LAPORAN KASUS LOW BACK PAIN E.C FRAKTUR KOMPRESI
Pembimbing dr. David Idrial, Sp.OT
Disusun oleh NABILA VIERA YOVITA
030.10.199
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD BUDHI ASIH PERIODE 27 OKTOBER 2014 – 3 3 JANUARI 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LOW BACK PAIN E.C FRAKTUR KOMPRESI Presentasi Kasus Diajukan kepada SMF Bedah RSUD Budhi Asih untuk memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik SMF Bedah Periode 27 Oktober 2014 – 2014 – 3 3 Januari 2015
Oleh:
Nabila Viera Yovita NIM: 03010199
Pembimbing
dr. David Idrial Sp.OT KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH RSUD Budhi Asih FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LOW BACK PAIN E.C FRAKTUR KOMPRESI Presentasi Kasus Diajukan kepada SMF Bedah RSUD Budhi Asih untuk memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik SMF Bedah Periode 27 Oktober 2014 – 2014 – 3 3 Januari 2015
Oleh:
Nabila Viera Yovita NIM: 03010199
Pembimbing
dr. David Idrial Sp.OT KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH RSUD Budhi Asih FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
BAB I PENDAHULUAN
Seperti gedung pencakar langit, tulang belakang manusia melawan gravitasi dan membentuk infrastruktur suatu mesin biologis yang menjangkari rangkaian k inetika dan mentransfer kekuatan biomekanis menjadi aktivitas terkoordinasi yang fungsional. Vertebra berperan sebagai conduit untuk struktur neural penting dan memiliki kapasitas fisiologis sebagai crane untuk mengangkat beban dan crankshaft untuk berjalan. Berhubungan dengan penuaan, vertebra menyesuaikan terhadap gravitasi dan loading biomekanis melewati structural kompensatori dan perubahan neuromekanis, sebagian dapat maladaptive dan menyebabkan nyeri, disabilitas fungsional, dan sirkuit neurofisiologis yang terubah. Sebagian reaksi kompensasi tidak berbahaya, namun beberapa dapat merusak dan mengintervensi kapasitas organisme untuk berfungsi dan bertahan. N yeri pada vertebrae meliputi struktural, biomekanis, medis, dan pengaruh psikososial yang menghasilkan dilemma seperti kompleksitas sehingga penatalaksanaan menjadi sulit maupun inefektif. Low back pain diartikan pain diartikan kronis seteah 3 bulan karena sebagian besar jaringan ikat normal no rmal sembuh dalam waktu 6-12 minggu kecuali terdapat ketidakstabilan patoanatomis yang bertahan. Rate yang lebih perlahan pada perbaikan jaringan pada diskus intervertebralis yang secara relative avascular, dapat impair resolusi sebagian kasus n yeri persisten LBP kronis. Studi menunjukkan bahwa sepertiga sampai seperempat pasien dalam perawatan primer masih dapat bermasalah dalam 1 tahun.
BAB II LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Y
No. RM
: 502379
Usia
: 53 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: RT 4/ 1 no. 32, kelurahan Lubang Buaya, Jaktim
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Suku
: Sunda
Pendidikan
: SMA
ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis tanggal 18 November 2014 Keluhan utama: Nyeri punggung Keluhan tambahan: Riwayat Penyakit Sekarang: 2 bulan SMRS, OS terpeleset di kamar mandi ketika sedang BAB di toilet duduk karena lantai licin dengan sabun. OS jatuh terduduk. OS lalu pergi ke klinik urut Cimande, Jatibening dan diberitahu bahwa ia mengalami penyempitan saraf dan melakukan instruksi untuk memberi kompres hangat yang terkadang dilakukan. Namun nyeri yang dirasakan semakin lama semakin sakit, maka OS datang ke poli saraf RSUD Budhi Asih, lalu dikonsulkan ke poli bedah orthopedi. Nyeri tidak menjalar hingga ke tungkai. Nyeri dirasakan hilang timbul, seperti terasa panas. Nyeri timbul terutama ketika pasien berbaring, serta melakukan hal repetitif seperti
menggiling cabe dan menyikat gigi. Nyeri tidak bertambah ketika pasien batuk atau mengejan. Nyeri tidak bertambah pada pagi hari. Nyeri menghilang ketika pasien berhenti sejenak dari aktivitas. Pasien merupakan ibu rumah tangga, yang dulu bekerja sebagai resepsionis di farmasi. Pasien menyangkal adanya kelemahan atau baal pada anggota gerak lain, demam, kejang, gangguan buang air kecil maupun buang air besar.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah dirawat karena mioma uteri dan telah dilakukan histerektomi pada tahun 2007. Pasien menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, maupun alergi. Riwayat Penyakit Keluarga:
Ayah dan ibu pasien meninggal karena usia tua. Pasien merupakan anak satu-satunya, dan memiliki dua orang anak, anak pertama putri berusia 26 tahun dan anak kedua putra berusia 21 tahun. Riwayat Kebiasaan:
Pasien menyangkal adanya kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol.
PEMERIKSAAN FISIK (18 November 2014)
Keadaan Umum
: tampak sakit ringan
Kesadaran
: compos mentis
Tanda-tanda vital
:
Tinggi badan
Tekanan darah
: 110/90 mmHg
Nadi
: 72x/ m
Suhu
: 36, 5°C
Pernafasan
: 16x/ m
: 164 cm
Berat badan
: 55 kg
BMI
: 20.4 kg/m
Keadaan gizi
: baik
2
normal
(BMI WHO pada dewasa Asia)
Status Generalis
Kepala
: bentuk dan ukuran normal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga
: normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, secret (-), serumen (+/+), membrane timpani utuh, benda asing (-)
Hidung
: bentuk normal, deformitas (-), deviasi septum (-), secret (-), darah (-), konka hipertrofi (-), hiperemis (-), massa (-)
Mulut
: bibir luka (-), hematom (-), trismus (-), gigi-geligi dalam batas normal, oral hygiene baik
Leher
: jejas (-), oedem (-), hematom (-), pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid (-), nyeri tekan (-),
Thorax
: Jantung
Inspeksi
: Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi
: Pulsasi iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra
Perkusi
: Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dekstra
Auskultasi
: Batas jantung kiri
: ICS V linea midklavikula sinistra
: Pinggang jantung
: ICS III linea parasternalis sinistra
: Bunyi jantung I, II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
: Vokal fremitus teraba sama di kedua lapang paru
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara napas vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen
: Inspeksi
: Supel
Palpasi
: Nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Genitalia
: tidak terdapat indikasi untuk pemeriksaan
Ekstremitas
: Kanan Eutrofi Normotoni Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Aktif Normal Tidak ada
Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Edema
Status lokalis regio thorakolumbal: Look : gibbus (-), massa (-), benjolan (-), kemerahan (-) Feel
: nyeri tekan (+) pada area T11 – T 12 dan T12 – L1
Move : terbatas Tes Lasegue
: (+)
Tes Reverse Laseque : (-)
Kiri Eutrofi Normotoni Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Aktif Normal Tidak ada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 11 November 2014 Foto rontgen thorakolumbal
Interpretasi: Skoliosis thorakolumbal Suspek HNP Th 11-12 dan Th12 – L1 Pedikel intak
Pemeriksaan anjuran
-
MRI
: untuk mengkonfirmasi letak lesi dan mengetahui lebih lanjut
mengenai perjalanan penyakit pasien seperti adanya herniasi atau tidak -
Bone densitometry
: untuk melihat adanya faktor osteoporosis pada wanita menopause
yang dapat mempermudah terjadinya fraktur dan sebagai pertimbangan terapi
RESUME
Pasien datang ke poli bedah orthopedi RSUD Budhi Asih dengan keluhan nyeri punggung bawah sejak 2 bulan SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul, terasa panas. Nyeri terutama saat berbaring dan melakukan hal repetitive. Nyeri tidak bertambah jika pasien batuk atau mengejan. Mengangkat beban berat (-). Pasien menyangkal adanya kelemahan atau baal pada anggota gerak lain, demam, kejang, gangguan buang air kecil dan buang air besar. PF : Semua pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal, kecuali nyeri tekan (+) pada area T11 – T 12 dan T12 – L1 serta terbatasnya gerak pada regio tersebut, & tes Laseque (+).
DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS
Diagnosis
: LBP e.c fraktur kompresi vertebra thorakal XII
Dasar diagnosis : berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien mengalami trauma yang menyebabkan fraktur kompresi yang terbukti pada rontgen vertebra thorakolumbal. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa Tanggal 18 November 2014 Meloxicam 15 gr Methylcobalamin 500 mg Sirdalud 2 gr Hitrol 0, 5 gr
Non medikamentosa Extension brace Fisioterapi Diet bebas
PROGNOSIS
Ad vitam
: ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi LBP Low back pain ( LBP ) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha. LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.
Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah adalah suatu gejala dan bukan merupakan suatu diagnosis, pada beberapa kasus gejalanya sesuai dengan diagnosis patologisnya dengan ketepatan yang tinggi, namun sebagian besar kasus, diagnosis tidak pasti dan berlangsung lama. 3.2 Anatomi
Menurut Snell, Richard S, (2006), kolumna vertebralis terdiri atas 33 vertebra yaitu sebagai berikut: 1.
Tujuh tulang servikal atau vertebra leher (C1-C7)
2.
Dua belas tulang thoracic atau vertebra punggung atas (T1-T12)
3.
Lima tulang lumbar atau vertebra punggung bawah (L1-L5)
4.
Lima tulang sacrum dan tulang koksik, yang tercantum pada tapak punggung.
Tulang belakang (vertebra) dibagi dua bagian. Pada bagian ventral terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervertebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal. Bagian dorsal tidak begitu kokoh dan terdiri atas
masing-masing arkus vertebra dengan lamina dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligamen di antaranya ligamen interspinal, ligamen intertansversa dan ligamen flavum. Pada prosesus spinosus dan transversus melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi kolum vertebra. 3.3 Faktor Resiko
Menurut Jonaidi (2007), Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi kejadian LBP adalah: 1.
Usia: semakin bertambah usia keluhan LBP semakin berat. Prevalensi terbanyak pada
usia 55-64 tahun. 2.
Jenis Kelamin: usia < 60 tahun jumlah kasus wanita sama banyak dengan pria, tapi pada
usia >60 tahun lebih banyak ditemukan pada wanita karena adanya osteoporosis (keropos tulang) yang meningkat. 3.
Faktor Pekerjaan: pekerja berat dan aktivitas berat sering memicu timbulnya LBP, seperti
mengangkat, menarik, mendorong, memutar pinggang, terpeleset, duduk dalam jangka waktu lama atau terpapar getaran yang lama. Orang yang merasa pekerjaannya membosankan atau tidak menyenangkan juga akan sering mengeluhkan adanya LBP. 4.
Faktor Bentuk Badan: risiko LBP akan meningkat pada orang yang terlalu gemuk atau
terlalu tinggi. 5.
Faktor Postur Tubuh: bentuk tulang belakang yang tidak normal seperti tulang belakang
yang miring ke kiri / ke kanan, terlalu membungkuk atau terdapatnya perbedaan panjang tungkai bawah, semua hal tersebut dapat juga memicu timbulnya LBP. 6.
Kekuatan otot: penurunan kekuatan otot perut dan punggung akibat jarang latihan dapat
menyebabkan LBP. 7.
Kebiasaan merokok dan minum alkohol: para perokok dan peminum alkohol
kemungkinan besar akan mengalami LBP, hal ini dikarenakan rokok dan alkohol dapat meningkatkan kejadian osteoporosis. 8.
Faktor Psikososial: depresi, cemas, hysteria, perceraian dilaporkan sering dialami oleh
penderita LBP.
3.4 Etiologi
Penyebab LBP diantaranya adalah: 1.
Trauma yang akan mengakibatkan otot-otot terkilir (sprain), fascia, robek, ligament
terkilir, tulang vertebra fraktur, persendian terkilir dan diskus intervertebralis terkilir 2.
Kelelahan
( fatigue)
akan
mengakibatkan
tulang
vertebral
fraktur
dan
diskus
intervertebralis robek. 3.
Infeksi akan mengakibatkan abses pada otot, osteomyelitis pada tulang, arthritis pada
persendian dan discitis pada diskus intervertebralis. 4.
Inflamasi akan mengakibatkan myositis pada otot, enthesopathy pada ligamen, dan artrisi
pada persendian. 5.
Tumor pada otot (sarkoma), tumor pada tulang (primer dan metastasis), dan tumor primer
di persendian. 6.
Mekanikal / fisiologikal akan menyebabkan spasmus pada otot, gangguan pada fascia dan
gangguan fungsi persendian
3.5 Klasifikasi
Klasifikasi LBP dapat ditinjau dari berbagai sudut. Ada yang membagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penyebab yang berasal dari pinggang sendiri dan penyebab yang berasal dari luar pinggang. Ada pula yang membagi LBP menjadi: 1.
LBP Viserogenik
Nyeri yang disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau organ lain dalam pelvis, serta tumor retroperitoneal. Rasa nyeri menggeliat, tidak bertambah berat dengan adanya aktifitas tubuh, dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat.
2.
LBP Vaskulogenik
Dapat disebabkan oleh penyakit aneurisma atau penyakit vaskuler perifer, seperti insufisiensi arteria glutealis superior yang menimbulkan nyeri di daerah pantat, yang makin memberat saat berjalan dan akan mereda saat diam atau berdiri. Rasa nyeri menyerupai iskhialgia, dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas tubuh. Dapat pula timbul rasa nyeri intermitten pada betis.
3.
LBP Neurogenik
Dapat disebabkan oleh: a. Arakhnoiditis: Terjadi perlengketan, timbul nyeri bila ada p enjepitan terhadap radiks. b. Stenosis kanalis spinalis: Gejala klinik yang timbul adalah adanya klaudikasio intermittens disertai rasa kesemutan dan nyeri menetap saat istirahat. c. Neoplasma: Gejalanya adalah rasa nyeri yang kemudian timbul gejala neurologik yaitu gangguan motorik, sensibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri timbul saat istirahat dan berkurang saat berjalan. 4.
LBP Spondilogenik
Disebabkan berbagai proses patologis di kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus vertebralis (diskogenik), dan otot (miogenik). a.
LBP Osteogenik sering disebabkan oleh:
(1)
Radang atau infeksi, misalnya osteomyelitis vertebra
(2)
Trauma
(3)
Keganasan, misalnya multiple myeloma
(4)
Kongenital, misalnya scoliosis lumbal
(5)
Metabolik, misalnya osteoporosis, osteofibrosis.
b.
LBP Diskogenik sering disebabkan oleh:
(1)
Spondilosis, disebabkan oleh proses degenerasi, jarak vertebra menyempit, terjadinya
osteoarthritis, dan gangguan pada radiks.
(2)
Hernia Nukleus Pulposus (HNP), nukleus pulposus keluar menonjol kemudian menekan
kearah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. Kejadian dipacu oleh aktivitas yang berlebihan dan terjadinya proses degenerasi. (3)
Spondilosis ankilosa, rasa kaku di pinggang bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah
mengadakan gerakan. c.
LBP Miogenik sering disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot, defisiensi otot, dan
hipersensitif. Akibat melaksanakan aktivitas berlebihan atau dengan posisi yang kurang fisiologis. 5.
LBP Psikogenik
Umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa, kecemasan, depresi atau campuran kecemasan dan depresi. Pada saat anamnesis penderita mudah tersinggung, terkejut, sulit tidur, mudah terbangun, susah tenang, cemas dan khawatir (Harsono, 2006).
3.6 Patofisiologi
Tulang belakang merupakan struktur yang kompleks, dibagi ke dalam bagian anterior dan bagian posterior. Bentuknya terdiri dari serangkaian badan silindris vertebra, yang terartikulasi oleh diskus intervertebral dan diikat bersamaan oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior (Tulaar, 2008). Berbagai bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah. Bangunan tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, a kan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (trigger points), yang merupakan salah satu kondisi nyeri (Hoskins, 2012).
3.7 Gambaran klinis
Manifestasi klinis LBP tergantung dari jenis dan penyebabnya. Pasien biasanya mengeluh nyeri punggung akut maupun kronis (berlangsung lebih dari dua bulan), LBP memburuk saat berdiri atau duduk, kaku pada pagi hari, nyeri sering merata dan menyebar. Kadang-k adang dasar organik LBP tidak dapat ditemukan. Kecemasan dan stress dapat membangkitkan spasme otot dan nyeri. Inspeksi
Perhatikan cara berjalan, berdiri, duduk. Inspeksi daerah punggung. Perhatikan jika ada lurus tidaknya, lordosis, ada tidak jalur spasme otot para vertebral? deformitas? kiphosis? gibus? Palpasi
Palpasi sepanjang columna vertebralis (ada tidaknya nyeri tekan pada salah satu procesus spinosus, atau gibus/deformitas kecil dapat teraba pada palpasi atau adanya spasme otot para vertebral)
Pemeriksaan Neurologis
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah kasus nyeri punggung bawah adalah benar karena adanya gangguan saraf atau karena sebab yang lain. 1.
Pemeriksaan Sensorik
Bila nyeri punggung bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu saraf tertentu maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan sensorik dengan men entukan batas-batasnya, dengan demikian segmen yang terganggu dapat diketahui. 2.
Pemeriksaan Motorik
Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen mana yang terganggu akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai segmen L4 maka musculus tibialis anterior akan menurun kekuatannya. 3.
Pemeriksaan Refleks
Reflek tendon akan menurun atau menghilang pada lesi motor neuron bawah dan meningkat pada lesi motor atas. Pada n yeri punggung bawah yang disebabkan HNP maka reflek tendon dari segmen yang terkena akan menurun atau menghilang 4.
Tes-tes
a.
Tes Lasegue (straight leg raise)
Tungkai difleksikan pada sendi coxae sedangkan sendi lutut tetap lurus. Saraf ischiadicus akan tertarik. Bila nyeri punggung dikarenakan iritasi pada saraf ini maka nyeri akan dirasakan pada sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung kaki. b.
Crossed Lasegue
Bila tes lasegue pada tungkai yang tidak sakit menyebabkan rasa nyeri pada tungkai yang sakit maka dikatakan crossed lasegue positif. Artinya ada lesi pada saraf ischiadicus atau akar-akar saraf yang membentuk saraf ini. c.
Tes Kernig 0
Sama dengan lasegue hanya dilakukan dengan lutut fleksi, setelah sendi coxa 90 dicoba untuk meluruskan sendi lutut. d.
Patrick sign (Fabere sign)
Fabere merupakan singkatan dari fleksi, abduksi, external, rotasi, extensi. Pada tes ini penderita berbaring, tumit dari kaki yang satu diletakkan pada sendi lutut pada tungkai yang lain. Setelah ini dilakukan penekanan pada sendi lutut hingga terjadi rotasi keluar. Bila timbul rasa nyeri maka hal ini berarti ada suatu sebab yang non neurologik misalnya coxitis. e.
Chin chest maneuver
Fleksi pasif pada leher hingga dagu mengenai dada. Tindakan ini akan mengakibatkan tertariknya myelum naik ke atas dalam canalis spinalis. Akibatnya maka akar-akar saraf akan ikut tertarik ke atas juga, terutama yang berada di bagian thorakal bawah dan lumbal atas. Jika terasa nyeri berarti ada gangguan pada akar-akar saraf tersebut.
3.8 Diagnosis
Menurut Noerjanto (1993) untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan: 1.
Anamnesis
Kapan mulai sakit, sebelumnya pernah tidak?
Apakah nyeri diawali oleh suatu kegiatan fisik tertentu? Apa pekerjaan sehari-hari?
adakah suatu trauma?
Dimana letak nyeri? Sebaiknya penderita sendiri yang menunjukkan dimana letak
nyerinya. Adakah penjalaran?
Bagaimana sifat nyeri? Apakah nyeri bertambah pada sikap tubuh tertentu?
bertambah pada kegiatan tertentu?
Apakah nyeri berkurang pada waktu istirahat?
Adakah keluarga dengan riwayat penyakit serupa?
Ada tidak perubahan siklus haid, atau perdarahan per vaginam
Ada tidak gangguan miksi dan defekasi atau penurunan libido?
Kriteria Red Flags
a.
Nyeri abdominal
b.
Nyeri torakal
c.
Nyeri hebat pada malam hari
d.
Riwayat kanker
e.
Penurunan berat badan
f.
Menggigil/demam
g.
Fleksi lumbal terbatas
h.
Saddle anestesi
i.
Inkontinensia urin
j.
Resiko berat yaitu usia <20 tahun dan >50 tahun
Kriteria yellow flags
a.
Nyeri menjalar ke lutut
b.
Dengan keterlibatan neurologis
c.
Tanda iritasi radikuler
d.
Gangguan motorik
e.
Gangguan sensorik
f.
Gangguan reflex
Kriteria green flags
a.
Nyeri pada lumbal/lumbosakral tanpa penjalaran
b.
Nyeri mekanik, derajat nyeri bervariasi tergantung aktivitas fisik
Apakah
c.
Kondisi umum membaik
3.9 Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan Radiologi
Foto Lumbosacral. Foto ini dapat digunakan untuk menemukan kelainan pada daerah
lumbal, antara lain hilangnya disc space.
Spine MRI maupun spine CT dapat memperlihatkan adanya kompresi pada spinal canal
oleh herniasi dari diskus.
3.10 Diagnosis banding
Diagnosis banding dari LBP menurut Partoatmodjo (2003) adal ah
Usia
Jenis Penyakit
Back str ain
Pasien (thn)
20 - 40
Faktor
yang
Lokasi
Kualitas
memperburuk
Nyeri
Nyeri
atau mengurangi
Punggung Nyeri, spasme
Meningkat
Nyeri lokal,
bawah,
dengan
terbatas
bokong,
aktivitas
paha
menekuk tubuh
posterior Acute
disc
herniation
30 - 50
Tanda
Punggung
atau pada spinal yang terganggu
Tajam,
Berkurang
Straight leg
bawah ke terbakar,
dengan berdiri, raise
tungkai
menusuk,
meningkat
positif,
bawah
paraestesia
dengan
lemah,
test
menekuk tubuh refleks atau duduk
asimetrik
Osteoarthri tis
>50
atau
Punggung Nyeri
Meningkat
bawah ke menusuk,
dengan berjalan ringan
spinal
tungkai
seperti sensasi terutama
stenosis
bawah
tusukan jarum
bilateral
Berkurang
di dengan
jalan menanjak; ekstensi berkurang
spinal;
dengan duduk
kemungkina n
ada
kelemahan dan refleks asimetrik Spondylolis
Semua
Punggung, Nyeri
Meningkat
Hiperlordos
tesis
usia
paha
dengan
is
posterior
aktivitas
atau palpasi
menekuk tubuh
lumbal,
" step
off "
(defek antara prosesus spinosus), hamstring kencang Ankylosing
15 - 40 Sacroiliac Nyeri joints,
spondylitis
Kekakuan pagi Keterbatasa hari
n
gerak
lumbar
punggung,
spine
tenderness melewati sacroiliac joints
Infeksi
Semua Lumbar usia
Nyeri tajam
Bervariasi
Demam,
spine,
percussive
sacrum
tenderness; bisa terjadi
abnormalita s neurologis atau keterbatasan gerak Keganasan
>50
Tulang
Nyeri tumpul, Meningkat
Lokalisasi
yang
berdenyut,
dengan
nyeri, tanda
terpengaru progresif
berbaring
neurologis
h
terlentang atau dan demam
lambat
batuk
3.11 Penatalaksanaan
Terapi Konservatif Terapi konservatif ini meliputi rehat baring (bed rest ), medikamentosa, dan fisioterapi. a)
Rehat Baring (bed rest)
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau per. Tempat tidur harus dari papan yang lurus, dan kemudian ditutup dengan lembar busa yang tipis. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Trauma mekanik akut tidak perlu lama berbaring, sedang HNP memerlukan waktu yang lebih lama dan paling lama adalah kasus fraktur. Setelah tirah baring dianggap cukup, maka dilakukan latihan tertentu, atau terlebih dahulu bisa memakai korset. Tujuan latihan ini adalah untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi otot-otot (Harsono, 2006) b)
Medikamentosa
Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgesik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot, dan penenang, digunakan untuk membuat relaksasi pasien dan otot yang mengalami spasme sehingga dapat mengurangi nyeri. Obat anti inflamasi seperti NSAID dan aspirin berguna untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia (Harsono, 2006). c)
Latihan Fisik
Latihan fisik mencegah kontraktur dan atrofi tak terpakai serta untuk melancarkan sirkulasi darah. Untuk lansia anjuran untuk senam dapat digunakan untuk terapi pelengkap. Latihan peregangan punggung bawah secara ringan bisa membantu meredakan nyeri dan meningkatkan mobilitas. d)
Terapi Operatif
Pada dasarnya, terapi operatif dikerjakan apabila terapi konservatif tidak memberikan hasil yang nyata, atau terhadap kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologis.
3.12 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada pasien LBP karena spondilosis adalah skoliosis. Hal ini terjadi karena terdapat ketegangan otot pada vertebra yang sakit (Sakai, 2012).
3.13 Prognosis
LBP nonspesifik (bukan karena neurogenik atau penyakit lain) seperti karena lama duduk merupakan gangguan yang dapat sembuh sendiri dengan segera pada 90% kasus. Rata-rata 40% pasien akan pulih dalam waktu seminggu, 80% dalam waktu 3 minggu dan 90% dalam waktu 6 minggu tanpa pengobatan. Namun demikian, frekuensi terjadinya kekambuhan sangat tinggi dan dapat mencapai 90% (Samara, 2004). Kesembuhan mutlak pada penderita LBP karena
spondilosis lumbal tidak bisa diharapkan karena spondilosis terjadi secara degeneratif di sekitar annulus fibrosus, lamina dan artikularis yang mengeras karena terjadinya kalsifikasi.
3.14 Pencegahan
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat (tetap memiliki faktor resiko) agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Menurut Harsono (2006), pencegahan primer dapat dilakukan dengan: a.
Melakukan aktivitas yang cukup yang tidak terlalu berat
b.
Selalu duduk dalam posisi yang tepat. Duduk harus tegap, sandaran tempat duduk harus
tegak lurus, tidak boleh melengkung. c.
Tidak boleh terlalu lama duduk. Untuk orang normal, cukup satu setengah jam hingga
dua jam. Setelah itu, sebaiknya berdiri dan lakukan peregangan dan duduk lagi lima menit kemudian. d.
Tidak boleh membungkuk ketika berdiri atau duduk. Ketika berdiri, jaga titik berat badan
agar seimbang pada kaki. Saat bekerja di rumah atau di kantor, pastikan permukaan pekerjaan berada pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja. e.
Jika tidur, pilih tempat tidur yang baik, misalnya yang memiliki matras (kasur) yang kuat,
sehingga posisi tidur tidak melengkung. f.
Melakukan olah raga teratur. Pilih olah raga yang berfungsi menguatkan otot-otot perut
dan tulang belakang, misalnya sit up. g.
Mengenakan sepatu yang nyaman dan bertumit rendah.
h.
Tidak boleh mengangkat dengan membungkuk. Angkat objek dengan menekuk lutut dan
berjongkok untuk mengambil objek. Jaga punggung lurus dan terus dekatkan objek ke tubuh. Hindari memutar tubuh saat mengangkat. Lebih baik mendorong daripada menarik ketika harus memindahkan benda berat. i.
Jaga nutrisi dan diet yang tepat untuk mengurangi dan mencegah berat badan berlebihan,
terutama lemak di sekitar pinggang. Diet harian yang cukup kalsium, fosfor, dan vitamin D membantu menjaga pertumbuhan tulang baru. j.
Berhenti merokok. Merokok mengurangi aliran darah ke tulang punggung bagian bawah
dan menyebabkan cakram tulang belakang mengalami degenerasi.
FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRAE
Definisi osteoporosis adalah berkurangnya densitas tulang diukur 2,5 stand ar deviasi dibawah rata-rata densitas tulang yang sehat, 25 tahun, gender yang sama pada suatu populasi.
Fraktur kompresi vertebra adalah komplikasi paling sering pada osteopo rosis
Sebagian besar pasien asimptomatik atau simptomatik secara minimal, namun pasien ini dalam jumlah besar juga merasakan nyeri yang signifikan, yang menghasikan kualitas hidup menurun dan disabilitas. Terapi konvensional untuk pasien-pasien tersebut adalah analgetik, pembatasan aktivitas, fisioterapi, dan pemakaian brace.
TIPE FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRAE
Fraktur kompresi vertebra biasanya berpola wedge-shaped – lebar pada apex dan mengerucut pada dasar.
Vertebra osteoporosis, terdapat reduksi pada densitas tulang secara keseluruhan dan fraktur wedge lateral pada L2.
Bentuk fraktur kedua yang paling sering adalah central crush, yang seringkali terjadi pada lumbal bawah. Celah interpedikular meningkat, ke terlibatan korteks posterior, atau fraktur laminar dapat dipertimbangkan adanya burst fraktur yang d apat menjadi tidak stabil.
FISIOTERAPI
Terapi panas, pijat, dan analgetik serta tirah baring dapat memberikan kelegaan simptomatik, namun tirah baring dan imobilisasi dapat menyebabkan disu se, osteopenia dan meningkatkan resiko kejadian tromboemboli.
Bracing seringkali digunakan namun penggunaan extension bracing menjadi kontroversial karena pertimbangan mengenai meningkatnya stress pada elemen posterior vertebra.
Pasien sebaiknya diberikan obat anti-osteoporosis, termasuk bisfosfonat generasi kedua, juga 1500 mg kalsium elemental dan 400 IU vitamin D.
Program olahraga terstruktur penting dan seharusnya digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot axial. Mobilisasi dini dapat mencegah komplikasi sekunder imobilitas, Latihan penguatan punggung dapat memperbaiki deformitas kifosis. Latihan ekstensi punggung dapat digunakan lebih sering dibandingkan latihan fleksi abdominal.
Latihan weight-bearing dipertimbangkan sebagai terapi untuk mencegah kelanjutan osteoporosis. Pilates sangat baik dilakukan. Jika keseimbangan terganggu, dapat melakukan tai chi untuk mencegah jatuh. Crunch dan sit-up sebaiknya dihindari.
INDIKASI OPERASI
Intervensi operasi diperlukan pada pasien dengan kelainan neurologis seperti paresis, paralisis, anesthesia saddle, atau perubahan pada miksi maupun buang air besar. Pasien yang tidak memperlihatkan adanya perbaikan walaupun diberikan terapi konservatif adekuat juga merupakan indikasi.
Vertebroplasty. Fraktur kompresi anterior wedge setelah fusi fragmen fraktur dengan polymethylmethacrylat. PREVENSI
Pasien dengan fraktur kompresi vertebra yang mengalami nyeri biasanya mendeskripsikan suatu onset nyeri yang tiba-tiba pada suatu aktivitas ringan dan atraumatic seperti batuk dan bersin, sehingga sebaiknya diberikan vaksin influenza tahunan untuk menurunkan resiko batuk berat yang dapat memperburuk fraktur kompresi, pasien sebaiknya diinstruksikan untuk latihan weight-bearing yang benar dan latihan ekstensi.
SAKIT PINGGANG PADA OSTEOPOROSIS
Sakit pinggang merupakan keluhan dini dan utama dari osteoporosis. Mekanisme belum diketahui. Sakit pinggang karena fraktur kompresi akibat osteoporosis mudah dimengerti. Tetapi sakit pinggang tanpa fraktur pada osteoporosis masih belum dapat dijelaskan. Walaupun demikian kenyataannya ialah bahwa seluruh daerah lumbal berasa pegal pada osteoporosis. Tanpa pengobatan apapun pinggang pegal dapat hilang sendiri, untuk timbul pada masa lain yang tidak berkaitan dengan aktivitas bertenaga apapun. Sakit pinggang pada osteoporosis yang sering disajikan kepada dokter biasanya diakibatkan kompresi fraktur. Tetapi adakalanya o steoporosis tanpa fraktur ditemukan pada kasus sakit pinggang umum. Jika terdapat fraktur kompresi, seringkali trauma disangkal. Memang benar bahwa fraktur kompresi pada osteoporosis sering timbul karena trauma yang tidak berarti dan tidak disadari. Batuk, bersin atau duduk di kendaraan terguncang karena lubang jalanan dapat menimbulkan fraktur kompresi pada tulang belakang yang osteoporotik. Karena fraktur tersebut biasanya medula spinalis tidak mengalami gangguan apapun. Tetapi radiks dapat terjepit sehingga menimbulkan nyeri radikular. Walaupun osteoporosis merupakan manifestasi berbagai penyakit, osteoporosis yang sering dijumpai ialah pada wanita tua yang dikenal sebagai osteoporosis post-menopause. Foto rontgen tulang belakang perlu dibuat untuk konfirmasi. Demineralisasi yang menyeluruh dapat terlihat, lagipula osteofit-osteofit tidak tampak walaupun usia penderita sesuai untuk memperlihatkan osteofit. Gambaran rontgen osteoporosis perlu dibanding dengan gambaran tulang yang mengalami demineralisasi akibat adenoma paratiroidea atau myeloma multiple dan metastasis tumor ganas.
PERAWATAN Osteoporosis pada orang muda harus diselidiki secara seksama. Keada an tersebut dapat terjadi pada keadaan- keadaan hipogonadal, sindroma Cushing, tirotoksikosis, akromegalia dan kehamilan. Osteoporosis pada segala usia dapat terjadi akibat penggunaan corticosteroid jangka panjang. Osteoporosis senilis dan post menopause tidak perlu penyelidikan yang intensif. Karena