LAPORAN PENDAHULUAN DHF (DENGUE HEMORHAGIC FEVER)
I. KONSEP TEORI A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sumber : http://virtualmedicalcentre.com Darah adalah cairan didalam pembuluh darah yang warnanya merah. Warna merah ini keadaannya tidak tetap, bergantung pada banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Darah berada dalam tubuh karena karena adanya kerja pompa jantung. Selama darah berada dalam pembuluh, darah akan tetap encer. Tetapi bila berada diluar pembuluh darah akan membeku. Pembekuan ini dapat divegah dengan mencampurkan sedikit ditras sitras natrikus atau anti pembeku darah. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler
adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya dalamnya juga
terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar anatara 40-47. Diwaktu sehat volume darah adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan.
Kandungan yang ada di dalam darah :
1
Air
:
91%
2
Protein
:
3% (albumin, globulin, protombin, dan fibrinigen)
3
Mineral
:
0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium dan zat besi.
4
Bahan
:
Organik
0.1% (glukosa, lemakasam urat, keratinin, kolesterol, dan asam amino)
Fungsi Darah :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu : a. Mengambil oksigen / zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh. b. Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru. c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan / alat tubuh. d. Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit. e. Mengedarkan hormon yaitu hormon untuk membantu proses fisiologis. 2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi / zat-zat anti racun. 3. Menyebarkan panas keseluruh tubuh. 4. Menjaga keseimbangan asam basa jaringan tubuh untuk menghindari kerusakan. Karakteristik Karakteristik Darah :
1. Volume darah : 7% - 10% BB (5 Lt pada dewasa normal)
2. Komponen darah : Eritrosit, Leukosit, trombosit →40% - 45% volume darah; tersuspensi dalam plasma darah 3. PH darah : 7,37 – 7,45 4.
Temp : 38°C
5. Viskositas lebih kental dari air dengan BJ 1,041 – 1,067
Bagian-Bagian Darah Sel-Sel Darah 1. Eritrosit (Sel darah merah)
Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya 0.007 mm, tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³, warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin (hemoglobin adalah protein pigmen yang memberi warna merah pada darah). Hemoglobin terdiri atas protein yang di sebut globin dan pigmen non-protein yang disebut heme, setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sifatnya kenyal sehingga dapat berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah yang dilalui. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino, juga memerlukan zat besi. Wanita memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa diantaran ya dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hamil diperlukan zat besi dalam jumlah yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan pembuatan susu. Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan dari jaringan konselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan dari sternum. Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin, kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah. Rata-rata panjang hidup sel darah merah normalnya 120 hari. Sel menjadi usang dan dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dan hemoglobin dipecah menjadi
asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam heme dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa heme dari hemoglobin diubah lagi menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar. Bila
terjadi
perdarahan
maka
sel
merah
dengan
hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen, hilang. Pada perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40% atau dibawahnya, maka diperlukan tranfusi darah. Fungsi sel darah merah yaitu mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru / melalui jalan pernafasan. Produksi Eritrosit (Eritropoesis): a. Terjadi di sumsum tulang dan memerlukan besi, Vit B12, asam folat, piridoksin (B6) b. Di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan c. Masa hidup : 120 hari d. Eritrosit tua dihancurkan di sistem retikuloendotelial (hati dan limpa) e. Pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi. Besi berkaitan dengan protein (transferin) dan diolah kembali menjadi Hb baru. 2. Leukosit (Sel darah putih)
Berbentuk bening, tidak bewarna, memiliki inti, lebih besar dari sel drah merah (eritrosit), dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat, sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000) sel darah putih.
Leukosit selain berada di dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan pen yakit di sebabkan oleh masuknya kuman / infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut. Rentang kehidupan leukosit setelah di produksi di sumsum tulang, leukosit bertahan kurang lebih satu hari di dalam sirkulasi sebelum masuk ke jaringan. Sel ini tetap dalam jaringan selama beberapa hari, beberapa minggu, atau beberapa bulan, tergantung jenis leukositnya. Fungsi dari leukosit sebagai pertahanan tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk kedalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya didalam limpa dan kelenjar limfe, sebagai pengangkut yaitu mengangkut membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Macam-Macam Sel Darah Putih (Leukosit), meliputi : a. Agranulosit Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri dari : 1) Limfosit, yaitu macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan kecil, didalam sitoplasmanya tidak terdapat glandula dan intinya besar, banyaknya kira-kira
15%-20%. rentang
hidupnya dapat
mencapai beberapa tahun. Struktur limfosit mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma. Ukurannya bervariasi ukuran kecil 5 µm – 8 µm, ukuran terbesar 15 µm. Berfungsi membunuh dan memakan bakteri yang masuk kedalam jaringan tubuh dan berfungsi juga dalam reaksi imunologis. 2) Monosit, terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari limfosit, mencapai 3%-8% jumlah total. Struktur merupakan sel
darah terbesar. Memilik protoplasma yang lebar, berwarna biru abu-abu mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan, inti selnya bulat dan panjang, warnanya lembayung muda. Berfungsi sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi melalui pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan ali ran darah, maka sel ini menjadi hitosit jaringan (makrofag tetap). b. Granulosit Disebut juga leukosit granular yang terdiri dari : 1) Neutrofil,
atau
disebut
juga
polimorfonuklear
leukosit
banyaknya mencapai 50%-60%. Struktur neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya dan banyak bintik-bintik halus / glandula. Nukleusnya memiliki 3-5 lobus yang terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm – 12 µm. Berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi
bakteri
serta
proses
peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri, aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah. 2) Eusinofil, mencapai 1%-3% jumlah sel darah putih. Struktur memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan berdiameter 12 µm – 15 µm. Berfungsi merupakan fagosti lemah, jumlahnya akan mengikat saat terjadi alergi atau penyakit
parasit,
tetapi
akan
berkurang
selama
stres
berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam detoksifikasi hestamin yang di produksi sel mast dan jaringan yang cedera saat inflamasi berlangsung. 3) Basofil, mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit. Struktur memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan bewarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. Diameternya 12 µm – 15
µm. Berfungsi bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan. 3) Trombosit (Sel pembeku darah)
Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm³. Bagian inti yang merupakan fragmen sel tanpa nukleus yang berasal dari sumsum tukang. Ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang berhubungan dengan proses koagulasi darah. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit memiliki masa hidup dalam drah antara 5-9 hari. Trombosit yang tua atau mat i di ambil dari sistem perdaran darah, terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, pada waktu darah melewati organ tersebut. Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. Ketika kita luka maka darah akan keluar, trombosit pecah dan akan mengeluarkan zat yang di namakan trombokinase. Trombokinase ini akan bertemu dengan protrombin dengan pertolongan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protrombin ini dibuat di dalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin K, dengan demikian vitamin K penting untuk pembekuan darah. Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah (hemostatis). Jika banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka
darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan yang terusmenerus. 4) Plasma Darah
Merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan bagian darah yang cair, tersusun dari air 91%, protein plasma darah 7%, asam amino, lemak, glukosa, urea, garam sebanyak 0,9%, dan hormon, antibodi sebanyak 0,1% . Berfungsi
mengangkut sari makanan ke
sel-sel serta membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat pembuangan selain itu plasma darah juga menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit atau zat antibodi. Protein plasma mencapai 7% dari plasma dan merupakan satusatunya unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk mencapai sel. Ada 3 jenis protein plasma yang utama : a. Albumin adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60% tetapi ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis di dalam hati dan bertanggung
jawab
untuk
tekanan
osmotik
koloid
darah.
Mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg). b. Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan beta globulin disintesis di hati, dengan fungsi utama sebagai molekul pembawa lipid, beberapa hormone, berbagai subtrat, dan zat penting lainnya. Gamma globulin (immunoglobulin) fungsi utama berperan sebagai antibody. c.
Fibrinogen membentuk sekitar 4% protein plasma. Disintesis di hati dan merupakan komponen esensial dalam mekanisme pembekuan darah.
Proses Pembentukan Sel Darah
a. Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa. Pada minggu ke-20 masa embrional mulai terjadi pada sumsum tulang. b. Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada sumsum tulang.
c. Setelah lahir semua sel darah dibuat di sumsum tulang, kecuali limfosit yang juga di bentuk di kelenjar limfe, thymus dan lien. d. Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak memproduksi lagi drah kecuali bagian proximal, humerus, dan tibia.
B. DEFINISI
Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrgagic fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada
DBD
terjadi
perembesan
plasma
yang
ditandai
dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Sudoyo Aru, dkk, 2009). Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti dan panyakit ini menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak (Nursalam, 2012). Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut terutama pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertedensi manimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian (Depkes, 2011). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue henorraghic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aeges aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.
C. ETIOLOGI
Penyebab demam berdarah adalah virus dengue sejenis arbovirus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Virus dengue penyebab demam berdarah termasuk group B Arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus flavirus, family flaviviridae dan mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotype yang paling banyak sebagai penyebab. Dalam hal ini penularan melibatkan tiga factor yaitu manusia, virus dan virus perantara. Nyamuk- nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue kepada manusia baik secara langsung, yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari. Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari atau 13-14 hari sebelum menjadi sakit setelah virus masuk dalam tubuh (Nursalam, 2012). Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya (Mansjoer, 2010).
D. TANDA DAN GEJALA
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrome (Depkes, 2011). 1. Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis. 2. Perdarahan Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang paling parah adalah melena. 3. Hepatomegali Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadangkadang juga di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus. 4. Shock Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk. Penderita DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar mulut dan akhirnya shock. 5. Trombositopenia Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit. 6. Kenaikan Nilai Hematokrit Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik. 7. Gejala Klinik Lain Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium, muntah-muntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2011). Berdasarkan derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut (Mansjoer, 2005): 1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif. 2. Derajat II (Sedang) Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena (muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin dan lembab. 3. Derajat III (Berat) Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah. 4. Derajat IV Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.
E. EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS), ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terinfeksi. Host alami DBD adalah manusia, agent nya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4.1 Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara- negara baru dan dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah perkotaan yang
berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian seti ap tahun, diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat. Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%. Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus sebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan transexsual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan
serta
penularan
transovarial
dari
induk
nyamuk
ke
keturunannya. Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi darah seperti terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita asimptomatik. Dari beberapa cara penularan virus dengue, yang paling tinggi adalah penularan melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari, sedangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia) berkisar antara 4-6 hari dan diikuti dengan respon imun (Candra, 2011).
F. PATOFISIOLOGI
1. Narasi Virus Dengeu akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dimana virus tersebut akan masuk ke alliran darah, maka terjadilah viremia (virus dalam aliran darah). Kemudian aliran darah beredar ke seluruh tubuh maka virus tersebut dapat dengan mudah menyerang organ tubuh manusia. Paling banyak organ yang terserang adalah system gastrointestinal, hepar, pembuluh darah dan pada
reaksi
imunologi.
Jika
virus
masuk
ke
dalam
sistem
gastrointestinal maka tidak jarang klien mengeluh mual, muntah, dan anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengeu tersebut mengganggu sistem kerja hepar, dimana salah satunya adalah tempat sintesis dan oksidasi lemak, namun karena hati terserang virus dengeu maka hati tidak dapat memecahkan asam l emak tersebut menjadi benda-benda keton, sehingga akan menyebabkan pembesaran hepar atau hepatomegali, dimana pembesaran hepar ini akan menekan abdomen dan menyebabkan distensi abdomen (Mansjoer, 2011). Virus dengue juga masuk ke pembuluh darah dan menyebabkan peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang mana akan menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia) dan faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat. Dapat terjadi kebocoran plasma yang akan menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian. Bila virus bereaksi dengan antibodi maka mengaktivasi sistem komplemen untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah atau terjadi demam, dimana dapat DHF dengan derajat I, II, III.IV (Mansjoer,2011).
2. Pathway
2. Pathway
G. DIAGNOSTIK MEDIK
1. Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam
dengue
adalah
melalui
pemeriksaan
kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RTPCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain : a. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
G. DIAGNOSTIK MEDIK
1. Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam
dengue
adalah
melalui
pemeriksaan
kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RTPCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain : a. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8. c. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam. d. Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, DDimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. e. Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat. g. Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal. 2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG (WHO, 2006). 3. Serologi a. Uji serologi memakai serum ganda. Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalegen menaikkan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen (PK), uji neutralisas i (NT) dan uji dengue blot. b. Uji serologi memakai serum tunggal. Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue uji dengue yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya uji Ig M antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas Ig M. H. PENATALAKSANAAN
1.
Medis
Menurut Hadinegoro (2001) dan Hendrawanto (2003), pengobatan demam berdarah dengue bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau nyeri perut yang berlebihan maka cairan intravenaperlu diberikan. Medikamentosa yang bersifat simptomatis : a.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak,inguinal.
b.
Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
c.
Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.
Cairan pengganti : a.
Larutan fisiologis NaCl
b.
Larutan Isotonis ringer laktat
c.
Ringer asetat
d.
Glukosa 5%
3. Non medis Penatalaksanaan non medis a. Beri minum sebanyak mungkin b. Batasi aktifitas dan tirah baring c. Observasi ketat tanda-tanda vital ( nadi, pernapasan, suhu) d. Kompres dingin (air biasa) bila suhu meningkat e. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi jambu biji merah ternyata memiliki komponen yang berkhasiat, yakni kelompok senyawa tanin menyebabkan rasa sepat dan flavonoid f. Pemberian makanan lunak g. Indikasi rawat inap pada dugaan infeksi virus dengue yaitu: 1) Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau kejang – kejang. 2) Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain) 3) Panas disertai perdarahan - perdarahan. 4) Panas disertai renjatan.
II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1.
Identitas Klien. Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat musim hujan, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2.
Keluhan Utama. Panas atau demam.
3.
Riwayat Kesehatan a.
Riwayat penyakit sekarang. Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b.
Riwayat penyakit yang pernah diderita. Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
c. Riwayat imunisasi Apabila
mempunyai
kekebalan
yang
baik,
maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan. d.
Riwayat gizi. Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
e.
Kondisi lingkungan. Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).
4. Acitvity Daily Life (ADL) a. Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan. b. Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala, ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas seharihari.
c. Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri. d. Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria. e. Personal hygiene :
Meningkatnya ketergantungan kebutuhan
perawatan diri. 5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari : a. Keadaan umum : Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut : 1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah. 2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur. 3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun. 4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis. b. Kepala dan leher. 1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri. 2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis. 3) Hidung : Epitaksis 4) Tenggorokan : Hiperemia 5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal posterior. c. Dada (Thorax). Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal. Pada Stadium IV : Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar. Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lema h. d. Abdomen (Perut). Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV). e. Anus dan genetalia. Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena. Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria. f. Ekstrimitas atas dan bawah. Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test. Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas. Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan dan kaki. 6. Pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai : a. Hb dan PCV meningkat ( ≥20%). b. Trambositopenia (≤100.000/ml). c. Leukopenia. d. Ig.D. dengue positif. e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia. f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat. g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg. h. SGOT/SGPT mungkin meningkat. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Peningkatan suhu tubuh (hiper-termia) sehubungan dengan proses penyakit (viremia).
2.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia & sakit sa at menelan.
3.
Gangguan rasa nyaman : nyeri sehubungan dengan agen cedera biologis.
C. INTERVENSI DAN RASIONAL 1.
Peningkatan suhu tubuh (hiper-termia) sehubungan dengan proses penyakit (viremia). Tujuan : suhu tubuh pasien kembali normal (36 – 37,50C) Kriteria hasil : Suhu tubuh normal (36-37 oC), pasien bebas dari demam.
Intervensi 1. Mengkaji saat timbulnya demam. 2. Mengobservasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi, pernapasan 3. Memberikan penjelasan tentang penyebab demam atau pening-katan suhu tubuh. 4. Memberikan penjelasan pada pasien/keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam & menganjurkan pasien / keluarga untuk kooperatif. 5. Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien & akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan. 6. Menganjurkan pasien untuk ba-nyak minum 2,5 l/24 jam & jelaskan manfaatnya bagi pasien. 7. Memberikan kompres dingin (pada daerah axila & lipat paha). 8. Menganjurkan untuk tidak memakai selimut & pakaian yang tebal. 9. Mencatat asupan & keluaran.
Rasional 1. Untuk mengidentifikasi pola demam pasien. 2. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. 3. Penjelasan tentang kondisi yang dialami pasien dapat membantu pasien/keluarga mengurangi kecemasan yang timbul. 4. Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyem buhan pasien di rumah sakit. 5. Penjelasan yang diberikan pada pasien/keluarga akan memotivasi pasien untuk koo peratif. 6. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. 7. Kompres dingin akan mem bantu menurunkan suhu tubuh 8. Pakaian yang tipis akan mem bantu mengurangi penguapan tubuh. 9. Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh. 10. Pemberian cairan sangat pen-ting bagi pasien dengan suhu tinggi. Pemberian cairan
10. Memberikan terapi cairan in-travena & obat-obatan sesuai dengan program dokter (masa-lah kolaborasi)
me-rupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia & sakit saat menelan. Tujuan : nutrisi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : Menunujukkan peningkatan / mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal. Tidak mengalami tanda mal nutrisi. Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan berat badan yang sesuai. Intervensi
Rasional
1. Mengkaji keluhan mual, sakit menelan & muntah yang diala-mi oleh pasien. 2. Mengkaji cara/bagaimana makanan dihidangkan. 3. Memberikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur, tim & dihidangkan saat masih hangat. 4. Memberikan makanan dalam porsi kecil & frekuensi sering. 5. Menjelaskan manfaat makanan/ nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit. 6. Memberikan umpan balik posi-tif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya. 7. Mencatat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. 8. Memberikan nutrisi parenteral (kolaborasi dengan dokter).
1. Untuk menetapkan cara mengatasinya. 2. Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien. 3. Membantu mengurangi kelelahan pasien & meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan. 4. Untuk menghindari mual & muntah. 5. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehing-ga motivasi untuk makan meningkat. 6. Memotivasi & meningkatkan semangat pasien. 7. Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien. 8. Nutrisi parenteral sangat bermanfaat/dibutuhkan pasien terutama jika intake per oral sangat kurang. Jenis & jumlah pemberian nutrisi parenteral merupakan wewenang dokter.
9. Memberikan obat-obat antasida (anti emetik) sesuai program dokter. 10.Mengukur berat badan pasien setiap hari (bila mungkin).
9. Obat antasida (anti emetik) membantu pasien mengurangi rasa mual & muntah. Dengan pemberian obat tersebut diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. 10. Untuk mengetahui status gizi pasien.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri sehubungan dengan agen cedera biologis. Tujuan : nyeri pasien berkurang / hilang Kriteria hasil : Rasa nyaman pasien terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang. Intervensi
Rasional
1. Mengkaji tingkat nyeri yang di alami pasien dengan memberi rentang nyeri (010), biarkan pasien menentukan tingkat nyeri yang dialaminya, tetapkan tipe nyeri yang dialami pasien, respons pasien terhadap nyeri yang dialami. 2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri (budaya, pendidikan, dll). 3. Memberikan posisi yang nya-man, usahakan situasi ruangan yang tenang. 4. Memberikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri (libatkan keluarga). Menganjurkan pasien untuk membaca buku, mendengar musik, nonton TV (mengalihkan perhatian).
1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. 2. Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan masalah klien. Respon individu terhadap nyeri sangat berbeda atau bervariasi, sehingga perawat perlu mengka ji lebih lanjut menghindari kesalahan persepsi terhadap kondisi yang dialami pasien. Misalnya pasien yang berteriak karena nyeri belum tentu mengalami nyeri yang lebih hebat dari pasien lain yang menutup mata, menggigit bi bir atau berpegangan erat. 3. Untuk mengurangi rasa nyeri. 4. Dengan melakukan aktifitas lain, pasien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
5. Memberikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan teman-temannya/orang terdekat. 6. Memberikan obat-obat analgetik (kolaborasi dokter).
5. Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira/bahagia & dapat mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri. 6. bat-obatan analgetik dapat menekan/mengurangi nyeri pasien. Perlu adanya kolaborasi dengan dokter karena pemberian obat merupakan wewenang dokter.
D. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi pada pasien dengan diagnose medis DHF adalah : 1. Suhu tubuh pasien kembali normal (36-37,5 0C) 2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi. 3. Nyeri pasien dapat berkurang / hilang
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall dan Moyet, 2010. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 13. EGC : Jakarta Herdman, Heather T dan Kamitsuru, Shigemi, 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015 – 2017. Edisi 10. EGC : Jakarta https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedahkmb/askep-dengue-hemoragic-fever-dhf/.
Diakses
pada
tanggal
24
September 2017 https://www.scribd.com/doc/25067008/Dengue-Haemoragic-Fever-DHF. Diakses pada tanggal 24 September 2017 Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, H, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC – NOC. Edisi revisi, Jilid 1. Media Action : Yogyakarta. Syaifuddin, 2011. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan dan Kebidanan. Edisi 4. EGC : Jakarta.