LAPORAN PENDAHULUAN “BATU STAGHORN RENAL”
DI RUANGAN KAMAR OPERASI RSUD UNDATA PALU
OLEH : NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep NIM : 2018031008
CI Klinik/Lahan
CI Institusi
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU 2018
LAPORAN PENDAHULUAN “BATU STAGHORN RENAL” DI RUANGAN KAMAR BEDAH RSUD UNDATA PALU A. KONSEP TEORITIS 1. Definisi Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting system (Fabiansyah, et al.2012) 2. Anatomi Fisiologi Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi columna vertebralis (Price dan Wilson, 2012). Kedua ginjal terletak retroperitoneal pada dinding abdomen, masing ma sing – masing masing di sisi kanan dan sisi kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri karena besarnya lobus hepatis dekstra. Masing – masing ginjal memiliki facies anterior dan facies posterior, margo medialis dan margo lateralis, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior (Moore dan agur, 2013). Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm, tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 150 g. Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian korteks dan medulla ginjal (Junquiera dan carneiro, 2007 Di dalam korteks terdapat berjuta – juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri dari beberapa bagian diantaranya korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis, dan tebal ansa henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligentes (Junquiera dan carneiro, 2007 Setiap ginjal memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus tempat masuknya syaraf, masuk dan keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya ureter dan memiliki permukaan lateral yang cembung (Junquiera dan carneiro, 2007 Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis (Junquiera dan carneiro, 2007 Menurut Guyton dan Hall, (2014), ginjal adalah organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea, kreatin asam urat, produk akhir dari pemecahan hemoglobin. Kerja ginjal dimulai saat dinding kapiler glomerulus melakukan ultrafiltrasi untuk NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
memisahkan plasma darah dari sebagian besar air, ion-ion dan molekul-molekul. hasil dari ultrafiltrasi dialirkan ketubulus proksimalis untuk direabsorpsi melalui brush broder dengan mengambil bahan-bahan yang diperlukan tubuh seperti gula, asamasam amino, vitamin dan sebagainya. Sisa-sisa buangan yang tidak diperlukan disalurkan kesaluran penampung dan diekskresikan sebagai urin. Fungsi ini dilakukan dengan filtrasi darah plasma melalui glomerulus diikuti dengan reabsorpsi disepanjang tubulus ginjal (Soeksmanto, 2006). Fungsi ginjal secara umum yaitu : (Sherwood, 2001). a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh b. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na+, Cl-, K+,HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO42-, dan H+. Bahkan fluktuasi minor pada konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam CES dapat menimbulkan pengaruh besar. Sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+ di CES dapat menimbulkan disfungsi jantung yang fatal. c. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O. d. Membantu memelihara keseimbangan asam – basa tubuh dan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin. e. Memelihara
osmolaritas
berbagai
cairan,
terutama
melalui
pengaturan
keseimbangan H2O. f. Mengekskresikan produk – produk sisa dari metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat – zat – zat zat sisa tersebut bersifat toksik bagi tubuh, terutama otak. g. Mensekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat zat penambah pada makanan, pestisida, dan bahan – bahan eksogen non nutrisi lainnya yang berhasil masuk ke dalam tubuh. h. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan sel darah merah. i. Mensekresikan renin, suatu hormonn enzimatik yang memicu reaksi berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal. j. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
3. Etiologi Secara teoritis batu dapat terjadi atau terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesika kronik, seperti hipertrofi prostat benigna, strikture, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaankeadaan yang yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Penyebab Penyebab lain
yaitu
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) Teori pembentukan batu ini meliputi teori komponen kristal dan teori komponen matriks. a. Komponen Kristal Batu terutama terdiri dari komponen kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Tahapan pembentukan batu yaitu : nukleasi, perkembangan, dan agregasi melibatkan komponen kristal. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadi presipitasi Kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi presipita si membentuk inti batu atau nukleasi yang kemudian mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain sehingga menjadi Kristal Krist al yang lebih besar. Meskipun ukurannya sudah cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu untuk membuntukan saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Pembentukan inti atau nukleasi mengawali proses pembentukan batu dan mungkin dirangsang oleh berbagai zat termasuk matriks protein, kristal, benda asing, dan partikel jaringan lainnya. Kristal dari satu tipe dapat sebagai nidus atau nukleasi dari tipe lain. Ini sering terlihat pada kristal asam urat yang mengawali pembentukan batu kalsium oksalat b. Komponen Matrix Komponen matriks dari batu saluran kemih adalah bahan non kristal, bervariasi sesuai tipe batu, secara umum dengan kisaran 2-10% dari berat batu. Komposisinya terutama terdiri dari protein, dengan sejumlah kecil hexose, hexosamine. Bagaimana peranan matriks dalam mengawali pembentukan batu NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
tidak diketahui secara pasti. Mungkin matrix bertindak sebagai nidus untuk aggregasi kristal atau sebagai lem untuk perekat komponen kristal kecil dan dengan demikian menghalangi turunnya melalui saluran kemih. 4. Patofisiologi Komponen matrix ini merupakan bahan nonkristalisasi dam memiliki komposisi yang terutama terdiri dari protein dengan mengandung sejumlah kecil hexose dan hexosamine yang disebut matrix calculus. Matrix calculi ditemukan pada sebagian besar individu dengan infeksi yang berkaitan dengan organisme yang menghasilkan urease (bakteri pemecah urea), khususnya golongan Proteus. Boyce (1986) telah menegaskan bahwa matrix calculi ini tersusun dari mucoid yang mengental dengan sangat sedikit komponen Kristal. Komponen matrix ini memiliki tekstur gelatinous (seperti gel) dan pada gambaran radiologic komponen ini memberikan gambaran radiolusen, sehingga bila telah terbentuk komponen ini pada pelvis renalis, maka komponen matrix yang memiliki textur seperti gel ini dapat mengisi seluruh pelvis bahkan dapat masuk sampai ke kaliks sehingga dapat memenuhi kaliks mulai dari pole atas hingga pole bawah. Komponen matrix ini dapat menyediakan nidus untuk agregasi Kristal atau komponen ini akan menjadi seperti lem sehingga komponenkomponen Kristal yang kecil dapat menempel dan akhirnya dapat menyebabkan agregasi Kristal yang dapat terdiri dari asam urat atau calcium sehingga komponen tersebut mengeras dan membentuk batu yang memenuhi kaliks. Suasana urin dapat menjadi basa, hal ini disebabkan oleh infeksi bakteri pemecah urea contohnya Proteus dll dimana bakteri tersebut menghasilkan enzim urease serta membantu hidrolisis urea menjadi amoniak. Maka keadaan ini dapat memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) sehingga komponen matrix yang telah memenuhi seluruh kaliks dalam bentuk gel akan mengeras dan membentuk batu seperti gambaran tanduk rusa. Walaupun batu tersebut telah mengisi seluruh kaliks namun batu ini tidak menyumbat secara total dan tidak menutup seluruh Uretero Pelvico Junction. Batu tersebut mengisi kaliks-kaliks minor sehingga urin masih dapat keluar melalui pinggir-pinggirnya (tepinya). Inilah yang menyebabkan pasien dengan Staghorn Calculi biasanya tidak memberikan gejala dan bahkan tidak memberikan gambaran hidronefrosis
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
5. Pathway Keperawatan Kelainan bawaan pada pelvikalis,
gangguan metabolic, ISK, dehidrasi
BPH,Striktur, buli buli neurogenic
Terjadi pengendapan
Batu Ginjal
Obstruksi
Pembedahan
Penurunan reabsorbsi dan
tekanan hidrostatik
adanya luka
Sekresi turbulen
insisi Distensi pada ginjal
Gangguan fungsi
inkontinuitas
ginjal
port de entry
Jaringan kulit
kuman patogen
pelepasan mediator perubahan status kesehatan
kimia (bradikinin, serotonin, histamine)
pelepasan mediator kimia ( bradikinin, serotonin, histamine)
kurang terpajan informasi penurunan mesinterpretasi
NYERI RESIKO INFEKSI
produksi urine
DEFISIT PENGETAHUAN GANGGUAN ELIMINASI URINE
Sumber : Price dan Wilson. 2012.
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
6. Manifestasi Klinis Batu staghorn pada ginjal adalah batu ginjal yang bercabang yang memenuhi pelvis renalis. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besarnya batu, dan penyulit yang telah terjadi, seperti : a. Nyeri pinggang b. Nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena c. Gejala-gejala infeksi saluran kemih seperti nyeri pinggang, demam, dysuria d. Hematuri 7. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Diperlukan untuk mencari kelainan pada saluran kencing yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu, menemukan adanya bakteriuria atau piuria, dapat ditemukan leukosit pada urinalisis, bisa juga ditemukan hematuri pada pemeriksaan mikroskopik urin, Ph urin menjadi alkalis, dan pada pemeriksaan kultur urin dapat diidentitifikasi organisme atau bakteri yang memproduksi urea pada pasien dengan staghorn calculi yang disebabkan oleh batu struvit. Pada pemeriksaan darah rutin dapat ditemukan peningkatan leukosit jika disertai dengan infeksi saluran kemih. Untuk mengevaluasi fungsi ginjal kita dapat memeriksa ureum kreatinin, ini dapat meningkat jika terjadi gangguan pada ginjal dimana fase lanjut dari batu staghorn ini dapat menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya terjadi gagal ginjal. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu (antara lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat dalam darah maupun di dalam urin b. Radiologi Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan gambaran rediopak pada foto polos abdomen (BNO) pada ginjal dan pada pemeriksaan Intra Venous Pyelografi (IVP) dengan menggunakan kontras dapat ditemukan dilatasi dari pelvis renalis dan dilatasi dari kaliks minor karena obstruksi dan penurunan kontras ke ureter hingga buli-buli terganggu. terganggu . c. USG Pemeriksaan USG dikerjakan apabila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dimana ini dapat dilihat dari kadar serum kreatinin yang > 3, NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu ginjal yang di tunjukkan sebagai echoic shadow, dan hidronefrosis 8. Penatalaksanaan a. Pencegahan Proses terbentuknya batu pada ginjal diawali oleh fungsi penting dari ginjal itu sendiri. Ginjal menyaring semua mineral dan berbagai zat asam yang tercampur dengan darah dan urin. Ketika ada banyak zat berbentuk seperti kristal maka ini akan mendorong terbentuknya batu ginjal. Meskipun batu ginjal banyak dialami oleh semua orang, terutama untuk orang lanjut usia atau dewasa, ternyata batu ginjal bisa dicegah. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terbentuknya batu ginjal yaitu : 1) Minum banyak air Minum banyak banyak air mineral (2 liter /hari)
sangat bagus untuk mencegah
pembentukan batu ginjal. Ketika banyak minum air maka ginjal akan terus bekerja untuk menyaring semua cairan itu. Proses ini akan membuat semakin kecil jumlah mineral yang menumpuk pada ginjal karena keluar dari tubuh bersama dengan urin 2) Konsumsi sumber kalsium dan oksalat bersama Mengkonsumsi berbagai jenis makanan jenis makanan yang mengandung kalsium dan oksalat secara bersamaan sangat baik untuk mencegah batu ginjal. Hal ini terjadi ketika sebenarnya proses penyerapan kalsium dan oksalat memang terjadi dalam satu waktu. Usus dan ginjal akan mendapatkan sari makanan dari sumber makanan yang mengandung oksalat dan kalsium. Jadi konsumsi kedua jenis kebutuhan nutrisi ini bersamaan bisa mencegah batu ginjal. Beberapa sumber makanan yang mengandung oksalat adalah seperti kacang-kacangan, biji-bijian, coklat dan teh. sementara makanan yang mengandung oksalat dalam kadar yang sangat tinggi adalah seperti buah bit, ubi jalar, bayam dan kacang. Konsumsi sumber oksalat tanpa kalsium bisa menyebabkan batu ginjal 3) Diet Rendah Natrium tanpa Mengurangi Kalsium Biasanya banyak orang menghindari kalsium tinggi karena kalsium dianggap menjadi pantang menjadi pantangan an batu ginjal. ginjal. Tapi sebuah penelitian membuktikan bahwa sebenarnya kalsium bukan penyebab batu ginjal. Namun konsumsi kalsium dengan tetap angka natrium tinggi, memang bisa menyebabkan batu ginjal. NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
Jadi yang harus dilakukan adalah tetap mengkonsumsi kalsium dan mengurangi natrium. Selain itu, sumber makanan yang banyak mengandung kalsium harus selalu dikonsumsi dengan sumber oksalat 4) Hindari Makanan dengan Purin Tinggi Jenis batu ginjal yang terbentuk dari bahaya asam urat memang sangat menakutkan. Kondisi ini paling sering dialami oleh penderita asam urat tinggi. Untuk mencegahnya maka harus menghindari konsumsi berbagai jenis makanan penyebab asam urat yang mengandung purin dalam jumlah tinggi seperti daging merah, jeroan, kerang dan beberapa makanan laut. Lebih baik jika Anda mengkonsumsi berbagai jenis sayuran dan produk dari susu dengan kandungan lemak yang rendah. 5) Batasi gula Gula pemanis bisa menyebabkan pembentukan batu ginjal karena kandungan fruktosa yang sangat tinggi. Ginjal tidak memiliki kemampuan kuat untuk menyaring fruktosa secara terus-menerus dan ini menyebabkan batu ginjal terbentuk dalam ginjal. 6) Hindari alkohol Alkohol berpotensi menyebabkan batu ginjal karena, alkohol bisa masuk ke dalam aliran darah. Selain itu, alkohol juga bisa menjadi penyebab asam urat sehingga ginjal menjadi lebih bermasalah 7) Batasi protein hewani makanan yang mengandung protein terlalu tinggi juga bisa meningkatkan kadar asam sitrat. Kondisi ini biasanya terbentuk dalam urin dan tidak mampu disaring oleh ginjal. Contohnya daging merah, unggas, makanan laut, telur, dan berbagai jenis makanan dari hewan 8) Batasi suplemen vitamin c vitamin C bisa menyebabkan pembentukan oksalat dalam tubuh. Oksalat tinggi dalam tubuh bisa menyebabkan pembentukan batu ginjal, terutama oksalat dari suplemen dan bukan oksalat alami dari buah dan sayuran. 9) Batasi kafein kafein yang berlebihan bisa menyebabkan terbentuknya batu ginjal. Resiko ini menjadi lebih tinggi pada orang yang sudah menderita batu ginjal. Bahaya kafein berkaitan kafein berkaitan dengan pembentukan mineral padat dalam ginjal dan tidak dapat disaring sepenuhnya oleh ginjal. NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
b. Penatalaksanaan medis ( pengobatan) Pengangkatan seluruh batu merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi organisme penyebab, mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang menyertainya menyertain ya serta preservasi fungsi ginjal. Modalitas terapi untuk batu cetak ginjal ( staghorn) staghorn) adalah: 1) Simple Pyelolithotomy Simple Pyelolithotomy merupakan sebuah tindakan operasi terbuka yang biasanya dilakukan pada kasus-kasus batu ginjal. Metode Operasi ini dilakukan pada batu staghorn yang belum terbentuk sepenuhnya atau dengan kata lain semi staghorn yang terletak pada pelvis ektra renal. 2) Extended pyelolithotomy Extended pyelolithotomy (Gil Vernet metode) adalah teknik yang dapat digunakan untuk mengangkat batu ginjal yang kompleks pada pelvis renalis dan yang telah meluas pada beberapa kaliks 3)
Bivalve Neprolitotomy Bivalve Nephrolithotomy digunakan untuk pasien dengan Staghorn Calculi dimana bagian terbesar dari batu berada pada caliceal dan infundibular.
4)
PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy) Merupakan cara untuk mengeluarkan batu yang berada dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit.
5)
Kombinasi PCNL dan ESWL Tindakan ini dilakukan dengan cara pasien terlebih dahulu diterapi dengan
PCNL
debulking
lalu
kemudian
diikuti
dengan
ESWL
(Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) dimana sisa dari batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. c. Dishcarge planning Discharge planning bertujuan membantu klien dan keluarga untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Rencana pulang yang dimulai saat pasien masuk rumah sakit dan secara periodic diperbaiki mencapai tahap akhir dan segera dilaksanakan.
Discharge
planning
berupa
penyuluhan
pada
pasien
dan
keluarganya meliputi : NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
1) Perlunya untuk memenuhi diet, terutama kalsium dan protein. 2) Menghindari makanan yang yang mengandung kalsium tinggi tinggi dan asam urat. 3) Menganjurkan klien untuk berolahraga. 4) Menganjurkan pasien untuk minum air putih putih 2 – 3 lt/sehari, diluar waktu makan. 5) Menjelaskan hygiene perseorangan yang benar, contohnya perawatan dan kebersihan daerah genitalia. 6) Hindari
peningkatan
suhu
lingkungan
yang
mendadak
yang
dapat
menyebabkan keringat berlebih dan dehidrasi. 9. Komplikasi Batu staghorn pada ginjal adalah batu yang menempati lebih dari satu collecting sytem dan menempati pelvis renalis. Batu staghorn ini dapat memenuhi seleruh pelvis renalis sehingga dapat menyebabkan obstruksi total pada ginjal. Pada tahap ini pasien mengalami retensi urin sehingga pada fase lanjut ini dapat menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat menyebabkan gagal ginjal 10. Diagnosa Banding Diagnosa banding batu staghorn yaitu : colic renal dan infeksi Salura Kemih ( ISK)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pre Operasi Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan dilakukan tindakan pembedahan. Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien). a. Persiapan : 1) Persiapan Psikologi Pada Pre Operatif hal hal yang perlu dikaji sebagai berikut a)
Pengetahuan tentang peristiwa prosedural tindakan sebelum operasi.
b)
Pengetahuan alat alat khusus yang diperlukan.
c)
Pengetahun prosedur pembedahan dan lingkungan operasi (meliputi dokter operator, dokter anastesi, dan perawat).
d)
Pengetahuan pengobatan setelah operasi.
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
2) Persiapan Fisiologi a)
Diet sebelum tindakan pembedahan.
b)
Persiapan Perut / Pemberian lavement.
c)
Persiapan Kulit (pembersihan area bedah dari rambut atau bulu badan)
d)
Hasil Pemeriksaan (Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
e)
Persetujuan Operasi / Informed Consent
3) Persiapan akhir sebelum operasi di Kamar Operasi (serah terima dengan perawat OK) 1) Mencegah Cidera : - Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement ( lavement ). ). - Cek gelang identitas / identifikasi pasien. - Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci. - Lepas perhiasan - Bersihkan cat kuku. - Kontak lensa harus dilepas dan diamankan. - Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas. - Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan pendengaran. - Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap tromboplebitis. - Kandung kencing harus sudah kosong. - Catatan tentang persiapan kulit (tanda lokasi pembedahan). - Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TD) b. Pemberian premedikasi 1). Pengobatan rutin. 2). Data antropometri (BB, TB) 3). Informed to Consent 4) Pemeriksan laboratorium. c. Pemberian Obat Premedikasi 2. Pengkajian Keperawatan Pra Bedah a. Data Subyektif : -
Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
-
Pengertian tentang bedah yang duanjurkan
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
-
Tempat
-
Bentuk operasi yang harus dilakukan.
-
Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit, keterbatasan setelah di bedah.
-
Kegiatan rutin sebelum operasi.
-
Kegiatan rutin sesudah operasi.
-
Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
-
Pengalaman bedah terdahulu
-
Bentuk, sifat, roentgen,Jangka waktu
-
Kesiapan psikologis menghadapi bedah
-
Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang dianjurkan.
-
Metode-metode penyesuaian yang lazim.
-
Agama dan artinya bagi pasien.
-
Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah. Keluarga dan sahabat dekat Dapat dijangkau (jarak) Persepsi keluarga dan sahabat seba gai sumber yang memberi bantuan.
b.
-
Perubahan pola tidur
-
Peningkatan seringnya berkemih Status Fisiologi Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong komplikasi-komplikasi pascabedah, berbagai alergi medikasi, sabun, plester. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran, Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal), Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas, Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas dari nyeri setelah operasi.
c.
Data Obyektif 1)
Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
2)
Tingkat interaksi dengan orang lain.
3)
Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas).
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
4)
Tinggi dan berat badan.
5)
Gejala vital.
6)
Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
7)
Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
8)
Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
9)
Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas
dengan
diafragma,
bunyi
jantung
(garis
dasar
untuk
perbandingan pada pasca bedah). 10)
Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
11)
Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
3. Masalah Keperawatan yang lazim muncul Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kurang terpajan i nformasi kesehatan
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
4. Intervensi No
Diagnosa Keperawatan
1
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
Perencanaan Tujuan dan kriteri hasil
Intervensi
NOC : a. Kontrol kecemasan b. Anxiety level c. Koping Setelah dilakukan asuhan selama …… jam klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:
Anxiety reduction: 1. Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut. 2. Kaji tanda asietas verbal dan nonverbal. Dampingi pasien dan lakukan tindakan bila pasien mulai menunjukkan prilaku merusak 3. Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis operasi. 4. Beri dukungan prabedah
kurang terpajan informasi
kesehatan tentaang prosedur pembedahan dan anestesi
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi, mengungkapkan menunjukkan tehnik mengontol cemas
dan untuk
Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
1. Ansietas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung. 2. Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
3. Pasien yang teradapatasi dengan prosedur pembedahan yang akan dilaluinya akan merasa lebih nyaman. 4. Hubungan emosional yang baik antara perawat dan pasien akan mememgaruhi peneriamaan pasien terhadap pembedahan. Aktif mendengar semua kekhawatiran dan keprihatinan pasien adalah bagain penting dari evaluasi praoperatif. Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan atau kejadian pascaoperatif yang diharapkan akan menghilangkan banyak ketakutan tak
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
5. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. 6. Tingkatkan kontrol sensasi pasien
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Rasional
berdasar terhadap anestesi. Bagi sebagian besar pasien, pembedahan adalah suatu peristiwa hidup yang bermakna. Kemampuan perawat dan dokter untuk memandang pasien dan keluarganya sebagai manusia yang layak untuk didengarkan dan diminta pendapat ikut menentukan hasil pembedahan. Egbert et al. (1963) dalam Gruendemann (2006) memperlihatkan bahwa kecemasan pasien yang dikunjungi dan diminta pendapat sebelum operasi akan berkurang saat tiba di kamar operasi dibandingkan mereka yang hanya sekedar diberi premedikasi dengan fenobarbital. Kelompok yang mendapat premedikasi melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas. 5. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak diperlukan. 6. Kontrol sensasi pasien dalam menurunkan ketakutan dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
5. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. 6. Tingkatkan kontrol sensasi pasien
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
7. Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. 8. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya 9. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
Kolaborasi 10.Berikan 10. Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
berdasar terhadap anestesi. Bagi sebagian besar pasien, pembedahan adalah suatu peristiwa hidup yang bermakna. Kemampuan perawat dan dokter untuk memandang pasien dan keluarganya sebagai manusia yang layak untuk didengarkan dan diminta pendapat ikut menentukan hasil pembedahan. Egbert et al. (1963) dalam Gruendemann (2006) memperlihatkan bahwa kecemasan pasien yang dikunjungi dan diminta pendapat sebelum operasi akan berkurang saat tiba di kamar operasi dibandingkan mereka yang hanya sekedar diberi premedikasi dengan fenobarbital. Kelompok yang mendapat premedikasi melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas. 5. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak diperlukan. 6. Kontrol sensasi pasien dalam menurunkan ketakutan dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan, dan memberikan respons balik yang positif. 7. Orientasi dapat menurunkan kecemasan. 8. Dapat menghilangkan keteganganketegangan terhadap kehawatiran yang tidak diekpresikan. 9. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan rasa cemas, dan prilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien untuk menemani aktivitas pengalih (misalnya: membaca akan menurunkan perasaan terisolasi). 10.Meningkatkan 10. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
7. Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. 8. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya 9. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
Kolaborasi 10.Berikan 10. Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
teknik-teknik pengalihan, dan memberikan respons balik yang positif. 7. Orientasi dapat menurunkan kecemasan. 8. Dapat menghilangkan keteganganketegangan terhadap kehawatiran yang tidak diekpresikan. 9. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan rasa cemas, dan prilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien untuk menemani aktivitas pengalih (misalnya: membaca akan menurunkan perasaan terisolasi). 10.Meningkatkan 10. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
5. Implementasi a)
Membantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.
b)
Mengkaji tanda ansietas verbal dan nonverbal. Dampingi pasien dan lakukan tindakan bila pasien mulai menunjukkan prilaku merusak
c)
Menjelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis operasi
d)
Memberi dukungan prabedah
e)
Memberi lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
f)
Meningkatkan kontrol sensasi pasien.
g)
Mengorientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
h)
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.
i)
Memberikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
j)
Berkolaborasi : memberikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam.
6. Evaluasi : a)
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan penyebab dari cemas yang dirasakannya
b)
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
5. Implementasi a)
Membantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.
b)
Mengkaji tanda ansietas verbal dan nonverbal. Dampingi pasien dan lakukan tindakan bila pasien mulai menunjukkan prilaku merusak
c)
Menjelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis operasi
d)
Memberi dukungan prabedah
e)
Memberi lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
f)
Meningkatkan kontrol sensasi pasien.
g)
Mengorientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
h)
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.
i)
Memberikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
j)
Berkolaborasi : memberikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam.
6. Evaluasi : a)
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan penyebab dari cemas yang dirasakannya
b)
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
2.
c)
Vital sign dalam batas normal
d)
Ekspresi wajah lebih relaks
Intra Operatif Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan. a.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi. 1)
Persiapan psikologis pasien
2)
Pengaturan posisi Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : a) Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman. b) Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. c) Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan. d) Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
e) Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan
perlambatan
sirkulasi
darah
yang
merupakan
faktor
predisposisi terjadinya thrombus. f) Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot. g) Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien. h) Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan. i) Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi. 3)
Membersihkan dan menyiapkan kulit.
4)
Penutupan daerah steril
5)
Mempertahankan Surgical Asepsis
6)
Menjaga suhu tubuh pasien dari kehilangan panas tubuh
7)
Monitor dari malignant hyperthermia
8)
Penutupan luka pembedahan
9)
Perawatan drainase
10) Pengangkatan pasien ke ruang pemulihan, ICU ata u PACU. b.
Pengkajian 1). Pengkajian mental (Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.) 2). Pengkajian fisik - Tanda-tanda vital - Transfusi - Infus - Pengeluaran urin
c.
Diagnosa Keperawatan Pada kondisi prosedur intraoperatif diagnosis keperawatan yang paling lazim ditegakkan adalah: Risiko cedera (intraoperative) dengan faktor resiko eksternal (pengaturan posisi bedah, proseddur invasif bedah)
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
d. Intervensi No
1
Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteri hasil
Risiko cedera NOC: 1. Identifikasi kebutuhan keamanan klien, meliputi identitas, (intraoperatif) Risk Control Kriteria hasil : persiapan operasi, kelengkapan dengan faktor - Selama intraoperatif, tidak prosedur operasi resiko 2. Lakukan pengaturan posisi terjadi gangguan hemodinamik bedah. eksternal akibat pndarahan serius. (pengaturan - Pascaoperatif tidak ditemukan posisi bedah, cedera tekan dan cedera listrik. prosedur - Perhitungan spons dan invasif bedah) instrumen sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan. - Tidak ditemukan adanya kram otot.
Rasional
Intervensi
3.
Hindari lingkungan yang berbahaya selama proses pembedahan 4. Kaji ketidaknyamanan posisi selama prosedur bedah 5. Pasang pengaman dan bantalan pada daerah yang tertekan lama.
1. Menghindari kesalahan dalam identifikasi klien, prosedur bedah dan anestesi sehingga keselamatan klien terpenuhi 2. Manajemen pengaturan pengaturan posisi (lihat kembali materi manajemen pengaturn posisi) dilakukan untuk memudahkan akses atau pajanan pada dokter bedah, akses vaskular seperti infus dan alat monitor standar tidak terganggu, drainase urine optimal, dan fungsi status srikulsi serta pernapasan adekuat. Posisi tidak boleh mengganggu struktur neuromuskular. 3. Mengurangi resiko terjadinya cidera pada klien 4. Posisi yang tidak nyaman dalam waktu yang lama megakibatkan cedera otot 5. Mempertahankan sirkulasi dan meningkatkan kenyamanan klien saat operasi berlangsung
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
e. Implementasi 1)
Mengidentifikasi kebutuhan keamanan klien, meliputi identitas, persiapan operasi, kelengkapan prosedur operasi
2)
Melakukan pengaturan posisi bedah.
3)
Menghindari lingkungan lingkungan yang berbahaya selama proses pembedahan
4)
Mengkaji ketidaknyamanan posisi selama prosedur bedah
5)
Pasang pengaman dan bantalan pada daerah yang tertekan lama
f. Evaluasi 1)
Selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan hemodinamik akibat pndarahan serius.
3.
2)
Pasca operatif tidak ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
3)
Tidak ditemukan adanya kram otot.
Post Operatif Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya a. Pengkajin awal
e. Implementasi 1)
Mengidentifikasi kebutuhan keamanan klien, meliputi identitas, persiapan operasi, kelengkapan prosedur operasi
2)
Melakukan pengaturan posisi bedah.
3)
Menghindari lingkungan lingkungan yang berbahaya selama proses pembedahan
4)
Mengkaji ketidaknyamanan posisi selama prosedur bedah
5)
Pasang pengaman dan bantalan pada daerah yang tertekan lama
f. Evaluasi 1)
Selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan hemodinamik akibat pndarahan serius.
3.
2)
Pasca operatif tidak ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
3)
Tidak ditemukan adanya kram otot.
Post Operatif Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya a. Pengkajin awal 1)
Status respirasi melipuiti : kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan, bunyi nafas
2)
Status sirkulatori meliputi : nadi, tekanan darah, suhu, warna kulit
3)
Status neurologis meliputi : tingkat kesadaran
4)
Balutan meliputi : keadaan drain, terdapat pipa yang yang harus disambung dengan sistem drainage
5)
Kenyamanan meliputi : terdapat nyeri, mual, muntah
6)
Keselamatan meliputi : diperlukan penghalang samping tempat tidur. kabel panggil yang mudah dijangkau, alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7)
Perawatan meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan, sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
8) Nyeri meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas, faktor yang memperberat / memperingan b. Data Subyektif Tanyakan apa yang dirasakan setelah pulih sadar meliputi mual, pusing, lemas, dan nyeri NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
c. Data Objektif : sistem respiratori, status sirkulatori, tingkat kesadaran, balutan, posisi posisi tubuh, status urinari / eksresi. d. Pengkajian Psikososial Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya pola/ga ya hidup. Juga J uga tanda fisik f isik yang menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah. e. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi. f. Diagnosa Keperawatan yang lasim muncul adalah : 1) Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen cidera fisiologi (proses pembedahan) 2)
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi – perfusi (efek samping dari anaesthesi).
3)
Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko eksternal (tekanan, imobilitas)
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
No
1
Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut
Tujuan dan kriteri hasil
berhubungan
a. Pain
dengan agen
Rasional
Intervensi
NOC :
1. Kaji skala nyeri dengan PQRS
1. Nyeri
pengalaman
subjektif dan harus dijelaskan oleh
level,
pasien. Identifikasi karakteristik nyeri
b.Pain control,
cidera fisiologi
merupakan
dan
c. Comfort level
faktor
yang
(proses
Setelah dilakukan tinfakan
merupakan
pembedahan)
keperawatan selama ….jam
penting untuk memilih intervensi yang
Pasien
tidak
mengalami
cocok
nyeri,
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri,mampu
menggunakan
tehnik
non
farmakologi untuk mengurangi nyeri,mencari bantuan) Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang dengan menggunakan
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri
nonverbal,
seperti
untuk
yang
amat
mengevaluasi
Mampu mengenali nyeri (skala,
2. Merupakan
indikator/derajat
nyeri
:
yang tidak langsung yang dialami.
ekspresi wajah, posisi tubuh,
Sakit kepala mungkin bersifat akut
gelisah,
menangis/meringis,
atau kronis. Jadi manifestasi fisiologis
menarik
diri,
bisa muncul atau tidak
frekuensi
jantung/pernapasan,
perubahan
tekanan darah 3. Ajarkan
manajemen nyeri
dan
hal
keefektifan dari terapi yang diberikan
dengan kriteria hasil:
suatu
berhubungan
teknik
distraksi/pengalihan nyeri
3. Mengajarkan pasien pengendali nyeri dan/atau dapat mengubah mekanisme sensasi nyeri dan mengubah persepsi
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri
nyeri) 4. Anjurkan
untuk
beristirahat
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
4. Menurunkan
stimulasi
yang
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
Menyatakan rasa nyaman setelah
dalam ruangan yang tenang
nyeri
nyeri berkurang
berlebihan yang dapat mengurangi
Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur
5. Berikan
penjelasan
kepada
5. Pengenalan
segera
meningkatkan
keluarga dan pasien jika nyeri
intervensi dini dan dapat menurunkan
tersebut
beratnya serangan
melaporkan
muncul kepada
segera petugas
kesehatan 6. Kolaborasi
dalam
pemberian
analgetik 2
Gangguan
NOC:
pertukaran
gas
a.
berhubungan
Respiratory
Status
:
Gas
exchange
dengan
b.
Respiratory Status :ventilation
ketidakseimbang
c.
Vital Sign Status
an
ventilasi – Setelah
dilakukan
tindakan
1. Kaji tingkat pernapasan, kedalaman, dan usaha, termasuk penggunaan otot aksesori, sengatan hidung, dan pola pernapasan abnormal
2. Kaji paru-paru untuk area ventilasi yang menurun dan auskultasi adanya suara samping dari pertukaran pasien teratasi dengan adventif. anaesthesi). kriteria hasi:
perfusi
(efek keperawatan selama …. Gangguan Gangguan
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
6. Analgetik
dapat
memblok
nyeri
sehingga nyeri dapat berkurang 1. Pola pernafasan yang cepat dan dangkal serta hipoventilasi mempengaruhi pertukaran gas. Peningkatan laju pernapasan, penggunaan otot aksesori, sengatan hidung, pernapasan perut, dan tampilan panik di mata pasien dapat dilihat dengan hipoksia. 2. Setiap iregularitas suara nafas dapat mengungkapkan penyebab gangguan pertukaran gas. Adanya kerutan dan desis mungkin mengingatkan perawat tersebut pada obstruksi jalan nafas, yang dapat menyebabkan atau memperparah hipoksia yang ada. Suara nafas yang berkurang terkait dengan ventilasi yang buruk. Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
Menyatakan rasa nyaman setelah
dalam ruangan yang tenang
nyeri
nyeri berkurang
berlebihan yang dapat mengurangi
Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur
5. Berikan
penjelasan
kepada
5. Pengenalan
segera
meningkatkan
keluarga dan pasien jika nyeri
intervensi dini dan dapat menurunkan
tersebut
beratnya serangan
melaporkan
muncul kepada
segera petugas
kesehatan 6. Kolaborasi
dalam
pemberian
analgetik 2
Gangguan
NOC:
pertukaran
gas
a.
berhubungan
Respiratory
Status
:
Gas
exchange
dengan
b.
Respiratory Status :ventilation
ketidakseimbang
c.
Vital Sign Status
an
ventilasi – Setelah
dilakukan
tindakan
1. Kaji tingkat pernapasan, kedalaman, dan usaha, termasuk penggunaan otot aksesori, sengatan hidung, dan pola pernapasan abnormal
2. Kaji paru-paru untuk area ventilasi yang menurun dan auskultasi adanya suara samping dari pertukaran pasien teratasi dengan adventif. anaesthesi). kriteria hasi:
perfusi
(efek keperawatan selama …. Gangguan Gangguan
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
6. Analgetik
dapat
memblok
nyeri
sehingga nyeri dapat berkurang 1. Pola pernafasan yang cepat dan dangkal serta hipoventilasi mempengaruhi pertukaran gas. Peningkatan laju pernapasan, penggunaan otot aksesori, sengatan hidung, pernapasan perut, dan tampilan panik di mata pasien dapat dilihat dengan hipoksia. 2. Setiap iregularitas suara nafas dapat mengungkapkan penyebab gangguan pertukaran gas. Adanya kerutan dan desis mungkin mengingatkan perawat tersebut pada obstruksi jalan nafas, yang dapat menyebabkan atau memperparah hipoksia yang ada. Suara nafas yang berkurang terkait dengan ventilasi yang buruk. Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
Memelihara kebersihan paru paru dan
bebas
dari
tanda
tanda
distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis
dan
dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
AGD dalam batas normal
Status neurologis dalam batas normal
3. Pantau perilaku pasien dan 3. Perubahan perilaku dan status mental status mental untuk mengatasi bisa menjadi tanda awal gangguan kegelisahan, agitasi, pertukaran gas. Perubahan kognitif kebingungan, dan (pada tahap dapat terjadi dengan hipoksia kronis. akhir) kelesuan yang ekstrem. 4.Keruntuhan alveoli meningkatkan 4. Pantau tanda dan gejala shunting (perfusi tanpa ventilasi), atelektasis: suara napas bronkial mengakibatkan hipoksemia. atau tubular, retak, tamasya dada yang berkurang, tamasya diafragma terbatas, dan pergeseran trakea ke sisi yang terkena. 5. Amati tanda dan gejala infark 5. Perubahan perilaku dan status mental bisa paru: suara napas bronkial, menjadi tanda awal gangguan pertukaran konsolidasi, batuk, demam, gas. Perubahan kognitif dapat terjadi hemoptisis, efusi pleura, nyeri dengan hipoksia kronis. pleura, dan gesekan gesekan pleura. 6. Menilai sakit kepala, pusing, Ini adalah tanda-tanda hiperkapnia . . lesu, mengurangi kemampuan mengikuti instruksi, disorientasi, dan koma. 7. Oksimetri pulsa adalah alat yang 7. pantau saturasi oksigen terus berguna untuk mendeteksi perubahan menerus, dengan menggunakan oksigenasi. Saturasi oksigen <90% pulse oximeter. (normal: 95% sampai 100%) atau tekanan parsial oksigen <80 (normal: 80 sampai 100) menunjukkan adanya
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
Memelihara kebersihan paru paru dan
bebas
dari
tanda
tanda
distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis
dan
dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
AGD dalam batas normal
Status neurologis dalam batas normal
3. Pantau perilaku pasien dan 3. Perubahan perilaku dan status mental status mental untuk mengatasi bisa menjadi tanda awal gangguan kegelisahan, agitasi, pertukaran gas. Perubahan kognitif kebingungan, dan (pada tahap dapat terjadi dengan hipoksia kronis. akhir) kelesuan yang ekstrem. 4.Keruntuhan alveoli meningkatkan 4. Pantau tanda dan gejala shunting (perfusi tanpa ventilasi), atelektasis: suara napas bronkial mengakibatkan hipoksemia. atau tubular, retak, tamasya dada yang berkurang, tamasya diafragma terbatas, dan pergeseran trakea ke sisi yang terkena. 5. Amati tanda dan gejala infark 5. Perubahan perilaku dan status mental bisa paru: suara napas bronkial, menjadi tanda awal gangguan pertukaran konsolidasi, batuk, demam, gas. Perubahan kognitif dapat terjadi hemoptisis, efusi pleura, nyeri dengan hipoksia kronis. pleura, dan gesekan gesekan pleura. 6. Menilai sakit kepala, pusing, Ini adalah tanda-tanda hiperkapnia . . lesu, mengurangi kemampuan mengikuti instruksi, disorientasi, dan koma. 7. Oksimetri pulsa adalah alat yang 7. pantau saturasi oksigen terus berguna untuk mendeteksi perubahan menerus, dengan menggunakan oksigenasi. Saturasi oksigen <90% pulse oximeter. (normal: 95% sampai 100%) atau tekanan parsial oksigen <80 (normal: 80 sampai 100) menunjukkan adanya
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
masalah oksigenasi yang signifikan. 8. Posisi pasien dengan kepala tempat tidur ditinggikan, dalam posisi semi-Fowler (kepala tempat tidur pada 45 derajat saat terlentang) seperti yang ditoleransi. 9. Balikkan pasien setiap 2 jam. Pantau saturasi oksigen vena campuran erat setelah berbalik. Jika turun di bawah 10% atau gagal untuk kembali ke awal segera, putar pasien kembali ke posisi telentang dan evaluasi status oksigen. 3
Resiko kerusakan Setelah dilakukan asuhan integritas kulit keperawatan selama 2 x 24 jam, mencegah terjadinya kerusakan dengan faktor pada kulit dan jaringan didalamnya resiko eksternal dengan kriteria hasil : Immobility consequences : (tekanan, physiological imobilitas Tidak terdapat penekanan (pada skala 5)
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Tidak menunjukkan adanya
8. Posisi tegak atau posisi semi-Fowler memungkinkan peningkatan kapasitas toraks, penurunan penuh diafragma, dan peningkatan ekspansi paru-paru yang mencegah isi perut dari keramaian. 9. Turning
penting
untuk
mencegah
komplikasi imobilitas, namun pada pasien yang
sakit
kritis
dengan
kadar
hemoglobin rendah atau penurunan curah jantung, berpaling ke kedua sisi dapat menyebabkan desaturasi.
Pressure management 1) Tempatkan klien pada tempat tidur terapi
2) Evaluasi adanya luka pada ektremitas 3) Memonitoring kulit yang memerah dan terjadi kerusakan
1) Dengan menempatkan klien pada tempat tidur terapi dapat mengurangi penekanan pada bagian seperti kepala dan pantat 2) Dengan evaluasi adanya luka pada ektremitas dapat mengurangi resiko terjadinya luka 3) Dengan memonitoring area kulit yang merah dan terjadi kerusakan untuk Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
masalah oksigenasi yang signifikan. 8. Posisi pasien dengan kepala tempat tidur ditinggikan, dalam posisi semi-Fowler (kepala tempat tidur pada 45 derajat saat terlentang) seperti yang ditoleransi. 9. Balikkan pasien setiap 2 jam. Pantau saturasi oksigen vena campuran erat setelah berbalik. Jika turun di bawah 10% atau gagal untuk kembali ke awal segera, putar pasien kembali ke posisi telentang dan evaluasi status oksigen. 3
Resiko kerusakan Setelah dilakukan asuhan integritas kulit keperawatan selama 2 x 24 jam, mencegah terjadinya kerusakan dengan faktor pada kulit dan jaringan didalamnya resiko eksternal dengan kriteria hasil : Immobility consequences : (tekanan, physiological imobilitas Tidak terdapat penekanan (pada skala 5)
Tidak menunjukkan adanya
9. Turning
penting
untuk
mencegah
komplikasi imobilitas, namun pada pasien yang
sakit
kritis
dengan
kadar
hemoglobin rendah atau penurunan curah jantung, berpaling ke kedua sisi dapat menyebabkan desaturasi.
Pressure management 1) Tempatkan klien pada tempat tidur terapi
2) Evaluasi adanya luka pada ektremitas 3) Memonitoring kulit yang memerah dan terjadi kerusakan
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
1) Dengan menempatkan klien pada tempat tidur terapi dapat mengurangi penekanan pada bagian seperti kepala dan pantat 2) Dengan evaluasi adanya luka pada ektremitas dapat mengurangi resiko terjadinya luka 3) Dengan memonitoring area kulit yang merah dan terjadi kerusakan untuk Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
kelainan pada status nutrisi (pada skala 5)
Tidak menunjukkan adanya kelainan pada kekuatan otot (pada skala 5) Tidak menunjukkan adanya kelainan pada persendian (pada skala 5)
Ski n care care : top topical ical trea treatment 4) Memijat disekitar area yang mempengaruhi atau dapat menimbulkan luka
5) Menjaga linen agar tetap bersih, kering, dan tidak mengkerut
6) Mobilisasi klien setiap 2 jam 7) Memakaikan emolien pada area yang beresiko
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
8. Posisi tegak atau posisi semi-Fowler memungkinkan peningkatan kapasitas toraks, penurunan penuh diafragma, dan peningkatan ekspansi paru-paru yang mencegah isi perut dari keramaian.
mengurangi resiko decubitus 4) Dengan memassage disekitar area yang mempengaruhi akan mengurangi terjadinya kemerahan dan untuk melancarkan aliran darah disekitar area 5) Dengan menjaga linen agar tetap bersih, kering, dan tidak mengkerut agar tidak ada pada penekanan beberapa bagian kulit 6) Dengan memobilisasi klien dapat mengurangi penekanan 7) Dengan menggunakan emolien dapat melembabkan daerah yang kering
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
kelainan pada status nutrisi (pada skala 5)
Tidak menunjukkan adanya kelainan pada kekuatan otot (pada skala 5) Tidak menunjukkan adanya kelainan pada persendian (pada skala 5)
Ski n care care : top topical ical trea treatment 4) Memijat disekitar area yang mempengaruhi atau dapat menimbulkan luka
5) Menjaga linen agar tetap bersih, kering, dan tidak mengkerut
6) Mobilisasi klien setiap 2 jam 7) Memakaikan emolien pada area yang beresiko
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
mengurangi resiko decubitus 4) Dengan memassage disekitar area yang mempengaruhi akan mengurangi terjadinya kemerahan dan untuk melancarkan aliran darah disekitar area 5) Dengan menjaga linen agar tetap bersih, kering, dan tidak mengkerut agar tidak ada pada penekanan beberapa bagian kulit 6) Dengan memobilisasi klien dapat mengurangi penekanan 7) Dengan menggunakan emolien dapat melembabkan daerah yang kering
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
IMPLEMENTASI No
IMPLEMENTASI
Diagnosa 1
1. Mengkaji skala nyeri dengan PQRS Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperti : ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, perubahan frekuensi jantung/pernapasan, tekanan darah 2. Mengajarkan teknik distraksi/pengalihan nyeri 3. Mengjurkan untuk beristirahat dalam ruangan yang tenang 4. Memberikan penjelasan kepada keluarga dan pasien jika nyeri tersebut muncul segera melaporkan kepada petugas kesehatan 5. Berkolaborasi dalam pemberian analgetik
2
1. Mengkaji tingkat pernapasan, kedalaman, dan usaha, termasuk penggunaan otot aksesori, sengatan hidung, dan pola pernapasan abnormal 2. Mengkaji paru-paru untuk area ventilasi yang menurun dan auskultasi adanya suara adventif. 3. Memantau perilaku pasien dan status mental untuk mengatasi kegelisahan,
IMPLEMENTASI No
IMPLEMENTASI
Diagnosa 1
1. Mengkaji skala nyeri dengan PQRS Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperti : ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, perubahan frekuensi jantung/pernapasan, tekanan darah 2. Mengajarkan teknik distraksi/pengalihan nyeri 3. Mengjurkan untuk beristirahat dalam ruangan yang tenang 4. Memberikan penjelasan kepada keluarga dan pasien jika nyeri tersebut muncul segera melaporkan kepada petugas kesehatan 5. Berkolaborasi dalam pemberian analgetik
2
1. Mengkaji tingkat pernapasan, kedalaman, dan usaha, termasuk penggunaan otot aksesori, sengatan hidung, dan pola pernapasan abnormal 2. Mengkaji paru-paru untuk area ventilasi yang menurun dan auskultasi adanya suara adventif. 3. Memantau perilaku pasien dan status mental untuk mengatasi kegelisahan, agitasi, kebingungan, dan (pada tahap akhir) kelesuan yang ekstrem. 4. Memantau tanda dan gejala atelektasis: suara napas bronkial atau tubular, retak, tamasya dada yang berkurang, tamasya diafragma terbatas, dan pergeseran trakea ke sisi yang terkena. 5. Mengamati tanda dan gejala infark paru: suara napas bronkial, konsolidasi, batuk, demam, hemoptisis, efusi pleura, nyeri pleura, dan gesekan gesekan pleura. 6. Menilai sakit kepala, pusing, lesu, mengurangi kemampuan mengikuti instruksi, disorientasi, dan koma. 7. Memantau saturasi oksigen terus menerus, dengan menggunakan pulse oximeterosisi pasien dengan kepala tempat tidur ditinggikan, dalam posisi semi-Fowler (kepala tempat tidur pada 45 derajat saat terlentang) seperti yang ditoleransi. 8. Membalikkan pasien setiap 2 jam. Pantau saturasi oksigen vena campuran erat setelah berbalik. Jika turun di bawah 10% atau gagal untuk kembali ke awal segera, putar pasien kembali ke posisi telentang dan evaluasi status oksigen.
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
3
1. Mempatkan klien pada tempat tidur terapi 2. Mengevaluasi adanya luka pada ektremitas 3. Memonitoring kulit yang memerah dan terjadi kerusakan 4. Memijat disekitar area yang mempengaruhi atau dapat menimbulkan luka 5. Menjaga linen agar tetap bersih, kering, dan tidak mengkerut 6. Mobilisasi klien setiap 2 jam 7. Memakaikan emolien pada area yang beresiko
Evaluasi : 1. Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen cidera fisiologi (proses pembedahan) a.
Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,mampu menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,mencari bantuan)
b.
Klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c.
Klien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda n yeri)
d.
Klien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e.
Tanda vital dalam rentang normal
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi – perfusi (efek samping dari anaesthesi). a.
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b.
Tanda tanda vital dalam rentang normal
3. Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko eksternal (tekanan, imobilitas) a.
Menunjukan vaskularisasi adekuat
b.
Kulit bebas dari decubitus dan iritasi
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu
DAFTAR PUSTAKA
Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan Medical-Bedah Diagnosis NANDA – I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC . Jakarta (ID): EGC Fabiansyah,
et
al .
2012. Presentasi
Kasus
Bedah
Urologi
:
Batu
Staghorn. Staghorn .
http://www.scribd.com/doc/129532707/Ppt-batu_staghorn Guyton dan Hall, 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed-12. Ed-12. Jakarta (ID) : EGC Junquiera dan Carneiro, 2007. 2007 . Histologi Dasar ed- 5. Jakarta 5. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama Moore dan Agur, 2013. Anatomi Berorientasi Klinis dialih Klinis dialih bahasakan oleh Hartanto. Jakarta (ID) : Erlangga Nugroho, Dimas dkk. 2011. Percutaneous Nephrolithotomy sebagai Terapi Batu Ginjal Major
Kedokteran Indonesia, Volum: 61, Nomor: 3, Maret 2011. 2011 . https://ww
w.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&
uact=8&
ved=0CFwQFjAIahUKEwihqOnIvOTHAhVFoJQKH ved=0CFwQFjAIahUKEwihq OnIvOTHAhVFoJQKHaSBDAI&url=http%3A%2F%2 aSBDAI&url=http%3A%2F%2 Findonesia.digitaljournals.org%2Findex.php%2Fidnmed%2Farticle%2FviewFile%2F 344%2F342&usg=AFQjCNEoLkZaVW9t3CB 344%2F342&usg=AFQjCNEoLkZaVW9t3CBWzXI2eGuGzmDRg&sig2=YoiGGzN WzXI2eGuGzmDRg&sig2=YoiGGzN TPYhaZ80IK0vfA&bvm=b TPYhaZ80IK0vfA&bvm=b v .102022582,d.dGo. .102022582,d.dGo. Prise dan Wilson. 2012. Pathofiologis : Konsep Klinis Proses – Proses – Proses Proses Penyakit. Jakarta (ID): EGC
NI LUH SUKARDIASIH, S.Kep
Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu