Roti tawar segar (baru) dikemas dengan plastik PE atau PP.
Roti tawar tersebut disimpan pada suhu ruang, sedangka suhu dingin ±5°C dalam refrigerator.
Mutu roti tawar selama pemyimpanan (dari hari ke-0 sampai hari ke-2) diberi nilai dengan menggunakan score sheet yang disediakan.
Sebagai pembanding, roti tawar yang tidak dikemas disimpan pada kondisi penyimpanan yang sama.
Hasilnya didiskusikan untuk menentukan masa simpan roti tawar tersebut terkait dengan perlakuan dan kondisi penyimpanan.
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGEMASAN
ACARA V
PENENTUAN UMUR SIMPAN
Rombongan 1
Kelompok 2
Penanggung jawab:
Fadhil Alfiyanto Rahman (A1F015071)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan-bahan dan produk hasil pertanain adalah bahan-bahan yang cepat rusak selama dilakukan proses penyimpanan. Apabila bahan produk-produk ini tidak diketahui kapan terjadi kerusakannya akan megakibatkan produk-produk ini tidak diketahui kapan terjadi rusak dan tidak boleh lagi dikonsumsi oleh para penggunanya. Pihak industri akan terjadi kerugian, karena tidak diketahui daya tahan produk tersebut sehingga berimbas kepada ketidakjelasan terhadap jumlah produksi. Adapun dari pihak konsumen akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kasus keracunan, baik yang disebabkan oleh moikroorganisme yang berasal dari bakteri-bakteri patogen, seperti E. Coli, staphylococcus aureus dan Salmonella Thiphymurium atau disebabkan perubahan kimia bahan (Millati, dkk, 2014).
Penyimpanan merupakan salah satu proses penanganan pasca panen komoditi pertanian sebelum komoditi tersebut mengalami proses lebih lanjut lagi. Dengan penyimpanan maka komoditi hasil pertanian akan lebih mudah untuk pemakaian selanjutnya. Penyimpanan suatu komoditi perlu diperhatikan karakter dan sifatnya,karena kondisi komoditi tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, yaitu suhu, kelembaban, oksigen dan cahaya. Faktor ini dapat memicu beberapa mekanisme reaksi yang menyebabkan kerusakan bahan pangan. Kerusakan selama penyimpanan dapat menimbulkan bahaya jika dikonsumsi. Perubahan yang terjadi selama penyimpanan meliputi perubahan fisika, kimia dan mikrobiologi. Untuk dilakukan penentuan umur simpan untuk setiap produk. Penentuan umur simpan bertujuan untuk menangani suatu produk dalam kondisi yang dikehendaki dan di pantau sampai produk mengalami kerusakan. Penentuan ini dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS merupakan metode yang menetukan tanggal kadaluarsa dengan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari. Sedangkan ASS menggunakan kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Dengan demikian, adanya penentuan umur simpan ini dapat memberi kemudahan untuk menentukan kondisi suatu produk agar dapat bertahan lama selama penyimpanan dan proses distribusi.
Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan yang membentuk sponge
dibuat dengan bahan dasar terigu, air, shortening, gula dan yeast melalui tahap
pembentukan adonan, fermentasi dan pemanggangan. Produk tersebut terdiri dari
gas sebagai fase diskontinyu dan zat padat sebagai fase kontinyu.
Pada praktikum kali ini akan dilakukan penentuan umur simpan pada roti tawar yang dikemas menggunakan jenis plastik PP pada suhu ruang dan suhu dingin dalam refrigator menggunakan metode ESS kemudian dilakukan pengamatan terhadap sifat organoleptic roti tawar selama dua hari.
Tujuan
Menentukan umur simpan produk yang memiliki masa simpan pendek dengan menggunakan ESS berbasis penilaian organoleptic dan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan penyimpanan dalam menambah umur simpan produk.
TINJAUAN PUSTAKA
Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan yang membentuk sponge dibuat dengan bahan dasar terigu, air, shortening, gula dan yeast melalui tahap pembentukan adonan, fermentasi dan pemanggangan. Produk tersebut terdiri dari gas sebagai fase diskontinyu dan zat padat sebagai fase kontinyu. Mutu roti tawar ditentukan berdasarkan dua kriteria yaitu kriteria bagian dalam dan kriteria bagian luar. Kriteria bagian luar meliputi volume, warna kulit, bentuk simetri, dan karakteristik kulit. Kriteria bagian dalam adalah porositas, warna daging, dan sifat tekstural roti. Dari beberapa kriteria tersebut, kriteria yang banyak diperhatikan adalah volume, porositas, dan sifat tekstural. Ketiga sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh keseimbangan antara kemampuan adonan dalam pembentukan gas dan penahanan gas selama fermentasi dan pemanggangan (Kuncara, 2011).
Roti tawar adalah bahan makanan yang dibuat dari campuran tepung terigu, air dan khamir (ragi) dan dipanggang dalam oven. Roti tawar adalah jenis makanan yang dibuat dari tepung, air, khamir, ditambah gula, garam, shortening dan susu sedangkan menurut Bhratara (1972), nilai gizi roti tawar dianggap baik apabila mengandung karbohidrat sebesar 50 %, lemak 1,2 %, protein 8,0 %, abu 0,6 %, air 28,6 %, serta vitamin 0,01-0,05 % (Kuncara, 2011).
Pengolahan pangan pada industry komersial umumnya bertujuan memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk (warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi. Kriteria atau komponen mutu yang penting pada komoditas pangan adalah keamanan, kesehatan, flavor, tekstur, warna, umur simpan, kemudahan, kehalalan, dan harga (Andarwulan dan Hariyadi 2004).
umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu (Herawati, 2008).
Umur simpan merupakan rentang waktu antara saat produk mulai dikemas dengan mutu produk yang masih memenuhi syarat dikonsumsi. Dimana mutu sangat berpengaruh pada suatu produk, semakin baik mutu suatu produk maka semakin memuaskan konsumen. Peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan telah dikeluarkan oleh Codex Allimentarius Commission (CAC) pada tahun 1985 tentang Food Labelling Regulation. Di Indonesia, peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan terdapat dalam UU Pangan No. 7 tahun 1996 dan PP No. 69 tahun 1999.
Dalam menentukan umur simpan suatu bahan pangan, ada beberapa parameter yang perlu diperhitungkan. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menguda umur simpan suatu produk pangan yaitu kadar air. Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 2004).
Selama penyimpanan, sejak terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab / tidak renyah (Robertson, 2010). Aktivitas air ini juga dapat didefinisikan sebagai kelembaban relatif kesetimbangan (equilibrium relative humidity = ERH) dibagi dengan 100 (Labuza, 1982). Aktivitas air menunjukkan sifat bahan itu sendiri, sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan disekitarnya yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Bertambah atau berkurangnya kandungan air suatu bahan pangan pada suatu keadaan lingkungan sangat tergantung pada ERH lingkungannya.
Pada saat baru diproduksi, mutu produk dianggap dalam keadaan 100%, dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan atau distribusi. Selama penyimpanan dan distribusi, produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh, dan kepercayaan (Herawati, 2008).
Penggunaan indikator mutu dalam menentukan umur simpan produk siap masak atau siap saji bergantung pada kondisi saat percobaan penentuan umur simpan tersebut dilakukan (Kusnandar, 2004). Hasil percobaan penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal, dan umur simpan pada kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan penggunaan oleh konsumen. Suhu normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat terjadinya penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan produk (Hariyadi, 2004). Pengendalian suhu, kelembapan, dan penanganan fisik yang tidak baik dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitive serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi (Herawati, 2008).
Salah satu kendala yang sering dihadapi industri pangan dalam penentuan masa kedaluwarsa produk adalah waktu. Pada prakteknya, ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menduga masa kedaluwarsa, yaitu: 1) nilai pustaka (literature value), 2) distribution turn over, 3) distribution abuse test, 4) consumer complaints, dan 5) accelerated shelf-life testing (ASLT) (Hariyadi, 2004). Nilai pustaka sering digunakan dalam penentuan awal atau sebagai pembanding dalam penentuan produk pangan karena produsen akan meramu serta memproses produk sampai ditemukan kondisi umur simpan maksimal yang dikehendaki. Setelah kondisi optimal diperoleh, prototype produk diuji coba dengan menggunakan accelerated storage studies (ASS) atau ASLT dan uji distribusi. Berdasarkan hasil pengujian, akan diperoleh nilai umur simpan produk akhir dan produk siap dipasarkan. Data yang diperlukan untuk menentukan umur simpan produk yang dianalisis di laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi sensori, analisis kimia dan fisik, serta pengamatan kandungan mikroba (Koswara, 2004). Penentuan umur simpan dengan menggunakan factor organoleptik dapat menggunakan parameter sensori (warna, flavor, aroma, rasa, dan tekstur) terhadap sampel dengan skala 0 10, yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk (Herawati, 2008).
Metode konvensional biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan produk pangan yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap penelitian. Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan dengan cara menyimpan beberapa bungkusan produk yang memiliki berat serta tanggal produksi yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah dikondisikan dengan kelembapan yang seragam. Pengamatan dilakukan terhadap parameter titik kritis dan atau kadar air. Penentuan umur simpan produk dengan metode konvensional dapat dilakukan dengan menganalisis kadar air suatu bahan, memplot kadar air tersebut pada grafik kemudian menarik titik tersebut sesuai dengan kadar air kritis produk. Perpotongan antara garis hasil pengukuran kadar air dan kadar air kritis ditarik garis ke bawah sehingga dapat diketahui nilai umur simpan produk. Selain berdasarkan hasil analisis kadar air, kadar air kritis dapat ditentukan berdasarkan mutu fisik produk (Herawati, 2008).
Penentuan umur simpan produk dengan ESS, yang juga sering disebut sebagai metode konvensional, adalah penentuan tanggal kedaluwarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kedaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal penemuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relative banyak serta mahal. Dewasa ini metode ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan (Herawati, 2008).
kemasan yang dapat digunakan sebagai wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat mempertahankan mutu produk supaya tetap bersih serta Pengolahan produk pangan, selain dapat memperpanjang umur simpan juga mempengaruhi komponen yang terkandung dalam produk pangan tersebut. Beberapa proses penanganan produk pangan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan mutu adalah perlakuan panas tinggi, pembekuan, pengemasan, pencampuran, serta pemompaan (Herawati, 2008).
Jenis plastik yang populer digunakan untuk pengemasan bahan makanan yaitu PE (polyethylen) dan PP (polyprophylen) karena kedua jenis plastik ini selain harganya murah, mudah ditemukan di pasaran, juga memiliki sifat umum yang hampir sama. Plastik PE tidak menunjukkan perubahan pada suhu maksimum 93°C - 121°C dan suhu minimum -46°C – (-50C), namun memiliki permeabilitas yang cukup tinggi terhadap gas-gas organik sehingga masih dapat teroksidasi apabila disimpan dalam jangka waktu yang lama (Yanti, 2008).
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Monomer polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis NattaZiegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Yanti, 20008).
METODE
Alat dan Bahan
Alat
Refrigerator
Gunting
Styrofoam
Selotip
Bahan
Kemasan plastik PP
Roti tawar
Prosedur Kerja
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Kontrol
Spesifikasi
Kontrol 1 (Kelompok 1)
Kontrol 2 (Kelompok 6)
Hari 0
Hari 1
Hari 2
Hari 0
Hari 1
Hari 2
Bau
9
9
8
9
9
8
Penampakan
9
8
8
9
8
7
Tekstur
9
7
5
9
6
5
Kemas suhu ruang (menggunakan plastic PP)
Spesifikasi
Kemas 1 (Kelompok 2)
Kemas 2 (Kelompok 5)
Hari 0
Hari 1
Hari 2
Hari 0
Hari 1
Hari 2
Bau
9
9
8
9
9
7
Penampakan
9
8
8
9
9
7
Tekstur
9
9
7
9
8
7
Kemas suhu refrigerator (menggunakan plastic PP)
Spesifikasi
Kemas 1 (Kelompok 2)
Kemas 2 (Kelompok 5)
Hari 0
Hari 1
Hari 2
Hari 0
Hari 1
Hari 2
Bau
9
7
6
9
7
6
Penampakan
9
9
9
9
9
9
Tekstur
9
8
8
9
8
8
Keterangan Spesifikasi:
Bau
Nilai 9 : Spesifik jenis roti/tepung, tidak ada bau mengganggu
Nilai 8 : Spesifik jenis roti/tepung agak berkurang, tidak ada bau yang mengganggu
Nilai 7 : Spesifik jenis roti/tepung berkurang, tidak ada bau yang mengganggu
Nilai 6 : Spesifik jenis roti/tepung hampir hilang, tidak ada bau yang mengganggu
Nilai 5 : Spesifik jenis roti/tepung hilang, ada sedikit bau yang mengganggu
Nilai 4 : Spesifik jenis roti/tepung hilang, bau yang mengganggu bertambah
Nilai 3 : Spesifik jenis roti/tepung hilang, bau yang mengganggu makin bertambah
Nilai 2 : Bau tengik dan apek
Nilai 1 : Sangat tengik dan apek
Penampakan
Nilai 9 : Tidak berjamur, menarik, spesifik jenis
Nilai 8 : Tidak berjamur, cukup menarik, spesifik jenis
Nilai 7 : Tidak berjamur, cukup menarik, spesifik jenis berkurang
Nilai 6 : Hampir tidak berjamur, cukup menarik, spesifik jenis hampir hilang
Nilai 5 : Sedikit berjamur, kurang menarik, spesifik jenis hilang
Nilai 4 : Sedikit berjamur, tidak menarik, ada sedikit kotoran
Nilai 3 : Berjamur, tidak menarik, agak kotor
Nilai 2 : Berjamur, tidak menarik, kotor
Nilai 1 : Berjamur, sangat tidak menarik, sangat kotor
Tekstur
Nilai 9 : Sangat empuk, khas roti tawar
Nilai 8 : Empuk, khas roti tawar
Nilai 7 : Empuk, khas roti tawar berkurang
Nilai 6 : Agak empuk, khas roti tawar berkurang
Nilai 5 : Kurang empuk, khas roti tawar berkurang
Nilai 4 : Tidak empuk, khas roti tawar hamper hilang
Nilai 3 : Tidak empuk, khas roti tawar hilang
Nilai 2 : Tidak empuk, tidak enak
Nilai 1 : Tidak empuk, sangat tidak enak
Pembahasan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk pangan. Terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun. Faktor yang mempengaruhi perubahan mutu produk pangan ada tiga golongan, yaitu energi aktivasi rendah (2 15 kkal/mol), energi aktivasi sedang (15 30 kkal/mol), dan energi aktivasi tinggi (50 100 kkal/ mol). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitive serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi. Kriteria kedaluwarsa beberapa produk pangan dapat ditentukan dengan menggunakan acuan titik kritis. Faktor yang sangat berpengaruhterhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi (Herawati, 2008).
secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies, ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (ASS atau ASLT). Umur simpan produk pangan dapat diduga kemudian ditetapkan waktu kedaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan, yaitu ESS dan ASS atau ASLT (Herawati, 2008).
Extended Storage Studies
Penentuan umur simpan produk dengan ESS, yang juga sering disebut sebagai metode konvensional, adalah penentuan tanggal kedaluwarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kedaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal penemuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relative banyak serta mahal. Dewasa ini metode ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan.
Metode konvensional biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan produk pangan yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap penelitian. Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan dengan cara menyimpan beberapa bungkusan produk yang memiliki berat serta tanggal produksi yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah dikondisikan dengan kelembapan yang seragam. Pengamatan dilakukan terhadap parameter titik kritis dan atau kadar air. Penentuan umur simpan produk dengan metode konvensional dapat dilakukan dengan menganalisis kadar air suatu bahan, memplot kadar air tersebut pada grafik kemudian menarik titik tersebut sesuai dengan kadar air kritis produk. Perpotongan antara garis hasil pengukuran kadar air dan kadar air kritis ditarik garis ke bawah sehingga dapat diketahui nilai umur simpan produk. Selain berdasarkan hasil analisis kadar air, kadar air kritis dapat ditentukan berdasarkan mutu fisik produk (Herawati, 2008).
Penentuan umur simpan produk dengan metode konvensional dapat dilakukan dengan menganalisis kadar air suatu bahan, memplot kadar air tersebut pada grafik kemudian menarik titik tersebut sesuai dengan kadar air kritis produk. Perpotongan antara garis hasil pengukuran kadar air dan kadar air kritis ditarik garis ke bawah sehingga dapat diketahui nilai umur simpan produk. Selain berdasarkan hasil analisis kadar air, kadar air kritis dapat ditentukan berdasarkan mutu fisik produk (Herawati, 2008).
Accelerated Storage Studies
Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan. Salah satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (3 4 bulan), namun ketepatan dan akurasinya tinggi. Kesempurnaan model secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh (dari metode ASS) dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan dengan menetapkan asumsi-asumsi yang mendukung model. Variasi hasil prediksi antara model yang satu dengan yang lain pada produk yang sama dapat terjadi akibat ketidaksempurnaan model dalam mendiskripsikan sistem, yang terdiri atas produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah, 2001).
Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: 1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria kedaluwarsa, dan 2) pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau satu untuk produk pangan. Model persamaan matematika pada pendekatan kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional. Terdapat empat model matematika yang sering digunakan, yaitu model Heiss dan Eichner (1971), model Rudolf (1986), model Labuza (1982), dan model waktu paruh (Herawati, 2008).
Tahapan penentuan umur simpan dengan ASS meliputi penetapan parameter kriteria kedaluwarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir. Penentuan umur simpan dengan AAS perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam distribusi produk yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang bertanggung jawab (Herawati, 2008).
Setelah dilakukan pengamatan selama dua hari terhadap roti tawar yang dikemas menggunakan plastik pp dan tidak dikemas sebagai perlakuan kontrol yg disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin refrigator didapatkan hasil seperti pada table hasil pengamatan. Pada hari ke-0 spesifikasi bau, penampakan, dan tekstur roti semua perlakuan menunjukkan angka 9 yang berarti mutu roti-roti tersebut masih dalam kondisi yang baik. Roti kontrol 1 pada hari ke-1 bau bernilai 9, penampakan bernilai 8, dan tekstur bernilai 7. Pada hari ke-2 bau mengalami penurunan menjadi 8 yaitu spesifik jenis roti/tepung agak berkurang, tidak ada bau yang menggangu. Penampakan tetap 8 dan tekstur menurun menjadi 5 yaitu kurang empuk, khas roti tawar hilang. Sedangkan kontrol 2 pada hari ke-1 bau bernilai 9, penampakan menurun menjadi bernilai 8, dan tekstur turun menjadi 6. Pada hari ke-2 bau turun menjdi 8 yaitu spesifik jenis roti/tepung agak berkurang, tidak ada bau yang mengganggu, penampakan roti turun menjadi 7 dan tekstur turun menjadi 5 yaitu kurang empuk, khas roti tawar berkurang. Roti kontrol merupakan roti yang tidak dikemasdan disimpan pada suhu ruang. Dari hasil penilaian roti kontrol tersebut sesuai dengan Herawati (2008) yaitu Pada saat baru diproduksi, mutu produk dianggap dalam keadaan 100%, dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan atau distribusi. Selama penyimpanan dan distribusi, produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan dan mutu. Tekstur roti dengan perlakuan kontrol menjadi kurang empuk karena berinteraksi langsung dengan udarasehingga penguapan kandungan air pada roti dapat terjadi dengan cepat. Menurut Nur (2009) kerusakan bahan pangan disebabkan oleh dua hal yaitu kerusakan oleh sifat alamiah dan produk yang berlangsung secara spontan yang kedua adalah kerusakan karena pengaruh lingkungan, oleh karena itu diperlukan pengemas untuk membatasi bahan pangan dengan lingkungan.
Perlakuan kedua yaitu mengemas roti menggunakan plastik PP pada suhu ruang. Dari hasil yang dapat dilihat pada tabel pengamatan diatas menunjukkan bahwa mutu dari perlakuan ini lebh baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol, karena roti dikemas menggunakan kemasan plastik PP (Polipropilen) yang dapat mencegah roti berkontak langsung dengan oksigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Yanti (2008) yaitu PP mempunyai sifat tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dan oksigen dan mmpu melindungi bahan dari kontaminan karena memiliki gugus CH3 pada rantai percobaannya.
Perlakuan ketiga yaitu mengemas roti menggunakan plastik PP pada suhu refrigator. Dari hasil pengamatan perlakuan ini pada tabel hasil pengamatan diatas menunjukkan bahwa perlakuan ini memiliki mutu akhir yang lebih baik dibandingan perlakuan kontrol dan pengemasan pada suhu ruang, karena mempunyai 2 metode yang disatukan yaitu menggunakan plastik PP dan disimpan pada suhu dingin. Namun, pada spesifikasi bau, nilainya tidak terlalu baik, kemungkinan karena terdapat banyak bahan lain pada refrigator atau kesalahan pembauan oleh praktikan. Menurut Wulandari (2012), penggunaan plastik sebagai bahan kemasan mempunyai keunggulan dibandingkan bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, oksigen, dan karbondioksida. Penyimpanan pada suhu dingin dapat memperpanjang umur simpan dan menjaga mutu produk pangan serta menghambat respirasi penyimpanan pada suhu 5oC merupakan pendinginan yang optimal.
PENUTUP
Kesimpulan
Roti tawar dengan perlakuan kontrol memiliki mutu akhir yang kurang baik karena roti dapat kontak langsung dengan udara sehingga penguapan kandungan air pada roti cepat terjadi. Roti dengan perlakuan dikemas dengan plastik PP dan disimpan pada suhu ruang memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol karena kemasan plastik PP dapat mencegah roti tidak kontak langsung dengan udara. Sedangkan roti yang dikemas dan disimpan pada suhu dingin memiliki mutu akhir yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan roti kemas yang disimpan di suhu ruang karena mengkombinasikan 2 metode yaitu dikemas menggunakan plastik dan disimpan pada suhu dingin.
Saran
Sebaiknya digunakan jenis plastik yang lain tidak hanya PP sebagai pembanding dan dilakukan dengan bahan atau produk lain juga agar dapat mengetahui jenis bahan apa yang memiliki mutu yang baik jika dilakukan percobaan penentuan umur simpan dengan metode ESS berbasis penilaian organoleptik.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N. dan P. Hariyadi. 2004. Perubahan mutu (fisik, kimia, mikrobiologi) produk pangan selama pengolahan dan penyimpanan produk pangan. Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Self Life), Bogor, 1 2 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi: Institut Pertanian Bogor.
Kuncara, Andreas Leksana. 2011. SUBSTITUSI TEPUNG GEMBILI (Dioscorea esculenta L.) PADA PEMBUATAN ROTI TAWAR. S1 thesis. UAJY.
Kusnandar, F. 2004. Aplikasi program computer sebagai alat bantu penentuan umur simpan produk pangan: metode Arrhenius. Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Shelf Life) Bahan dan Produk Pangan. Bogor, 1 2 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi: Institut Pertanian Bogor.
Hariyadi, P. 2004. Prinsip-prinsip pendugaan masa kedaluwarsa dengan metode Accelerated Shelf Life Test. Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Self Life). Bogor, 1 2 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi: Institut Pertanian Bogor.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 27(4)
Millati, Tanwirul, dkk. 2014. Penuntun Praktikum Teknolgi Pengemasan dan Penyimpanan. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru.
Nur, Muhammad. 2009. Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemas, dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik Sate Bandeng. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Vol. 14 No. 1.
Millati, Tanwirul, dkk. 2014. Penuntun Praktikum Teknolgi Pengemasan dan Penyimpanan. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.
Wulandari, Sri, dkk. 2012. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C dan Susut Berat Cabe Rawit. Jurnal Biogenesis Vol. 8 No. 2
Yanti, Hafri, dkk. 2008. Kualitas Daging Sapi Dengan Kemasan Plastik PE (PPolyethylen) dan Plastik PP (Polypropylen) di Pasar Arengka Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan Vol. 5 No. 1
LAMPIRAN
Roti kontrol hari ke-2Roti kontrol hari ke-2
Roti kontrol hari ke-2
Roti kontrol hari ke-2
Roti kontrol hari ke-1Roti kontrol hari ke-1
Roti kontrol hari ke-1
Roti kontrol hari ke-1
Roti kontrol hari ke-0Roti kontrol hari ke-0
Roti kontrol hari ke-0
Roti kontrol hari ke-0
Roti kemas plastik PPRoti kemas plastik PP
Roti kemas plastik PP
Roti kemas plastik PP
Hasilnya didiskusikan untuk menentukan masa simpan roti tawar tersebut terkait dengan perlakuan dan kondisi penyimpanan.
Mutu roti tawar selama pemyimpanan (dari hari ke-0 sampai hari ke-2) diberi nilai dengan menggunakan score sheet yang disediakan.
Sebagai pembanding, roti tawar yang tidak dikemas disimpan pada kondisi penyimpanan yang sama.
Roti tawar tersebut disimpan pada suhu ruang, sedangka suhu dingin ±5°C dalam refrigerator.
Roti tawar segar (baru) dikemas dengan plastik PE atau PP.