LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 11 KERACUNAN STRYCHNIN
Tanggal Percobaan : 24 November 2014
Di susun oleh kelompok 4 : 1. Rizki Karoby
( 0661 12 095)
2. Novi Catur Utami
(0661 12 109 )
3. Suhayda Sutri
(0661 12 120)
4. Wenda Kartika Sari
(0661 12 099)
5. Desi Purnamasari W
(0661 12 125)
Dosen pembimbing :
Drh. Mien R.,M.Sc.,ph.D E.Mulyati Effendi,.MS Yulianita.,M.Farm Nisa Nazwa M.Farm.,Apt Asisten dosen :
Anthoni Basit Erlangga Tri Muklis Laksono Evi Juliati Gani PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2014
LEMBAR PENGESAHAN Percobaan Keracunan Strychnin Kelompok 4
(Suhaida Sutri)
(Novi Catur Utami)
(Desi Purnamasari Wijaya)
(Rizky Karobi)
(Wenda Kartika)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kejang dapat disebabkan oleh banyak factor, seperti penyakit, demam,rangsangan electroshock atau pengaruh bahan kimia. Obat-obat yang mengatasi kejang adalah Phenobarbital dan Diazepam. Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara obat yang bekerja secara sentral. (Louisa dan Dewoto, 2007) Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan pascasinaps. Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi padahewan yang hanya mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek striknin dianggap berdasarkankerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut konvulsi spinal. (Louisa danDewoto, 2007). Striknin tidak langsung mempengaruhi system kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral striknin pada pusat vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek sentral striknin.pada hewan coba dan manusia tidak terbukti adanya stimulasi saluran cerna. Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segera meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Stirknin juga segera di metabolisme oleh enzim mikrosom sel hati.
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah: -
Mempelajari salah satu gejala keracunan obat
-
Memahami penanganan keracunan yang bersifat simptomatis
1.3 Hipotesis
-
Pemberian striknin pada mencit menyebabkan ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak memperkuat rangsangan sensorik berupa pendengaran, penglihatan dan rabaan.
-
Pemberian diazepam menyebabkan relaksasi otot yang bekerja sentral terhadap mencit, khususnya berpengaruh secara selektif terhadap reflex polosinaptik di medulla spinalis dan mengurangi aktifitas neuron sistim reticular di mesensepalon yang mengendalikan tonus otot kerangka.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kejang
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak. Secara pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada bagian otak yang memiliki muatan listrik abnormal. Jika hanya melibatkan daerah yang sempit, maka penderita hanya merasakan bau atau rasa yang aneh. Jika melibatkan daerah yang luas, maka akan terjadi sentakan dan kejang otot di seluruh tubuh. Penderita juga bisa merasakan perubahan kesadaran, kehilangan kesadaran, kehilangan pengendalian otot atau kandung kemih dan menjadi linglung. Konvulsi adalah gerak otot klonik atau tonik yang involuntar. Konvulsi dapat timbul karena anoksia serebri, intoksikasi sereberi hysteria, atau berbagai manifestasi epilepsi. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang yang timbul sekali, belum boleh dianggap sebagai epilepsi. Timbulnya parestesia yang mendadak, belum boleh dianggap sebagai manifetasi epileptic. Tetapi suatu manifestasi motorik dan sensorik ataupun sensomotorik ataupun yang timbulnya secara tiba-tiba dan berkala adalah epilepsi. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu focus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan neuron epileptic yang sensitif terhadap rangsang disebut neuron epileptic. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi. Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Bangkitan umum primer (epilepsi umum) - Bangkitan tonik-konik (epilepsi grand mall) - Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences) - Bangkitan lena yang tidak khas (atypical absences, bangkitan tonik, bangkitan klonik, bangkitan infantile 2. Bangkitan pasrsial atau fokal atau lokal (epilepsy parsial atau fokal) - Bangkitan parsial sederhana - Bangkitan parsial kompleks - Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum 3. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II)
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya cetusan listrik di fokal korteks. Cetusan listrik tersebut akan melampaui ambang inhibisi neuron disekitarnya., kemudian menyebar melalui hubungan sinaps kortiko-kortikal. Kemudian, cetusan korteks tersebut menyebar ke korteks kontralateral melalui jalur hemisfer dan jalur nukleus subkorteks. Timbul gejala klinis, tergantung bagian otak yang tereksitasi. Aktivitas subkorteks akan diteruskan kembali ke focus korteks asalnya sehingga akan meningkatkan aktivitas eksitasi dan terjadi penyebaran cetusan listrik ke neuronneuron spinal melalui jalur kortikospinal dan retikulospinal sehingga menyebabkan kejang tonik-klonik umum. Setelah itu terjadi diensefalon.Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi eua fase, yakni fase inisiasi dan fase propagasi. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial aksi frekuensi tinggi yang melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+ serta hiperpolarisasi/hipersinkronisasi yang dimediasi oleh reseptor GABA atau ion K+. Fase propagasi terjadi peningkatan K+ intrasel (yang mendepolarisasi neuron di
sekitarnya), akumulasi Ca++ pada ujung akhir pre sinaps (meningkatkan pelepasan neurotransmitter), serta menginduksi reseptor eksitasi NMDA dan meningkatkan ion Ca++ sehingga tidak terjadi inhibisi oleh neuron-neuron di sekitarnya. Kemudian akan dilanjutkan dengan penyebaran dari korteks hingga spinal, sehingga dapat menyebabkan epilepsy umum/epilepsy sekunder. 2.2 Striknin
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara obat yang bekerja secara sentral. (Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan pascasinaps, dimana glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambat pascasinaps yang terletak pada pusat yanng lebih tinggi di SSP. Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi pada hewan yang hanya mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek striknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut konvulsi spinal.Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin pada dosis yang menimbulkan hipereksitabilitas
seluruh
SSP.
Striknin
tidak
langsung
mempengaruhi
sistem
kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah
berdasarkan efek sentral striknin pada pusat vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek sentral striknin.pada hewan coba dan manusia tidak terbukti adanya stimulasi saluran cerna. Striknin digunakan sebagai perangsanmg nafsu makan secara irasional berdasarkan rasanya yang pahitStriknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segera meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar striknin di SSP tidak lebih daripada di jaringan lain. Stirknin segera di metabolisme oleh enzim mikrosom sel hati dan Necel 4 diekskresi melalui urin. Ekskresi lengkap dalam waktu 10 jam, sebagian dalam bentuk asal.Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi, akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan berada dalam sikap hiperekstensi (opistotonus), sehingga hanya occiput dan tumit saja yang menyentuh alas tidur. Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh. Napas terhenti karena kontraksi otot diafragma, dada dan perut. Episode kejang ini terjadi berulang; frekuensi dan hebatnya kejang bertambah dengan adanya perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini menimbulkan nyeri hebat, dan pesien takut mati dalam serangan berikutnya. Kematian biasanya disebabkan oleh paralisis batang otak karena hipoksia akibat gangguan napas. Kombinasi dari adanya gan gguan napas dan kontraksi otot yang hebat dapat menimbulkan asidosis respirasi maupun asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini mungkin akibat adanya peningkatan kadar laktat dalam plasma. Obat yang penting untuk mengatasi hal ini ialah diazepam 10 mg IV, sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensial terhadap depresi post ictal, seperti yang umum terjadi pada penggunaan barbiturat atau obat penekan ssp non-selektif
lain. Kadang-kadang diperlukan tindakan anastesia atau pemberian obat penghambat neuromuskular pada keracunan yang hebat.Pengobatan keracunan striknin ialah mencegah terjadinya kejang dan membantu pernapasan. Intubasi pernapasan endotrakeal berguna untuk memperbaiki pernapasan. Dapat pula diberikan obat golongan kurariform untuk mengurangi derajat kontraksi otot. Bilas lambung dikerjakan bila diduga masih ada striknin dalam lambung yang belum diserap. Untuk bilas lambung digunakan larutan KMnO4 0,5 ‰ atau campuran yodium tingtur dan air (1:250) atau larutan asam tanat. Pada perawatan ini harus dihindarkan adanya rangsangan sensorik. 2.3 Diazepam
Merk Dagang : Diazepam, Valium, diazepin, Cetalgin, Danalgin, Metaneuron, proneuron, Valisanbe, Valdimex, Neuropyron, Neurindo, Meparyp, dan Stesolid KOMPOSISI : Tiap tablet mengandung : Diazepam 2 mg CARA KERJA OBAT : Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 – 2 jam pemberian oral. Waktu paruh bervariasi antara 20 – 50 jam sedang waktu paruh desmetildiazepam bervariasi hingga 100 jam, tergantung usia dan fungsi hati. INDIKASI :
Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma; nipertdnisitairotot (kelaTrian motorik serebral, paraplegia). Digunakan juga untuk meringankan gejalagejala pada penghentian alkohol akut dan premidikasi anestesi. KONTRA INDIKASI :
Penderia hipersensitif
Bayi dibawah 6 bulan
Wanita hamil dan menyusui
Depress pernapasan
Glaucoma sudut sempit
Gangguan pulmoner akut
Keadaan Phobia
CARA PENGGUNAAN : Dewasa
Ansietas 2-10 mg, 2-4 kali sehari
Terapi tambahan pada spasme otot rangka : 2 -10 mg. 3-4 kali sehari dalam dosis bagi
Penghentian alkohol akut 10 mg. 3-4 kali sehari selama 24 jam pertama, kemudian dikurangi menjadi 5 mg. 3 – 4 kali sehari
Premidikasi: dewasa: 10 mg: anak-anak diatas 2 tahun: 0,25 mg/kg
Usia lanjut dan pasien yang lemah : 2 – 2,5 mg, 1 – 2 kali sehari dapat ditingkatkan secara bertahap sesuai kebutuhan.
Pada penderita dengan gangguan pulmoner kronik, penderita hati dan ginjal kronik dosis dikuTarigT.
Anak-anak 0.12 – 0.8 mg/kg sehari dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
EFEK SAMPING : Mengantuk,ataksia. kelelahan Erupsi pada kulit. edema, mual dan konstipasi, gejalagejala ekstra pirimidal. jaundice dan neutropenia. perubahan libido, sakit kepala, amnesia, hipotensi. gangguan visual dan retensi urin, incontinence. PERINGATAN DAN PERHATIAN :
Jangan mengemudikan kendaraan bermotor atau menjalankan mesin selama minum obat ini.
Ansietas atau ketegangan karena stress kehidupan sehari-hari biasanya tidak memerlukan pengobatan dengan ansiolitik.
Keefektifan dalam pengobatan jangka lama (lebih dari 4 bulan) belum diuji secara klinis sistematik.
Penggunaan jangka lama dapat menyebabkan ketergantungan pada obat
Pada penderita lemah dan lanjut usia dianjurkan dengan dosis efektif terkecil.
Hati-hati penggunaan pada penderita gangguan pulmoner kronik, penderita fungsi hati dan ginjal kronik.
Hentikan pengobatan jika terjadi reaksi-reaksi paradoksikal seperti keadaan hiper eksitasi akut. ansietas. halusinasi dan gangguan tidur.
INTERAKSI OBAT : Penggunaan bersama obat-obat depresan Susunan Syaraf Pusat atau alkohol dapat meningkatkan efek depresan. Cimetidin dan Omeprazol mengurangi bersihan benzodiazepin. Rifampisin dapat meningkatkan bersihan benzodiazepin.
BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Bahan
-
Mencit
-
Diazepam 5mg/Kg BB C=10mg/20ml
-
Stiknin 0,75mg/Kg BB C= 0,01%
3.1.2 alat
-
Jarum suntik
-
Timbangan hewan coba
-
Lap/serbet
-
Masker
-
Sarung tangan
3.2 Cara Kerja
-
Ditimbang mencit yang akan diuji coba
-
Diamati keadaan biologic mencit dan dihitung dosis obat yang akan diberikan kepada mencit yaitu striknin dan diazepam
-
Disuntikan striknin pada mencit secara subkutan dicatat waktu pada saat mencit kejang dan disuntikan diazepam ditambah air 2 ml setelah mencit mengalami kejang pertama
-
Diamati perubahan pada mencit setelah pemberian striknin dan diazepam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pengamatan
No
Data Pengamatan
Hewan coba mencit Normal
+ Striknin
+ Diazepam
1.
Bobot badan
32 g
32 g
32 g
2.
Frekuensi jantung(det/men)
112
-
-
3.
Laju nafas (det/men)
92
-
-
4.
Refleks
+++
+++
++
5.
Tonus otot
+++
+++
++
6.
Kesadaran
+++
+++
++
7.
Rasa nyeri
+++
+++
++
8.
Gejala lain : Simetris
Spontan
√
√
Konvulsi Salifasi
√
Urinasi
√
Defekasi
√
Tabel onset No
T. striknin
T. Diazepam
1.
10 05
60 2
2.
10 09
39 21
3.
4 50
15 57
4.
10
14
5.
6 21
45 50
6.
5
55
7.
9 30
22 30
8.
5 25
17
̅
7 55
33 60
4.2 Perhitungan Dosis
Dik :
BB mencit = 32 gram Dosis striknin = 0,75 mg/Kg BB c = 0,01% Dosis diazepam = 5 mg/Kg BB c = 10mg/20ml
1. Striknin Striknin = 0,01% =
= 0,24 ml 2. Diazepam Diazepam = 10mg/20ml
= 0,01 g/20 ml = =
= 0,32 ml Air = 2ml 4.3 Pembahasan
Percobaan kali ini dilakukan untuk mempelajari salah satu gejala keracunan oleh obat dan memahami penanganan keracunan yang bersifat simptomatis. Untuk mempelajari gejala keracunan obat ini digunakan obat strychnine yang disuntikan secara subkutan pada mencit, penggunaan obat secara subkutan bertujuan untuk memperlambat absorpsi obat pada mencit dibandingkan dengan pemberian secara intra peritoneal yang akan cepat diabsorpsi didalam tubuh. Pada pemberian strychnine terjadi kaku otot yang menyerang mencit pada menit rata-rata 7 menit. Kaku otot ini dikarenakan strychnine merupakan obat konvulsan yang menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP dan juga terlihat dengan sifat kejang yang khas pada mencit. Strychnine dapat mempengaruhi Medula oblongota pada dosis
yang
menimbulkan
hipereksitabilitas
seluruh
SSP.
Striknin
tidak
langsung
mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral striknin pada pusat vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek sentral striknin. Kejang yang terjadi pada mencit yaitu kejang simetris (tangan mengangkat secara bersamaan). Kejang yang terjadi pada mencit menunjukan gejala keracunan
strychnine.
Sehingga diperlukan pengobatan keracunan striknin yaitu untuk mencegah terjadinya kejang dan membantu pernapasan dengan cara pemberian diazepam secara ip. Pemberian secara ip digunakan agar obat cepat diabsorpsi didalam tubuh dan membantu penurunan aktifitas tonus otot. Walaupun dosis diazepam sedikit tetapi obat penyebab depresan pada SSP ini lebih efektif dikarenakan diazepam merupakan salah satu obat ansiolitik yang bersifat merelaksasi otot dan bekerja sentral, khususnya berpengaruh secara selektif terhadap reflex polisinaptik di medulla spinalis dan mempengaruhi aktifitas neuron sistim reticular di mesensepalon yang mengendalikan tonus otot sehingga obat ini dapat digunakan untuk mengatasi stimulansia medulla oblongata.
BAB V KESIMPULAN
Pemberian striknin pada mencit menyebabkan ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak memperkuat rangsangan sensorik berupa pendengaran, penglihatan dan rabaan sehingga mencit yang diberikan striknin mengalami konvulsi (konvulsi simetris). Pemberian diazepam menyebabkan relaksasi otot yang bekerja sentral terhadap mencit, khususnya berpengaruh secara selektif terhadap reflex polosinaptik di medulla spinalis dan mengurangi aktifitas neuron sistim reticular di mesensepalon yang mengendalikan tonus otot kerangka. (Hipotesis diterima).
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta, hal. 354-356 Louisa M & Dewoto HR . 2007. Perangsangan Susunan Saraf Pusat . Dalam : Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta, hal. 247-248
Mardjono, M. 1988. Neurologi Klinis Dasar . Dian Rakyat : Jakarta, hal. 439-441; 444
Medicastore. 2008. Kejang . Apotek Online dan Media Informasi Obat Penyakit. (online), (http://www.medicastore.com, diakses 4 Mei 2008)
Mycek , MJ dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar . Widya Medika : Jakarta, hal. 90; 149
Utama H. & Gan. V . 2007. Antiepilepsi dan Antikonvulsi . Dalam : Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Departemen