NJ LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL_PRAKTIKUM STERIL_PRAKTIK UM 4_TETES MATA KLORAMFENIKOL LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL
PRAKTIKUM 4 TETES MATA KLORAMFENIKOL
Nama
: Norhayati
Nim
: DF14009
Tanggal Praktikum
: 22 April 2016
Asisten Praktikum
: Eko Yatminto, Amd.Far
Dosen Pengampu
: Aristha Novyra Putri, S.Farm., M.Farm., Apt.
Nilai Kerja :
Nilai Laporan :
LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI STERIL PROGRAM STUDI D-3 FARMASI SEKOLAH TINGGI FARMASI BORNEO LESTARI BANJARBARU 2016
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Tujuan Praktikum
Tujuan dari percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami cara memformulasi sediaan tetes mata Khloramfenikol, mengetahui faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan pembawa, serta aksi teraupetik dari bahan aktif. 1.2
Dasar Teori
Obat mata adalah tetes mata, salap mata, pencuci mata dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus serta inserte sebagai bentuk depo, yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka. Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya
penetrasi
bahan
obat
dalam
jaringan
yang
umumnya terdapat disekitar mata. Pada umumnya bersifat isotonis dan isohidris.Obat mata ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga macam : a. Obat cuci mata (collyria) b. Obat tetes mata (guttae opthalmicae) c. Salep mata Pada dasarnya sebagai obat mata biasanya dipakai : 1.
Bahan-bahan yang bersifat antiseptika (dapat memusnahkan kuman-kuman pada selaput lender mata), misalnya asam borat, protargol, kloramfenikol, basitrasina, dan sebagainya.
2.
Bahan-bahan yang bersifat mengecutkan selaput lender mata (adstringentia), misalnya seng sulfat. Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik dimana penggunaan air yang sempurna serta material wadah dan penutup yang diproses dulu dengan anti bakterial menjadi sangat penting artinya (Voight, 1995). Tetes mata kloramfenikol adalah larutan steril kloramfenikol. Mengandung kloramfenikol, C 11H12Cl2 N2O5, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% dar jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995). Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata :
1.
Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan;
2.
Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk menghambat pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama penggunaan dari sediaan;
3.
Isotonisitas dari larutan
4.
pH yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang optimum Untuk pembuatan obat mata ini perlu diperhatikan mengenai kebersihannya, pH yang stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose darah. Pada pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada pembuatan obat tetes mata harus disterilkan. (Anief, 2000)
Guttae Ophthalmicae
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu : 1.
Steril
2.
Sedapat mungkin isohidris
3.
Sedapat mungkin isotonis Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka sterilitas dicapai dengan menggunakan pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan menggunakan penambahan zat pengawet dan botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH yang dikehendaki diperoleh dengan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut yang sering digunakan adalah :
1.
Larutan 2% Asam Borat (pH = 5)
2.
Larutan Boraks – Asam Borat (pH = 6,5)
3.
Larutan basa lemah Boraks – Asam Borat (pH = 8)
4.
Aquadestillata
5.
Larutan NaCl 0,9% (Ansel, Howard C. 1989) Anatomi dan Fisiologi
Obat tetes mata yang digunakan harus diserap masuk ke dalam mata untuk dapat member efek. Larutan obat tetes mata segera campur dengan cairan lakrimal dan meluas di permukaan kornea dan konjungtiva, dan obatnya harus masuk melalui kornea menembus mata. Mata terdiri dari kornea yang bening dan sclera yang tertutup oleh salut pelindung dan berserabut, berwarna putih, rapat, dan tidak ada saluran darah. Permukaan luas dari salut sclera terdapat membrane konjungtiva, membrane mukosa yang tipis ini merupakan exterior coating yang kontinu pada bagian yang putih dari mata dan aspek dalam dari penutup. Jaringan konjungtiva mengandung banyak glandula mukosa yang uniseluler dan berguna untuk pemeliharaan mata umumnya. Jaringan ini mengandung banyak saluran darah dan terutama kaya akan saluran limfe. Saluran darah ini kolap, dan melebar bila ada iritasi oleh zat asing, infeksi mikrobial atau lainnya. Obat yang menembus ke dalam konjungtiva, sebagian dihilangkan oleh aliran cairan melalui konjungtiva darah, sistem limfe. Di bawah ini terletak sclera yang berserabut dan rapat. Bagian kornea merupakan jaringan vaskuler, transparan, dan sangat tipis. Sel-sel epitel pada permukaannya mengandung komponen lipoid. Pada kornea ini banyak sekali urat s yarat sensoris yang bebas dan berakhir antara sel-sel epitel dan permukaan. Karena itu sangat peka terhadap stimuli dan penjamahan. (Anief, 2000) 1.3
Monografi Bahan
1. Kloramfenikol (Farmakope Indonesia edisi IV halaman 189 ;FI III hal Rumus molekul
C11H12Cl2 N2O5
144).
Berat Molekul
323,13
Rumus Struktur Pemerian
Hablur
halus
berbentuk
lempeng memanjang,
jarum
atau
putih hingga
putih kelabu atau putih kekuningan. Kelarutan
Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol, dalam propilena glikol.
Titik Lebur
Antara 1490C dan 153 0 C.
pH
Antara 4,5 dan 7,5.
OTT
Endapan
segera
terbentuk
bila
kloramfenikol 500 mg dan eritromisin 250 mg atau tetrasiklin Hcl 500 mg dan dicampurkan
dalam
1
liter
larutan
dekstrosa 5%. Stabilitas
Salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui
paling
stabil
dalam
segala
pemakaian. Stabilitas baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2-7, suhu 25 oC dan pH mempunyai waktu paruh hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil dalam suasana basa. Kloramfenikol dalam media air adalah
pemecahan
hidrofilik
pada
lingkungan amida. Stabil dalam basis minyak dalam air, basis adeps lanae. Dosis
Dalam salep 1 %
Khasiat
Antibiotik, antibakteri (gram positif, gram negatif,
riketsia,
klamidin),
infeksi
meningitis Indikasi
Infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap kloramfenikol.
Efek Samping
Kemerahan kulit
angioudem, urtikaria
dan anafilaksis. Penetapan Kadar
Sejumlah salep mata yang ditimbang seksama
setara
dengan
10
mgkloramfenikol, larutkan dalam 50 ml eter minyak tanah P. Sari berturut turut dengan 50 ml, 50 ml, 50 ml, dan 30 ml air.Kumpulkan sari, encerkan dengan air
secukupnya hingga
200
ml,
campur,
saring, buang 20 ml filtrat pertama, encerkan. Encerkan 10 ml filtrate dengan air secukupnyua hingga 50 ml. ukur serapan-1cm larutan pada maksimum lebih kurang
278
nm.
Hitung
kadar C11H12Cl2 N2O5 ; A (1%,1cm) pada maksimum lebih kurang 278 nm adalah 298. (FI III hal 144). Penyimpanan
Wadah tertutup rapat
2. Kalium Hidrogen Fosfat (FI III hal 687) Nama resmi
Kalii dihidrogen fosfat
Nama lain
Kalium dihidrogenfosfat
Rumus Struktur Rumus molekul
KH2PO4
Pemerian
Serbuk hablur putih
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
Sebagai pereaksi
3. Natrium Hidroksida (FI Edisi III Hal 412) Nama Resmi
Natrii Hydroxydum
Nama Lain
Natrium Hidroksida
Rumus Struktur Rumus Molekul
NaOH
Berat Molekul
40,00
Pemerian
Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping,
kering,
menunjukkan
keras,
susunan
rapuh
hablur;
dan putih,
mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap karbondioksida. Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik
4. Metil Paraben (FI IV, Hal : 551) Nama Resmi Nama lain
MetilParaben,
nipagin,
Methyl-4
hydroxybenzoate Rumus Struktur RM/BM
C8H8O3 / 152.15
Pemerian
Serbuk
hablur
putih,
hampir
tidak
berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan
Larut dalam 500 bagian air, 20 bagian air mendidih,
dalam
3,5
bagian
etanol
(95%) P dan dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P. Inkompatibilitas
Aktivitas antimikroba metil paraben dan paraben lainnya sangat berkurang dengan adanya
surfaktan
polisorbat
80,
nonionik,
sebagai
seperti
akibat
dari
miselisasi. Namun propilen glikol (10%) telah
terbukti
mempotensiasi
aktivitas
antimikroba dari paraben dengan adanya surfaktan nonionik dan mencegah interaksi antara metil paraben dan polisorbat. Kegunaan
Sebagai pengawet
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik
5. NaCl/ Natrium Klorida (FI IV hal. 584) Pemerian
Kristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk kristal putih, tiap 1g setara dengan 17,1 mmol NaCl.
Rumus Struktur Bobot molekul Kelarutan
1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian gliserol.
Stabilitas
Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat menyebabkan pengguratan partikel dari tipe gelas.
pH
4,5 – 7
Khasiat/kegunaan
Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh.
6. Water for injection (FI IV hal 112, FI III hal 97) Menurut FI III, air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C.Menurut FI IV, air
steril untuk injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya. Pemerian
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Sterilisasi
Kalor basah (autoklaf)
Kegunaan
Pembawa
dan
melarutkan; Diluentsbacteriostatic
water
for injection (up to 100% concentrate) Cara pembuatan
Didihkan aqua dan diamkan selama 30 menit,
dinginkan. Aqua
pro
injeksi
digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena
bahan-bahan
larut
dalam
air.
Alasan pemilihan karena digunakan untuk melarutkan zat aktif dan zat-zat tambahan. BAB II METODOLOGI PERCOBAAN 2.1
Formulasi Sediaan
R/
Kloramfenikol Kalium Hidrogen Fosfat
0,2 M
Natrium Hidroksida
0,2 M
Metil Paraben
0,02%
NaCl
0,9%
Water for injection ad 10 mL 2.2
50 mg
Alat dan Bahan
2.2.1 Alat
1. Batang Pengaduk 2. Beaker glass 3. Botol drop tutup mata 4. Corong gelas 5. Erlenmeyer 6. Gelas ukur 7. Kertas saring 8. Labu ukur 9. Pipet tetes 10. Sendok tanduk 11. Tutup mata
2.2.2 Bahan
1. Kloramfenikol 2. Kalium hidrogen fosfat 3. Natrium hidroksida 4. Metil paraben 5. NaCl 6. Water for injection 2.3
Cara Kerja
1. Pembuatan Dapar Fosfat a.
Ditimbang NaOH 200 mg dan KH 3PO4 136,09 mg
b.
Dilarutkan NaOH 200 mg dengan aquadest yang telah disaring sebelumnya, kedalam labu ukur 25 mL, kemudian ad hingga 25 mL.
c.
Dilarutkan KH3PO4 136,09 mg dengan aquadest yang telah disaring sebelumnya, kedalam labu ukur 5 mL, kemudian ad hingga 5 mL.
d.
Dimasukkan 3,9 mL larutan NaOH 0,2 M kedalam 5 mL larutan KH 3PO4 0,2M sehingga didapatkan buffer fosfat dengan pH 7,4.
2. Pembuatan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol a.
Disterilkan terlebih dahulu alat-alat dan wadah yang akan digunakan, termasuk botol drop tetes mata yang telah ditera 10 mL.
b.
Ditimbang semua bahan untuk membuat 2 buah sediaan tetes mata.
c.
Dilarutkan metil paraben yang telah ditimbang kedalam larutan dapar fosfat.
d.
Ditambahkan kloramfenikol, aduk hingga larut dalam campuran.
e. Dilarutkan NaCl yang telah ditimbang dengan aquadest secukupnya (yang telah disaring sebelumnya), kemudian tambahkan kedalam campuran yang telah dibuat. f. Ditambahkan aquadest kedalam campuran hingga 20 mL (volume untuk 2 buah sediaan) g.
Difiltrasi larutan dengan corong gelas yang telah dilapisi dengan kertas saring yang telah dibasahi dengan aquadest kedalam beaker gelas.
h.
Dimasukkan filtrat kedalam spuit injeksi 10 mL dan masukkan kedalam wadah botol dropp tetes mata.
i.
Ditutup wadah dan diberi etiket, masukkan kedalam kemasan sekunder.
2.4
Evaluasi Sediaan
1. Uji Organoleptis a. Dievaluasi bau dan warna sediaan b. Diuji tetesan sediaan dengan melihat konsistensi cairan apakah dapat menetes atau tidak. 2. Uji pH a. Diu kur pH sediaan tetes mata dengan mencelupkan pH meter ke dalam sediaan. 3. Uji Kejernihan
a. Diletakkan wadah sediaan yang berisi cairan tetes mata di dalam kotak dengan latar hitam dan putih di bagian dalamnya. b. Disinari wadah dari arah samping. c. Pertama, didekatkan wadah pada lampu pada sisi latar putih, amat kejernihan cairan dengan melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna gelap. d. Kedua, didekatkan wadah pada lampu pada sisi latar hitam, amat kejernihan cairan dengan melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna muda. Parameter Kejernihan : suatu cairan dinyatakan jernih, jika kejernihan sama dengan air atau pelarut yang digunakan. 4. Uji Kebocoran a. Dibalik botol tetes sediaan tetes mata dengan mulut botol menghadap ke bawah, diamati ada atau tidaknya cairan yang keluar menetes dari botol. BAB III HASIL PERCOBAAN 3.1 Hasil Sterilisasi Alat
No.
Nama Alat
Jumlah
Sterilisasi
Waktu
1
Gelas Ukur
3
Oven – 1800C
30’
2
Beaker Gelas
3
Oven – 1800C
30’
3
Corong Gelas
3
Oven – 1800C
30’
4
Batang Pengaduk
3
Oven – 1800C
30’
5
Labu Ukur
3
Oven – 1800C
30’
Waktu Pengeringan
: 15 menit
Oven 1.
Waktu pemanasan
: 23 menit
2.
Waktu kesetimbangan
: 0 menit
3.
Waktu pembinasaan
: 30 menit
4.
Waktu tambahan jaminan steril
: 0 menit
5.
Waktu pendinginan Total Waktu
: 15 menit : 68 menit
Proses sterilisasi berlangsung mulai pukul 10:00 3.2 Hasil Evaluasi Uji Sediaan
1. Uji Organoleptis a. Warna
: Bening
b. Bau
: Tidak berbau
c. Uji tetesan : Dapat menetes
2. Uji pH a. pH sediaan tetes mata 7 3. Uji Kejernihan a. Sediaan tetes mata Jernih 4. Uji Kebocoran a. Sediaan tetes mata tidak mengalami kebocoran 3.3 Perhitungan
1.
Kloramfenikol
: 50 mg
2.
Kalium Hidrogen Fosfat
: 136,09 mg
3.
Natrium Hidroksida
: 200 mg
4.
Metil Paraben
: x 10 =0,002 g = 2 mg - 50 mg
5.
NaCl
6.
Aqua pro injeksi ad 10 mL
: x 10 =0,09 g = 90 mg - 100 mg
3.4 Desain Kemasan
KLORFEN Kloramfenikol Tetes Mata Simpan pada suhu kamar Hanya untuk pemakaian pada mata
HARUS DENGAN RESEP DOKTER No. Reg DKL 912004057B3
BAB IV PEMBAHASAN
Pada praktikum ini membuat sediaan “Tetes Mata Kloramfenikol” yang bertujuan mahasiswa
diharapkan
dapat
memahami
cara
memformulasi
sediaan
tetes
mata
Kloramfenikol, mengetahui faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan pembawa, serta aksi teraupetik dari bahan aktif. Suatu sediaan tetes mata harus pirogen dan steril karena mata merupakan organ yang sangat sensitive, jika suatu sediaan obat tidak steril dan mengandung pirogen maka akan menyebabkan rasa sakit dan membuat sakit pada tubuh (bukannya menyembuhkan malah menambah rasa sakit). Dari sterilisasi
alat
yang
akan
digunakan
dalam
praktikum
ini
yaitu Gelas Ukur,Beaker Gelas, Corong Gelas, Batang Pengaduk, Labu Ukur dengan masingmasing jumlah alat 3 buah serta sterilisasi di oven pada suhu 1800C selama 30 menit dengan waktu pengeringan 15 menit, waktu pemanasan 23 menit, waktu kesetimbangan 0 menit, waktu pembinasaan 30 menit, waktu tambahan jaminan steril 0 menit, waktu pendinginan 15 menit, total waktu 68 menit proses sterilisasi berlangsung mulai pukul 10:00.
Pada praktikum kali ini membuat obat tetes mata menggunakan zat aktif Kloramfenikol, pembuatan sediaan obat tetes Kloramfenikol dibuat dengan menggunakan pelarut air. Pembawa air yang digunakan adalah a.p.i (aqua pro injeksi). Pada formulasinya ditambahakan zat tambahan Natrium Cloridum (NaCl), karena jika tidak ditambahkan NaCl obat tetes mata tidak memenuhi syarat yaitu hipotonis. Jika larutan obat tetes mata dalam keadaan hipotonis disuntikan ke tubuh manusia akan berbahaya karena menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Semua alat-alat harus disterilisasikan agar mendapatkan larutan yang steril, bebas partikel asing dan mikroorganisme. Agar obat tetes mata dan cuci mata nyaman dan tidak pedih dimata saat digunakan maka harus dibuat isotonis dengan penambahan NaCl. Dalam pembuatan obat tetes ini terlebih dahulu alat-alat yang akan digunakan disterilkan terkecuali bahan karena dalam hal ini tidak tahan pemanasan dan zat aktif bisa di anggap (dispensasi) steril. Pada pembuatan obat tetes mata dengan metode sterilisasi aseptis kemungkinan sediaan terkontaminasi dengan mokroorganisme harus diperkecil untuk menjaga agar sediaan yang dihasilkan nantinya tetap dalam keadaan steril. Semua larutan untuk mata harus dibuat steril dan bila mungkin ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin sterilitas selama pemakaian Dalam pembuatan obat tetes ini juga, pH harus diperhatikan agar tetap dalam rentang kestabilan bahan. Obat tetes mata tidak boleh mengandung partikulat sehingga sebelum dimasukkan ke dalam botol obat tetes mata, sediaan harus terlebih dahulu disaring, penyaringan dilakukan untuk menghilangkan partikel atau endapan yang ada pada larutan. Larutan yang telah disaring kemudian dimasukkan kedalam botol obat tetes mata. Dalam memasukkan larutan kedalam botol tetes mata menggunakan jarum suntik. Sedapat mungkin obat tetes mata yang dibuat harus isotonis dengan cairan tubuh ataupun hipertonis dalam keadaan tertentu. Perlunya sediaan obat tetes mata ini dibuat isotonis ataupun hipertonis agar pada saat penyuntikan tidak menimbulkan rasa nyeri. Untuk membuat obat tetes mata yang isotonis dapat dibuat dengan menamabahkan NaCl dalam jumlah tertentu yang telah dihitung dari perhitungan tonisitas sediaan, evaluasi sediaan yang dapat dilakukan setelah sediaan obat tetes mata selesei dibuat adalah evaluasi penampilan sediaan obat tetes mata yang dihasilkan diperoleh larutan bening. Dari evaluasi Uji Organoleptis bertujuan untuk melihat bau serta warna dari sediaan yang dibuat. Hasil dari uji organoleptis sediaan tetes mata kloramfenikol berwarna bening dan tidak berasa serta dapat menetes. Dari literatur seharusnya tetes mata memiliki warna bening dan tidak berbau serta dapat menetes dari drop tetes mata. Berdasarkan hasil dari uji organoleptis sediaan yang dibuat disimpulkan memenuhi persyaratan. Uji pH bertujuan untuk mengetahui pH sediaan mata yang dibuat serta sediaan mata harus berada dalam rentang kestabilan. Hasil dari uji pH sediaan tetes mata kloramfenikol memiliki pH 7. Dari literature idealnya sediaan mata sebaiknya memiliki pH yang ekuivalen
dengan cairan mata yaitu 7,4. Berdasarkan hasil dari uji pH sediaan yang dibuat disimpulkan memenuhi persyaratan karena memilki pH 7. Uji Kejernihan bertujuan untuk mengetahui kejernihan sediaan mata yang dibuat. Hasil dari uji kejernihan sediaan tetes mata kloramfenikol yang dibuat terlihat jernih. Dari literatur suatu cairan mata dikatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan. Berdasarkan hasil dari uji kejernihan sediaan yang dibuat disimpulkan memenuhi persyaratan karena memiliki kejernihan sama dengan air. Uji Kebocoran bertujuan untuk melihat apakah terjadi kebocoran dari sediaan mata yang dibuat. Hasil dari uji kejernihan sediaan tetes mata kloramfenikol yang dibuat tidak terjadi kebocoran. Dari literatur suatu cairan mata tidak boleh mengalami kebocoran. Berdasarkan hasil dari uji kebocoran disimpulkan pada sediaan tetes mata kloramfenikol yang dibuat memenuhi persyaratan karena tidak terjadi kebocoran. Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik dimana penggunaan air yang sempurna serta material wadah dan penutup yang diproses dulu dengan anti bakterial menjadi sangat penting. Wadah untuk larutan mata sebaiknya digunakan dalam unit kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. Botol 7,5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminasi. Botol plastik untuk larutan mata juga dapat digunakan.Meskipun beberapa botol plastik untuk larutan mata telah dimunculkan dalam pasaran, mereka masih melengkapi dan yang terbaik adalah untuk menulis secara langsung produksi untuk menghasilkan informasi teknik dalam perkembangan terakhir. BAB V KESIMPULAN
1.
Tetes mata merupakan sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
2.
Faktor yang paling penting dipertimbangkan ketika menyiapkan larutan mata adalah tonisitas, pH, stabilitas, viskositas, seleksi pengawet dan sterilisasi.
3.
Dari hasil evaluasi sediaan tetes mata Kloramfenikol yang dibuat dihasilkan warna sediaan berwarna bening, tidak berbau dan uji tetesan dapat menetes, Uji pH memiliki pH 7, Uji kejernihan dihasilkan sediaan tetes mata Jernih, Uji Kebocoran dihasilkan sediaan tetes mata tidak mengalami kebocoran.
4.
Obat tetes mata Kloramfenikol digunakan sebagai antiseptik.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek . Cetakan ke 9. Yogyakarta:Gajah Mada University- Press, Halaman 32 – 80. Anonim.1995. Farmakope Indonesia.Edisi keempat .Jakarta:Departemen Kesehaan RI. Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat . Jakarta : UI-Press. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . DepKes RI. Jakarta