LAPORAN PENELITIAN Efektivitas Pestisida Alami dari Singkong Karet, Bawang Putih, Sereh dan Lengkuas (Variabel Waktu Pemasakan dan Perbandingan Komposisi Bahan )
Disusun oleh :
(152012003)
Wasi’aturrizqi
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2017
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
Efektivitas Pestisida Alami dari Singkong Karet, Bawang Putih, Sereh dan Lengkuas (Variabel Waktu Pemasakan dan Perbandingan Komposisi Bahan )
Disusun oleh :
Wasi’aturrizqi
(152012003)
Yogyakarta, Desember 2017 Mengetahui,
Menyetujui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia,
Dosen Pembimbing,
Sri Rahayu Gusmarwani, ST, MT
Sri Rahayu Gusmarwani, ST, MT
ii
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
Efektivitas Pestisida Alami dari Singkong Karet, Bawang Putih, Sereh dan Lengkuas (Variabel Waktu Pemasakan dan Perbandingan Komposisi Bahan )
Disusun oleh :
Wasi’aturrizqi
(152012003)
Yogyakarta, Desember 2017 Mengetahui,
Menyetujui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia,
Dosen Pembimbing,
Sri Rahayu Gusmarwani, ST, MT
Sri Rahayu Gusmarwani, ST, MT
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan Laporan Penelitian ini dapat diselesaikan tanpa halangan satu apapun. Laporan ini diajukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dalam penyusunan Laporan Penelitian ini tidak mungkin dapat selesai apabila tanpa bantuan, bimbingan, serta dorongan dari semua pihak, maka dari itu penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah, MT, selaku rektor Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. 2. Ibu Sri Rahayu Gusmawani, ST, MT, selaku ketua jurusan teknik kimia Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta, dan juga selaku dosen pembimbing penelitian. 3. Ibu Ir. Sri Sumarni, M.S. selaku kepala laboratorium proses kimia Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. 4. Ibu Erciana Mahmudah, S.T. selaku teknisi laboran di laboratorium proses kimia Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. 5. Teman-teman mahasiswa teknik kimia Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta yang telah memberikan bantuan dan dorongan dalam pelaksanaa penelitian serta penyusunan laporan penelitian ini.
Kami menyadari bahwa bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka kami mohon kritik dan sar an yang sifatnya membangun guna penyempurnaan laporan ini.
Penyusun
Wasi’aturrizqi
iii
INTISARI
Petani selama ini bergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain harga yang mahal, pestisida sintesis atau kimia juga memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatipe dari penggunaan pestisida kimia antara lain, hama berpeluang menjadi kebal (resisten), terjadi peledakan hama baru (resurjensi), berpotensi menciptakan epidemi, penumpukan residu bahan kimia pada bagian tubuh tanaman yang berpotensi meracuni ternak bahkan organisme lain sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen sehingga berpotensi meracuni manusia, terbunuhnya predator alami, pencemaran lingkungan oleh ole h residu bahan kimia dan kecelakaan operasi bagi pengguna pestisida kimia yang dapat menyebabkan keracunan, kebutaan, kemandulan serta efek buruk lainnya. Bila dibandingkan dengan pestisida kimia, pestisida organik akan lebih aman dan mengguntungkan bila ditinjau dari segi ekonomi dan lingkungan. Singkong Karet mengandung senyawa glukosida cyanogenik, dengan adanya enzim linamarase (β-glukosidase), (β-glukosidase), akan terhidrolisa menjadi acetocyanohidrin. Selanjutnya cyanohidrin akan terurai menjadi hidrogen sianida. Hidrogen sianida merupakan senyawa yang bersifat toksik bagi struktur mahluk hidup. Hydrogen sianida dapat mengurangi ketersediaan energi pada semua sel, dan efeknya akan terasa terutama pada sistem pernafasan dan jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pestisida terhadap hama dan serangga yang di aplikasikan melalui penyemprotan pada hama dan pencampuran pada makanan tikus putih. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Uji efektivitas Pestisida dari Singkong karet pada komposisi dosis yang diberikan kepada jangkrik dan tikus putih. Pestisida yang paling efektif untuk membunuh serangga maupun tikus yaitu pestisida yang terbuat dari Komposisi 200 gram Singkong karet. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah Singkong karet yang ditambahkan maka akan lebih banyak juga kandungan racun Sianida yang terekstrak dengan kandungan total asam sebesar 6,2380%. Kata kunci : Pestisida, Singkong karet, karet, Efektivitas
iv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................ii KATA PENGANTAR ......................................................................................iii INTISARI ..........................................................................................................iv DAFTAR ISI .....................................................................................................v DAFTAR GAMBAR .........................................................................................vii DAFTAR TABEL .............................................................................................viii BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................2 1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................3 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................4
2.1 Pestisida ........................................................................................4 2.2 Pestisida Sintetis ...........................................................................6 2.3 Pestisida Alami .............................................................................9 2.4 Singkong Karet .............................................................................10 2.5 Bawang Putih................................................................................11 2.6 Sereh......................................................................... ....................14 2.7 Lengkuas.......................................................................................15 2.8 Air .................................................................................................17 BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................19
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................19 3.2 Bahan dan Alat .............................................................................19 3.3 Variabel Penelitian .......................................................................19 3.4 Tahapan Penelitian .......................................................................19 3.5 Skema langkah penelitian .............................................................21 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................23
4.1 Analisa Kadar Asam Total ...........................................................23 4.2 Uji Efektivitas Pestisida................................................................23
v
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................32
5.1 Kesimpulan...................................................................................32 5.2 Saran .............................................................................................32 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Singkong Karet ...................................................................................10 Gambar 2 Bawang Putih .....................................................................................12 Gambar 3 Tanaman Sereh ..................................................................................14 Gambar 4 Sereh ...................................................................................................14 Gambar 5 Tanaman lengkuas ..............................................................................16 Gambar 6 Umbi Lengkuas ..................................................................................16 Gambar 7 Grafik Hubungan Jumlah Serangga Mati dengan waktu mati ...........25 Gambar 8 Grafik Hubungan Jumlah Serangga Mati dengan waktu mati ...........25 Gambar 9 Tikus dengan bulu mulai rontok ........................................................29 Gambar 10 Tikus dengan bulu semakin banyak yang rontok .............................29 Gambar 11 Tikus yang mati ................................................................................29
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO ..............................5 Tabel 2 Kadar zat gizi . umbi bawang putih per 100 gram .................................11 Tabel 3 Hasil analisa kadar Asam Total .............................................................22 Tabel 4 Uji penyemprotan pada 24 ekor serangga (jangkrik) ............................22 Tabel 5 Hasil Pengamatan Pestisida terhadap Tikus ..........................................26
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah tropis yang mendukung tumbuhnya berbagai macam jenis tumbuh-tumbuhan, baik dari kelompok sayur-sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, rempah-rempah dan masih banyak lagi tumbuhan lainnya. Pada penelitian ini akan membahas kelompok umbi-umbian dan rempah-rempah yang banyak tumbuh subur di Indonesia, yaitu sereh (Cymbopogon Citratus), bawang putih ( Allium Sativum L.), lengkuas ( Alpinia galanga L.), singkong karet ( Manihot glaziovii). Salah satu jenis singkong pahit yang sering dijumpai adalah singkong karet. Karena singkong karet memiliki kandungan HCN tinggi. Pohon singkong karet biasanya ditanam bukan untuk dikonsumsi melainkan untuk tanaman peneduh sehingga biasanya ditanam di pinggir-pinggir jalan. singkong karet memiliki buah berbentuk bulat, dan berwarna hijau, dan mengandung vitamin A, mineral, dan asam sianida. Pada umumnya singkong karet belum dimanfaatkan secara baik, dan hanya dibiarkan membusuk dipohon. Bawang putih mempunyai spektrumantimikroba yang lebar sehingga dapat membunuh bakteri gram negatif dan bakteri gram positif . Hasil riset telah membuktikan hal-hal sebagai berikut : 1) jus bawang putih diteliti dapat membunuh bakteri floral normal intestinal yang menjadi pathogen; 2) bawang putih dapat mengatasi bakteri-bakteri yang telahresiten terhadapa antibiotik; 3) kombinasi bawang putih dan antibiotik dapat bekerja secara sinergis sebagian atau menyeluruh; 4) secara sempurna dapat mengurangi resistensi bakteri telah terbukti dalam penelitian berulang kali; 5) toksin yang dihasilkan bakteri dapat dihambat oleh bawang putih (Hanah dan Usamah Hanif 2010). Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga. (Novizan, 2002). Pestisida dari bawang putih juga dapat berfungsi untuk mengusir keong, siput dan bekicot, bahkan mampu membasmi siput dengan merusak
1
2
sistem saraf . Minyak astiri yang terkandung dalam bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam (Dimas tri anantyo, 2009). Kardinan (2004), menyatakan bahwa tanaman sereh (Cymbopogon Citratus) adalah salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai insektisida alami untuk pengendalian hama tanaman. Penggunaan ekstrak batang sereh sebagai insektisida botanis merupakan salah satu alternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan. Lengkuas banyak ditemukan di Indonesia dan digunakan sebagai salah satu penyedap rasa alami. Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1% minyak essensial terdiri atas metil – sinamat 48%, sineol 20%, eugenol, kamfer 1 %, seskuiterpen, δ – pinen, galangin, galanganol dan beberapa senyawa flavonoid lain yang daat diguanakan sebagai salah satu pestisida alami. Setiawati, ddk (2008).
Petani selama ini bergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain harga yang mahal, pestisida sintesis atau kimia juga memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain, hama berpeluang menjadi kebal (resisten), terjadi peledakan hama baru (resurjensi), berpotensi menciptakan epidemi, penumpukan residu bahan kimia pada bagian tubuh tanaman yang berpotensi meracuni ternak bahkan organisme lain sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen sehingga berpotensi meracuni manusia, terbunuhnya predator alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia dan kecelakaan operasi bagi pengguna pestisida kimia yang dapat menyebabkan keracunan, kebutaan, kemandulan serta efek buruk lainnya. Bila dibandingkan dengan pestisida kimia, pestisida organic akan lebih aman dan mengguntungkan bila ditinjau dari segi ekonomi dan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah besarnya konsentrasi yang digunakan untuk membunuh hama?
3
2. Komposisi yang paling efektif untuk membunuh hama?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan 1. Memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat dilingkungan sekitar untuk membuat pestisida organik. 2. Mengetahui efektivitas pestisida organik tersebut 3. Mengetahui besarnya konsentrasi yang digunakan untuk membunuh hama.
1.4 Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu: 1. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam proses pemanfaatan bahan-bahan yang terdapat disekitar serta mengurangi penggunaan pestisida kimia yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. 2.
Bagi mahasiswa,menambah pengetahuan dalam proses pemanfaatan bahan-bahan yang terdapat disekitar serta mengurangi penggunaan pestisida kimia yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungandan dapat
dijadikan
salah
satu
referensi
untuk
penelitian-penelitian
berikutnya. 3.
Bagi masyarakat, membuka wawasan masyarakat bahwa bahan alami yang terdapat disekitar, seperti singkong karet, lengkuas, bawang putih dan sereh dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pestisida.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana
sebagai
pembunuh
hama.
Secara
umum
pestisida
dapat
didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001). Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 dalam
Kementrian
Pertanian
(2011)
dan
Permenkes
RI
No.258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : 1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. 2. Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma. 3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan. 4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk. 5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak. 6. Memberantas atau mencegah hama-hama air. 7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian. 8. Memberantas
atau
mencegah
binatang-binatang
yang
dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah dan air. Menurut PP RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan
4
5
perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman. Sementara itu, The United States Environmental Control Act dalam Runia (2008) mendefinisikan pestisida sebagai berikut : 1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia. 2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman. Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa: 1. Tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan izin penggunaannya. 2. Hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan dan digunakan. 3. Pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan, diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin pestisida itu. 4. Tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keterangan-keterangan yang dimaksud dalam surat Keputusan Menteri Pertanian No. 429/ Kpts/Mm/1/1973 dan sesuai dengan ketentuanketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.
6
5. Pestisida merupakan zat, senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh), organisme renik, virus dan zat lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman. Klasfikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO ditampilkan pada tabel di bawah ini : Tabel 1 Klasifikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO LD50 untuk tikus (mg/kgBB) Kelas Oral
Dermal
Padat
Cair
Padat
Cair
IA
Sangat berbahaya
< 50
<20
<10
<10
IB
Berbahaya
5-50
20-200
10-100
40-400
II
Cukup berbahaya
50-500
200-2000
100-1000
400-4000
III
Agak Berbahaya
>500
>2000
>1000
>4000
2.2. Pestisida Sintetis
Pestisida sintetis adalah pestisida yang berasal dari campuran bahan bahan kimia. Dan jika penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. (atifabushra, 2017) Penggunaan pestisida sintetis merupakan metode umum dalam upaya pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman pertanian. Kebanyakan pestisida sintetis memiliki sifat non spesifik, yaitu tak hanya membunuh jasad sasaran tetapi juga membunuh organisme lain. Pestisida sintetis dianggap sebagai bahan pengendali hama penyakit yang paling praktis, mudah diperoleh, mudah dikerjakan dan hasilnya cepat terlihat. Padahal penggunaannya sering menimbulkan masalah seperti pencemaran lingkungan, keracunan terhadap manusia dan hewan peliharaan dan dapat
7
mengakibatkan
resistensi
serta
resurgensi bagi hama (M.Thamrin et
al.,2005). Dalam kurun waktu sejak ditemukannya DDT sampai sekarang, ketergantungan penggunaan pestisida sintetis untuk mengendalikan serangan hama-penyakit tanaman, sudah sangat tinggi. Padahal penggunaan pestisida sintetis yang berlebihan, tidak saja akan meningkatkan biaya produksi, tetapi juga
berdampak
buruk
bagi
kesehatan
petani,
konsumen
maupun
keseimbangan hayati sekitarnya. Beberapa pengaruh negatif yang akan timbul akibat penggunaan pestisida sintetis sintetis adalah: 1. Hama menjadi resisten (kebal). 2. Peledakan hama baru akibat tidak efektifnya pemakaian pestisida (resurjensi). 3. Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen yang dapat membahayakan petani atau pengguna dan konsumen. 4. Ikut terbunuhnya musuh alami. 5. Keracunan terhadap pemakai dan pekerja. 6. Keracunan terhadap ikan, hewan ternak dan satwa liar. 7. Keracunan terhadap tanaman. 8. Terjadinya polusi lingkungan. 9. Perubahan status hama dari hama minor menjadi hama utama. Harga produk pestisida sintetis dari tahun ke tahun selalu meningkat, tapi tidak seimbang dengan kenaikan harga produksi pertanian. Penggunaan secara
terus
menerus
dengan
pestisida
sintetis
yang
sama,
dapat
mengakibatkan resistensi. Maka, petani terpaksa menggunakan pestisida berlipat ganda agar hama dapat di basmi. Bahaya pengunaan pestisida sintetis ternyata cukup banyak. Pada umumnya pestisida yang dugunakan untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah racun yang berbahaya, dan tentu saja
8
dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dan terus-menerus akan berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, sumberdaya hayati dan lingkungan. Berdasarkan toksisitas dan golongan, pestisida organik sintetis dapat digolongkan menjadi; 1. Golongan Organoklorin. a. Toksisitas tinggi (extremely toxic): Endrine (Hexadrine) b. Toksisitas sedang (moderate toxic): Aldrine, Dieldrin, DDT, Benzene, Brom Hexachloride (BHC), Chlordane, Heptachlor, dan sebagainya. 2. Golongan Organofosfat a. Sangat toksik (extremely toxic): Phorate, Parathion, Methyl Parathion, Azordin,
Chlorpyrifos
(Dursban)
,
TEPP,
Methamidophos,
Phosphamidon, dan sebagainya. b. Toksisitas sedang (moderate toxic): Dimethoate, Malathion 3. Golongan Karbamat a. Toksisitas tinggi (extremely toxic): Temik, Carbofuran, Methomyl b. Toksisitas sedang (moderate toxic): Baygon, Landrin, Carbaryl. Berikut
adalah
kelebihan
dari
pestisida sintetis
yaitu
mudah
didapatkan diberbagai tempat, zatnya lebih cepat bereaksi pada tanaman yang diberi
pestisida,
kemasan
lebih
untuk disimpan dan daya racunnya tinggi
praktis,
bersifat tahan
(langsung mematikan
lama bagi
serangga). Cara kerja pestisida sintetis bias melalui perpaduan beberapa cara ataupun cara tunggal. Berikut adalah beberapa mekanisme kerja pestisida sintetis dalam melindungi tanaman dari organism pengganggu yaitu menghambat proses reproduksi serangga hama khususnya serangga betina, mengurangi nafsu makan, menolakmakan, merusak perkembangan telur, larva dan pupa, sehingga perkembangbiakan serangga hama dapat dihambat,
9
menghambat pergantian kulit serta dapat mematikan serangga secara langsung.
2.3. Pestisida Alami
Pestisida alami merupakan pestisida yang memiliki bahan aktif yang dihasilkan dari tanaman dan memiliki fungsi sebagai pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Pestisida alami merupakan pestisida yang dapat menjadi alternatif untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis. Pestisida alami adalah pestisida yang ramah lingkungan serta tanamantanaman penghasilnya mudah dibudidayakan. (Adnyana, dkk, 2012). Pestisida alami tidak meninggalkan residu berbahaya pada tanaman maupun lingkungan serta dapat dibuat dengan mudah menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang sederhana. (Raharjo., et al, 2010). Pestisida dari bahan alami sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan al ami sebagai pestisida, untuk mengendalikan berbagai macam hama sehingga hama tanaman yang menyerang dapat dikendalikan secara alami karena tidak menyebabkan racun bagi organisme lain (Oka, 1995). Penggunaan pestisida alami sebenarnya dapat diterapkan diberbagai daerah tetapi perlu memperhatikan waktu, dosis dan lain-lain agar efektif mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Pengaplikasian pestisida alami harus tepat sehingga hama dapat dikendalikan populasinya. Apabila populasi hama telah melewati ambang ekonomi maka cara terakhir adalah penggunaan pestisida sintetis. (Tombe, Mesak, 2008) Menurut Kardinan (2002), penggunaan dan pengembangan pestisida alami di Indonesia mengalami beberapa kendala berikut: pestisida sintetis (kimia)
tetap
lebih
disukai
dengan
alasan
mudah
didapat,
praktis
10
mengaplikasinya, hasilnya relatif cepat terlihat, tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah banyak, dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil pestisida, kurangnya rekomendasi dari para penyuluh karena mungkin keterbatasan pengetahuan para penyuluh tentang pestisida alami, tidak tersedianya bahan tanaman secara berkesinambungan dalam jumlah yang memadai saat diperlukan dan sulitnya regristasi pestisida alami di komisi pestisida karena bahan aktif tidak dapat dideteksi. 2.4. Singkong Karet
Singkong merupakan perdu yang berasal dari Amerika selatan dengan lembah sungai Amazon sebagai tempat penyebaranya. Pohon singkong dapat tumbuh hingga 1-4 meter dengan daun besar yang menjari dengan 5 sampai 9 belahan lembar daun. Singkong terdapat beberapa jenis, dan dapat dibedakan bedasarkan
kandungan
HCN,
yaitu
jenis
pahit
dan
manis.
(
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=15646 ).
Gambar 1 Singkong Karet Singkong atau ubi kayu ( Manihot utilissima) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Senyawa glukosida cyanogenik, dengan adanya
11
enzim
linamarase
(β-glukosidase),
akan
terhidrolisa
menjadi
acetocyanohidrin. Selanjutnya cyanohidrin akan terurai menjadi hidrogen sianida. Diduga mekanisme tersebut digunakan oleh tanaman singkong dan beberapa tanaman lain seperti sorghum, almond dan kacang lima untuk mengusir predator (Haque, 2003). Hidrogen sianida merupakan senyawa yang bersifat toksik bagi struktur mahluk hidup. Hydrogen sianida dapat mengurangi ketersediaan energi pada semua sel, dan efeknya akan terasa terutama pada sistem pernafasan dan jantung. Pada beberapa kasus konsumsi singkong dengan kandungan senyawa sianida yang tinggi dapat menyebabkan keracunan hingga kematian (Akintonwa, 1994). Hapsari (2013) menyatakan bahwa Singkong karet (Manihot glaziovii) jenis singkong ini merupakan singkong beracun yang mengandung CN- yang bersifat racun dengan kandungan karbohidrat mencapai 98,5% Singkong Karet merupakan salah satu jenis singkong yang memiliki senyawa beracun sianida (CN-) sehingga dalam kehidupan sering tidak termanfaatkan dan tidak diperjual belikan oleh masyarakat. Menurut Suprapti Lies, 2005 dalam sistematika (taksonomi) tanaman singkong jenis ini diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Species
: Manihot glaziovii
2.5. Bawang Putih (Allium sativum L.)
Bawang putih (Allium sativum L.) adalah herba semusim berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di
12
ladang-ladang
di
daerah
pegunungan
yang
cukup
mendapat
matahari.(Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Gambar 2 Bawang Putih (litbang Departemen Pertanian, 2008) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang putih diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monicotyledonae
Ordo
: Liliales
Famili
: Liliaceae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium sativum L ( Johny R.H, Djumidi,2000 ).
Tabel 2 Kadar zat gizi umbi bawang putih per 100 gram No
Uraian
Nilai gizi
Keterangan
sinar
13
1
Protein
4,50 gram
2
Lemak
0,20 gram
3
Hidrat arang
23,10 gram
4
Kalsium
42 mg
5
Fosfor
134 mg
6
Besi
1 mg
7
Vitamin B1
0,22 mg
8
Vitamin C
15 mg
9
Air
71 mg
10
Kalori
95 al
Bagian yang dapat dimakan 88%
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1979 Kadar dan kandungan gizi bawang putih terdiri dari zat organis : Protein, Lemak, dan hidrat arang, di samping mengandung zat-zat hara seperti kalsium, fosfor, besi, vitamin, dan belerang. Umbi bawang putih juga mengandung ikatan asam-asam amino disebut aliin. Bila aliin ini mendapat pengaruh dari enzim allinase, alliin dapat berubah menjadi allicin. Allicin terdiri dari beberapa jenis sulfida, dan paling banyak adalah allyl sulfide. Bila allicin bertemu dengan vitamin B1, akan membentuk ikatan allithiamine (Dalimartha, 1999) Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga (repelen) (Novizan, 2002). Ekstrak bawang putih efektif untuk mengendalikan beberapa hama (Subiakto, 2002). Minyak bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam (Port,2000).
14
2.6. Sereh (Cyimbopogan citrates DC )
Sereh dapur (Cyimbopogan citrates DC ) adalah tumbuhan anggota suku rumput-rumputan yang dimanfaatkan sebagai bumbu dapur untuk mengharumkan masakan. Sereh merupakan tanaman herbal dari keluarga rumput Poaceae. Tanaman ini dikenal dengan istilah Lemongrass karena memiliki bau yang kuat seperti lemon. (Oyen dan Dung, 1999)
Gambar 3.Tanaman Sereh
Gambar 4. Sereh
Selain dimanfaatkan untuk kuliner, sereh juga memiliki beragam manfaat obat yang bersifat anti-bakteri, anti-jamur, dan anti-mikroba.Sereh adalah sumber vitamin penting seperti vitamin A, B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B3 (niasin), B5 (pyridoxine), folatdan vitamin C. Juga menyediakan mineral penting seperti potasium, kalsium, magnesium, fosfor, mangan, tembaga, sengdanbesi yang dibutuhkan untuk fungsi tubuh yang sehat. Menurut Ariyani dkk (2008), sereh memiliki kandungan senyawa anti septic seperti 35,9% Citronellal, 5,2% Citronellole , 20,9 % Geraniole, 6,8% Germacrene B, 8 % Alfa-cadinol, dan senyawa-senyawa lainnya. Sereh (Cymbopogonnardus L) menurut Guenther (1990) mempunyai kemampuan bioaktif terhadap serangga yang dapat mengusir, mencengah atau membunuh serangga sehingga di harapkan dapat berfungsi sebagai pestisida kemampuan itu dimiliki karena tumbuhan terseut mengandung
15
minyak atsiri.minyak atsiri mengandung senyawa yang bersifat racun terhadap serangga yaitu senyawa geraniol,limonen,sitral, dan sitronelal.
2.7. Lengkuas ( Alpinia galanga L.) Tanaman lengkuas ( Alpinia galanga L.)atau disebut dengan laos merupakan salah satu tanaman obat yang termasuk kedalam umbian. Tanaman ini biasanya digunakan banyak masyarakat sebagai tambahan olahan masakan dan juga sebagai bahan obat herbal alternatif yang mampu mengatasi berbagai penyakit.Selain itu, lengkuas ini juga termasuk kedalam tanaman yang hampir menyerupai jahe mulai dari bentuk, warna dan juga segmen – segmennya. Secara sistematisnya tanamanan lengkuas atau laos ini dapat dibedakan berdasarkan klasifikasi, morfologi, dan juga anatominya sebagai berikut. Klasifikasi Tanaman Lengkuas
Kingdom
: Plantae ( Tumbuhan )
Subkingdom
: Tracheobionta ( Tumbuhan berpembuluh )
Super Divisi
: Spermatophyta ( Menghasilkan biji )
Divisi
: Magniliophyta ( Tumbuhan berbunga )
Kelas
: Liliopsida ( Berkeping satu/ monokotil )
Sub kelas
: Commelinidae
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Alpinia
Spesies
: Alpinia galanga L. Swartz
16
Gambar 5 Tanaman lengkuas
Gambar 6 Umbi Lengkuas
Merupakan terna berumur panjang, tinggi sekitar 1 – 2 m, bahkan dapat mencapai 3½ m. Batangnya tegak,
Biasanya tumbuh dalam rumpun yang rapat.
tersusun
oleh
pelepah-pelepah
daun
yang
bersatu
membentuk batang semu, berwarna hijau agak keputih-putihan. Batang muda keluar sebagai tunas dari pangkal batang tua. Daun tunggal, berwarna hijau, bertangkai pendek, tersusun berseling. Daun di sebelah bawah dan atas biasanya
lebih
kecil
dari
pada
yang di
tengah.
Bentuk
daun
lanset memanjang, ujung runcing, pangkal tumpul, dengan tepi daun rata. Pertulangan daun menyirip. Panjang daun sekitar 20 – 60 cm dan lebarnya 4 – 15 cm. Pelepah daun lebih kurang 15 – 30 cm, beralur, warnanya hijau. Pelepah daun ini saling menutup membentuk batang semu berwarna hijau. Bunga lengkuas merupakan bunga majemuk berbentuk lonceng, berbau harum, berwarna putih kehijauan atau putih kekuningan, terdapat dalam tandan bergagang panjang dan ramping, yang terletak tegak di ujung batang. Ukuran perbungaan lebih kurang 10 – 30 cm x 5 – 7 cm. Jumlah bunga di bagian bawah tandan lebih banyak daripada di bagian atas, sehingga tandan tampak berbentuk piramida memanjang.
Panjang bibir bunga 2½ cm,
berwarna putih dengan garis miring warna merah muda pada tiap sisi. Mahkota bunga yang masih kuncup, pada bagian ujungnya berwarna putih, sedangkan pangkalnya
berwarna
hijau.
Bunga agak
berbau
harum.
Buahnya buah buni, berbentuk bulat, keras. Sewaktu masih muda berwarna hijau-kuning, setelah tua berubah menjadi hitam kecoklatan, berdiameter
17
lebih kurang 1 cm. Ada juga yang buahnya berwarna merah. Bijinya kecilkecil, berbentuk lonjong, berwarna hitam. Rimpang besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris, diameter sekitar 2 – 4 cm, dan bercabangcabang. Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau kuning kehijauan pucat,
mempunyai
sisik-sisik
berwarna
putih
atau
kemerahan, keras
mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih. Daging rimpang yang sudah tua berserat kasar. Apabila dikeringkan, rimpang berubah menjadi agak kehijauan, dan seratnya menjadi keras dan liat.
Untuk
mendapatkan rimpang yang masih berserat halus, panen harus dilakukan sebelum tanaman berumur lebih kurang 3 bulan. Rasanya tajam pedas, menggigit, dan berbau harum karena kandungan minyak atsirinya. Sebenarnya lengkuas ada dua macam, yaitu lengkuas merah dan putih.Lengkuas putih banyak digunakan sebagai rempah atau bumbu dapur, sedangkan yang banyak digunakan sebagai obat adalah lengkuas merah.Pohon lengkuas putih umumnya lebih tinggi dari pada lengkuas merah.Pohon lengkuas putih dapat mencapai tinggi 3 m, sedangkan pohon lengkuas merah umumnya hanya sampai 1 – 1½ meter.Berdasarkan ukuran rimpangnya, lengkuas juga dibedakan menjadi dua varitas, yaitu yang berimpang besar dan kecil.Oleh karena itu, paling tidak ada tiga kultivar lengkuas yang sudah dikenal yang dibedakan berdasarkan ukuran dan warna rimpang, yaitu lengkuas merah, lengkuas putih besar, dan lengkuas putih kecil. Lengkuas mudah diperbanyak
dengan
potongan
rimpang
yang
bermata atau bertunas. Juga dapat diperbanyak dengan pemisahan anakannya atau dengan biji. Tanaman ini mudah dibudidayakan tanpa perawatan khusus.
2.8. Air Air adalah suatu zat cair yang tidak mempunyai rasa, bau dan warna dan terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H 2O. Karena air mempunyai sifat yang hampir bisa digunakan untuk apa saja, maka air
18
merupakan zat yang paling penting bagi semua bentuk kehidupan (tumbuhan, hewan, dan manusia) sampai saat ini selain matahari yang merupakan sumber energi. (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Air adalah substansi kimia dengan rumus
kimia H2O, dimana satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air secara fisik bersifat tidak memiliki warna, tidak berasa, dan tidak berbau. Air dapat berwujud padat, cair, maupun gas. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, dan asam. (Slamet, 2002).
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Kimia Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta sepanjang semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang diperlukan yaitu Singkong Karet, Sereh, Bawang Putih, lengkuas, jangkrik dan tikus. Alat-alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah Timbangan Analitik, dandang stainless, pisau, talenan, blender, baskom, tempat hama, kain saring, beaker glass, erlenmeyer, termometer, gelas ukur, corong kaca, pipet volume 10 ml, pipet tetes, bola hisap, buret, pengaduk kaca, mortal, hot plate, kertas saring, botol semprot, stopwatch dan sarung tangan anti panas, kain serbet. 3.3 Variabel Penelitian
a) Variabel bebas Variabel bebas yang dipilih pada penelitian ini adalah waktu pemasakan dan ratio masing-masing bahan. b) Variabel tetap Volume pelarut, metode pengaplikasian, jumlah hama dan jenis hama. c) Parameter yang diukur Dosis yang digunakan untuk menyemprotkan hama dan waktu/efektifitas pestisida terhadap lama hidup hama.
3.4 Tahapan Penelitian a) Prosedur pembuatan pestisida
19
20
Untuk pembuatan pestisida, mulanya singkong karet, sereh, lengkuas dan bawang putih dikupas dan dibersihkan dari zat pengotor, kemudian dipotong kecil – kecil. Setelah itu masing-masing bahan ditumbuk atau diblender, dimasukkan kedalam dandang stainlesss steel dan ditambahkan air sebanyak 1000 ml sebagai pelarut. Dandang ditutup dengan rapat, kemudian dilakukan proses pemasakan menggunakan hot plate dengan kontrol waktu yang berbeda pada setiap sampel. Lalu ambil 100 ml sampel setiap interval waktu 30 menit. Masing – masing disaring menggunakan kain saring, lalu diamkan sampai sampel tersebut dingin.
b) Uji efektifitas pestisida
Uji efektifitas pestisida dilakukan dengan cara dua cara : 1) Waktu tetap dengan perbedaan dosis pelarut 1.1 Menimbang berat masing-masing hama 1.2 Pada masing-masing kelompok hama disemprotkan pestisida dengan dosis yang berbeda 1.3 Diamati dalam kurun waktu yang tetap (selama 15 menit) 1.4 Hitung jumlah hama yang mati di masing-masing kelompok hama
2) Waktu Berbeda 2.1 Menimbang berat masing-masing hama 2.2 Disemprotkan pestisida dengan dosis yang tetap seperti pada langkah sebelumnya) 2.3 untuk masing-masing kelompok hama, diamati untuk masingmasing waktu yang berbeda( 15 menit, 25 menit) setiap interval waktu 10 menit 2.4 Hitung jumlah hama yang mati di masing-masing kelompok hama
21
3.5. Skema langkah penelitian a) Prosedur Pembuatan Pestisida
Singkong Karet, Bawang Putih
Sereh, Lengkuas
Dikupas
Dipotong kecil – kecil
Dijemur
Ditumbuk
Dimasak
Disaring
Selesai
22
b) Uji Efektifitas Pestisida
Menimbang masing-masing Hama
Penyemprotan pestisida
Perbedaan Waktu
Perbedaan Dosis
Pengamatan waktu tetap
Pengamatan waktu yang berbeda
Menghitung jumlah hama yang mati
Membuat grafik
Pestisida Alami
Selesai
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.
Analisa kadar total asam
Tabel 3 Hasil analisa kadar Asam Total Volume VI
V2
Titran Sampel Campuran
V
Perubahan
Rata-Rata 12
13
Indikator
12,5
Warna Cokelat
Tanpa Singkong
kemerahan
Karet
50 ml
Sampel Campuran
Phenophatelein 13,7
14
13,85
Cokelat
dengan Singkong
Kemerahan
Karet
Kandungan total asam = 6,2380%.
4.2. Uji efektifitas pestisida a. Uji pada serangga melalui penyemprotan Tabel 4 Uji penyemprotan pada 24 ekor serangga (jangkrik) Sampel
Waktu pemasakan
Jumlah
Waktu mati
Jumlah
serangga yang
(jam)
serangga
di semprot 100 gram
12 ekor 90 Menit 200 gram 12 ekor
23
mati 3
-
6
-
9
2
12
3
18
3
24
4
3
2
6
1
24
9
1
12
3
18
5
24
-
25
14
12
i t 10 a M a g 8 g n a r e S 6 h a l m u J 4 2
0 3
6
9
12
18
24
Waktu Mati (Jam)
Gambar 7 Grafik Hubungan Antara Jumlah Serangga yang Mati dengan waktu mati ( komposisi 100 gram singkong karet)
14
12
i t 10 a M a g 8 g n a r e S 6 h a l m u J 4 2
0 3
6
9
12
18
24
Waktu Mati (Jam)
Gambar 8 Grafik Hubungan Antara Jumlah Serangga yang Mati dengan waktu mati
26
( komposisi 200 gram singkong karet)
Kandungan racun dalam singkong karet berupa potasium sianida yang akan berubah menjadi asam sianida ketika bereaksi dengan asam. Penambahan bawang putih, sereh dan lengkuas berfungsi untuk mengaktifkan asam sianida yang terkandung dalam singkong karet, karena dalam bawang putih, sereh dan lengkuas mengandung asam sehingga bereaksi dengan potasiun sianida yang terkandung dalam singkong karet. Kandungan asam dalam bawang putih, sereh dan lengkuas juga dapat membunuh serangga secara berlahan karena dapat menutup trakea sehingga mengganggu pernafasan serangga. Salah satu jenis racun pada pestisida yang menyebabkan jangkrik mati adalah racun pernafasan, sehingga racun tersebut masuk melalui trachea serangga dalam bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair. Pada penelitian ini, salah satu fungsi bawang putih secara alami akan menolak banyak serangga. Uji efektivitas Pestisida dari Singkong karet berdasarkan pada komposisi dosis yang diberikan kepada jangkrik dan tikus putih, pestisida yang paling efektif untuk membunuh serangga maupun tikus yaitu pestisida yang terbuat dari Komposisi 200 gram Singkong karet. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah Singkong karet yang ditambahkan maka akan lebih banyak juga kandungan racun sianida yang terekstrak. Pada uji terhadap serangga dilakukan dengan cara menyemprotkan pestisida terhadap serangga dengan konsentrasi yang telah ditentukan yaitu 100 gram Singkong karet dan 200 gram, pada waktu pemasakan 90 menit. Pengamatan dilakukan selama 15 menit, setelah 15 menit hitung jumlah serangga yang mati. Pada penyemprotan pertama dengan komposisi singkong karet 100 gram belum ada serangga yang mati kemudian dilakukan penyeprotan sebanyak 2 ml setiap 3 jam sekali.
27
b. Uji pencampuran makanan pada Tikus Putih Tabel 5 Hasil Pengamatan Pestisida terhadap Tikus Massa T Hari Pengamatan Singkong (Menit) karet 100 gram 1 Belum terlihat dampak
30
60
90
2
Belum terlihat dampak
3
Belum terlihat dampak
4
Belum terlihat dampak
5
Bulu mulai rontok
6
Bulu bertambah rontok
7
Bulu semakin banyak yang rontok
8
Mati
1
Belum terlihat dampak
2
Belum terlihat dampak
3
Belum terlihat dampak
4
Bulu mulai rontok
5
Bulu bertambah rontok
6
Bulu bertambah rontok
7
Bulu semakin banyak yang rontok
8
Mati
1
Belum terlihat dampak
2
Belum terlihat dampak
3
Bulu Mulai Rontok
4
Bulu bertambah rontok
5
Bulu semakin banyak yang rontok
6
Mati
28
200 gram
30
1
Belum terlihat dampak
2
Bulu Mulai Rontok
3
Bulu bertambah rontok
4
Bulu bertambah rontok
5
Bulu semakin banyak yang rontok
6
Mati
1
Belum terlihat dampak
2
Bulu Mulai Rontok
3
Bulu bertambah rontok
4
Bulu semakin banyak yang rontok
5
Mati
1
Bulu Mulai Rontok
2
Bulu bertambah rontok
3
Bulu semakin banyak yang rontok
4
Mati
60
90
Uji pestisida pada tikus putih dilakukan dengan cara mencampurkan pestisida pada makanan yang kemudian diberikan kepada tikus. Tikus mati dengan perlahan, mulai dari rambutnya yg sedikit demi sedikit rontok. Kematian pada tikus dipengaruhi oleh banyaknya komposisi singkong karet dan waktu pemasakannya. Semakin banyak singkong karet yang ditambahkan dan semakin lama proses pemasakan yang dilakukan maka pestisida yang dihasilkan akan semakin cepat tikus mati. Berdasarkan hasil pengamatan pada komposisi 200 gram singkong karet, tikus lebih cepat mati, yaitu pada hari ke 4 untuk proses pemasakan 90 menit, hari ke 5 untuk proses pemasakan 60 menit dan hari ke 6 untuk proses pemasakan 30 menit, sedangkan pada 100 gram singkong karet tikus mati pada hari ke 6 untuk proses pemasakan 90 menit, hari ke 8 proses pemasakan
29
30 menit dan proses pemasakan 60 menit. Sehingga untuk komposisi pestisida yang efektif digunakan untuk membunuh serangga maupun tikus yaitu pada komposisi yang tinggi singkong karetnya. Gambar 9 Tikus dengan bulu
Gambar 10 Tikus dengan bulu
mulai rontok
semakin banyak yang rontok
Rekomendasi
untuk
penelitian
selanjutnya,
Gambar 11 Tikus yang mati
diharap
menggunakan
perbandingan komposisi bahan yang lebih variatif sehingga diperoleh data yang lebih valid dan tepat serta untuk metode aplikasi uji efektivitas terhadap tikus dilakukan dengan cara menginjeksikan sample pestisida langsung tehadap binatang tersebut sehingga dapat dikendalikan dosisnya dan dapat dicari lehtal dose nya atau LD50 nya berdasarkan berat badan tikus (ml/mg). Pestisida merupakan campuran dari berbaga senyawa-senyawa kimia yang mampu membasmi berbagai organisme pengganggu tanaman. Berdasarkan sumber bahannya pestisida ada dua, yaitu pestisida sintetis dan pestisida nabati. Pestisida sintetis dibuat dari bahan-bahan kimia (non alami) biasa diproduksi di pabrikan, sedangkan pestisida nabati dibuat dari bahan-bahan nabati (alami), dari tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang mengandung senyawa-senyawa yang bisa mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Berhubung penggunanaan pestisida sintetis mulai dirasakan dampak negatifnya, maka mulai diadakan
30
konversi penggunaan pestisida yang berasal dari bahan-bahan alami (pestisida nabati). Aplikasi pestisida alami kurang begitu digunakan dalam kalangan petani karena pestisida ini memiliki tingkat kematian pada hama yang relatif kecil dibandingkan pada pestisida kimia. Pestisida nabati mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pestisida nabati yaitu biaya pembuatannya sangat terjangkau dan mudah dibuat sendiri oleh petani sehingga bisa diterapkan oleh berbagai kelas petani dari petani yang berekonomi rendah sampai yang berekonomi tinggi, relatif aman terhadap lingkungan, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman sebagaimana jika menggunakan pestisida sintetis yang dibuat dari bahan-bahan kimia, tidak menimbulkan resistensi terhadap hama, kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain, menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia berbahaya yang bisa mencemari lingkungan terutama air tanah yang nantinya akan dikonsumsi manusia sehingga dapat menyebabkan keracunan. kadang harus diaplikasikan atau disemprotkan berulang-ulang dan lain-lain. Oleh karena sifatnya yang ramah ligkungan dan bernilai ekonomi, penggunaan pestisida nabati ini merupakan inovasi yang cukup baik untuk dikembangkan juga turut mendukung terciptanya sistem pertanian yang berkelanjutan. Sedangkan kelemahan dari pestisida ini yaitu daya kerjanya relatif lambat, tidak membunuh jasad sasaran secara langsung, tidak tahan terhadap sinar matahari, kurang praktis, tidak tahan disimpan. Di samping itu, pestisida nabati juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu: a) Daya kerja pestisida nabati lebih lambat, tidak bisa terlihat dalam jangka waktu yang cepat.
31
b) Pada umumnya tidak membunuh langsung hama sasaran, akan tetapi hanya bersifat mengusir dan menyebabkan hama menjadi tidak berminat mendekati tanaman budidaya. c) Mudah rusak dan tidak tahan terhadap sinar matahari. d) Daya simpan relatif pendek, artinya pestisida nabati harus segera digunakan setelah proses produksi. Hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi petani untuk mendapatkan pestisida nabati instan ataupun untuk memproduksi pestisida nabati untuk tujuan komersil. e) Perlu dilakukan penyemprotan yang berulang-ulang. Hal ini dari sisi ekonomi tentu saja tidak efektif dan efisien. Pada umumnya pestisida sintetis dapat membunuh langsung organisme sasaran dengan cepat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa efektivitas pestisida alami dipengaruhi oleh banyaknya komposisi singkong karet dan waktu pemasakannya. Semakin banyak singkong karet yang ditambahkan dan semakin lama proses pemasakan yang dilakukan maka pestisida yang dihasilkan akan semakin efektif jika diaplikasikan ke hama.
5.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya ada beberapa hal yang perlu disarankan: a.
Penelitian ini perlu dikembangkan lagi dengan menggunakan pelarut kimia sehingga menghasilkan pestisida yang tahan lama.
b.
Perlu adanya uji atau analisa kandungan racun sianida dalam singkong karet yang menyebabkan serangga dan hama mati. Peneliti belum bisa menyajikan data tentang kandungan racun tersebut dikarenakan adanya keterbatasan insturemen analisa.
c.
Sebaiknya dilakukan penambahan jumlah variabel penelitian dan perlu dilakukan pada metode lain untuk mendapatkan kondisi optimum yang lebih baik.
d.
Perlu dilakukan analisa lebih lanjut untuk mengetahui senyawa selain total asam yang ikut terekstrak oleh pelarut air.
e.
Metode aplikasi uji efektivitas terhadap sample binatang terutama tikus dilakukan dengan cara menginjeksikan sample pestisida langsung tehadap binatang tersebut sehingga dapat dikendalikan dosisnya dan dapat dicari lehtal dose nya atau LD 50 nya.
f.
Dilakukan pengembangan pembuatan pestida alami yang dicampurkan dengan pupuk.
32
33
g.
Perlu dikembangkan metode pembuatannya selain dengan menggunakan metode pemasakan, misalnya dengan cara metode infus.
DAFTAR PUSTAKA Akintonwa, A., Tunwashe, O., & Onifade, A. 1994. Fatal and nonfatal acute poisoning attributed to cassavabased meal . Acta Hort.,375, 285 – 288 Ariyani H, Suwarni, Munisi S, 2008. Pemanfaatan Minyak Sereh Menjadi Berbagai Macam-Macam Produk , Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi ‘Yayasan Pharmasi’ Vo. 12 No. 1. Semarang. Dalimartha, S. 2008 Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Pustaka Bunda Jakarta Guenther E. 1990. Minyak Atsiri Jilid IV B, Penerjemah S. Ketaren dan R. Mulyono, Universitas Indonesia . Jakarta Hapsari.Mira Amala;Pramashinta.Alice.2013. Pembuatan Bioetanol dari Singkong Karet (Manihot Glaziovii) untuk Bahan Bakar Kompor Rumah Tangga Sebagai Upaya Mempercepat Konversi Minyak Tanah Ke Bahan Bakar Nabati Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Universitas Diponegoro Semarang. Vol 2 No 2 hal 240-245 Haque M.R., 2004 Preparation of Linamarin From Cassava leves for Use in Cassava Cyanide Kit, Food Chemistry 85 , 27-29 Johny R., dan Djumidi., (2000). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta : Departemen Kesehatan. Halaman 16
Kodoatie, Robert J. dan Sjarief, Rustam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air terpadu. Andi, Yogyakarta. Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif . PT. AgroMedia. Jakarta Oyen, L.P.A.,and N.X.Dung, 1999 Plants Resources Of South East Asia:Essential Oil No. 19 Prosea, Bogor. Slamet, Juki Soemirat, 2002. Kesehatan Lingkungan Gajah Press.Yogyakarta
Mada
University
Subiakto,S. 2002. Pestisida Nabati Pembuatan dan Pemanfaatan. Balai Penelitian Tanaman Holtikultara.Jakarta Suprapti,
Lies. 2005. Tepung Kanisius.Yogyakarta
Tapioka :
Pembuatan
dan
Pemanfaatannya.
Syamsiah,Is dan Tajuddin, 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang putih,Agro Media Pustaka.Jakarta.
Adnyana, dkk, 2012. Efikasi Pestisida Nabati Minyak Atsiri Tanaman Tropis terhadap Mortalitas Ulat Bulu Gempinis. Jurnal Agroekologi Tropika 1(1): 1-11.
M.Thamrin, S. Asikin, Mukhlis dan A.Budiman. 2005. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Jurnal Pertanian. Vol.3(1): 35-54. Raharjo, Ari, dkk. 2010. Membuat Pestisida Organik. Jakarta : PT AgroMedia Pustaka. Tombe, Mesak. 2008. Pemanfaatan Pestisida Nabati Dan Agensia Hayati Untuk Pengendalian Penyakit Busuk Jamur Akar Putih Pada Jambu Mete. Buletin Littro. Vol.19(1): 68 -77 Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hayati Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Setiawati, R. Murtiningsih, N. Gunaeni, dan T. Rubiati: Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), 2008 Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
LAMPIRAN 1. PERHITUNGAN
Tabel Standarisasi NaOH Asam Benzoat: Asam Benzoat
NaoH
10 ml
7,7
10 ml
8,0
Rata – rata
7,85
Bm Asam Benzoat 122 N NaOH yang sebenarnya = =
−3
0,1001 7,85
−3
22
= 0,10452 N
Tabel Sampel Tanpa Singkong Karet: Asam Total
NaoH
20 ml
12
20 ml
13
Rata – rata
12,5
N Asam =
= 12,5 X 0,10452 = 1,3065 / 20 ml X 100% = 6,5325%
Tabel Sampel dengan Singkong Karet: Asam Total
NaoH
20 ml
14,7
20 ml
14
Rata – rata
13,85
N Asam =
= 13,85 X 0,10452 = 1,4476 / 20 ml X 100% =
6,2380%
2. DOKUMENTASI KEGIATAN
Proses Penimbangan Bahan:
Proses Penghalusan Bahan – Bahan:
Proses Ekstraksi Bahan – Bahan:
Proses Penyaringan:
Aplikasi Sample pada Binatang:
Sample: