LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI “MASTIKASI DAN REFLEKS MUNTAH”
Disusun oleh : Khairunnisa Fadhilatul Arba 161610101044
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER TAHUN 2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1Dasar 1.1 Dasar Teori Beberapa fungsi penting tubuh yang terlibat dalam proses makan antara lain pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salivasi. Selain bagian tubuh yang berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis beberapa organ juga ikut berperan dalam menimbulkan keinginan dan selera makan yaitu: penglihatan, pendengaran, penciuman, dan keterlibatan susunan saraf pusat. Fungsi-fungsi diatur mengikuti kerja N. Kranialis, yaitu: (Hamzah, Zahreni. dkk: 2017).
Tabel 1.1 Syaraf Kranialis dan Fungsinya No.
Nervus
1.
N. Trigeminus
N. C
Fungsi
KeV
:
(1) Mengatur proses mengunyah dan menggigit (2) Mengatur pergerakan rahang ke lateral
2.
N. Fasialis
VII
:
(1) Mengukur reseptor rasa pada 2/3 anterior lidah (2) Menginervasi kelenjar saliva
3.
N. Glossopharyngeal
IX
:
(1) Mengatur sekresi saliva (2) Mengatur proses penelanan (3) Mengatur sensasi pada faring tonsil, palatum mole, bagian 1/3 posterior lidah (4) Mengatur reseptor rasa pada 1/3 bagian posterior lidah (5) Mengendalikan reflek muntah
4.
N. Vagus
X
:
Mengatur proses penelanan
5.
N. Hypoglossal
XI
:
Mengatur gerakan lidah
1.1.1
Pengunyahan/Mastikasi Pengunyahan merupakan hasil kerjasama antara peredaran darah, otot pengunyahan, saraf, tulang rahang, sendi temporomandibula, jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi. Adapun, organ tubuh yang terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain: bibir, palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan laring. Pada umumnya, otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik N. Trigeminus khususnya saraf mandibularis yang dikontrol oleh nukleus di batang otak (Hamzah, Zahreni. dkk: 2017). Otot-otot yang paling penting atau otot yang utama untuk proses ini adalah otot Temporalis (anterior dan posterior), otot masseter (superfisial dan dalam), otot pterygoideus medial, otot pterygoideus lateral (superior dan inferior), dan otot-otot digastrikus. Inti motoris nervus Trigeminal menginervasi rahang otot terletak di garis tengah batang otak (Una Soboleva, 2014). Namun, pengunyahan melibatkan Otot-otot pengunyahan yang dipersarafi oleh saraf trigeminus. Gerakan synergestic otot dipersarafi oleh saraf wajah dan hypoglossus sama-sama yang penting. Urutan pengunyahan adalah seluruh rangkaian gerakan dari konsumsi ke menelan. Hal ini terdiri dari pengunyahan siklus yang berubah dalam bentuk sebagai makanan yang dikumpulkan, berpindah ke belakang untuk penhancuran oleh gigi molar, dan siap untuk menelan (Una Soboleva, 2014). Awal refleks rahang manusia adalah refleks pembukaan rahang yang
dapat
dihasilkan
oleh
stimulasi
mekanik
dari
bibir.
Penjelasannya adalah bahwa neuron digastrikus berdiferensiasi sebelum neuron otot penutupan rahang yang terjadi pada janin. Penutupan rahang terjadi secara pasif pada awalnya. Setelah lahir dapat diamati fungsi seperti menangis, mengisap, menelan, dan
cemberut, tapi tidak mengunyah. Mengunyah harus dipelajari, dan terjadi hanya setelah erupsi gigi. Ada kemungkinan bahwa reseptor ligamen periodontal dan stimulasi mereka sangat penting untuk proses belajar ini. Mengunyah menjadi terkoordinasi dengan baik sekitar usia 4-5 tahun dan saat gigi desidui telah erupsi. Penelitian yang berbeda telah menunjukkan bahwa pola gerakan pengunyahan bervariasi dari satu sama lain. Hal ini diyakini bahwa setiap individu memiliki pola dasar karakteristik gerakan pengunyahan. Namun, siklus berturut-turut tidak pernah persis sama. Perbedaan yang signifikan
dalam
mengunyah
disajikan
antara
laki-laki
dan
perempuan, serta antara orang-orang muda dan tua (Una Soboleva, 2014). Di dalam mulut, makanan mengalami peoses mastikasi untuk mempermudah mencerna makanan dan merangsang sekresi saliva. Proses mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang berlangsung terus menerus sebagaimana dijelaskan sebagai berikut (Hamzah, Zahreni. dkk: 2017). (1) Pada saat makanan akan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks
inhibisi
otot-otot
pengunyahan,
yang
menstimulasi
membukanya rongga mulut karena rahang bawah turun. (2) Penurunan ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang menyebabkan kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara otomatis mengangkat rahang bawah sehingga terjadi penutupan rongga mulut dan oklusi gigi-gigi. (3) Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang berada di atas permukaan oklusal gigi bergerak ke arah pipi. (4) Dorongan
makanan
ini
akan
menimbulkan
penghambatan
kontraksi otot-otot rahang sehingga mulut kembali terbuka. (5) Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat kembali makanan ke atas permukaan gigi-gigi dan mencampur makanan dengan enzim pencernaan di rongga mulut. Kondisi ini akan terus menerus terjadi sehingga terjadi pemecahan ukuran
partikel makanan menjadi lebih kecil dan siap untuk ditelan. Kecepatan pencernaan makanan sangat tergantung pada luas permukaan total yang dapat menghasilkan getah lambung. Penghancuran makanan menjadi parikel-partikel halus berfungsi mncegah ekskorias/lukanya saluran pencernaan. Dalam hal ini, pergerakan lidah diatur oleh saraf kranialis ke-12, Hypoglossus. Jalur angulasi dari sagital itu biasanya diarahkan ke atas dan ke belakang, mencerminkan unsur rotasi dalam membuka rahang bawah. Karakter
makanan
mempengaruhi
pola
mengunyah.
Panjang
pembukaan tergantung pada ukuran dan kekerasan bolus makanan. Kekerasan makanan juga memiliki efek pada jumlah mengunyah yang diperlukan sebelum menelan dimulai. Semakin keras makanan, kekuatan mengunyah lebih dibutuhkan. Setiap siklus mengunyah memiliki durasi sekitar 700 ms dan kontak gigi dari sekitar 200 ms (Una Soboleva, 2014). 1.1.2
Penelanan Perkembangan Proses Penelanan Menelan merupakan salah saut dari bagian proses makan. Menelan pada dasarnya merupakan suatu mekanisme yang kompleks. Kompleks otot orofacial telah sempurna sejak lahir. Hal tersebut berguna bagi bayi untuk bertahan hidup dan mempelajari sekitarnya. Pola penelanan pada bayi disebut pola penelanan infantil. Ciri khas penelanan infantil ditandai dengan kontraksi aktif otot bibir, ujung lidah berkontak dengan bibir bawah, sedangkan otot lidah bagian posterior dan pharingeal sedikit berkontraksi. Otot lidah bagian maturasinya belum sempurna (Profitt, 2000). Pola penelanan infantil akan berlangsung sampai anak berusia satu tahun atau setelah erupsi gigi insisif sulung (Chiba, 2003). Menelan merupakan salah satu bagian dari proses makan. Menelan pada dasarnya merupakan suatu mekanisme yang kompleks. Pada proses penelanan makanan digerakkan dari faring menuju
esophagus. Proses penelanan terdiri dari tiga fase, yaitu (Hamzah, Zahreni. dkk: 2017): 1. Fase Volunter Makanan ditelan secara sadar. Makanan ditekan atau didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan kebelakang terhadap palatum sehingga lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam orofaring. Proses menelan pada fase ini seluruhnya atau hamper seluruhnya terjadi secara otomatis dan biasanya tidak dapat dihentikan. 2. Fase Faringeal Setelah makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah reseptor menelan yang semuanya terletak di sekitar orofaring, khususnya tonsil. Selanjutnya, impuls berjalan ke batang otak untuk memulai serangkaian kontraksi otot faring dengan jalan sebagai berikut. a. Palatum molle didorong ke atas menutup nares posterior, untuk mencegah refluks makanan ke rongga hidung. b. Arkus palato-faringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling mendekati hingga membentuk celah sagittal sebagai jalan masuk makanan ke posterior-faring. c. Pita suara larings menjadi berdekatan dan epiglottis terdorong ke belakang ke atas pintu superior larings. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam trakea. d. Seluruh laring ditarik ke bawah dan ke depan oleh otot-otot yang melekat pada os hyoideus. Pergerakan ini meregangkan pintu esophagus. e. Selanjutnya, bagian atas esophagus (sfingter esophagus atas) berelaksasi sehingga memungkinkan makanan berjalan dari posterior faring ke dalam esophagus bagian atas. Pada saat menelan sfingter tetap berkontraksi secara tonik dengan kuat untuk mencegah udara masuk ke dalam esophagus saat bernapas.
f. Pada saat laring terangkat dan sfingter esophagus atas relaksasi, m.
konstriktor
faringis
superior
berkontraksi
sehingga
menimbulkan gelombang peristaltik cepat yang berjalan ke bawah melewati otot-otot faring dan masuk ke esophagus serta mendorong makanan masuk ke esophagus bagian bawah. Mekanisme menelan pada stadium faringeal ini berlangsung selama 1-2 detik. Impuls saraf pada fase faringeal dihantarkan dari daerahdaerah tersebut melalui bagian sensoris N. Trigeminus dan N. Glosofaringeus menuju ke formasio retikularis medulla oblongata dan bagian bawah pons sebagai pusat penelanan, yang erat hubungannya dengan traktus solitaries sebagai penerima impuls sensoris dari mulut. Selanjutnya, impuls motoris dari pusat menelan ke faring dan bagian atas esophagus dihantarkan melalui saraf kranial ke V, IX, X dan XII serta beberapa nervous servicalis superior (Hamzah, Zahreni. dkk: 2017). 3. Fase Esofagus Fungsi utama esophagus yaitu menghantarkan makanan dari faring ke lambung. Sfingter bagian bawah esophagus berelaksasi setelah melakukan gelombang peristaltic dan memungkinkan makanan terdorong ke dalam lambung. Sfingter kemudian berkontraksi untuk mencegah regurgitasi (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. Gelombang peristaltic esophagus hamper seluruhnya dikontrol oleh refleks vagus yang merupakan sebagian dari keseluruhan mekanisme menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira-kira dalam waktu 5-10 detik. Refleks ini dihantarkan melalui serat aferen vagus dari esophagus ke medulla oblongata dan kembali lagi ke esophagus melalui serat eferen vagus.
1.1.3
Refleks Muntah (Gagging Refleks)
Refleks muntah ( gagging refleks) dianggap suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring atau trakea. Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu (1) somatic (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak langsung pada area sensitive yang disebut trigger zone, mis : sikat gigi, makanan, meletakkan benda di dalam rongga mulut), dan (2) psikogenik (distimulasi di pusat otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, mis : penglihatan, suara, bau, perawatan kedokteran gigi) (Hamzah, Zahreni. dkk: 2017). Letak trigger area pada setiap individu dilaporkan tidak sama/sangat spesifik. Pada beberapa orang Trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral lidah, posterior palatum, dinding posterior faring, dan lain-lain. Impuls rangsangan saraf ini akan diteruskan ke otak melalui N. Glosso-faringeus, dan motoriknya akan dibawa kembali oleh N. Vagus. Selain tempat tersebut, (gagging refleks) dapat juga disebabkan karena hidung tersumbat, gangguan saluran pencernaan, perokok berat, gigi tiruan, variasi anatomi dari palatum molle, perubahan posisi tubuh yang sangat cepat atau pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (Hamzah, Zahreni. dkk: 2017). Mekanisme refleks muntah dapat diuraikan sebagai berikut (Hamzah, Zahreni. dkk: 2017) : (1) Pada tahap awal dari iritasi gastro-intestinal atau distensi yang berlebihan, akan terjadi gerakan anti peristaltis (beberapa menit sebelum muntah). (2) Anti peristaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik menuju duodenum dan lambung dengan kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.
(3) Kemudian pada bagian saat traktus gastro intestinal, terutama duodenum, menjadi sangat meregang, peregangan ini yang menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah. (4) Pada saat muntah, kontraksi instrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun pada lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah, sehingga mambuat
muntahan
bergerak
ke
esophagus.
Selanjutanya
kontraksi otot-otot abdomen akan mendorong muntahan keluar. (5) Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan khususnya kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla (terletak dekat traktus solitaries). Reaksi motoris ini otomatis akan menimbulkan efek muntah. Impulsimpuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastro intestinal bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma dan otot abdomen. (6) Kemudian datang kontraksi yang kuat di bawah diafragma dengan rangsangan kontraksi semua dinding otot abdomen. Keadaan ini memeras perut diantara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekana intragrastik sampai ke batas yang lebih tinggi. Akhirnya, sfingter esophagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat isi lambung ke atas melalui esophagus. (7) Ketika reaksi muntah terjadi, timbul beberapa reflesk yang terjadi di ronggal mulut yaitu (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk mengangkat sfingter esophagus bagian atas hingga terbuka, (3) penutupan glottis, (4) pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior (daerah yang paling sensitive di dalam rongga mulut berbagai rangsangan). Cara mencegah refleks gagging yaitu dengan diberikannya es balok (berkumur dengan air es berulang kali), karena es balok (air es)
memiliki suhu rendah sehingga dapat menghambat kerja saraf untuk menyampaikan rangsang menuju pusat muntah. Sehingga sensitivitas pasien dapat berkurang. Selain itu, beberapa cara dapat digunalkan unutk
menekan
efek
gagging
refleks
antara
lain
relaksasi,
mengalihkan perhatian, metode desensitisasi, terapi psikologis dan perilaku, anetsei lokal, sedasi, general anestesi, terapi obat-obatan, hipnotik, dan akupuntur.
BAB II HASIL PERCOBAAN 2.1 Pengunyahan 2.1.1 Kekuatan Gigit Maksimal Jenis Kelamin
Kedalaman Gigit
Gigi
Orang Coba Perempuan
Laki-laki
Kanan
Insisiv Pertama
0,5 cm
0,4 cm
Kaninus
0,4 cm
0,4 cm
Molar Pertama
0,4 cm
0,4 cm
Insisiv Pertama
0,4 cm
0,5 cm
Kaninus
0,5 cm
0,5 cm
Molar Pertama
0,5 cm
0,6 cm
2.1.2 Efisiensi Kunyah Perhitungan Efisiensi Kunyah 1. Pengunyahan 20 kali
-
Berat saringan (s)
: 11 gr
-
Berat nasi awal
: 20 gr
-
Jumlah sisa makanan (N) : 16 gr Berat setelah pengunyahan (Na) Na = (N + S) - S = (16 + 11) – 11 = 16 gr
Efisiensi Kunyah (η) η = =
20−16 20 4
20
Kiri
× 100%
× 100%
= 20%
2. Pengunyahan 15 kali
-
Berat saringan (s)
: 11 gr
-
Berat nasi awal
: 20 gr
-
Jumlah sisa makanan (N) : 18 gr Berat setelah pengunyahan (Na) Na = (N + S) - S = (18 + 11) – 11 = 18 gr
Efisiensi Kunyah (η) η = =
20−18 20 2
20
× 100%
× 100%
= 10%
3. Pengunyahan 10 kali
-
Berat saringan (s)
: 11 gr
-
Berat nasi awal
: 20 gr
-
Jumlah sisa makanan (N) : 19 gr Berat setelah pengunyahan (Na) Na = (N + S) - S = (19 + 11) – 11 = 19 gr
Efisiensi Kunyah (η) η = =
20−19 20 1
20
× 100%
× 100%
= 5%
Jenis Kelamin Orang Coba Perempuan
Efisiensi Kunyah 20 kali
15 kali
10 kali
20%
10%
5%
2.2Pemeriksaan Proses Menelan 2.2.1 Pemeriksaan Palpasi pada Saat Menelan Jenis Kelamin
Pola Gerakan
Orang Coba
(deskripsikan apakah gerakannya normal atau ada hambatan)
Perempuan
Gerakan normal, orang coba meneguk air dengan lancar dan tanpa hambatan
2.2.2 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan Jenis Kelamin
Kemudahan menelan dan respon orang coba
Orang Coba Perempuan
1:1
1:2
Susah
Lebih
menelan
menelan
1:3
mudah Mudah menelan
2.3Prosedur Percobaan Refleks Muntah (Gagging Reflex ) 2.3.1 Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah Lokasi
Respon orang coba (reflek muntah)
Ujung lidah
-
Dorsal lidah
√
Lateral kiri
-
Lateral kanan
-
Anterior
-
Posterior
-
Posterior
√
Palatum Uvula
√
Tonsil
√
Faring atas
√
Yang
Paling Dorsal lidah, posterior palatum, uvula,
sensitif adalah
tonsil, dan faring atas
2.3.2 Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks Muntah Lokasi
Respon orang coba (reflek muntah) Dingin
Panas
Ujung lidah
-
-
Dorsal lidah
√
√
Lateral kiri
-
-
Lateral kanan
-
-
Anterior
-
-
Posterior
-
-
Posterior
-
-
Uvula
√
√
Tonsil
√
√
Faring atas
√
√
Palatum
Yang
Paling Dorsal lidah, uvula, tonsil, dan faring atas
sensitif adalah
2.3.3 Pengaruh Rasa Pahit terhadap Refleks Muntah Jenis Kelamin Orang
Daerah
Coba
ditetes
Coba
Posterior Lidah
Gagging reflex
Posterior Lidah
Gagging reflex
Perempuan
yang
Reaksi
Orang
PERTANYAAN DAN JAWABAN 1. Apa ada perbedaan lebar permukaan rongga mulut antara laki-laki dan perempuan? Jelaskan mengapa? Jawaban: Lebar permukaan rongga mulut laki-laki lebih besar dari perempuan karena jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi, dan ukuran gigi itu mempengaruhipanjang
lengkung
gigi.
Laki-laki
menunjukkan
pertumbuhan yang meningkat dalam hal lengkung gigi. Ukuran gigi laki-laki juga lebih besar daripada perempuan karena adanya faktor kekuatan fungsional, kebiasaan makan, sikap, dan trauma.
2. Apa ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan? Jelaskan mengapa? Jawaban: Iya, ada. Kekuatan gigit maksimal laki-laki lebih kuat karena laki-laki dapat menahan beban sedikit lebih besar daripada perempuan.
3. Mengapa makanan ada yang mudah di telan dan ada yang sukar? Jelaskan mengapa? Jawaban: Karena setiap makanan memiliki jenis, bahan, dan komposisi yang berbeda. Pada makanan keras dan kasar akan lebih sulit ditelan sehingga
makanan
halus
dan
lembut
membutuhkan
sedikit
pengunyahan.
4. Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah? Jawaban: Karena rasa pahit erat kaitannya dengan refleks muntah. Penyebab utamanya asam lambung yang naik meninggalkan rasa pahit yang sering menetap beberapa waktu.
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengunyahan a. Kekuatan Gigit Maksimal Dari hasil percobaan yang telah dilakukan pada 2 orang coba dengan jenis kelamin yang berbeda didapat hasil bahwa kekuatan gigit maksimal pada laki-laki memiliki rata-rata yang lebih besar daripada kekuatan gigit maksimal pada perempuan. Tetapi pada gigi insisiv pertama bagian kanan kekuatan gigit maksimal perempuan lebih besar daripada laki-laki dengan selisih 0,1 cm. Kekuatan gigit maksimal adalah kekuatan gigi untuk menggigit secara maksimal. Dimana biasanya laki-laki dapat menahan beban sedikit lebih besar daripada perempuan, kecuali pada gigi anterior kekuatan untuk menahan beban sama pada laki-laki dan perempuan. Kekuatan gigit maksimal diukur antara gigi molar pertama dan sedikit demi sedikit berkurang untuk gigi sebelahnya, semakin ke proksimal, kekuatan gigit semakin berkurang pada gigi insisiv. Sumber lain menyatakan bahwa premolar dan insisiv memiliki kekuatan gigit 1/3 dari kekuatan gigit yang dihasilkan oleh gigi molar. Faktor yang membatasi daya gigit tidak begitu jelas, namun refleks protektif mungkin saja dihasilkan oleh reseptor pada jaringan periodontal dan mengahalangi kontraksi dari otot-otot pengunyahan ketika beban menjadi sangat tinggi, jaringan periodontal akan mendistribusikan
tekanan
lebih
luas,
sehingga
menyebabkan
mechanoreseptor pada jaringan periodontal beraksi. Tidak semua gigitan dapat maksimal, hal ini dapat disebabkan karena anatomi rongga mulut orang coba, seperti gigi tidak rata sehingga ketika menggigit terjadi prematur oklusi dan menyebabkan satu sisi berkontak lebih dulu sedangkan sisi lainnya tidak dapat menggigit maksimal. Didapatkan hasil yang semuanya hampir maksimal karena
bahan yang digigit tidaklah begitu keras, sehingga mudah hancur ketika digigit. b. Efisiensi Kunyah Dari percobaan yang telah dilakukan terhadap orang coba berjenis kelamin perempuan dapat diketahui bahwa orang coba tersebut memiliki efisiensi kunyah sebesar 20% pada pengunyahan sebanyak 20 kali, 10% pada pengunyahan sebanyak 15 kali, dan 5% pada pengunyahan sebanyak 10 kali. Jika kekuatan gigit meningkat maka jumlah kunyahan menurun, demikian sebaliknya jika kekuatan gigit menurun maka jumlah kunyah meningkat. Jika jumlah kunyahan meningkat maka lama penelanan menurun, demikian sebaliknya jika jumlah kunyah menurun maka lama penelanan meningkat. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang memiliki kemampuan beradaptasi yang besar dengan mengkompensir kekurangan dan kelebihan fungsi kunyahnya. 3.2 Pemeriksaan Proses Menelan a. Pemeriksaan Palpasi pada Saat Menelan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki pola gerakan yang normal pada saat melakukan penelanan yaitu air masuk lalu terjadi tekanan pada laring hingga terdorong ke depan disertai dengan prominensia thyroid yang terangkat sehingga bolus dapat lewat dan akhirnya prominensia thyroid kembali ke posisi semula. Pergerakan tersebut berjalan normal yaitu tanpa adanya hambatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang coba memiliki gerakan pola penelanan yang normal. b. Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, orang coba berjenis kelamin perempuan dapat menelan dengan baik. Orang coba dengan percobaan nasi dengan perbandingan air yang digunakan yaitu 1:1 memiliki pengunyahan yang mudah, yaitu dengan jumlah
kunyah yang dibutuhkan lebih banyak dan proses menelan mudah. Lalu pada percobaan nasi dengan perbandingan air yang digunakan yaitu 1:2 memiliki pengunyahan yang lebih mudah dibandingkan dengan percobaan sebelumnya, yaitu dengan jumlah kunyah berkurang dan proses menelan lebih mudah dari sebelumnya. Dan pada percobaan nasi dengan perbandingan air yang digunakan yaitu 1:3 memiliki pengunyahan yang paling mudah diantara ketiga percobaan yang dilakukan, yaitu dengan jumlah kunyah yang paling sedikit dan proses menelan yang paling mudah. Hal ini disebabkan karena tekstur dari makanan sangat mempengaruhi dari tingkat kemudahan maupun tingkat kesuliatan dari pengunyahan makanan itu sendiri. Dimana makin lembut tekstur suatu makanan akan makin mudah suatu makanan untuk dikunyah, sebaliknya makin kasar tekstur suatu makanan maka akan makin sulit suatu makanan untuk diikunyah. 3.3 Prosedur Percobaan Refleks Muntah (Gagging Refleks) a. Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki gagging refleks dengan spesifikasi sebagai berikut, pada bagian ujung lidah ketika dilakukan percobaan, orang coba tidak merasakan gagging refleks hanya terasa bahwa ada suatu sentuhan. Pada bagian dorsal lidah orang coba merasakan gagging refleks dengan intensitas yang rendah. Pada bagian lidah lateral kiri orang coba tidak merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian lidah lateral kanan orang coba tidak merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian lidah anterior orang coba tidak merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian lidah posterior orang coba tidak merasakan adanya refleks muntah . Pada palatum bagian posterior orang coba merasakan merasakan adanya sedikit refleks muntah. Pada bagian uvula orang coba merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian
tonsil orang coba merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian Faring atas orang coba merasakan adanya refleks muntah. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa bagian di dalam rongga mulut yang paling sensitive terhadap gagging refleks yaitu pada bagian dorsal lidah, posterior, posterior palatum, uvula, tonsil, dan faring atas. Hal ini sesuai dengan teori bahwa bagian di dalam rongga mulut yang paing sensitive terhadap gagging refleks yaitu pada bagian posterior lidah. Pada bagian posterior lidah merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Lokasi-lokasi lain yang juga turut merasakan adanya refleks muntah dikarenakan setiap individu memiliki daerah sensitifitas yang berbeda-beda. b. Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks Muntah Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki gangging refleks dengan spesifikasi sebagai berikut, pada bagian ujung lidah ketika dilakukan percobaan, orang coba tidak merasakan gagging refleks hanya terasa bahwa ada suatu sentuhan. Pada bagian dorsal lidah orang coba merasakan gagging reflex. Pada bagian lidah lateral kiri orang coba tidak merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian lidah lateral kanan orang coba tidak merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian lidah anterior orang coba tidak merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian uvula orang coba merasakan adanya refleks muntah. Pada bagian tonsil orang coba merasakan adanya refleks muntah. Pada Faring bagian atas orang coba merasakan adanya refleks muntah. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa bagian di dalam rongga mulut yang paling sensitive terhadap gagging refleks yaitu pada bagian posterior lidah. Pada percobaan pengaruh suhu dan sentuhan terhadap gagging refleks digunakan dua jenis air, yaitu air es dan air panas. Hasil dari kedua air tersebut adalah sama seperti penjelasan sebelumnya. Dari keseluruhan refleks muntah yang ditimbulkan di
beberapa bagian, pada bagian uvula dengan menggunakan air panaslah yang paling kuat refleks muntahnya pada orang coba. Hal ini dikarenakan pada bagian posterior palatum merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut. Juga disebabkan oleh adanya pengaruh suhu, yaitu suhu panas yang juga dapat memicu terjadinga gagging refleks. Tetapi terjadi perbedaan antar teori dengan percobaan yang telah dilakukan, hal ini dikarenakan kesensitifan setap individu berbeda. c. Pengaruh Rasa Pahit terhadap Refleks Muntah Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa dua orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki hasil yang sama yaitu pada saat ditetesi obat (rasa pahit) merasakan mual (gagging refleks), bulu kuduk berdiri, dan mata berair. Penetesan ini dilakukan pada bagian yang paling sensitive yakni bagian posterior dari lidah. Hal ini dikarenakan rasa pahit adalah rasa yang kuat dan dapat merangsang refleks muntah karena pahit dapat dirasakan pada bagian posterior lidah dimana daerah tersebut merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut.
BAB IV KESIMPULAN Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem saraf. Otot digerakkan oleh impuls syaraf karena ada tekanan yang timbul dari gigi bawah yang berkontak dengan gigi atas sehingga mandibula dapat melaksanakan aktivitas fungsional dari sistem mastikasi. Keharmonisan antara komponen-komponen ini sangat penting dipelihara kesehatan dan kapasitas fungsionalnya. Menelan merupakan salah satu bagian dari proses makan yang terdiri dari 3 fase yaitu fase volunter, fase faringeal, dan fase esophagus. Jenis kelamin mempengaruhi terhadap besar lengkung gigi dan kekuatan gigit. Efisiensi kunyah dipengaruhi oleh berapa kali rongga mulut mengunyah makanan, semakin banyak ia mengunyah makanan maka semakin efisien. Refleks muntah merupakan suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui rongga mulut, dimana bagian yang sensitif terhadap adanya sesuatu yang masuk pada rongga mulut adalah bagian posterior lidah, uvula,tonsil.
DAFTAR PUSTAKA Chiba Y, Motoyoshi M, Namura S. Tongue Pressure on Loop of Transpalatal Arch During Deglition. Am J. Orthod Dento fac orthop. 2003; 123.29-34. Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Hamzah, Zahreni, dkk. 2017. Buku Petunjuk Praktikum Fisiologi Blok Fungsi Stomatognasi Edisi I . Jember : Universitas Jember Una Soboleva, Lija Laurina, Anda Slaidina. 2014. The Masticatory System. stomatologija, Baltic Dental and Journal. Hungaria.