LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
HEMATOLOGI
NAMA : DEALSI RANTEALLO NIM : L211 15 007 KELOMPOK : III (TIGA) HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS/16 MARET 2017 ASISTEN : ANUGERAH SAPUTRA YUSDALIFA EKAYANTI EKAYANTI YUNUS YUNIKA MAHA ILMA MAULIANA H. A.
LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN AIR PROGRAM STUDI MANAJEMEN M ANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Rumanta dalam dalam Astuti dan Suciati (2017), menjelaskan bahwa fisiologi
adalah suatu bidang ilmu yang secara khusus mempelajari aktivitas-aktivitas fungsional
yang
terjadi
di
dalam
tubuh
makhluk
hidup
dalam
rangka
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Fisiologi hewan memiliki tujuan yaitu memahami konsep-konsep keterkaitan fungsi organ-organ yang menunjang metabolisme tubuh hewan. Salah satu bagian dari fisiologi yang mempelajari bagaimana bentuk dan warna darah dari ikan yaitu hematologi. Hematologi adalah ilmu yang mempelajari komponen sel darah serta kelainan fungsional dari sel tersebut. Analisis karakteristik sel darah dapat memberikan beberapa petunjuk mengenai keberadaan penyakit yang ditemukan dalam tubuh organisme. Hematologi akan banyak membahas mengenai darah tentang bagaimana sel darah dalam tubuh ikan tersebut dan bagaimana kondisi dari ikan tersebut (Anderson dan Siwisci dalam Suprastiani dalam Suprastiani dkk., 2005). Profil darah seperti hematokrit, leukosit, limfosit , dan granulosit dapat digunakan sebagai salah satu parameter
untuk
mengetahui mengetahu i sejauh mana
proses adaptasi terhadap perubahan salinitas. Sistem peredaran darah pada ikan, bersifat tunggal. Sistem ini hanya terdapat pada satu jalur sirkulasi peredaran
darah,
yakni
melakukan pertukaran gas, itu, darah
kembali
ke
darah
dari jantung dipompa ke insang untuk
kemudian ke berbagai organ tubuh. Setelah jantung. Dengan mempelajari darah kita dapat
mengetahui kondisi ikan (Mahyuddin, (Mahyuddin, 2008). Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum hematologi agar kita dapat mengetahui ikan sakit dan sehat dan dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin dan juga berguna bagi yang meneliti menelit i ikan dan
bermanfaat bagi pembaca.
B. Tujuan dan Kegunaan Tujuan Praktikum ini adalah untuk mengetahui bentuk dan warna darah, mengetahui jumlah eritrosit, serta mengetahui kondisi ikan sakit dan sehat dengan melihat banyaknya gumpalan darah. Kegunaan praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana teknik pewarnaan dan teknik sentrifugasi untuk mengetahui kondisi ikan (sehat atau sakit) serta kondisi-kondisi lainnya yang dapat mematikan ikan sehingga dapat diusahakan pencegahan sedini mungkin.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Lele (C lari as batrachus )
Gambar 1. Ikan Lele (Clarias batrachus) (Dopontonung, 2008) 1.
Klasifikasi Berdasarkan taksonomi yang dikemukakan Weber de Beaufort dalam
Amri dan Khairuman (2002), lele dapat digolongkan sebagai berikut: Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Ostariophysi
Subordo
: Siluroidae
Famili
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias batrachus
2.
Morfologi Bentuk tubuh lele panjang agak membulat. Tubuh lele tidak bersisik dan
lici. Bagian kepala pipih ke bawah ( depressed ), bagian badan tengah membulat dan bagian belakang tubuhnya pipih ke samping ( compressed ). Kepala berukuran relatif panjang, yaitu mencapai seperempat panjang tubuhnya. Mulut lele terdapat pada ujung moncong ( terminal ) (Ciptanto, 2010). Ikan lele umumnya berwarna kehitaman atau keabuan dan memiliki alat pernapasan tambahan (arborescent organ). Insangnya berukuran kecil dan
terletak pada bagian kepala belakang. Ikan lele mempunyai jumlah sirip punggung 68 – 79, sirip dada 9
– 10,
sirip dubur 50 – 60, dan jumlah sungut 4
pasang. Ukuran matanya sekitar 1/8 panjang kepalanya. Giginya berbentuk villiform dan menempel pada rahang (Suyanto dalam Pratiwi, 2014). 3. Karakteristik Seks Ikan jantan merupakan faktor yang penting dalam budidaya ikan lele, karena dalam perkembangannya benih ikan jantan memiliki keunggulan yang besar untuk memacu produksi ikan lebih cepat, masa panen lebih singkat, dan menambah nilai ekonomis para petani ikan. Untuk memperoleh benih ikan jantan yang unggul dapat dilakukan penjantanan atau disebut juga dengan istilah sex reversal , sebagai suatu teknologi yang membalikkan arah pengembangan kelamin menjadi berlawanan (Mantau dalam Rosmaidar dkk., 2016). Induk ikan lele betina yang optimal untuk dipijahkan berukuran antara 1,0 –
1,5 kg/ekor, sedangkan induk jantan berukuran sekitar 0,8
Setelah
pematangan
gonad
induk
–
1,2 kg/ekor.
mencapai waktunya, pemilihan
induk
matang gonad dilakukan (Kristanto dan Estu, 2008). Menurut Yamazaki dalam Rosmaidar dkk. (2016), beberapa penelitian telah berhasil mengembangkan benih ikan jantan dengan menggunakan bahan senyawa steroid sintetik dan telah menghasilkan populasi monosex. Hormon testosteron sangat berpotensi untuk mengarahkan kelamin pada saat diferensiasi kelamin. Tingkat keberhasilan merubah kelamin jantan dapat mencapai 96 100%, dan yang umum digunakan adalah golongan hormon androgen seperti 17α-metil
testosteron. Sedangkan menurut Zairin dalam Rosmaidar dkk. (2016),
metode pemberian hormon bisa melalui pakan ( oral ) dan perendaman. Di bidang perikanan telah dilakukan penyebaran pemanfaatan hormon testoteron dan hormon metiltestosteron alami untuk penjantanan ikan.
3.
Kebiasaan Makan Menurut Effendie dalam Winarlin (1984), umumnya makanan yang
pertama kali datang dari luar untuk semua ikan dalam mengawali hidupnya ialah plankton
yang
bersel
tunggal.
Sedangkan
menurut
Damrongrat
dalam
Sidthimunka dalam Winarlin (1984), anak ikan Clarias yang masih kecil memerlukan
zooplankton
yang
sangat
kecil
pertumbuhannya dan dua atau tiga minggu kemudian
pada
tahap awal
sudah dapat diberi
makanan daging ikan rebus. Lele bersifat karnivora (pemakan daging), sehingga ia bisa memakan sisa-sisa benda busuk yang berasal dari limbah rumah tangga atau limbah dapur. Di samping itu, lele mau mengonsumsi limbah peternakan, seperti bangkai ayam dan kotoran ayam. Makanan alami lele adalah binatang-binatang renik seperti kutu air dari golongan Daphnia, Cladocera, dan Copepoda. Lele juga memakan berbagai jenis cacing, larva jentik nyamuk, atau siput-siput kecil. Lele juga mengonsumsi makanan buatan, seperti pelet (Amri dan Khairuman, 2002).
4. Kebiasaan Hidup Menurut Suyanto dalam Dopongtonung (2008), ikan lele ( Clarias spp) memiliki kemampuan hidup di dalam lumpur dan air dengan kandungan oksigen rendah. Hal ini disebabkan karena ikan ini memiliki alat pernapasan tambahan (arborescent) yang terdapat di dalam ruang udara sebelah atas insang, sehingga ikan lele dapat mengambil oksigen untuk bernafas langsung dari udara di luar air. Dihabitat aslinya, lele menyukai hidup bersembunyi di dalam lubanglubang yang terdapat di perairan. Selain sebagai tempat bersembunyi, lubang dimanfaatkan sebagai tempat bertelur. Lele lebih menyukai air baru, sehingga tidak heran saat kolam pemeliharaan dialiri air baru, di pintu pemasukan air terlihat beberapa lele berkumpul (bergerombol) menyongsong air baru tersebut.
Lele dapat hidup di daerah dataran rendah dan dataran tinggi hingga ketinggian dari 700 m di atas permukaan laut (Amri dan Khairuman, 2002). B. Sterilisasi Menurut Gupte dalam Rachmawati dan Shofyatul (2008),
sterilisasi
merupakan suatu proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetatif maupun bentuk spora. Fungsi sterilisasi di antaranya : pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencemaran organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan pembuatan makanan dan pencemaran
oleh
keadaan asepsis, pada
obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap
mikroorganisme. Salah satu cara yang digunakan adalah
dengan desinfeksi yaitu proses mematikan semua mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi. Menurut Margono dkk. dalam Adji dkk. (2007), alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apapun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon juga terikat pada atom hidrogen dan atau atom karbon lain. Alkohol merupakan denaturan protein, suatu sifat yang terutama memberikan aktivitas antimikrobial pada alkohol. Disarnping itu, alkohol juga merupakan pelarut lipid sehingga dapat merusak membran sel. Alkohol yang umum dipakai untuk sterilisasi adalah alkohol konsentrasi 70% karena efektif mernecah protein yang ada dalam mikroorganisme. Sedangkan menurut Rismana dalam Adji dkk. (2007), penggunaan pada proses disinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yang stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah beresiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap.
Selain sebagai bahan disinfektan, EDTA merupakan bahan khelasi yang berfungsi membersihkan dan melebarkan saluran akar. EDTA akan mengikat kalsium dari gigi sehingga menyebabkan dekalsifikasi pada dentin terutama peritubulernya sehingga dentin lebih mudah diinstrumenkasi. EDTA juga mempunyai fungsi melarutkan lapisan smear terutama unsur anorganiknya. Konsentrasi yang biasa digunakan antara 15% - 17% (Mulyawati, 2011). C. Anestesi Anestesi pada ikan biasa dilakukan dalam bidang pembenihan saat pemijahan
buatan
ikan.
Anestesi
diperlukan
untuk
menurunkan
tingkat
metabolisme tubuh ikan sehingga penyuntikan hormon pada induk ikan dapat berlangsung baik sebab perlawanan
ikan tidak ada sehingga kemungkinan
ikan luka dapat dikurangi dan juga mengurangi tingkat stress ikan. Anestesi diperlukan dalam beberapa proses budidaya,
diantaranya dalam proses
pemijahan buatan dan proses transportasi (Albani dkk. 2008). Jenis-jenis anestesi yaitu anestesi umum, regional dan lokal. Harahap dkk. (2011), mengatakan bahwa anestesi dibutuhkan pada hampir semua tindakan pembedahan, dan sebagian besar dengan anestesi umum. Anestesi umum berpengaruh secara intraseluler dan perlu mendapat perhatian dalam hal interaksi obat anestesi dengan trombosit. Propofol (2,6 diisopropylphenol ) merupakan obat anestesi yang digunakan pada anestesi umum selain ketamin. Sedangkan Samodro dkk. (2011), mengatakan anestesi berkembang
dan
regional
semakin
meluas pemakaiannya, mengingat berbagai keuntungan
yang ditawarkan, diantaranya relatif lebih murah, pengaruh sistemik yang minimal, menghasilkan analgesi yang kuat dan kemampuan mencegah
respon
stress secara lebih sempurna. Namun demikian bukan berarti anestesi lokal tidak bahaya. Kemudian Coderre dkk. dalam Sutiyono dkk. (2011), mengatakan
operasi
besar
berhubungan
dengan
disfungsi
sistem kekebalan tubuh
bawaan. Anestesi lokal dapat mengurangi respon inflamasi pascaoperasi melalui dua cara memblokir transmisi saraf pada lokasi kerusakan jaringan dan mengurangi inflamasi neurogenik. Menurut
Nurdjanah
dalam Sumahiradewi
(2014),
belakangan
ini
penggunaan bahan anastesi kimia mulai ditinggalkan dan beralih ke bahan anstesi alami, salah satunya yaitu minyak cengkeh yang merupakan salah satu tanaman dengan manfaat beragam. Kemudian minyak cengkeh mempunyai komponen eugenol dalam jumlah besar yang mempunyai sifat sebagai stimulan, anastesik lokal, karminatif, antimetik, antiseptik dan antipasmedik.
D. Darah (Darah Pada Ikan) Menurut Verdegem dkk. dalam Haditomo dkk. (2014), profil darah : hematokrit, leukosit, satu parameter
limfosit,
untuk
dan granulosit dapat digunakan sebagai salah
mengetahui sejauh mana proses adaptasi terhadap
perubahan salinitas. Profil darah dapat digunakan untuk mengevaluasi respon fisiologi pada ikan. Respon stres pada hewan dapat dilihat dari perubahan kadar hormon kortisol, glukosa darah, hemoglobin, dan hematokrit. Sedangkan menurut Haditomo dkk.
(2014),
jumlah eritrosit, nilai hematokrit
dalam
kondisi
stres
terjadi
perubahan
dan kadar hemoglobin, sedangkan jumlah
leukosit cenderung meningkat. Menurut Lagler dkk. dalam Hasan dkk. (2008), kadar hemoglobin dalam darah ikan berhubungan dengan nilai hematokrit dan eritrosit. Sedangkan menurut Chinabut dkk. dalam Hasan dkk. (2008), Neutrofil merupakan sel-sel pertama
yang
mengandung
meninggalkan vakuola
yang
organisme yang dihancurkannya.
pembuluh berisi
darah
yang
enzim
untuk
penting
karena
menghancurkan
Aktivitas sel jaringan, maupun organ tubuh ikan lele membutuhkan nutrisi dan oksigen. Bahan-bahan ini dapat disuplai jika peredaran darah berjalan normal. Sistem peredaran darah pada ikan, khususnya ikan lele bersifat tunggal. Sistem ini hanya terdapat pada satu jalur sirkulasi peredaran darah, yakni darah dari jantung dipompa ke insang untuk melakukan pertukaran gas, kemudian ke berbagai organ tubuh. Setelah itu, darah kembali ke jantung (Mahyuddin, 2008). E.
Teknik Pengambilan Darah Ikan yang akan diambil darahnya dibius terlebih dahulu dengan MS-222
(trichane
methane
sulfonate) dengan kadar 50 mg/L air, sampai ikan
tersebut pingsan. Darah ikan yang telah diambil dari bagian arteri caudalis dengan jarum suntik dan diberi EDTA 10% tersebut siap diamati parameter hematologinya.
Selanjutnya
pengamatn
hermatokrit
dilakukan
dengan
memasukkan darah yang disimpan pada tabung eppendorf ke dalam kapiler hematokrit yang diberi penutup lilin (vitrex) (Hasan dkk., 2015). Pengamatan preparat ulas darah dimulai dengan pengambilan darah pada bagian vena caudalis dekat ekor menggunakan jarum suntik steril yang telah diberi larutan EDTA. Pengambilan di bagian tersebut bertujuan agar pengambilan sampel darah yang diperoleh banyak dan tidak menyebabka kelemahan dan kematian pada ikan. Selanjutnya darah tersebut diteteskan pada gelas objek untuk kemudian diulas hingga merata keseluruh permukaan gelas objek. Ulas darah dibuat setipis
mungkin
untuk
mempermudah
dalam
pengamatan terhadap darah yang diujikan (Astria dkk., 2013). F.
Kelainan/Penyakit Darah Pada Ikan Wedemeyer and Yasutake dalam Astria dkk. (2013), mengatakan bahwa
persentase
hematokrit
merupakan
banyaknya
sel
darah
(digambarkan
dengan padatan atau endapan) dalam cairan darah pada tabung kapiler.
persentase hematokrit dapat digunakan untuk menentukan kondisi ikan dalam keadaan
sehat
atau
terkena
Astria dkk. (2013), menunjukkan bahwa
anemia. Sedangkan menurut Maryani dalam
persentase hematokrit yang lebih kecil dari 22% ikan
mengalami
anemia
dan
kemungkinan
lebih
mudah terinfeksi penyakit akibat dari pemaparan herbisida. Metil metsulfuron yang
terakumulasi
dalam tubuh ikan dan akan masuk kedalam sistem
peredaran darah dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah. Kemudian Robert dalam Astria dkk. (2013), mengatakan bahwa rendahnya jumlah sel darah merah menyebabkan suplai makanan ke sel, jaringan dan organ akan berkurang sehingga terhambat.
proses
metabolisme
ikan
menjadi
Rendahnya eritrosit mempengaruhi persentase hematokrit dibawah
22% sehingga ikan terkena anemia. Menurut Tanbiyaskur dalam Hartika dkk. (2014), bahwa penambahan probiotik, prebiotik dan sinbiotik melalui pakan untuk pengendalian infeksi bakteri Streptococcus agalactiae mengalami peningkatan persentase jumlah limfosit dari persentase jumlah limfosit ikan pada keadaan normal. Kemudian Tizard dalam Hartika dkk. (2014) yang menyatakan bahwa, salah satu upaya dari tubuh ikan untuk
mempertahankan
diri
terhadap
serangan
patogen adalah
menghancurkan patogen tersebut melalui proses fagositik.
dengan
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Percobaan praktikum hematologi dilaksanakan pada hari kamis, 16 Maret 2017 pukul 15.30 - 17.30 WITA yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat Dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum hematologi, dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 : Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum hematologi serta fungsinya NO ALAT JUMLAH KEGUNAAN 1 Mikroskop 1 buah Alat bantu untuk melihat sel darah 2 Mistar 1 buah Alat untuk menghitung panjang darah 3 Baskom 1 buah Tempat pembiusan ikan 4 Papan preparat 2 buah Tempat ikan pada saat mengambil sampel darah 5 Centrifuge 1 buah Alat untuk memisahkan plasma darah dengan gumpalan darah 6 Stopwatch 1 buah Alat untuk menghitung waktu percobaan 7 Pipet tetes 2 buah Wadah untuk mengambil cairan 8 Bunsen 1 buah Media untuk memanaskan 9 Hemasitometer 1 buah paraafin Menghitung jumlah eritrosit 10 Slide glass 2 buah Tempat diletakkannya darah ikan 11
Spoit
2 buah
Untuk mengambil darah ikan
12
Deg glass
2 buah
Untuk menutup slide glass dengan sudut kemiringan 45 0
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum hematologi serta fungsinya No BAHAN JUMLAH KEGUNAAN 1 Air tawar Secukupnya Medium pada tempat hidup ikan dan pembiusan ikan 2 Parafin Secukupnya Media untuk menyumbat pipet 3 EDTA (Etil Secukupnya Anti koagulan darah Diamin Tetra Acide) 4 Hematokrit Secukupnya Wadah untuk memisahkan gumpalan darah dan plasma
5 6
7 8 9 10 11
Alkohol 70% Darah ikan Lele (Clarias Batrachus) Minyak cengkeh Tissue Hematoxylin Eosin Gyemsa
Secukupnya Secukupnya
darah Media untuk memfiksasi darah Bahan pengamatan
Secukupnya 1 buah Secukupnya Secukupnya Secukupnya
Bahan untuk membius ikan Pembersih alat Untuk pewarnaan inti sel Untuk pewarnaan sitoplasma Mewarnai sel darah
C. Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum mengenai hematologi adalah sebagai berikut : 1.
Menyediakan seluruh alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Menyampling darah a) Memasukkan ikan dalam wadah yang berisi air. b) Menambahkan minyak cengkeh sebanyak 0,1% dari volume air wadah c)
Membiarkan hingga pingsan
d) Meletakkan ikan pada nampan bedah yang telah dilapisi dengan kain yang telah dibasahi e) Mengambil darah ikan dengan menggunakan spoit 1 ml yang telah dibasahi dengan EDTA 10% f)
Menampung darah pada wadah penampungan darah (missal mikrotube)
g) Memberi label (jenis ikan) 3. Hematokrit dan leukokrit a) Darah yang telah ditampung kemudian dimasukkan ke dalam kapiler hematokrit kemudian ditutup pada satu ujung dari kapiler hematokrit dengan menggunakan lilin khusus b) Mensentrifuge 1000 g selama 5 menit c)
Mengukur persentase antara eritosit dan leukosit
4. Untuk mengetahui profil darah ikan a) Darah yang telah ditampung kemudian diteteskan 1 tetes pada slide glass, kemudian letakkan slide glass yang membentuk sudut 30-45 o, digeser perlahan hingga mengenai titik darah pada slide glass dan melebar. Slide glass didorong kedepan yang akan menghasilkan lapisan tipis dibelakangnya. Preparat ulas darah dikering anginkan. b) Memfiksasi dengan alcohol 70% selama 5 menit. c) Mengering anginkan d) Merendam dalam larutan eosin 5-10 menit gunanya untuk mewarnai sitoplasma. Membuang larutan pewarna, mengering anginkan e) Menyuci dengan air mengalir selama 10 detik f)
Mengering anginkan
g) Mengamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x dan 1000x h) Menyelupkan dalam lalutan haematoxilin untuk mewarnai inti sel i)
Menyelupkan kedalam air tawar selama 10 detik.
j)
Mengeringkan dan mengamati di bawah mikroskop.
5. Menghitung jumlah total eritrosit a) Darah yang telah diamati selanjutnya dilakukan pengenceran pada darah ikan sebanyak 0,5 ml dengan menggunakan larutan fisiologis b) Darah
yang
telah
diencerkan
dimasukkan/diteteskan
kedalam
hemositometer secara perlahan-lahan c) Mengamati dibawah mikroskop dan mulai menghitung dengan rumus dibawah ini a/b x 16 x P x 104 sel/ml keterangan : a : Jumlah sel darah b : Jumlah kotak yang diamati P : pengenceran
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Hasil
praktikum Hematologi dapat dilihat pada tabel 3, 4, 5 dan 6
dibawah ini : Tabel 3. Hasil Profil Darah No Ikan Lele (C lari as batrachus ) 1 Ikan 1 2 Ikan 2
Jenis darah Eritrosit Eritrosit
Tabel 4. Hasil dari total eritrosit No
Ikan lele (Clarias batrachus )
Jumlah eritrosit 1
2
3
4
5
∑ eritrosit
Jumlah total Eritrosit
1
Ikan 1
5
2
7
5
11
30
30. 000 sel/ml
2
Ikan 2
3
3
3
2
1
12
24. 000 sel/ml
Tabel 5. Hasil dari presentase gumpalan darah Ikan lele Panjang Panjang Panjang No (Clarias Plasma gumpalan total batrachus ) darah darah 1 2
Ikan 1 Ikan 2
3,5 5
1,4 2,85
Tabel 6. Hasil waktu anestesi No Ikan lele (C lari as batrachus ) 1 Ikan 1 2 Ikan 2
2,1 2,15
Volume gumpalan darah 60% 36,17%
Waktu pingsan 2 menit 54 detik 2 menit 58 detik
B. Pembahasan 1. Sterilisasi Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama penggunaan alat-alat operasi adalah jenis, jumlah, kebersihan atau sterilitas, tata letak dan kondisi alat. Alat-alat operasi yang dipergunakan harus dipertahankan sterilitasnya sampai pelaksanaan operasi selesai dan segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Menurut Adji dkk. (2007), proses sterilisasi tersebut dapat dilakukan
dengan uap panas, larutan kimia, pemanasan kering atau metode gas. Sterilisasi merupakan proses yang menghancurkan semua bentuk kehidupan. Pada praktikum ini menggunakan alkohol 70% untuk dilalukannya sterilisasi terhadap darah. Menurut Rismana dalam Adji dkk. (2007), penggunaan pada proses disinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yang stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, cocok untuk kulit dan
hanya
sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah beresiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap. 2. Anestesi Berka dalam Sumahiradewi (2014) mengatakan ada beberapa metode yang memungkinkan ikan dapat dikirim dengan keadaan hidup, salah satu cara transportasi untuk menekan angka mortalitas ikan adalah dengan cara pembiusan dengan menggunakan bahan anestesi. Bahan anestesi dapat berupa bahan alami dan bahan kimia sintetik. Sedangkan menurut Grush dkk. dalam Sumahiradewi (2014), penggunaan bahan anestesi seperti ether, propoxate, quinaldine sulfat dan MS-222 biasanya digunakan sebagai bahan penenang atau pembiusan dalam pengangkutan ikan hidup cukup efektif dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup . Akan tetapi penggunaan bahan
– bahan
tersebut
telah dilarang penggunaannya karena dapat meninggalkan residu dalam tubuh ikan. Belakangan ini penggunaan bahan anastesi kimia mulai ditinggalkan dan beralih ke bahan anestesi alami, salah satunya yaitu minyak cengkeh yang merupakan salah satu tanaman dengan manfaat beragam. Kemudian menurut Nurdjanah dalam Sumahiradewi (2014) minyak cengkeh mempunyai komponen
eugenol dalam jumlah besar yang mempunyai sifat sebagai stimulan, anastesik lokal, karminatif, antimetik, antiseptik dan antipasmedik.
3. Hematokrit Setelah sel darah pada ikan lele dipisahkan dengan plasma darah (sentrifugasi) yang diletakkan pada mikrohaematokrit dan dilakukan pengukuran, maka diperoleh data bahwa panjang total darah ikan pertama yaitu 3,5 cm dan ikan kedua 5 cm. Panjang gumpalan darah pada ikan pertama yaitu 2,1 cm dan ikan kedua 2,15. Adapun panjang plasma darah yang dihasilkan untuk ikan pertama adalah 1,4 dan ikan kedua adalah 2,85. Untuk panjang gumpalan darah ikan pertama dalah 2 dan ikan kedua 3,3. Dari hasil tersebut di peroleh volume gumpalan darah yang diamati pada ikan pertama 60% dan ikan kedua 36,17%. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ikan normal sebagaimana pernyataan Wedemeyer and Yasutake dalam Astria dkk. (2013), persentase hematokrit merupakan banyaknya sel darah (digambarkan dengan padatan atau endapan) dalam cairan darah pada tabung kapiler. mengatakan bahwa persentase hematokrit dapat digunakan untuk menentukan kondisi ikan dalam keadaan sehat atau terkena anemia. Sedangkan menurut Maryani dalam Astria dkk. (2013), persentase hematokrit yang lebih kecil dari 22% menunjukkan bahwa ikan mengalami anemia dan kemungkinan lebih mudah terinfeksi penyakit akibat dari pemaparan herbisida.
4. Profil Darah Dari hasil praktikum didapat data yang menyatakan bahwa jenis darah yang diamati untuk profil darah adalah
jenis darah eritrosit. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan Verdegem dkk. dalam Haditomo dkk. (2014), bahwa profil darah : hematokrit, leukosit, limfosit, dan granulosit dapat digunakan
sebagai salah satu parameter untuk mengetahui sejauh mana proses adaptasi terhadap perubahan salinitas. Profil darah dapat digunakan untuk mengevaluasi respon fisiologi pada ikan. Respon stres pada hewan dapat dilihat dari perubahan kadar hormon kortisol, glukosa darah, hemoglobin, dan hematokrit. Dalam kondisi stres terjadi perubahan jumlah eritrosit, nilai hematokrit dan kadar hemoglobin, sedangkan jumlah leukosit cenderung meningkat.
5. Perhitungan Jumlah Eritroit Pada total eritrosit, didapatkan pada kotak 1 terdapat 2 sel darah, kotak 2 terdapat 2, kotak 3 terdapat 2, kotak 4 terdapat 2 dan kotak 5 terdapat 2, kemudian keseluruhan jumlah sel darah di setiap kotak dijumlah, sehingga didapatkan 42/5 x 10 4 = 8,4 x 104 sel/mg. Menurut Lesmana dalam Azhar dkk. (2015), pada suhu lingkungan turun mendadak akan terjadi degradasi eritrosit sehingga proses respirasi (pernafasan atau pengambilan oksigen) terganggu. Sebaliknya, pada suhu yang meningkat tinggi akan menyebabkan ikan bergerak aktif, tidak mau berhenti makan, dan metabolisme cepat meningkat sehingga kotoran menjadi lebih banyak. Kotoran yang banyak akan menyebabkan kualitas air disekitarnya menjadi buruk. Sementara kebutuhan oksigen meningkat, tetapi ketersediaan oksigen air buruk sehingga ikan akan kekurangan oksigen dalam darah. Akibatnya ikan menjadi stres dan terganggu keseimbangannya.
V. Penutup
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan di labotarium fisiologi hewan air, maka dapat disimpulkan bahwa volume gumpalan darah yaitu 60% pada ikan pertama sedangkang pada ikan kedua yaitu 36,17%. Sehingga dapat disimpulkan ikan dalam keadaan sehat. Jumlah total eritrosit yang didapatkan adalah 84,000 sel/mg, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan tersebut dalam keadaan normal. Persentase hematokrit yang lebih kecil dari 22% menunjukkan bahwa ikan mengalami anemia dan kemungkinan lebih mudah terinfeksi penyakit akibat dari pemaparan herbisida. Metil metsulfuron yang terakumulasi dalam tubuh ikan dan akan masuk kedalam sistem peredaran darah dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah. Robert dalam Astria dkk. (2013), mengatakan bahwa rendahnya jumlah sel darah merah menyebabkan suplai makanan ke sel, jaringan dan organ akan berkurang sehingga proses metabolisme ikan menjadi terhambat.. B.Saran Sebaiknya alat-alat laboratorium dilengkapi atau alat-alat yang sudah rusak sebaiknya diganti dengan yang baru dan perlengkapan kebersihan harus ditambah.
DAFTAR PUSTAKA
Adji, D., Zuliyanti dan H. Larashanty. 2007. Perbandingan Efektivitas Sterilisasi Alkohol 70%, Inframerah, Otoklaf dan Ozon Terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus subtilis. J. Sain Vet. Vol. XXV (1) Tahun 2007. Hal 18. Amri, K., Khairuman. 2002. Budi Daya Lele Lokal Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 6,9. Astria, Q., H. W. Maharani dan B. Putri. 2013. Pengaruh Metsulfuron Terhadap Sel Darah Merah Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus). eJurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Vol II (1) Oktober 2013 ISSN: 2303-3600. Hal 170 - 171. Astuti, Y. dan R. Suciati. 2017. Profil Kemampuan Mahasiswa Calon Guru Biologi Dalam Mengomunikasikan Hasil Praktikum Fisiologi Hewan. Jurnal Pendidikan Indonesia P-ISSN: 2303 - 288X E-ISSN: 2541- 7207 Vol. VI (1), April 2017. Hal 116. [Diakses 1 April 2017]. Azhar, P. C. Bangsa, Sugito, Zuhrawati, R. Daud dan N. Asmilia. 2015. Pengaruh Peningkatan Suhu Terhadap Jumlah Eritrosit Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Medika Veterinaria Vol IX (1), Februari 2015 ISSN : 0853-1943. Hal 9 – 10. Ciptanto, S. 2010. Top 10 Ikan Air Tawar Panduan Lengkap Pembesaran Secara Organik di Kolam Air, Kolam Terpal, Keramba dan Jala Apung. Lily Publisher, Jakarta. Hal 133. Dopongtonung, Asriyani. 2008. Gambaran Darah Ikan Lele ( Clarias spp) yang Berasal dari Daerah Laladon-Bogor. Institit Pertanian Bogor. Bogor. Hal 15. Haditomo, C., F. Royan dan S. Rejeki. 2014. Pengaruh Salinitas yang Berbeda Terhadap Profil Darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Journal of Aquaculture Management and Technology Vol III (2) Tahun 2014, Hal 109 – 117. Hal 110. Harahap, M. S., S. Tabahhati dan U. Budiono. 2011. Perbedaan Pengaruh Pemberian Propofol dan Etomidat Terhadap Agregasi Trombosit. Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol III (1), Tahun 2011. Hal 3. Hasan, A., Sukenda, L. Jamal dan D. Wahjuningrum. 2008. Penggunaan Kitosan Untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 159-169 (2008). Hal 163 - 164. Hasan, H., H. Yanto dan Sunarto. 2015. Studi Hematologi untuk Diagnosa Penyakit Ikan Secara Dini di Sentra Produksi Budidaya Ikan Air Tawar Sungai Kapuas Kota Pontianak. Jurnal Akuatika Vol VI (1)/Maret 2015 (11-20) ISSN 0853-2532. Hal 13. Hartika, R., Mustahal dan A. N. Putra. 2014. Gambaran Darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Dosis Prebiotik yang
Berbeda dalam Pakan. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol IV (4) : 259-267, Desember 2014. Hal 264 – 265. Kristanto, A. H., dan E. Nugroho. 2008. Panduan Lengkap Ikan Konsumsi Air Tawar Populer. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 73 Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 14. Pratiwi, D. R. 2014. Aplikasi Effective Microorganism 10 (EM10) Untuk Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang ( Clarias gariepinus var. sangkuriang) di Kolam Budidaya Lele Jombang, Tangerang [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Hal 6 - 7. Rosmaidar, Ananda Alfrida, Cut Nila Thasmi, Herrialfian, Muslim Akmal dan Zakiah Heryawati Manaf. 2016. Pengaruh Lama Perendaman Larva Dalam Hormon Metil Testosteron Alami Terhadap Penjantanan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Medika Veterinaria P-ISSN : 0853-1943; E-ISSN : 2503-1600 Vol. 10 No. 2, Mei 2016. Hal 125 - 126. [Diakses 21 Maret 2017]. Mulyawati, E. 2011. Peran Bahan Disinfektan Pada Perawatan Saluran Akar. Maj Ked Gi; Desember 2011; 18 (2) : 205 – 209. Hal 207. Rachmawati, F. J., dan S. Y. Triyana. 2008. Perbandingan Angka Kuman Pada Cuci Tangan dengan Beberapa Bahan Sebagai Standarisasi Kerja di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol V (1) Agustus 2008. Hal 6. Samodro, R., D. Sutiyono dan H. H. Satoto. 2011. Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal. Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol III (1), Tahun 2011. Hal 48. Sutiyono, D., I. I. Yudhowibowo dan Y. W. Villyastuti. Pengaruh Anestesi Epidural Terhadap Supresi Imun yang Diinduksi Stres Operasi Selama Pembedahan. Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol III (1), Tahun 2011. Hal 45. Sumahiradewi, L. G. 2014. Pengaruh Konsentrasi Minyak Cengkeh (Eugenia aromatica) Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Nila ( Oreochromis sp) Pada Proses Transportasi. Media Bina Ilmiah Vol VIII (1), Februari 2014 ISSN No 1978 – 3787. Hal 42 - 43. Winarlin. 1984. Kebiasaan Makanan Ikan Lele ( Clarias batrachus Linn.) Ukuran Sejari. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 4 – 5.