C. Tabulasi Data dan Pembahasan Hasil Praktikum
C.1. Pengamatan kuantitatif (Sampel Padat – Dengan Perlakuan Blanching)
Bahan
Berat
Sebelum
Sesudah
Ikan tuna
10,0240
7,6592
Baby corn
5,0854
5,8209
Terong ungu
5,8869
4,4909
Apel
9,2354
8,5273
Bahan
Tekstur
Warna
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Ikan tuna
30,1
2,4
L= 50,63
A= 0,7
B= 3,67
L= 67,667
A= 0,233
B= 8,4
Baby corn
48,8
22,8
L= 69,3
A= 2,73
B= 22,1
L= 54,8
A= 0,1
B= 19,93
Terong ungu
39,6
1,6
L= 77,4
A= -4,43
B= 22,63
L= 38,133
A= -0,267
B= 7,867
Apel
77,7
Terlalu lunak
L= 75,8
A= 0,45
B= 19,95
L= 41,3
A= 0,1
B= 7,13
C.1.2 Pengamatan kuantitatif (Sampel Padat – Tanpa Perlakuan Blanching)
Bahan
Berat
Sebelum
Sesudah
Ikan tuna
9,5956
7,0431
Baby corn
7,5853
7,92
Terong ungu
5,2635
4,3716
Apel
7,8390
9,1026
Bahan
Tekstur
Warna
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Ikan tuna
30,1
2,1
L= 53,6
B= 2,9
A= 1,967
L= 68,7
B= 5,8
C= 0,233
Baby corn
48,8
10,4
L= 68,97
A= 1,07
B= 29,67
L= 59,16
A= -1,25
B= 15,06
Terong ungu
39,6
1,1
L= 78,47
A= 1,07
B= 29,67
L= 38,767
A= 0,533
B= 11,5
Apel
77,7
Terlalu lunak
L= 76,1
A= 0,9
B= 20,4
L= 36,83
A= 0,83
B= 7,6
C.2.1. Pengamatan sensoris
Sampel Padat (Dengan Perlakuan Blanching)
Bahan
Tekstur (Kekerasan)
Warna
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Ikan tongkol
Lunak
Sangat lunak
Putih ikan
Putih pucat
Baby corn
Keras
Lunak
Kuning
Kuning pudar
Terong ungu
Lunak (3)
Sangat lunak
Putih kehijauan
Coklat tua
Apel
Keras (2)
Sangat Lunak
Putih kekuningan
Coklat terang
Sampel Padat (Tanpa Perlakuan Blanching)
Bahan
Tekstur (Kekerasan)
Warna
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Ikan tongkol
Lunak
Sangat lunak
Putih ikan
Putih pucat
Baby corn
Keras (2)
Lunak (3)
Kuning pucat
Kuning kecoklatan
Terong ungu
Lunak (3)
Terlalu lunak
Putih kehijauan
Coklat muda
Apel
Keras (2)
Lunak
Putih kekuningan
Coklat gelap
Bagaimana pengaruh sterilisasi terhadap berat bahan? Apa penyebabnya?
Berdasarkan hasil percobaan terjadi perubahan berat bahan dengan atau tanpa perlakuan blanching. Sampel dengan perlakukan blanching mengalami penurunan berat bahan yaitu pada sampel ikan tuna, terong ungu, dan apel, sedangkan babycorn mengalami kenaikan berat. Sampel tanpa perlakuan blanching juga mengalami penurunan dan kenaikan berat. Ikan tuna dan terong ungu mengalami penurunan berat namun babycorn dan apel mengalami kenaikan berat bahan. Perubahan berat dapat disebabkan karena perlakuan awal (pre-treatment) dan media pemanas yang dipakai. Pre-treatment yang dilakukan adalah steam blanching. Steam blanching dapat mengurangi berat bahan. Media pemanas yang dipakai berupa larutan gula dan larutan garam. Larutan tersebut merupakan larutan osmosis yang mempengaruhi perubahan berat. Larutan osmosis dapat menarik air dalam bahan sehingga berat bahan berkurang.
Apa pengaruh perlakuan blanching terhadap hasil akhir sampel yang telah di sterilisasi?
Blanching bertujuan pemanasan awal, untuk mempermudah tahap pengolahan selanjutnya, menurunkan jumlah mikroba awal, melunakkan tekstur, mempertahankan warna dan inaktivasi enzim. Pada proses sterilisasi, proses blanching dilakukan untuk pemanasan awal, sehingga produk tidak langsung terkena suhu yang tinggi. Selain itu, hal tersebut dilakukan untuk mencegah banyaknya kehilangan nutrisi yang tidak tahan panas. Proses sterilisasi dilakukan dalam hitungan detik 4-5 detik. Perlakuan blanching mempermudah proses sterilisasi (Buckle KA dkk, 2009).
Bagaimana pengaruh sterilisasi terhadap tekstur bahan? Apa penyebabnya?
Pengaruh sterilisasi dengan atau tanpa perlakuan blanching mempengaruhi tekstur menjadi lunak dan sangat lunak secara sensoris. Pelunakan tekstur dapat terjadi karena kelarutan pektin oleh panas. Jaringan dan dinding sel rusak karena air berdifusi keluar bahan menembus dinding sel (Tjahjadi, 2011). Pada pengukuran menggunakan penetrometer, terjadi penurunan kemampuan menahan gaya (tensile strength) pada setiap sampel dengan atau tanpa perlakuan blanching. Sampel apel tidak dapat diukur menggunakan penetrometer karena terlalu lunak. Apel mempunyai kandungan pektin sehingga tingkat pelunakan juga tinggi.
Bagaimana pengaruh sterilisasi terhadap warna bahan pangan? Mengapa demikian?
Pengaruh sterilisasi terhadap warna sampel terjadi pemucatan pada warna namun pada apel terjadi pencoklatan warna secara visual. Pada pengukuran menggunakan color reader kecerahan (L) menurun. Perubahan warna dapat disebabkan oleh kelarutan pigmen yang tidak tahan panas. Contoh pigmen yang tidak tahan panas yaitu pigmen heme, klorofil, dan antosianin (Koswara, 2009).
Bagaimana mencegah perubahan warna dan tekstur akibat proses sterilisasi?
Pada proses sebelumnya (pre-treatment) gunakan water blanching karena dapat ditambahkan senyawa untuk mempertahankan warna dan tekstur. Senyawa dengan perendaman dalam CaCl2, NaCO3, CaO pada blanching agar menghasilkan tekstur dan warna yang lebih baik. Blanching akan membuat warna bahan lebih cerah dengan hilangnya kotoran pada permukaan bahan. Waktu dan suhu blanching juga mempengaruhi perubahan warna/pigmen bahan. (Koswara,2009). Selain itu sterilisasi juga merupakan pemanasan suhu tinggi namun dalam waktu singkat, perubahan warna dan tekstur tidak berubah secara signifikan, namun komponen gizi berpeluang menurun.
Bagaimana menentukan kecukupan proses sterilisasi?
Proses termal dalam pengolahan pangan perlu dihitung agar kombinasi suhu dan waktu yang diberikan dalam proses pemanasan cukup untuk memusnahkan bakteri termasuk sporanya, baik yang bersifat patogen maupun yang bersifat membusukkan. Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada level yang diinginkan dinyatakan dengan nilai Fo. Nilai Fo biasanya menyatakan waktu proses pada suhu standar. Misalnya, suhu standar dalam proses sterilisasi adalah 121.1 °C (250 °F), sehingga nilai Fo sterilisasi menunjukkan waktu sterilisasi pada suhu standar 121.1 °C. Secara matematis, nilai Fo merupakan hasil perkalian antara nilai Do pada suhu standar dengan jumlah siklus logaritmik (S) yang diinginkan dalam proses. Nilai Do harus dinyatakan juga pada suhu standar yang sama. Nilai F pada suhu lain (misalnya pada suhu proses yang digunakan) dinyatakan dengan nilai FT dimana nilai DT adalah pada suhu T yang sama. Nilai F akan berubah secara logaritmik dengan berubahnya suhu pemanasan. Maka dapat ditentukan berapa waktu yang diperlukan untuk memusnahkan bakteri atau spora target pada suhu pemanasan yang berbeda. Untuk memastikan keamanan makanan berasam rendah dalam kaleng, maka kriteria sterilitas yang dipakai adalah berdasarkan pada spora bakteri yang lebih tahan panas daripada spora Clostridium botulinum, yaitu spora Bacillus stearothermophilus atau sering disebut sebagai FS (flat sour) 1518 (Kusnandar dkk, 2016).
Apa fungsi dari medium sterilisasi? Jelaskan karakteristik medium sterilisasi untuk?
Medium sterilisasi yang dipakai adakah larutan gula dan larutan garam. Medium berfungsi sebagai media pemanas agar penetrasi panas merata pada setiap sisi produk, memberikan cita rasa dan dapat berfungsi sebagai pengawet. Jenis media pemanas yang lain adalah uap jenuh (steam), air panas, uap dan udara (3:1) dan udara (100%). Keempat jenis media pemanas tersebut memiliki koefisien pindah panas yang berbeda. Pada air panas koefisien pindah panasnya sebesar 105,00 BTU/hr/F/ft2 (Estiasih, 2016).
Apa perbedaan pasteurisasi dengan sterilisasi?
Pasteurisasi merupakan proses thermal pada suhu sedang (70-100 °C). Tujuan dari proses pasteurisasi adalah untuk mendestruksi sel-sel vegetatif dan mikroba pembusuk tetapi tidak mendestruksi mikroba pembentuk spora. Produk dengan perlakuan pasteurisasi membutuhkan kombinasi pengawetan lain seperti pendinginan, penambahan pengawet atau pengaturan pH. Perbedaan sterilisasi dengan pasteurisasi adalah proses pemanasan sterilisasi menggunakan suhu yang lebih tinggi dari 100 °C. sterilisasi bertujuan untuk mendestruksi semua bentuk mikroba, diharapkan mikroba pembentuk spora. Produk sterilisasi dapat disimpan pada suhu ruang (Estiasih dan Harijono, 2016).
Apakah suhu dan lama proses sterilisasi untuk setiap bahan yang digunakan pada Praktikum ini sudah sesuai? Jelaskan alasannya!
Berdasarkan hasil praktikum, keempat bahan belum menghasilkan produk sterilisasi yang sesuai karena perubahan beberapa parameter secara drastis dari bentuk awal. Hal tersebut dapat disebabkan karena setiap produk memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga suhu dan waktu tidak dapat disamaratakan. Pada ikan tongkol, perlakukan yang sering dilakukan pada industri adalah sterilisasi dalam kemasan kaleng. Pada sampel baby corn juga biasanya dilakukan perlakuan menggunakan teknik sterilisasi pengalengan. Pada Apel dan terung ungu perlakuan yang dilakukan dapat berupa sterilisasi dan pasteurisasi. Namun jika diberi perlakuan pasteurisasi kedua sampel tersebut disimpan pada suhu yang lebih rendah dari suhu ruang. Pada industri aplikasi sterilisasi telah diterapkan, jika komponen nutrisi berkurang atau rusak maka dapat dilakukan nutrifikasi pada produk.
Dari bahan yang dicobakan pada praktikum ini, bahan mana yang sesuai diawetkan dengan sterilisasi? Apa alasannya?
Semua bahan dapat diawetkan dengan sterilisasi. Pada sampel yang membedakan adalah metodenya yaitu dengan in-package process atau bulk process (hot filling dan aseptic process/cold filling). Pada ikan tongkol dan babycorn dapat diaplikasikan sterilisasi in-package processing yaitu pengalengan dan tahap terakhir adalah sterilisasi menggunakan retort. Pada apel dan terung ungu juga dapat diaplikasikan dengan teknik sterilisasi pengalengan, komponen nutrisi berkurang atau rusak maka dapat dilakukan nutrifikasi pada produk.
KESIMPULAN
Sterilisasi merupakan proses pemanasan pada suhu 121,1°C yang dapat membunuh mikroba pathogen, mikroba penghasil toksin & mikroba pembusuk mikroba penghasil spora dalam fase dorman. Produk dikemas secara aseptik dan dapat disimpan pada suhu ruang. Kemasan yang dapat digunakan berupa kaleng, gelas jar, dan retort pouch. Tujuan dari proses sterilisasi membunuh semua mikrooganisme yang dapat tumbuh dalam bahan pangan dalam kondisi suhu ruang dan bersifat pathogen memperpanjang umur simpan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sterilisasi resistensi mikroba atau enzim, kondisi pemanasan, nilai pH produk, ukuran kemasan, dan kondisi fisik produk pangan.
Sampel yang diaplikasikan dengan proses sterilisasi adalah ikan tongkol, baby corn, terong ungu, dan apel. Parameter yang dilihat adalah berat, warna secara visual dan pengukuran menggunakan color reader, serta tekstur secara sensoris dan pengukuran menggunakan penetrometer. Setelah dilakukan sterilisasi warna dan tekstur sampel memiliki kualitas yang kurang. Hal tersebut dapat dikarenakan perlakukan sterilisasi pada setiap produk tidak dapat disamaratakan suhu dan waktunya. Tekstur produk menjadi terlalu lunak dan warna produk menjadi terlalu gelap atau terlalu terang. Berat bahan juga mengalami penurunan dan kenaikan akibat dari pre-treatment yang dilakukan yaitu steam blanching. Pada sampel yang mengalami pre-treatment cenderung mengalami penurunan berat bahan.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Buckle dkk. 2009. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Estiasih, Teti. 2016. Sterilisasi. Malang: Universitas Brawijaya
Estiasih, Teti dan Harijono. Pengolahan Termal. Malang: Universitas Brawijaya
Koswara, Sutrisno. 2009. Pewarna Alami : Produksi Dan Penggunaannya. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang
Kusnandar, F dkk. 2016. Parameter Kecukupan Proses Thermal. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Tjahjadi, C., dkk. 2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Bandung: Universitas Padjadjaran
PENILAIAN
Rubrik Penilaian Keaktifan Praktikan:
NO
KOMPETENSI
Nilai Maksimal
Sangat Baik (100%)
Baik (75%)
Cukup (50%)
Kurang (25%)
JUMLAH
1.
Mampu melakukan persiapan bahan yang akan dilakukan proses blansing
15
2.
Mampu melakukan proses water blanching pada bahan pangan
25
3.
Mampu melakukan proses steam blanching pada bahan pangan
25
4.
Mampu melakukan analisis sifat bahan sebelum dan sesudah proses blanching(baik secara kuantitatif maupun sensoris)
35
TOTAL NILAI
Jenis Penilaian
Nilai Maksimal
Nilai yang diperoleh
Diagram Alir
10
Data Hasil Pengamatan
10
Pembahasan laporan
70
Kesimpulan
10
TOTAL
100