LAPORAN TUTORIAL BLOK PEDIATRI SKENARIO 3 KOK ANAKKU BELUM BISA JALAN…?
KELOMPOK A7 BATARA BISUK
G0015041
HAN YANG
G0015101
MOHAMAD ARIF FIKRI
G0015157
RENDRA RISTIAN W
G0015203
DINA ARIYANTI PUTRI
G0015061
AFIFAH HUSNUN FATHIM
G0015009
FATIMAH
G0015083
HUSNA
G0015111
NADAA
G0015177
RATU SALSABILA
G0015201
ZAHRA DZAKIYATIN N
G0015239
KOMANG MIRADEWI SRI
G0015131
CANTIKA DEWI
G0015045
TUTOR: Eti Poncorini, dr., M.Pd
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2017
BAB I PENDAHULUAN SKENARIO III KOK ANAKKU BELUM BISA JALAN…?
Suryadi, bocah berusia 2,5 tahun itu hanya bergelayut manja di gendongan sang ibu. Ia belum bisa merangkak apalagi berjalan, dan sampai saat ini belum sepatah katapun bisa diucapkannya, hanya rengekan pelan yang keluar dari mulutnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan Denver II oleh dokter didapatkan adanya keterlambatan di semua domain perkembangan.
BAB II DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario. Dalam skenario ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Denver II : Alat ukur kualitatif perkembangan seorang anak hingga usia 6 tahun 2. Domain Perkembangan : Terdapat 4 domain perkembangan sesuai dengan pemeriksaan denver II yaitu personal social, fine motor adaptive, language dan gross motor adaptive
B. Langkah 2 : Menentukan / mendefinisikan permasalahan. Permasalahan pada skenario antara lain: 1.
Bagaimana proses tumbuh kembang anak?
2.
Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan normal pada usia 2,5 tahun?
3.
Bagaimana hasil Denver Test II pada anak tersebut?
4.
Apa saja etiologi yang dapat menyebabkan keluhan pada kasus tersebut?
5.
Apa saja penyebab dan faktor resiko dari keterlambatan pada domain perkembangan?
6.
Apakah terdapat perbedaan proses tumbuh kembang anak pada laki-laki dan perempuan?
7.
Apa saja faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak?
8.
Bagaimana manajemen apabila ditemukan keterlambatan pada tumbuh kembang anak?
9.
Bagaimana cara deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak?
10. Edukasi apa yang dapat diberikan kepada orang tua apabila terdapat gangguan tumbuh kembang anak? 11. Bagaimana cara monitoring pertumbuhan dan perkembangan anak?
12. Bagaimana prosedur pemeriksaan Denver II?
C. Langkah 3 : Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II) 1. Tumbuh: pertambahan jumlah, bisa diukur artinya bersifat kuantitatif. Kembang: bertambahnya kemampuan, bersifat kualitatif. Terjadi adaptasi intrauterin
extrauterin
Fase pertumbuhan:
Fase prenatal:
Embrio (sampai dengan minggu 8)
Fetus: fetus dini (minggu 9 sampai trimester 2), fetus lajut (trimester 2-trimester 3)
Fase posnatal:
Neonatal (0-28 hari)
Fase prasekolah
Fase prapubertas
Fase pubertas
Fase anak berakhir pada usia 18 tahun Pertumbuhan dapat diukur dari: lingkar kepala, panjang badan, berat badan. KMS: TB/U, BB/U, TB/B (indikator pemeriksaan) Tahapan tumbuh kembang anak:
1-1.5 bulan: tersenyum
3-4 bulan: menegakan kepala, tengkurap, memegang benda dengan tangan
5 bulan: memegang benda dengan lebih kuat
6 bulan: mengeluarkan lebih banyak ekspresi
7 bulan: memindahkan benda dari 1 tangan ke tangan lain
10 bulan: sudah bisa merangkak, sudah bisa mengeluarkan 1-2 kata
12 bulan: menengok apabila namanya dipanggil
18 bulan: sudah bisa diajak bercanda
24 bulan: merangkai lebih dari 3 kata, sudah bisa jalan dengan ditahan
36 bulan: sudah bisa berjalan sendiri
Pubertas wanita lebih dulu daripada laki laki, dilihat dari ciri ciri sekundernya Wanita lebih cepat memahami bahasa dibanding laki laki Domain perkembangan:
Kognitif: keingintahuan, pemecahan masalah
Emosi dan sosial: interaksi dengan sekitar dan berbicara
Bahasa: mendengar, mengulang
Motorik halus dan kasar: menggunakan otot otot besar
Aktivitas sehari hari: makan, minum, memakai baju sendri
2. 2,5 tahun anak seharusnya sudah mampu merangkai kata, loncat loncat, menggambar 3. Faktor resiko
Internal:
Umur
Genetik
Jenis kelamin: perempuan lebih cepat perkembangan reproduksinya
Ras
Ekternal
Prenatal
Gizi ibu
Posisi telur dalam rahim
Toxin (teratogenik)
Endokrin ibu
Persalinan
Proses persalinan
Komplikasi
Pasca persalinan
Gizi
Penyakit
Lingkungan
Psikologis
Endokrin
Faktor mikro
TB ibu
Riwayat keluarga
Pengetahuan dan sikap ibu
Faktor mini
Ayah dan keluarga: sikap dan pengetahuan,
Faktor makro
Program program pemerintah
Faktor meso
Tetangga, psikologis
D. Langkah 4 : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III
Tumbuh Kembang Normal
Screening Tumbuh Kembang Anak
4 Domain
Keterlambatan
Perkembangan
Tumbuh Kembang
Tidak Bisa
Tidak Bisa
Merangkak
Berbicara
Personal Sosial
Etiologi
Bahasa
Faktor Risiko
Motorik Halus
Pemeriksaan
Motorik Kasar
Diagnosa Kerja dan Diagnosa Banding
Tatalaksana dan Edukasi
E. Langkah 5 : Merumuskan tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario pertama ini adalah : 1. Menjelaskan proses tumbuh kembang anak normal 2. Menjelaskan prosedur dan interpretasi screening tumbuh kembang anak normal 3. Menjelaskan etiologi dan faktor risiko keterlambatan tumbuh kembang anak 4. Menjelaskan tanda-tanda keterlambatan tumbuh kembang anak 5. Menjelaskan diagnose kerja dan banding keterlambatan tumbuh kembang anak 6. Menjelaskan tatalaksana dan edukasi keterlambatan t umbuh kembang anak
F. Langkah 6 : Mengumpulkan informasi baru Masing - masing anggota kelompok kami telah mencari sumber – sumber ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan topik diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya
G. Langkah 7 : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh LO 1 : Menjelaskan proses tumbuh kembang anak normal
1. Pertumbuhan Normal Pertumbuhan anak dapat diukur dari pengukuran panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Setelah dilakukan pengukuran, dibandingkan menggunakan kurva pengukuran, kemudian dievaluasi normal atau tidaknya. Untuk pemantauan pertumbuhan anak Indonesia menggunakan WHO growth chart 2005 untuk anak sampai usia 5 tahun.
Gambar 1. Pertumbuhan Normal usia 5 tahun 2. Perkembangan Normal Tahapan perkembangan pada anak dapat dilihat dari empat aspek, yaitu: a. Motorik kasar b. Motorik halus c. Personal-sosial d. Bahasa dan kognitif lainnya
Gambar 2. Perkembangan Normal Pediatri
LO 2 : Menjelaskan prosedur dan interpretasi screening tumbuh kembang anak normal
A. Indikator pemantauan Pertumbuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran-ukuran tubuh yang
meliputi
berat badan(BB), tinggi badan (TB), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD). Secara garis besar, tumbuh kembang dapat di bedakan menjadi tiga jenis yaitu tumbuh kembang fisik,intelektual,dan emosional.selain itu,.kualitas tumbuh kembang anak ini ditentukan oleh factor potensi genetic.heredo konstitusional dan peran lingkungan. Suatu kelainan bisa terjadi jika ada factor genetic dan atau karena factor lingkungan yang tidak mampu mencukupi kemampuan dasar tumbuh kembang anak. Peran lingkungan,juga menjadi factor lingkungan yang tidak mampusar mencukupi kemampuan dasar tumbuh kembang anak. Kebutuhan dasar tumbuh kembang anak meliputi kebutuhan bio-psikososial (asih dan asah).lingkungan ini terdiri dari lingkungan mikro (ibu atau pengganti ibu), lingkungan meso( hal-hal di luar rumah),dan lingkungan makro. Deteksi tumbuh kembang ini, sudah bisa dilakukan sejak anak memasuki ruang pemeriksaan bersama orang tuanya melalui observasi atau pengamatan dengan memperhatikan mulai penampilan wajah,bentuk kepala,tinggi badan hingga interaksi dengan lingkungannya.namun demikian deteksi dini adanya gangguam sebaiknya ditempuh melalui beberapa hal,antara lain melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan skrining perkembangan yang sistematis agar lebih objektif. Keluhan utama orang tua berkaitan dengan tumbuh kembang anak yang di sampaikan pada saat anamnesis, dapat mengarah pada kecurigaan adanya kelainan. Beberapa keluhan utama yang di sampaikan orang tua, antara lain anak lebih pendek dari teman sebanyanya, umur enam bulan belum bias tengkurap, Sembilan bulan belum bias duduk hingga dua tahun belum bias bicara. Dalam deteksi dini anamnesis ini, yang dipertanyakan adalah factor resiko pada balita (intrinsic, genetic-heredokonstitusional), factor resiko pada ibu
(umur,tinggi badan,jumlah anak, jarak kehamilan, riwayat pernikahan, merokok, pernah mengkomsumsi alcohol), factor resiko lingkungan mini (ayah, saudara kandung, dan anggota lain serumah ) dan lingkungan makro. Deteksi dini tumbuh kembang anak juga ditempuh melalui pemeriksaan fisik rutin. Beberapa hal yang diperiksa pada anak, yakni tinggi badan, berat badan dan ukuran kepala, tinggi badan dan berat badan berguna untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan. Bentuk ukuran dan simetri kepala juga harus di perhatikan. Lingkar kepala yang lebih kecil (mikrosefali) berhubungan erat dengan gangguan perkembangan kogniti. Bentuk kepala yang aneh sering berkaitan dengan sindrom dengan gangguan tumbuh kembang. Telah disepakati bersama bahwa penyimpangan tumbuh kembang dapat terjadi apabila terdapat hambatan atau gangguan dalam prosesnya sejak intra uterin hingga dewasa. Penyimpangan dapat memberikan manifestasi klinis baik kelainan dalam pertumbuhan dengan atau tanpa kelainan perkembangan. Walaupun terdapat kombinasi pengaruh factor biolotik, psikologik dan social pada perkembangananak, pengaruh masing-masing factor secara terpisah perlu diperhatikan. Pengaruh biologic pada perkembangan anak melalui genetika, paparan teratogen dalam rahim (misalnya air raksai/Hg dan alcohol) dan gangguan pada postpartum (misalnya meningitis, trauma/ cedera pada kelahiran),serta maturasi telah diteliti secara luas dan mendalam. Kelainan pertumbuhan anak yang dijumpai adalah perawatan pendek (short stature), perawakan tinggi (tall stature), yang diklasifikasikan sebagai variasi normal dan patologis, malnutrisi dan dan obesitas, apabila menjumpai kelainan
pertumbuhan
tersebut
diperlukan
suatu
kiat
dalampengukuran
antropometri sebagai salah cara penilaiannya. 1. Pengukuran antropometrik Pengertian
istilah
“nutitional
anthropometry”
mula-mula
muncul dalam “Body measurements and Human Nutrition” yang ditulis oleh Brozek pada tahun 1966 yang telah didefinisikan oleh jellife (1966 dalam Moersintowati, BN 2005) sebagai pengukuran pada
variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat nutrisi yang berbeda. Pengukuran antropometri ada dua tipe yaitu pertumbuhan dan ukuran komposisi tubuh yang dibagi menjadi pengukuran lemak dan massa tubuh yang bebas lemak. Penilaian pertumbuhan merupakan komponen esensial dalam surveilan kesehatan anak karena hamper setiap masalah yang berkaitan dengan fisiologi, interpersonal, dan domain social dapat memberikan efek yang yang sangat penting untuk penilaian pertumbuhan adalah kurva pertumbuhan (growth chart) pada gambar terlampir, dilengkapi dengan alat timbangan yang akurat, papan pengukur, stadiometer dan pita pengukur. a. Pengukuran antropometri, meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan dan tebal kulit. b. Penggunaan kurva pertumbuhan anak (KMS, NCHS), c. Penilaian dan analisis status gizi dan pertumbuhan anak. d. Penilaian perkembangan anak dan maturasi e. Intervensi (preventif,promotif, kuratif, rehabilitatif).
Perlu ditekankan bahwa pengukuran antropometri hanyalah satu dari sejumlah teknik-teknik yang dapat untuk menilai pertumbuhan dan status gizi. Pengukuran dengan cara-cara yang baku dilakukan beberapa kali secara berkala pada barat dan tinggi badan, lingkaran lengan atas, lingkaran kepala tebal lipatan kulit (skinfold) diperlukan untuk penilaian pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak.
2. Pertumbuhan Berat Badan dan Tinggi Badan terhadap umur Pengukuran antropometri sesuai dengan cara-cara yang baku, beberapa kali secara berkala misalnya berat badan anak di ukur tanpa baju. Mengukur panjang bayi dilakukan oleh dua orang pemeriksa pada pada papan pengukur (infantometer),tinggi badan anak diatas dua tahun diukur dengan posisi anak berdiri menggunakan stadiometer.
Baku yang dianjurkan adalah bukuk NCHS secara Internasional untuk anak usian 0-18 tahun yang dibedakan menurut jender laki-laki dan wanita. Penilain berat badan (BB) berdasarumur menurut WHO dengan baku NCHS. Grafik pertumbuhan BB dalam KMS dibuat berdasarkan baku WHO / NCHS yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, meliputi daerah merah menghubungkan angka-angka 70% median, daerah kuning di atas merah pada batas 75-80% median. Daerah hijau muda adalah 85-90% median, daerah hijau tua 95-100% median. Penilaian panjang badan berdasarkan umur menurut WHO dengan baku NCHS, meliputi lebih dari atau sama dengan 90% adalah normal, kurang dari 90% adalah abnormal (malnutrisi kronis). Cara canggih yang lebih tepat untuk menetapkan obesitas pada anak dengan kalkulasi skor Z (atau standard devisia) dengan mengurangi nilai berat badan yang dibagi dengan standard deviasi populasi referens. Skoratau > +2 (misalnya 2SD di atas median) dipakai sebagai indicator obesitas.
B. Indikator pemantauan Perkembangan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan atau fungsi semua system organ tubuh sebagai akibat bertambahnya kematangan fungsi-fungsi system organ tubuh. Perkembangan anak tidak hanya di tentukan oleh factor genetic (nature) atau dianggap sebagai sebagai produk lingkungan (nurture) saja. Model biopsikososial pada tumbuh kembang anak mengakui pentingnya pengaruh kekuatan intrinsic dan ekstrinsik. Tinggi badan misalnya adalah fungsi antara factor genetic (biologic), kebiasaan makan (psikologik) dan terpenuhinya makanan bergizi (social) pada anak. Gangguan perkembnagan dapat menimbulkan manifestasi klinik yang bermacam-macam. Manifestasi klinik gangguan perkembangan tersebut, yakni gangguan motorik kasar, gangguan wicara,gangguan belajar, gangguan psikologis, gangguan makan, gangguan buang air besar, kecemasan dan lainlain.
Skrining perbangan adalah prosedur yang relative cepat, sederhana dan murah bagi anak-anak yang tanpa gejala namun mempunyai resiko tinggi atau dicurigai mempunyai masalah. Beyi atau anak dengan resiko tinggi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik rutin harus dilakukan skrining secara periodic. Bayi atau anak dengan resiko rendah dimulai dengan pertanyaan pra-skrining yang diisi atau dijawab oleh orang tua. Apabila ada kecurigaan dalam tumbuh kembang yang dijawab oleh orang tua balita.baru dilanjutkan dengan skirining. Perangkat skrining perkembangan, terdiri dari beberapa perangkat seperti: denver development screener (BIS). Pemeriksaan lanjutan juga berguna untuk menentukan diagnosis. Pemeriksaan lanjutan ini dilaksanakan tergantung jenis gangguan tumbuh kembang balita seperti pemeriksaan neurologis, radiologis, genetis, endokrin dan lain lain. Apabila semakin kompleks gangguan tumbuh kembang bayi, diperlukan tim yang lebih lengkap dan terkoordinir yang melibatkan dokter spesialis anak,special THT, spesialis mata, psikiater, rehabilitasi medic, ortopedi dan lain-lain. Dari sini akan terlihat besarnya peran orang tua dan anak dalam dalam proses tumbuh kembang anak. 1. Denver Development Screening Test (DDST) Deteksi tumbuh kembang anak adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah. Dengan ditemukan penyimpangan atau masalah tumbuh kembang anak secara dini, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan. Tenaga kesehatan juga akan mempunyai waktu dalam membuat rencana tindakan atau intervensi yang tepat. Terutama ketika harus melibatkan ibu/ keluarga. Ada tiga jenis deteksi dini tumbuh kembang, yakni sebagai berikut. a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui / menemukan status gizi kurang/ buruk dan mikro/ makrosefali. b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui gangguan
perkembangan,
yaitu
untuk
mengetahui
gangguan
perkembangan anak (keterlambatan daya lihat, dan gangguan daya dengar. c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autism, dan gangguan pemusatan perhatian, serta hiperaktifitas.
2. Deteksi Dini Penyimpangan Petumbuhan Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam hal besar, jumlah ukuran, atau dimensi, baik pada tingkat sel, organ, maupun individu. Tabel 1. Pelaksanaan dan alat yang digunakan pada deteksi dini penyimpangan pertumbuhan Tingkatan pelayanan
Pelaksanaan
Alat yang digunakan
Orang tua Keluarga atau Kader kesehatan
KMS
masyarakat
Timbangan
Petugas TPA, guru TK Dokter
Puskesmas
Bidan
Tabel BB/TB
Perawat
Grafik linkar kepala
Ahli Gizi
Timbangan
Petugas lainnya
Alat ukur tinggi badan Pita pengukurlingkar kepala
a. Pengukuran berat badan terhadap tinggi badan Tujuan pengukuran BB/TB adalah untuk menentukan status gizi ana, apakah anak termaksud normal, kurus, kurus ekali, atau gemuk. Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadwal deteksi dini tumbuh kembang balita.
1) Pengukuran berat badan (BB) -
Menggunakan timbangan bayi
-
Menggunakan timbangan injak pada anak
2) Pengukuran panjang badan (PB)/ tinggi badan (TB). Untuk pengukuran memiliki
panjang
badan
keterampilan
atautinggi
mengukur
badan,
panjang
petugasharus
badan
dengan
posisiberbaring sertamengukur tinggibadan dengan posisi berdiri. 3) Penggunaan table BB/TB (Direktorat Gizi Masyarakat, 2002) -
Ukur TB dan BB
-
Lihat kolom panjang/ tinggi badan anak yang sesuai dengan hasil pengukuran
-
Pilih kolom berat badan untuk laki-laki (kiri) atau perempuan (kanan) sesuai jenis kelamin anak. Tentukan angkah berat badan yang terdekat dengan berat badan anak
-
Dari
angkaBB
tersebut,
lihatbagian
ataskolom
untuk
mengetahui angka standar deviasi (SD). b. Pengukuran Lingkar kepala anak Tujuan pengukuran lingkarkepala adalah untuk mengetahui lingkarkepala anak apakah berada dalam batas normal atau diluar batas normal. Jadwal pengukuran Lingkar kepala disesuaikan dengan usia anak. Untuk anak berusia 0-11 bulan pengukuran dilakukan setiap 3 bulan, dan untuk anka berusia12-72 bulan pengukuran dilakukan setiap 6 bulan. 1) Cara mengukurlingkar kepala -
Lingkarkan pengukuran kepala melewatidahi, menutupi alis mata, di atas kedua telinga, dan begian belakang kepala yang menonjol, lalu tarik agak kencang.
-
Baca angka pada pertemuan dengan angka 0
-
Tanyakan tanggal lahir bayi/ ana, hitungusiabayi/ anak
-
Hasil pengukuran dihitung pada grafiklingkar kepalamenurut umur dan jenis kelamin anak
-
Buat garis yang menghubungkan antara pengukuran lalu dengan sekarang
2) Interpretasi -
Jika ukuran LK di dalam jalur hijau, maka LK anak anak dikatakan normal
-
Jika ukuran LK di luar jalur hijau, maka LK anak dikatakan tidak normal ( makrosefal diatas jalur hijau dan mikrosefal di bawah jalur hijau). Segera rujuk ke RS jika menemui anak dengan LK di luar jalur hijau.
3. Denver Development Screening Test II (DDST) Denver development screening test II (DDST) di publikasikan pertama kali pada tahun 1967 untuk membantu tenaga kesehatan mendeteksi masalah perkembangan potensial pada anak-anak di bawah usia 6 tahun. DDST telah di gunakan secara luas sejak dipublikasikan. Selanjutnya DDST diadaptasi untuk digunakan dan distandarisasi pada lebih dari 12 negara. DDST ini digunakan untuk keperluan skrining lebih dari 50 juta anak di seluruh dunia. DDST selanjutnya direvisi menjadi DDST II oleh William K. Frankenburg dan Josiah B. Dodds. DDST II atau Denver II bukan tes intelegensia quotient (IQ) dan bukan peramal kemampuan adaptif atau interlegtual perkembangan) anak di masa mendatang. Denver II tidak dibuat untuk menghasilkan diagnosis seperti ketidakmampuan dan kesukaran belajar, gangguan bahasa atau gangguan emosional.Denver II tidak untuk mensubtitusi evaluasi diagnostic atau pemeriksaan fisik, namun lebih untuk membandingkan kemampuan pekembangan seorang anak dengan kemampuan anak lain yang seumur. Denver II dapat digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan umur-umurnya, anak-anak yang sehat berumur 0-6 tahun, anak-anak tanpa gejala kemungkinan ada kelainan perkembangan. Denver II juga dapat digunakan untuk memastikan anak dengan
persangkaan ada kelainan perkembangan dan melakukan monitor anakanak dalam resiko terhadap perkembangan. Denver II terdiri dari 125 item yang disusun dalam formulir menjadi empat sektor untuk menjaring fungsi-fungsi sector personal social, motorik halus-adaptif, bahasa dan motorik kasar.sektor personal meliputi kemampuan penyusuaian diri di masyarakat dan kebutuhan pribadi. Sector motorik halus – adaptif, terdiri atas kemampuan mendengar, mengerti, dan menggunakan bahasa. Sector motorik kasar, terdiri dari duduk, jalan dan gerakan gerakan umum otot kasar. Cara melakukan pemeriksaan Denver II, antara lain dilakukan secara kontinyu, anak didampingi ibu atau pengasuh, anak dan ibu dalam keadaan santai, satu formulir digunakan beberapa kali pada satu klien. Posisi anak pada saat pemeriksaan, adalah bayi baringkan di atas tempat tidur, sedangkan anak duduk di kursi, lengan di atas meja. Prinsip pemeriksaan Denver II, yakni dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, dimulai dari tahap perkembangan yang telah dicapai anak. Penggunaan alat bantu stimulasi adalah yang sederhana, suasana nyaman, bervariasi, memperhatikan gerakan spontan anak, dilakukan dengan wajar dan tanpa paksaan, tidak menghukum, memberikan pujian/ reinforcement bila anak dapat melakukan pemeriksaan. Sebelum uji coba semua alat saja sesuai tugas pada item tersebut, sehingga konsentrasi anak tidak terpecah. a. Pelaksanaan pemeriksaan Material alat tes dalam pemeriksaan Denver II harus sesuai standart yang telah di tentukan. Material alat-alat tersebut, adalah lembar formulir DDST II, benang sulaman merah, kismis/ manic-manik, kerincingan dengan pegangan,kubus kayu berwarna merah, kuning, hijau dengan ukuran dimensi 1 inci 10 buah, lonceng kecil. Bola tennis, boneka plastic kecil dengan botol susu, cangkir plastic kecil dengan pengangan pensil merah, kertas kosong, botol kaca bening dengan tutup berdiameter ± 2 cm dan dapat dibuka. Apabila ada, perlu juga disediakan meja dan kursi
tiga buah, ruangan yang cukup luas untuk melakukan tes sector motorik kasar, serta meja khusus denagan kasur/ selimut sebagai tempat pemeriksaan bayi kecil. Cara pengukuran/ pemeriksaan Denver II, antara lain sebagai berikut. 1) Menentukan umur anak pada saat pemeriksaan. 2) Menarik garis pada lembar DDST II sesuai dengan umur yang telah di tentukan. 3) Melakukan pengukuran pada anak pada item-item dalam empat sector dan memberikan scoring pada setiap item yang menilai. 4) Melakukan interpretasi hasil tes keseluruhan. b. Menghitung Umur Anak dan Menggambar Garis umum pemeriksaan. Umur anak dihitung dengan mengurangkan tanggal lahir dari tanggal tes (jika perlu untuk meminjam dalam pengurangan,30 hari dipinjam dari kolom bulan, 12 bulan dipinjam dari kolom tahun). Penyusuaian umum perlu dilakukan pada kasus prematuritas anak yang lahirnya lebih dari dua minggu sebelum Hari perkiraan Lahir (HPL). Anak A dibawah ke polikklinik tumbuh kembang dirumah sakit B pada tanggal 19 oktober 2009 . anak A lahir pada tanggal 30 November 2006. Anak A lahir maju enam minggu sebelum hari perkiraan lahir.Hitung anak A pada saat tes dan umur penyusuaian prematurenya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan Denver II, yakni: - Tes atau uji coba diawali dengan item yang kurang aktif lebih dahulu. Sebaiknya diawali dengan sector personak social, kemudian sector motorik halus-adaptif. - Uji coba diawali dengan item yang lenbih mudah dilakukan atau kurang tepat melakukan, sehingga anak tidak segan untuk melakukan uji coba item selanjutnya.
- Uji coba pada item dengan alat yang sama dilakukan berurutan, sehingga waktu lebih sedikit. - Hanya alat item yang akan dipakai uji coba yang berada di depan anak. - Semua uji coba setiap sector dimulai dari item disebelah kiri garis umur dilanjutkan item yang ditembus garis umur serta item yang ditembus garis umur serta item disebelah kanan garis umur.
4. Penilaian Test Perilaku Denver development screening test II (DDST) di publikasikan pertama kali pada tahun 1967 untuk membantu tenaga kesehatan. Tes perilaku anak dilakukan setelah tes selesai. Dengan skala di lembar tes, penilaian perilaku dapat membandingkan perilaku anka selama tes dengan perilaku sebelumnya. Pemerikasaan boleh menanyakan kepada ibu atau pengasuh anak, apakah perilaku anak biasanya sama dengan sekarang. Kedang-kadang saat
diperiksa anak sedang dalam kondisi sakit, lapar,
atau marah sehingga tes dapat dilakukan pada hari lain saat anak mau kooperatif. a. Skoring Penilaian Item Tes Ada empat skor item tes, ditulis pada kotak/batang tes dekat tanda 50%. 1) Skor Pass (P) atau Lewat/ Lulus (L), apabila anak dapat melakukan uji coba dengan baik, atau ibu atau pengasuh member laporan tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukan dengan baik. 2) Skor Fail (F) atau Gagal (G), apabila anak tidak dapat melakukan uji ….coba dengan baik, atau ibu/ pengasuh member laporan bahwa anak ….tidak dapat melakukan tugas dengan baik. 3) Skor NO Opportunity (No) atau tak ada kesempatan (TaK), apabila anak tidak mempunyai kesempatan untuk
melakukan uji coba karena ada …hambatan, misalnya kasus Retardasi Mental dan Down Syndrome. 4) Skor …ini hanya digunakan untuk item yang ada kode “L” yaitu laporan orang …tua atau pengasuh anak. Penilaian apa yang harus dilakukannya. Item yang ada kode “L”nya, tidak diskor sebagai penolakan.
b. Skoring Penilaian Item Tes Penilaian item “Lebih“ atau “Advance”, apabila anak dapat melaksanakan tugas (lewat/ lilus) pada item disebelah kanan garis umur. Perkembangan anak dinilai lebih pada item tersebut, karena anak lulus pada tes yang kebanyakan anak tidak lulus sampai umurnya lebih tua. Penilaian ini tidak perlu diperhatikan untuk interpretasi/ penilaian hasil tes keseluruhan.
Tabel 2. Perkembangan Denver II
Penilaian item “normal”, apabila anak gagal atau menolak tugas pada item disebelah kanan garis umur. Perkembangan anak dinilai normal pada item tersebut, karena anak berumur lebih muda daripada umur yang hanya 25% anakanak pada sampel standar dapat melakukan item tersebut, sehingga anak tidak diharapkan “lulus” sampai umurnya lebih tua. Penilaian ini tidak perlu diperhatikan untuk interpretasi/ penilaian ini tidak perlu diperhatikan untuk interpretasi/ penilaian hasil tes keseluruhan. Penilaian item “norma” juga diberikan pada anak yang lulus, gagal, atau menolak tugas dimana garis umur berada diantara 25% - 75% (warna putih). Penilaian Item “caution” (C) atau “peringatan” (P), apabila anak gagal atau menolak tugas pada item di mana garis umur berada pada atau diantara 75% dan 90% (warna hijau). Area ini menunjukkan lebih dari 75% anak-anak pada sampel standar dapat lulus/lewat pada umur lebih muda, disbanding dengan umur anak yang sedang dilakukan tes. Penilaian ini perlu diperhatikan saat melakukan tes. Penilaian ini perlu diperhatikan saat melakukan interpretasi/ penilaian hasil tes keseluruhan. Pemeriksa harus menuliskan huruf “P” atau “C” di sebelah kanan persegi panjang. c. Penilaian Hasil Tes Keseluruhan Penilaian item “Lebih“ atau “Advance”, apabila anak dapat melaksanakan tugas (lewat/ lilus) pada item disebelah kanan garis umur. Ada tiga penilaian hasil tes keseluruhan normal,suspect dan auntestable.normal, apabila tidak ada “delayed ”, dan apabila ada cauntion, melakukan pemeriksaan ulangan pada saat anak melakukan kunjungan berikutnya. suspect, apabila terdapat dua atau lebih “caution” dan/ atau satu atau lebih “delayed” . Pemeriksa harus melakukan pemeriksaan ulangan dalam waktu 1-2 minggu berikutnya untuk menghilangkan factor sesaat, seperti rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan. Untestable atau tidak dapat diuji, apabila ada skor menolak pada satu item tes atau lebih disebelah kiri garis umur, atau menolak pada lebih dari satu item yang ditembus garis umur pada
daerah 75-90% ( warna hijau). Pemeriksaan harus melakukan pemeriksaan ulangan dalam waktu 1-2 minggu berikutnya. Referral considerations, apabila hasil tes ulang lagi-lagi suspek/ tidak dapat dites, maka anak dikirim ke ahlinya. Pengiriman ini dengan menyertakan data keadaan klinis atau data lain berdasarkan beberapa hal, antara lain profil hasil tes yang menyebutkan item yang diskor caution atau delayed , jumlah caution dan delayed,tingkat perkembangan sebelumnya, perjhatian klinis lainnya anatara lain riwayat klinis, hasil pemeriksaan kesehatan dan lain-lain, serta sumber rujukan yang tersedia LO 3 : Menjelaskan etiologi dan faktor risiko keterlambatan tumbuh kembang anak
3. Etiologi Penyebab keterlambatan tumbuh kembang a) Penyakit kronis 1) Anemia sickle cell 2) Asma 3) Fibrosis kistik 4) Penyakit jantung, ginjal, hati 5) Inflammatory Bowel Disease (IBD) 6) Juvenile Rheumatoid Arthritis (Dowshen S, 2011). b) Komplikasi selama kelahiran Alasan dari wanita hamil tidak boleh merokok atau minum-minuman keras karena dapat membuat lambatnya pertumbuhan pada bayi. Bayinya mungkin bisa terlalu kecil sangat dilahirkan. Infeksi selama kehamilan, masalah lain saat kehamilan dan beberapa penyakit genetik tertentu juga dapat menyebabkan ukuran yang kecil saat bayi lahir (Dowshen S, 2011). c) Kegagalan pertumbuhan Beberapa bayi tidak tumbuh dan berat badannya tidak bertambah secara normal setelah mereka lahir. Hal ini dinamakan kegagalan
pertumbuhan. Hal ini bisa terjadi pada anak dengan kebutuhan gizi yang tidak cukup (Dowshen S, 2011). d) Kondisi genetik Beberapa kondisi genetik dapat membuat anak tidak tumbuh dan berkembang sesuai dengan umurnya. Beberapa anak perempuan dengan sindrom Turner memiliki tinggi badan tidak lebih dari 150 cm saat mereka dewasa. Kondisi yang lain terjadi pada sindrom Marfan. Anak dengan sindrom Marfan memiliki postur tubuh yang tinggi, dengan tangan dan kaki yang panjang. Mereka juga memiliki masalah pada jantung dan mata (Dowshen S, 2011).
4. Faktor risiko keterlambatan tumbuh kembang anak a) Pengaruh Biologis Pengaruh biologis pada perkembangan meliputi faktor-faktor genetik, terpajan terhadap teratogen di dalam rahim, rasa sakit sesudah melahirkan, terpajan zat-zat kimia yang berbahaya dan maturasi. Penyelidikan anak kembar mengemukakan bahwa adanya perbedaan besar pada IQ dan kepribadian disebabkan oleh faktor-faktor genetik. Perkembangan biologis yang berhubungan dengan pemajanan terhadap teratogen sebelum kelahiran seperti dengan air raksa dan alkohol serta masalah-masalah medis sesudah kelahiran seperti meningitis telah dipelajari secara intensif. Penyakit yang kronis mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, khususnya penyakit yang ada hubungannya dengan perkembangan (Needlman R.D, 2012). b) Pengaruh Psikologis Meskipun pentingnya pengenalan sifat-sifat bawaan, pengaruh dari lingkungan pergaulan seorang anak berpengaruh langsung pada modelmodel perkembangan. Erik erikson mengidentifikasi bahwa tahun pertama kehidupan adalah saat “kepercayaan dasar” itu muncul, berdasarkan pada seringnya seorang ibu mendengarkan apa yang dibutuhkan oleh anak. Penyelidikan tentang bayi di banyak rumah sakit dan tempat penitipan anak membuktikan betapa menyedihkan dampak terampasnya kasih sayang ibu
dan hal ini mengacu pada pentingnya kasih sayang. Kasih sayang mengacu pada suatu kecenderungan biologis seorang anak untuk dekat dengan orang tuanya selama mengalami stres. Anak yang terjamin kasih sayangnya dapat mempergunakan orang tua mereka untuk menumbuhkan kembali pemikiran yang sehat setelah anak itu mengalami stres. Tidak terjaminnya kasih sayang seorang anak merupakan suatu tanda dari hubungan yang tidak serasi antara anak dan orang tua mungkin perilakunya di masa depan serta cara untuk menghadapi berbagai macam persoalan (Needlman R.D, 2012). c) Faktor Sosial (Sistem Keluarga dan Model Ekologi) Fungsi keluarga sebagai suat sistem, baik dengan lebih atau kurang keras menetapkan batas-batas, subsistem, tugas-tugas dan aturan-aturan untuk berinteraksi. Pengaruh dari faktor-faktor ini pada perkembangan sering tidak tampak, tetapi sangat kuat. Dalam keluarga yang dengan keras menetapkan
subsistem
orang
tua,
anak-anak
dapat
terhindar
dari
pengambilan keputusan yang dapat memperburuk keadaan. Jika batas antara orang tua dan anak lebih rapuh, anak-anak bisa saja mengalami “pendewasaan”, semacam persyaratan untuk memikul tanggung jawab melebihi usia mereka atau mengambil peranan dalam masalah keluarga. Model ekologi menggambarkan hubungan sistem keluarga, budaya, dan sosial seperti lingkaran dengan hubungan yang menyatu antara anak dan orang tua terletak di tengah dan masyarakat terletak di sekelilingnya (Needlman R.D, 2012). Perkembangan embrio pada minggu ke IV — VIII merupakan tahap perkembangan yang rentan terhadap zat-zat atau faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan seperti faktor lingkungan yang meliputi: a) Zat-zat
menular
seperti
rubella,
sitomegalovirus,
herpes
simpleks, toksoplasma, sifilis, dll. b) Penyinaran, zat kimia, dan obat c) Hormon seperti progestin, kortison, hormone yang diproduksi ibu dengan diabetes mellitus
d) Kurang gizi, hipoksia, zat kimia lingkungan seperti air raksa dan pestisida
Zat teratogen akan mempengaruhi tingkat diferensiase janin pada yaitu pada minggu ke IV — VIII. Paparan terhadap zat teratogen pada fase ini akan menyebabkan cacat bawaan pada janin. Pada saat janin mencapai usia lebih dari delapan minggu, pengaruhnya terhadap zat teratogen menurun banyak, kecuali pada otak, susunan kemih dan kelamin.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usia 1-3 Tahun a) Faktor Genetik atau Keturunan Pengaruh genetik bersifat heredo-konstistusional yang berarti bahwa bentuk untuk konstitusi seseorang ditentukan oleh faktor keturunan. b) Faktor Hormon Hormon-hormon yang berpengaruh adalah hormone pertumbuhan (Growth Hormone) yang merangsang pertumbuhan epifise dari pusat tulang paling panjang. Tanpa GH anak akan tumbuh dengan lambat dan kematangan seksualnya terlambat. Selain itu, hormone kelenjar tiroid juga berpengaruh pada pertumbuhan. c) Faktor Gizi Kecukupan pangan yang essensial baik kualitas maupun kuantitas sangat penting untuk pertumbuhan normal. d) Faktor lingkungan (faktor fisik, biologis, dan psikososial) e) Faktor Sosial Ekonomi Faktor ekonomi sangat mempengaruhi keadaan social keluarg. Jika keadaan ini baik maka dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok keluarga. Dan akan terjamin bagi anggota keluarga untuk mendapatkan pendidikan yang baik pula.faktor lain yang berpengaruh adalah pelayanan
kesehatan
(UNIMUS, 2014)
yang
didapat
selama
tumbuh
kembangnya
Unicef dan Jonsson (dikutip dari Moeljono, 1993), mengajukan model lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Dimana dibedakan menjadi sebab yang langsung, tidak langsung, dan dasar.
Gambar 3. Faktor tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 2012
LO 4 : Menjelaskan tanda-tanda keterlambatan tumbuh kembang anak
a. Tanda bahaya perkembangan motor kasar 1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh bagian kiri dan kanan. 2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6 bulan 3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot 4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh 5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
b. Tanda bahaya gangguan motor halus 1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan 2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun 3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat dominan setelah usia 14 bulan 4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten c. Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif) 1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap suatu benda pada usia 20 bulan 2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan 3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan d. Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif) 1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi, misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons 2. Kurangnya join
attention atau
kemampuan
berbagi
perhatian
atau
ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan 3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan e. Tanda bahaya gangguan sosio-emosional 1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain 2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah 3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya 4. 15 bulan: belum ada kata 5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura 6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti 7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi / interaksi
f. Tanda bahaya gangguan kognitif 1. 2 bulan: kurangnya fixation 2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda 3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara 4. 9 bulan: belum babbling seperti mama, baba 5. 24 bulan: belum ada kata berarti 6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata LO 5 : Menjelaskan diagnose kerja dan banding keterlambatan tumbuh kembang anak
1. Retardasi mental Retardasi mental didefinisikan sebagai fungsi intelektual yang subnormal untuk tahap perkembangan anak, timbul bersamaan dengan deficit dalam perilaku adaptif (merawat diri sendiri, urusan rumah tangga sehari-hari, komunikasi dan interaksi social). Retardasi mental didefinisikan sebagai performa kognitif berada 2 standar deviasi di bawah rerata diukur dengan pemeriksaan intelektual standard. Tidak ada studi longitudinal tentang prevalensi retardasi mental di Amerika Serikat. Etiologic yang disebabkan oleh cidera system saraf pusat yang menyebabkan RM mencakup penyakit genetic, pengaruh teratogenik, cidera perinatal, penyakit didapat saat anak dan juga faktor lingkungan dan social. Meskipun dapat ditemukan penyebab organic tunggal, akan tetapi performa individu ini merupakan interaksi antara faktor lingkungan terhadap substrat organic individu. Seringkali anak dengan retardasi mental memiliki gangguan perilaku yang disebabkan oleh RM itu sendiri dan akibat reaksi keluarga terhadap anak dan kondisinya. Bentuk RM yang lebih berat sangat mungkin disebabkan oleh faktor biologis. Makin dini dikenali, maka makin jauh deviasinya dari normal. Langkah pertama dalam diagnosis dan tatalaksana anak dengan RM adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan untuk tujuan medis dan
terapi habilitatif. Ketika keterlambatan perkembangan telah diidentifikasikan maka riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat membantu pendekatan diagnosis,
yang
dikonfirmasi
dengan
pemeriksaan
laboratorium
dan/
pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan laboratorium seringkali meliputi analisis kromosom dan pemeriksaan magnetic resonance imaging kepala. Hampir sepertiga individu dengan RM tidak ditemukan etiologic yang spesifik.
2. Autism Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal, disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan obsesif. Autisme merupakan suatu gangguan spektrum, artinya gejala yang tampak bisa sangat bervariasi. Tidak ada dua anak yang memiliki diagnosis yang sama yang menunjukkan pola dan variasi perilaku yang sama persis. Autisme sesungguhnya adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus. Kelainan perkembangan ini dapat secara pasti dideteksi saat anak berusia 3 tahun dan pada beberapa kasus pada usia 18 bulan, tapi tanda-tanda yang mengarah ke gangguan ini sebenarnya sudah dapat terlihat sejak umur 1 tahun, bahkan pada bayi usia 8 bulan. a. EPIDEMIOLOGI Menurut CDC, autisme terdapat pada 1 dari 166 kelahiran. Berdasarkan statistik Departemen pendidikan Amerika Serikat angka pertumbuhan autisme adalah 10-27 persen per tahun. National Institute of Mental Health Amerika (NIMH) memperkirakan antara 2 dan 6 per 1000 orang menderita autisme. Insiden autisme konsisten di seluruh dunia tapi prevalen laki-laki empat kali lebih besar daripada pada perempuan. b. ETIOLOGI Penyebab autisme adalah multifaktorial. Faktor genetik maupun lingkungan diduga mempunyai peranan yang signifikan. Sebuah studi
mengemukakan bahwa apabila 1 keluarga memiliki 1 anak autis maka risiko untuk memiliki anak kedua dengan kelainan yang sama mencapai 5%, risiko yang lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Di lain pihak, lingkungan diduga pula berpengaruh karena ditemukan pada orang tua maupun anggota keluarga lain dari penderita autistic menunjukkan kerusakan
ringan
dalam
kemampuan
sosial
dan
komunikasi
atau
mempunyai kebiasaan yang repetitif. Akan tetapi penyebab secara pasti belum dapat dibuktikan secara empiris. c. GEJALA KLINIS Biasanya tidak ada riwayat perkembangan yang jelas, tetapi jika dijumpai abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya yang berupa tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio- emosional, yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan atau kurang modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif, dan khususnya, kurang respon timbal balik sos io-emosional. Selain itu juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi yang berupa kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada, hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi social, buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan, buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam kreatifitas dan fantasi dalam proses pikir, kurangnya respon emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain, hendaya dalam meggunakan variasi irama atau tekanan modulasi komunikatif, dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi lisan. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berupa kecenderungan untuk bersifat kaku dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari, ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-hari yang rutin dan pola
bermain. Terutama sekali dalam masa dini anak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tidak lembut. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin seperti ritual dari kegiatan yang sepertinya tidak perlu, dapat menjadi preokuasi yang stereotipik dengan perhatian pada tanggal, rute dan jadwal, sering terdapat stereotipik motoric, sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa), dan terdapat penolakan terhadap dari rutinitas atau tata ruang dari kehidupan pribadi (perpindahan dari mebel atau hiasan dalam rumah). d. DIAGNOSIS Ada beberapa instrumen screening untuk autisme: 1) CARS
rating
system
(Childhood
Autism
Rating
Scale),
dikembangkan oleh Eric Schopler pada awal 1970an, berdasarkan pengamatan terhadap perilaku. Di dalamnya terdapat 15 nilai skala yang mengandung penilaian terhadap hubungan anak dengan orang, penggunaan
tubuh,
adaptasi
terhadap
perubahan,
respon
pendengaran, dan komunikasi verbal. 2) Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) digunakan untuk screening autisme pada usia 18 bulan. Dikembangkan oleh Simon Baron-Cohen pada awal 1990an untuk melihat apakah autisme dapat terdeteksi
pada
anak
umur
18
bulan.
Alat
screening
ini
menggunakan kuesioner yang terbagi 2 sesi, satu melalui penilaian orang tua, yang lain melalui penilaian dokter yang menangani. 3) Autism Screening Questionnaire adalah 40 poin skala skreening yang telah digunakan untuk anak usia 4 tahun ke atas untuk mengevaluasi kemampuan berkomunikasi dan fungsi sosialnya. Adapun untuk menegakkan diagnosis autisme dapat digunakan kriteria diagnostik menurut DSM IV, seperti yang tertera dibawah ini. A. Harus ada 6 gejala atau lebih dari 1, 2 dan 3 di bawah ini: a) Gangguan kualitatif dari interaksi sosial (minimal 2 gejala)
Gangguan pada beberapa kebiasaan nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, postur tubuh, sikap tubuh dan pengaturan interaksi sosial Kegagalan
membina
hubungan
yang
sesuai
dengan
tingkat
perkembangannya Tidak ada usaha spontan membagi kesenangan, ketertarikan, ataupun
keberhasilan dengan orang lain (tidak ada usaha menunjukkan, membawa, atau menunjukkan barang yang ia tertarik) Tidak ada timbal balik sosial maupun emosional
b) Gangguan kualitatif dari komunikasi (minimal 1 gejala) Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa yang diucapkan
(tidak disertai dengan mimik ataupun sikap tubuh yang merupakan usaha alternatif untuk kompensasi) Pada individu dengan kemampuan bicara yang cukup. terdapat
kegagalan dalam kemampuan berinisiatif maupun mempertahankan percakapan dengan orang lain. Penggunaan bahasa yang meniru atau repetitif atau bahasa idiosinkrasi
Tidak adanya variasi dan usaha untuk permainan imitasi sosial sesuai
dengan tingkat perkembangan c) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan aktivitas (minimal 1 gejala) Kesibukan (preokupasi) dengan satu atau lebih pola ketertarikan
stereotipik yang abnormal baik dalam hal intensitas maupun fokus Tampak ketertarikan kepada rutinitas maupun ritual spesifik yang tidak
berguna
Kebiasaan motorik yang stereotipik dan repetitif (misalnya mengibaskan
atau memutar-mutar tangan atau jari, atau gerakan tubuh yang kompleks) Preokupasi persisten dengan bagian dari suatu obyek
B. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut terjadi sebelum umur 3 tahun, dengan adanya gangguan dalam 3 bidang yaitu: interaksi social, penggunaan bahasa untuk komunikasi social, bermain simbol atau imajinasi. C. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Rett atau gangguan disintegratif (sindrom Heller) e. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat
waktu,
diharapkan
dapat
tercapai
hasil
yang
dibagi
menjadi
optimal
dari
yaitu
non
perkembangan anak dengan autisme. Manajemen
multidisiplin
dapat
dua
medikamentosa dan medika mentosa. 1. Non medikamentosa a. Terapi edukasi Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and Education of Autistic and related Communication Handicapped Children) metode ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan
metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus. b. Terapi perilaku Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak dipakai
adalah
ABA
(Applied
Behaviour
Analisis)
dimana
keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan (terbaik sekitar usia 2 – 5 tahun). c. Terapi wicara Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan, mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan dengan intensif dengan terapiterapi yang lain. d. Terapi okupasi/fisik Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat itu. e. Sensori integrasi Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan, sentuhan,
penciuman,
pengecapan,
penglihatan,
pendengaran)untuk
menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada otak menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi. f.
AIT (Auditory Integration Training)
Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang mengganggu pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti dengan seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang menyakitkan tersebut. g. Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri dan dapat bersosialisai dengan lingkungannya. Untuk itu diperlukan keluarga yang dapat berinteraksi satu sama lain (antar anggota keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu pengolahan keluarga dalam kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan terapi apapun pada individu dengan autisme. 2. Medikamentosa Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang tegang bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau terapisnya. Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini dan sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi edukational, perilaku dan sosial. a) Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen terbaik adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi dapat juga dengan agonis alfa adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai alternatif. o
Neuroleptik
Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-dapat menurunkan agresifitas dan agitasi.
Neuroleptik tipikal potensi tinggi-Haloperidol-dapat menurunkan agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotipik.
Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak perbaikan dalam hubungan sosial, atensi dan absesif.
o
Agonis reseptor alfa adrenergik
Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas, impulsifitas dan hiperaktifitas.
o
Beta adrenergik blocker
Propanolol
dipakai
dalam
mengatasi
agresifitas
terutama yang disertai dengan agitasi dan anxietas. b) Jika perilaku repetitif menjadi target terapi Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk mengatasi perilaku stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif dengan anxietas tinggi. c) Jika inatensi menjadi target terapi Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi dan mengurangi destruksibilitas. d) Jika insomnia menjadi target terapi Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin) dapat mengatasi keluhan ini. e) Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama Ganguan metabolisme yang sering terjadi meliputi gangguan pencernaan, alergi makanan, gangguan kekebalan tubuh, keracunan logam berat yang terjadi akibat ketidak mampuan anak-anak ini untuk membuang racun dari dalam tubuhnya. Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes laboratorium diperoleh. Semua gangguan metabolisme yang ada diperbaiki dengan obat- obatan maupun pengaturan diet.
f. PROGNOSIS Intervensi dini yang tepat dan program pendidikan terspesialisasi serta pelayanan pendukung mempengaruhi hasil pada penderita autisme. Autisme tidak fatal dan tidak mempengaruhi harapan hidup normal. Penderita autis yang dideteksi dini serta langsung mendapat perawatan dapat hidup mandiri tergantung dari jenis gangguan autistik apa yang diderita dan berapa umurnya saat terdeteksi dan ditangani sebagai penderita autis
LO 6 : Menjelaskan tatalaksana dan edukasi keterlambatan tumbuh kembang anak
a. RETARDASI MENTAL
Tatalaksana Penanganan anak retardasi mental melibatkan berbagai disiplin ilmu dan sangat individual. Dokter spesialis anak harus memberikan keterangan yang baik mengenai kecacatan anak, kemungkinan penyebab, penyakit-penyakit yang lain, rencana pengobatan, dukungan yang diperlukan dan bekerja sama dengan
keluarga.
Target
penanganan
anak
retardasi
mental
adalah
mengembangkan potensi mereka seoptimal mungkin. Semua anak harus mendapat pelayanan kesehatan umum seperti imunisasi, gizi, monitor pertumbuhan dan perkembangan, pengobatan dan lain-lain. Selain itu mungkin diperlukan terapi khusus bagi anak-anak yang membutuhkan seperti anak dengan dengan epilepsi, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, masalah gizi, gangguan perilaku dan lain-lain. Beberapa ahli terlibat dalam penanganan mereka seperti psikolog, dokter anak, psikiater, ahli saraf, pekerja sosial, ahli rehabilitasi medik, terapis bicara, pelayanan intervensi dini dan pendidikan luar biasa. b. AUTISME
1. Tatalaksana Pendidikan/Perilaku Batu pertama untuk tata laksana anak autistik adalah pendidikan khusus (dengan fokus utama pada peningkatan kemampuan komunikasi) dan tata la ksana perilaku. Struktur kelas sangat penting dan harus meliputi sebanyak mungkin perintah personal (satu-lawan-satu). Rutinitas harus dilakukan dalam jadwal yang teratur dan dapat diprediksi. Strategi pendidikan harus juga dilanjutkan di rumah dengan orang tua sebagai ko-terapis. Komunikasi verbal anak juga seringkali membutuhkan suplementasi (dengan bahasa atau suara). Bersamaan dengan komunikasi, kemampuan sosialisasi juga harus dikembangkan. Sangatlah penting bahwa instruksi bagi anak tersebut mencakup kemampuan hidup dasar, dan menunjukkan pada anak bagaimana caranya memperluas kemampuan tersebut untuk dapat digunakan pada keadaan lain. Tata laksana perilaku merupakan komponen esensial dari rencana tata laksana untuk setiap anak autistik. Sangat penting untuk melakukan tata laksana tersebut pada semua lingkungan di sekitar anak autistik: rumah, sekolah, ruang kerja, atau lingkungan lainnya. Pada episodeepisode perilaku marah yang bersifat periodik, per mainan fisik seringkali berguna.
Bila diperlukan, obat dapat diberikan dari waktu ke waktu untuk membantu anak autistik lebih dapat menerima intervensi perilaku. Psikoterapi klasik tidak berguna dalam tata laksana perilaku anak autistik.
2. Obat Anak autistik yang mengalami kejang biasanya mendapat antikonvulsan. Pada kejang parsial ataupun umum, karbamazepin atau asam valproat biasanya merupakan pilihan pertama pengobatan. Kesukaran dalam memusatkan perhatian dapat
dibantu
dengan
obat-obatan.
Psikostimulan
(seperti
metilfenidat,
dekstroamfetamin atau pemolin) dapat dicoba, walaupun pengobatan ini biasanya kurang efektif pada anak autistik dibandingkan dengan anak yang tidak autistik dengan kesulitan pemusatan perhatian. Obat neuroleptik (seperti haloperidol dan klorpromazin) dapat berguna pula dalam jangka pendek pada keadaan gangguan perilaku yang berat. Secara umum, psikofarmakologi terbukti mengecewakan dalam tata laksana anak autistik. 3. Dukungan untuk Keluarga Dukungan bagi keluarga dari anak autistik dapat termasuk respite care, kelompokkelompok dukungan keluarga, kelompok-kelompok bagi saudara kandung, dan konseling keluarga. c. SINDROM DOWN 1) Tatalaksana -Penting untuk memastikan bahwa orang tua mengetahui Sindrom Down tidak bisa diobati. - Untuk memperbaiki penampilan fisik dan fungsi mental, perlu tata laksana multi disiplin, termasuk terapi hormon, dimethylsulfoxide, asam glutamat, 5-hydroxytryptophan, sel sicca, beberapa vitamin dan mineral serta bedah plastik. Walaupun begitu semuanya tidak efektif. 2) Edukasi
- Orang tua harus dinformasikan tentang program intervensi, tempat penitipan anak dan strategi edukasi khusus di sekolah inklusi untuk anak Sindrom Down. - Dengan edukasi yang adekuat dan pengalaman belajar positif, anak Sindrom Down dapat berfungsi dalam lingkungan sosial dengan baik dan diterima di dunia kerja walaupun dengan intelektual terbatas. - Pada saat berusia dewasa ada risiko menderita Alzheimer pada 20- 30% namun angka harapan hidup dapat mencapai 50%.
d. CEREBRAL PALSY Tujuan utama 1) Membuat anak CP dapat berfungsi senormal dan seefektif mungkin di rumah, sekolah dan masyarakat. 2) Memberikan dasar bagi anak agar dapat berfungsi secara mandiri sebagai seorang dewasa, dalam keterbatasan akibat kelainan neurologis dan gangguan lainnya. 3) Membantu orangtua dalam menerima dan memahami perannya sebagai pendukung kebutuhan anak-anaknya. 4) Mengkoordinasikan berbagai rekomendasi para ahli kesehatan ke dalam suatu rencana perawatan yang terintegras
BAB III SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN
Pada skenario didapatkan data bahwa Suryadi, mengalami keterlambatan di seluruh domain perkembangan yang meliputi motorik kasar, motorik halus, bahasa-kognitif, dan sosial. Seharusnya di usia 2,5 tahun anak sudah dapat memakai baju, menyebut nama teman, berbicara dan mudah dimengerti maksudnya, mengikuti perintah sederhana, menyusun balok, berjalan menaiki tangga, namun Suryadi hanya bergelayut manja di gendongan sang ibu, bahkan belum
bisa
merangkak
dan
hanya
mengeluarkan
rengekan-rengekan.
Keterlambatan tumbuh kembang tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti penggunaan obat teratogen ketika hamil, malnutrisi, infeksi selama kehamilan, dan juga kurangnya stimulasi tumbuh kembang yang diberikan kepada anak. Tidak adanya stimulasi suara dan bicara dapat menyebabkan speech delay/keterlambatan berbicara. Tidak adanya stimulasi gerak dapat menyebabkan kurangnya kekuatan otot anak. Seperti pada kasus dalam skenario, terlalu sering digendong juga bisa menjadi penyebab anak belum bisa berjalan hingga usia 2,5 tahun. Suryadi mengalami keterlambatan tumbuh kembang sehingga diperlukan intervensi lebih lanjut. B. SARAN
Sebaiknya Suryadi diberikan terapi wicara, dan juga fisioterapi. Nutrisi yang diberikan ditingkatkan untuk mendukung proses pertumbuhan. Selain itu orang tua juga diedukasi untuk lebih memberikan stimulus-stimulus dan dukungan
yang
akan
merangsang
pertumbuhan
dan
perkembangan
anak.Diskusi tutorial pada skenario kedua ini berlangsung lancar, semua learning objective yang telah ditetapkan dapat dijawab dengan baik. Skenario yang diberikan sudah baik dan mengarahkan kami untuk membahas proses tumbuh kembang pada anak. Menurut kami, skenario ini sudah ideal dan cukup membantu kami mencapai learning objective dan juga membantu kami mempelajari mengenai
proses tumbuh kembang anak yang normal, cara penilaiannya, kelainan yang dapat terjadi pada proses tumbuh kembang, serta tatalaksa dan edukasi yang tepat. Diharapkan mahasiswa lebih aktif lagi dalam diskusi tutorial selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th Edition. Washington, DC: APA Press, pp: 41-9. Filipek P.A., et al (2000). Practice parameter: screening and diagnosis of autism: report of the Quality Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology and the Child Neurology Society. Neurology. 55(4):468-79. Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011). Buku ajar: Nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia
(2011).
Asuhan
Nutrisi
Pediatrik.
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Rekomendasi-IDAI_Asuhan Nutrisi-Pediatrik.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2014.
Ireton, Harorld (994). Child Development Review – First Five Years. Childdevelopmentreview.com/Child_Development_Review_ First_Five_Years.jpg. Diakses pada tanggal 11 Maret 2014. Irwanto et al (2006). Penyimpangan tumbuh kembang anak. FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya. http://old.pediatrik.com/pkb/061022022956. Diakses pada tanggal 12 Maret 2014. Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wahyu IW, Wiwiek. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Meadow R, Newell S (2005). Lecture notes: Pediatrika. Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga. Narendra, M.S, dkk (2002). Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Edisi Pertama IDAI. Jakarta : Sagung Seto. Needlman R.D (2012). Pertumbuhan dan Perkembangan. Dalam : Wahab A.S. (ed). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 1. Jakarta: EGC, pp: 37-39.