400 0.4200 0.5400 0.1000 0.3500 0.1600 0.2100 0.0100 >> i=[0.15*63 0.25*63 0.4*63 0.2*63]' i= 9.4500 15.7500 25.2000 12.6000 >> J=H\i J= 23.6250 15.7500 7.8750 15.7500 Jadi, laju alir molar setelah umpan diperkecil 10% pada aliran D1 adalah 23,625 kg mol/min, aliran D2 adalah 7,875 kg mol/min, aliran adalah B1 15,75 kg mol/min, dan aliran adalah B2 15,75 kg mol/min.
b. Laju alir molar dari aliran D dan B setelah umpan diperkecil 10% >> K=23.625+15.75 K= 39.3750
>> L=7.875+15.75 L= 23.6250 Jadi, laju alir molar setelah diperkecil 10% pada aliran D adalah 38.375 kg mol/min dan pada aliran B adalah 23,625 kg mol/min
c. Komposisi aliran D dan B >> m=[0.07*23.625 0.04*23.625 0.54*23.625 0.35*23.625] + [0.18*15.75 0.24*15.75 0.42*15.75 0.16*15.75] m= 4.4887 4.7250 19.3725 10.7887 >> N=m'/K N = 0.1140 0.1200 0.4920 0.2740 Jadi pada aliran D setelah umpan diperkecil 10% komposisinya menjadi 11,4% Xylene, 12% Styrene, 49,2% Toluena, dan 27,4% Benzene. >> o=[0.15*7.875 0.1*7.875 0.54*7.875 0.21*7.875] + [0.24*15.75 0.65*15.75 0.1*15.75 0.01*15.75] o= 4.9612 11.0250 5.8275 1.8112 >> P=o'/L P= 0.2100 0.4667 0.2467 0.0767 Jadi pada aliran B setelah umpan diperkecil 10% komposisinya menjadi 21% Xylene, 46,67% Styrene, 24,67% Toluena, dan 7,67% Benzene.
4. Perkecil aliran umpan 20% dari mula-mula dan kemudian hitung kembali poin (1) dan (2). Maka, laju alir umpan molar = 56 kgmol/min a. Laju alir molar aliran D1, D2, B1, dan B2 setelah umpan diperkecil 20% >> Q=[0.07 0.18 0.15 0.24; 0.04 0.24 0.10 0.65; 0.54 0.42 0.54 0.1; 0.35 0.16 0.21 0.01] Q= 0.0700 0.1800 0.1500 0.2400 0.0400 0.2400 0.1000 0.6500 0.5400 0.4200 0.5400 0.1000 0.3500 0.1600 0.2100 0.0100 >> r=[0.15*56 0.25*56 0.4*56 0.2*56]' r= 8.4000 14.0000 22.4000 11.2000 >> S=Q\r S= 21.0000 14.0000 7.0000 14.0000 Jadi, laju alir molar setelah umpan diperkecil 20% pada aliran D1 adalah 21 kg mol/min, aliran D2 adalah 7 kg mol/min, aliran B1 adalah 14 kg mol/min, dan aliran B2 adalah 14 kg mol/min.
b. Laju alir molar dari aliran D dan B setelah umpan diperkecil 20% >> T=21+14 T= 35 >> U=7+14
U= 21 Jadi, laju alir molar setelah diperkecil 20% pada aliran D adalah 35 kg mol/min dan pada aliran B adalah 21 kg mol/min
c. Komposisi aliran D dan B >> v=[0.07*21 0.04*21 0.54*21 0.35*21] + [0.18*14 0.24*14 0.42*14 0.16*14] v= 3.9900 4.2000 17.2200 9.5900 >> W=T\v' W= 0.1140 0.1200 0.4920 0.2740 Jadi pada aliran D setelah umpan diperkecil 20% komposisinya menjadi 11,4% Xylene, 12% Styrene, 49,2% Toluena, dan 27,4% Benzene. >> x=[0.07*7 0.04*7 0.54*7 0.35*7] + [0.18*14 0.24*14 0.42*14 0.16*14] x= 3.0100 3.6400 9.6600 4.6900 >> Y=U\x' Y= 0.1433 0.1733 0.4600 0.2233 Jadi pada aliran B setelah umpan diperkecil 20% komposisinya menjadi 14,33% Xylene, 17,33% Styrene, 46% Toluena, dan 22,33% Benzene.
5.
Ulasan mengenai pengerjaan poin 3 dan 4
Feed (kgmol/min) 70 63 56
D (kgmol/min)
43,75 39,375 35
B (kgmol/min)
26,25 23,625 21
D
B
D1
B1
D2
B2
43,75 39,375 35
26,25 23,625 21
26,25 23,625 21
17,5 15,75 14
8,75 7,875 7
17,5 15,75 14
Xylene 11,4 11,4 11,4
Komposisi (%) Styrene Toluene 12 49,2 12 49,2 12 49,2
Benzene 27,4 27,4 27,4
Xylene 21 21 21
Komposisi (%) Styrene Toluene 46,67 24,67 46,67 24,67 46,67 24,67
Benzene 7,67 7,67 7,67
Dari data yang diperoleh, laju alir (D, B, D1, B1, D2 dan B2) unit distilasi menurun bila laju umpan ( feed ) diturunkan. Ini menunjukkan hubungan yang linear antar laju, baik produk distilat maupun produk bottom, dengan laju umpannya. Sedangkan dari data komposisi, terlihat nilai yang konstan bila laju masuk kolom distilasi diturunkan. Ini menunjukkan bahwa komposisi masing-masing komponen memiliki hubungan yang tidak linear dengan laju alir.