Percobaan 2
Identifikasi Lipid
TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat:
Memahami metode identifikasi lipid.
Dengan menggunakan 3 metode uji yaitu Uji Kelarutan lipid, Uji Akrolein dan Uji Liebermann-Burchard
LANDASAN TEORI
Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut di dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar seperti kloroform atau eter. Jenis lipida yang paling banyak digunakan adalah lemak atau triasilgliserol yang merupakan bahan bakar utama bagi semua organisme (Lehninger, 1982).
Lipid dalam bentuk lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia, selain itu juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein, dimana 1 gram lipid dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan untuk karbohidrat dan protein masing-masing hanya 4 kkal/gram (Winarno,1989).
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (berbentuk cair). Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak susu, lemak babi, lemak sapi). Lemak nabati yang berbentuk cair dibedakan atas 3 golongan yakni (1) drying oil yang membentuk lapisan keras bila mengering di udara, contohnya minyak cat/pernis, (2) semi drying oil, contohnya minyak jagung, minyak biji kapas, dan (3) non drying oil contohnya minyak kelapa (Murray, 2003).
Sifat Fisika
Dari rantai asam lemak didapatkan bahwa asam lemak jenuh . Mempunyai rantai karbon pendek seperti asam butirat dan kaproat yang mempunyai titik lebur rendah, ini berarti bahwa kedua asam ini berupa zat cair pada suhu kamar sedangkan makin panjang rantai karbon menunjukkan makin tinggi titik leburnya. Asam palmitat dan stearat berupa zat padat pada suhu kamar (Ngili Yohanis,2009).
Asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur rendah. Asam oleat mempunyai rantai karbon sama panjang dengan asam stearat, tetapi pada suhu kamar asam oleat berupa zat cair. Makin banyak ikatan rangkap, makin rendah titik leburnya, ini dapat dilihat pada pada titik lebur asam linoleat yang lebih rendah dari titik lebur asam oleat. Asam butirat larut dalam air. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai karbon. Asam kaproat larut sedikit dalam air, sedangkan asam palmitat, stearat, oleat dan linoleat tidak larut dalam air. Asam linoleat mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil (Ngili Yohanis,2009).
Sifat Kimia
Asam lemak adalah asam lemah, jika larut dalam air molekul asam lemak akan terionisasi sebagian dan melepaskan ion H+. Dalam hal ini pH larutan bergantung pada konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing-masing asam lemak. pH untuk asam lemak dan ionisasinya, umumnya dapat digambarkan sebagai berikut :
R – COOH R – COO– + H+
asam lemak dapat bereaksi dengan basa, membentuk garam
R – COOH + NaOH R – COONa + H2O
Garam natium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dan dikenal sebagai sabun. Molekul sabun terdiri atas rantai hidrokarbon dengan gugus – COO– pada ujungnya. Bagian hidrokarbon bersifat hidrofobik artinya tidak suka air atau tidak mudah larut dalam air, sedangkan gugus – COO– bersifat hidrofilik dapat larut dalam air (Ngili Yohanis,2009).
Dari dua bagian di atas, maka molekul sabun tidak sepenuhnya larut dalam air tetapi membentuk misel. Sebagai bahan pembersih kotoran, sabun dapat mengemulsikan lemak (fungsi emulgator). Bagian hidrofobik molekul sabun akan masuk ke dalam lemak, sedangkan ujung yang bermuatan negatif ada dibagian luar. Dengan adanya gaya tolak antara muatan listrik negatif, maka kotoran akan terpecah menjadi partikel kecil dan membentuk emulsi, dengan demikian kotoran dapat terlepas dari kain dll (Ngili Yohanis,2009).
Lipid mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah sebagai komponen struktural membran, sebagai bahan bakar, sebagai lapisan utama pelindung dan sebagai vitamin dan hormon (Martoharsono, 1981).
Lipid secara umum dibagi kedalam dua kelas besar yaitu lipid sederhana dan lipid kompleks. Yang termasuk lipid sederhana antara lain adalah :
Trigliserida dari lemak atau minyak seperti ester asam lemak dan dan gliserol, contohnya adalah lemak babi, minyak jagung, minyak biji kapas dan butter.
Lilin yang merupakan ester asam lemak dari rantai panjang alkohol, contohnya adalah beeswax, spermaceti, dan carnauba wax
Sterol yang didapat dari hidrogenasi parsial atau menyelurih fenantrena. Contohnya adalah kolesterol dan ergosterol (Sastrohamidjoyo, 2005).
Lipida dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara. Secara tradisional lipid diklasifikasikan menjadi 5 golongan :
Gliserida dan asam lemak, termasuk didalamnya lemak dan minyak
Fosfolipid
Spingolipida
Glikolipida
Terpenoid, termasuk didalamnya getah dan steroida (Lehninger, 1982).
Lipid tersusun atas asam lemak biasanya merupakan molekul tak bercabang yang mengandung 14 sampai 22 atom karbon. Senyawa ini hampir selalu mempunyai jumlah atom yang genap. Baik asam lemak jenuh maupun tidak jenuh dapat diperoleh kembali dari hidrolisis senyawa lipid. Asam lemak jarang terdapat bebas di alam tetapi terdapat sebagai ester dalam gabungan dengan fungsi alkohol. Karena asam lemak merupakan molekul tak bercabang maka asam lemak pada umumnya adalah asam monokarboksilat berantai lurus (Westhem, 1956).
Identifikasi lipid
Banyak uji identifikasi lipid yang dapat dilakukan seperti uji kelarutan lipid, uji akrolein, uji lieberman-burchard, ujin ketengikan, uji salkowski untuk kolesterol, uji bilangan iod, uji penyabunan, dan lain-lain.
Uji Kelarutan lipid
Uji ini terdiri atas analisa kelarutan lipid maupun derivat lipid terhadap berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan kedalam pelarut polar maka akan hasilnya lipid tersebut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan larut dalam pelarut yang sama-sama nonpolar (Poedjiadi, 1994).
Uji Akrolein
Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/ minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein yang memilikii bau khas seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih (Poedjiadi, 1994).
Uji Lieberman-Burchard
Merupakan uji kuantitatif untuk kolesterol. Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan asam sulfat kedalam larutan kolesterol dan kloroform. Setelah itu asam pekat ditambahkan. Tabung dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Mekanisme yang terjadi dalam uji ini adalah ketika asam sulfat ditambahkan kedalam campuran yang berisi kolesterol maka molekul air berpindah dari gugus C, kolesterol kemudian teroksidasi membentuk 3,5-koletadiena. Reaksi positif ini ditandai dengan adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi biru tua (Poedjiadi, 1994).
BAHAN DAN ALAT
Bahan
Gliserol - Kloroform
Olive oil - Minyak
Air - Asam palmitat
Alkohol dingin - KHSO4
Alkohol panas - Asam asetat anhidrit
Asam sulfat pekat
Alat
Kertas Saring - Pipet tetes
Gelas ukur 10 mL - Cawan penguap
Lampu spirtus - Tabung reaksi
Penjepit
PROSEDUR KERJA
Uji Kelarutan
Disediakan 4 tabung reaksi lalu pada masing-masing tabung dimasukan 2 ml air, 2 ml alkohol dingin, 2 ml alkohol panas, dan 2 ml kloroform. Lalu dimasukkan 0,2 ml minyak pada tiap tabung, kemudian dikocok hati-hati. Selanjutnya ambil 2-3 tetes dari masing-masing tabung tersebut lalu diteteskan pada kertas saring.Dengan adanya noda pada kertas saring menunjukkan adanya lemak yang terlarut dalam pelarut tersebut.
Uji Akrolein
Disediakan 3 tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu pada masing-masing tabung dimasukkan 10 tetes olive oil, gliserol atau sedikit asam palmitat. Lalu ditambahkan ke dalam masing-masing tabung sejumlah sama volume KHSO4 lalu dipanaskan pelan-pelan diatas api. Diperhatikan bau akrolein yang menusuk hidung, dibedakan dengan bau SO4.
Uji Lieberman-Burchard Untuk Kolesterol
Sedikit gliserol dan olive oil dilarutkan dalam kloroform hingga larut seluruhnya pada cawan penguap yang berbeda. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam asetat anhidrid dan 2 tetes asam sulfat pekat, dikocok perlahan-lahan dan dibiarkan beberapa menit. Diperhatikan perubahan warna yang terjadi.
HASIL PENGAMATAN
No.
Percobaan
Hasil Pengamatan
1
Uji Kelarutan Lipid :
Disediakan 4 tabung reaksi yang ditambahkan kedalamnya :
Tabung 1 = berisi 2 ml air
Tabung 2 = berisi 2 ml Alkohol dingin
Tabung 3 = berisi 2 ml Alkohol panas
Tabung 4 = berisi 2 ml Kloroform
Kemudian 0,2 ml minyak ditambahkan kedalam tiap tabung, dikocok hati-hati. Diambil 2-3 tetes dari masing-masing tabung diteteskan pada kertas saring. Adanya noda yang tertinggal pada kertas saring menunjukan adanya lemak yang terlarut dalam pelarut.
Gambar : 1.1
Kertas saring yang telah ditetesi oleh masing-masing pelarut pada 4 tabung reaksi
Tabung 1 : (Air + Minyak) tidak meninggalkan noda pada kertas saring, meninggalkan bercak air.
Tabung 2 : (Alkohol dingin + Minyak) tidak meninggalkan noda pada kertas saring.
Tabung 3 : (Alkohol panas + Minyak) tampak sedikit noda yang kurang jelas terlihat.
Tabung 4 : ( Kloroform + Minyak) tampak noda jelas terlihat.
2
Uji Akrolein :
Disediakan 3 tabung reaksi yang bersih dan kering, dimasukan 10 tetes olive oil kedalam tabung 1, gliserol kedalam tabung 2 dan asam palmitat kedalam tabung 3. Kemudian ditambahkan KHSO4 kedalam masing-masing tabung sama banyak, lalu dipanaskan diatas api bunsen. Diamati bau akrolein yang tercium.
Gambar : 2.1
Tabung 1 (Olive Oil + KHSO4 yang dipanaskan) menghasilkan bau khas akrolein yang menyengat.
Gambar : 2.2
Tabung 2 (Gliserol + KHSO4 yang dipanaskan) menghasilkan sedikit bau khas akrolein.
Gambar : 2.3
Tabung 3 (Asam Palmitat + KHSO4 yang dipanaskan) tidak menghasilkan bau khas akrolein /tidak tercium baunya.
3
Uji Lieberman-Burchard :
Spesifik terhadap kolesterol.
Sedikit Kolesterol (Gliserol dan Olive Oil) dilarutkan dalam Kloroform hingga larut seluruhnya.
Cawan 1 (Gliserol + Kloroform hingga larut seluruhnya, ditambahkan asam asetat anhidrit dan 2 tetes asam sulfat pekat, dikocok perlahan, dibiarkan dan diamati)
Cawan 2 (Olive Oil + Kloroform hingga larut seluruhnya, ditambahkan asam asetat anhidrit dan 2 tetes asam sulfat pekat, dikocok perlahan, dibiarkan dan diamati)
Gambar : 3.1
Cawan 1 (Gliserol) :
Gliserol + Kloroform menghasilkan warna larutan bening, kemudian + asam asetat anhidrit menghasilkan warna bening, + Asam Sulfat pekat warna yang dihasilkan tetap bening.
Gambar : 3.2
Cawan 2 (Olive Oil)
Olive oil + Kloroform menghasilkan larutan warna bening, kemudian + asam asetat anhidrit menghasilkan warna larutan bening, + Asam Sulfat pekat menghasilkan warna larutan kuning gading bening.
PEMBAHASAN
Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut di dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar seperti kloroform atau eter. Jenis lipida yang paling banyak digunakan adalah lemak atau triasilgliserol yang merupakan bahan bakar utama bagi semua organisme (Lehninger, 1982). Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi lipid dengan metode uji kelarutan, uji akrolein dan uji lieberman-burchard untuk kolesterol.
Percobaan pertama yaitu uji kelarutan lipid terhadap pelarut tertentu. Uji kelarutan berkaitan dengan kepolaran, dimana zat terlarut akan larut pada pelarut yang disukainya "like dissolve like" prinsip dimana setiap yang bersifat polar hanya dapat larut dalam pelarut polar, demikian juga yang setiap yang non polar hanya akan larut dalam pelarut non polar. Untuk yang semi polar tentunya menyesuaikan dengan ukuran kepolaran yang dimilikinya. Derajat kelarutan merupakan kemampuan suatu zat terlarut untuk dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu.Tingkat polaritas berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Hal ini sesuai dengan prinsip uji kelarutan yaitu berdasarkan pada kaidah like dissolves like yang mana senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan sebaliknya. Kelarutan lipid baik lemak maupun minyak diuji dengan berbagai jenis pelarut untuk mengetahui derajat kelarutannya (Poedjiadi, 1994).
Pada percobaan ini pelarut yang digunakan adalah air, alkohol dingin, alkohol panas dan kloroform. Sedangkan sampel lipid yang digunakan pada percobaan ini adalah minyak. Pada percobaan ini disiapkan 4 tabung reaksi lalu tabung 1 diisi 2 mL air, tabung 2 diisi dengan 2 mL alkohol dingin, tabung 3 diisi 2 mL alkohol panas, dan tabung 4 diisi dengan 2 mL kloroform. Kemudian ke dalam masing-masing tabung dimasukkan 0,2 mL minyak lalu dikocok agar dapat melihat kelarutan lipid pada setiap tabung. Selanjutnya diambil 2-3 tetes dari masing-masing tabung dan diteteskan pada kertas saring. Hasil yang diperoleh adalah pada tabung 1 yang berisi campuran air dan minyak menghasilkan bercak seperti basah pada kertas saring, tidak ada noda. Hal ini menunjukkan bahwa minyak tidak larut dalam air karena minyak adalah senyawa tidak polar dan air merupakan senyawa polar sehingga keduanya tidak dapat bercampur.
Pada tabung 2 yang berisi campuran alkohol dingin dan minyak, terdapat bercak yang agak samar atau seperti basah. Hal ini menunjukkan bahwa minyak tidak larut dalam alkohol dingin, disini minyak bersifat non polar dan alkohol dingin bersifat polar sehingga minyak dan alkohol dingin tidak bercampur. Alkohol merupakan senyawa semi polar, memiliki sifat polar dari gugus –OH dan nonpolar dari gugus alkil. Semakin tinggi suhu alkohol, maka sifat kepolarannya semakin berkurang..
Pada tabung 3 yang berisi alkohol panas dan minyak didapatkan hasil adanya noda agak samar. Hal ini menandakan bahwa alkohol dalam keadaan panas dapat melarutkan minyak, berbeda dengan alkohol dingin karena disini ada pengaruh suhu yang meningkat, Semakin tinggi suhu alkohol, maka sifat kepolarannya semakin berkurang. Inilah yang menyebabkan adanya perbedaan kelarutan minyak pada alkohol panas dan alkohol dingin. Jadi pada suhu tinggi alhokol bersifat nonpolar sehingga dapat melarutkan minyak yang bersifat nonpolar juga.
Pada tabung 4 yang berisi kloroform dan minyak, didapatkan hasil bahwa pada kertas saring terdapat noda yang jelas. Hal ini menunjukkan bahwa klorofom adalah pelarut yang baik untuk lipid. Seperti teori yang disampaikan oleh Armstrong (1995) menyatakan bahwa lemak dan minyak tidak larut dalam pelarut polar seperti air, namun larut dalam pelarut non polar seperti kloroform, eter, dan benzene.
Selanjutnya dilakukan uji akrolein pada lipid. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih (Poedjiadi, 1994). Sampel lipid yang diuji adalah olive oil, gliserol dan asam palmitat. Pada masing-masing tabung reaksi dimasukan 10 tetes olive oil, gliserol dan asam palmitat. Kemudian pada masing-masing tabung ditambahkan KHSO4 dalam volume yang sama, lalu dipanaskan pelan-pelan diatas api dan diperhatikan bau akrolein yang menusuk hidung.
Hasil yang diperoleh yaitu olive oil mengeluarkan bau yang lebih menyengat dibandingkan gliserol. Sedangkan asam palmitat tidak tercium bau akrolein. Pada uji ini, penambahan KHSO4 berfungsi sebagai katalisator pembentukan gliserol pada sampel yang mengandung gliserol, dan KHSO4 ini tidak ikut bereaksi karena tidak larut dalam larutan sampel, tetapi hanya berfungsi sebagai katalisator. Pembentukan akrolein ini terjadi karena dehidrasi gliserol dalam olive oil dan larutan gliserol yang menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Sedangkan pada asam palmitat tidak menimbulkan bau, karena tidak mengandung flatogliserol dan tidak terbentuk trigliserida sehingga akrolein tidak terbentuk.
Kemudian dilakukan Uji Lieberman-Burchard terhadap kolesterol. Uji Lieberman Buchard merupakan uji kuantitatif untuk kolesterol. Pereaksi Liebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan asam sulfat ke dalam campuran, asam asetat dilarutkan ke dalam larutan kolesterol dan kloroform. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform. Penambahan kloroform berfungsi untuk melarutkan kolesterol yang terkandung di dalam sampel. Fungsi dari kloroform adalah untuk melarutkan lemak karena sifat dari lemak atau lipid adalah non polar. Sesuai dengan prinsip "like disolve like" maka senyawa non polar akan larut pada pelarut non polar (Lehninger, 1982). Mekanisme yang terjadi dalam uji ini ketika asam sulfat ditambahkan ke dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air berpindah dari gugus C3 kolesterol, kolesterol kemudian teroksidasi membentuk 3,5-kolestadiena. Produk ini dikonversi menjadi polimer yang mengandung kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna ini disebabkan karena adanya gugus hidroksi ( OH) dari kolesterol bereaksi dengan pereaksi Lieberman Burchard dan meningkatkan konjugasi dari ikatan tak jenuh dalam cincin yang berdekatan. Reaksi positif ini ditandai dengan adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi biru tua (Poedjiadi, 1994).
Pertama-tama sedikit gliserol dan olive oil dilarutkan dalam kloroform hingga larut seluruhnya pada cawan penguap yang berbeda. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam asetat anhidrid dan 2 tetes asam sulfat pekat, dikocok perlahan-lahan dan dibiarkan beberapa menit. Diperhatikan perubahan warna yang terjadi. Hasil pengamatan yang diperoleh adalah pada cawan yang berisi larutan gliserol menghasilkan warna bening. Sedangkan pada cawan yang berisi olive oil menghasilkan warna kuning bening atau kuning gading. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan kolesterol pada olive oil lebih banyak daripada gliserol.
KESIMPULAN
Pada uji kelarutan, lipid hanya larut pada pelarut kloroform, karena kloroform merupakan pelarut yang bersifat non polar sama seperti sifat lipid yang non-polar.
Pada uji aklolein olive oil dan gliserol menghasilkan bau tidak sedap yaitu bau akrolein, namun pada olive oil bau akrolein lebih tajam. Bau akrolein terjadi karena senyawa tersebut didehidratasi oleh KHSO4 dan membentuk aldehid tak jenuh.
Pada uji Lieberman-Burchard yang menunjukkan reaksi positif terhadap kolesterol adalah olive oil. Tapi pada uji ini tidak timbul warna hijau melainkan warna kuning bening karena kadar kolesterol yang diujikan hanya sedikit sehingga tidak membuat senyawa kompleks yang menyebabkan perubahan warna.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Frank B..1995.Buku Ajar Biokimia Edisi ketiga.Jakarta: EGC
Lehninger, Albert L, 1984. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Penerjemah : Maggy Thenawijaya. Jakarta: Erlangga.
Murray, Robert K. et al. 2003. Biokimia Harper Edisi ke-25. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Ngili Yohanis.2009. Biokimia : Struktur dan Fungsi Biomolekul. Jogjakarta : Graha Ilmu.
Poedjiadi, Anna.1994.Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:UI-Press
Sastrohamidjoyo, H. 2005. Kimia Organik : Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan Protein. Jogjakarta : Gajah Mada University Press.
Winarno, F,G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.
Westhem and Jeskey. 1956. Introductory Organic Chemistry. New York : Me Graw_Hill Book Company Inc.