10
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI DENGAN RDS (RESPIRATORY DISTRES SYNDROME)
Definisi
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara dalam paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan sindrom ini adalah pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2005).
Salah satu yang akan dibahas dalam makalah ini adalah idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) atau disebut juga penyakit membran hialin (PMH).
Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD) (Suriadierita Yulianni, 2006).
Sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi-bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup bulan (Donna L. Wong, 2003).
Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).
Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).
Bayi prematurSekunderPrimerIbu diabetesPerdarahan antepartum, hipertensi hipotensi (pada ibu)Pemberian kadar O2 yang tinggi Hiperinsulinemia janinImaturitas paruPembentukan membran hialin surfaktan paru belum sempurnaSeksio sesariaAspirasi mekonium (pneumonia aspirasi)Asfiksia neonatorum Janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat Pengeluaran hormon stress oleh ibuResusitasi neonatus Pneumotorak, sindrom wilson, mikity WOC
Bayi prematur
Sekunder
Primer
Ibu diabetes
Perdarahan antepartum, hipertensi hipotensi (pada ibu)
Pemberian kadar O2 yang tinggi
Hiperinsulinemia janin
Imaturitas paru
Pembentukan membran hialin surfaktan paru belum sempurna
Seksio sesaria
Aspirasi mekonium (pneumonia aspirasi)
Asfiksia neonatorum
Janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat
Pengeluaran hormon stress oleh ibu
Resusitasi neonatus
Pneumotorak, sindrom wilson, mikity
Pernapasan intra uterin
Pernapasan intra uterin
Insufisiensi pada bayi prematurSumbatan jalan napas parsial oleh air ketuban dan mekoniumGangguan perfusi darah uterus
Insufisiensi pada bayi prematur
Sumbatan jalan napas parsial oleh air ketuban dan mekonium
Gangguan perfusi darah uterus
Trauma akibat kadar O2 yang tinggi Gangguan perfusi Mengalir ke janin pematangan paru bayi yang berisi airSirkulasi utero plasenter kurang baik
Trauma akibat kadar O2 yang tinggi
Gangguan
perfusi
Mengalir ke janin pematangan paru bayi yang berisi air
Sirkulasi utero plasenter kurang baik
Menekan sintesis surfaktan Kerusakan surfaktanBayi prematur; dismaturitas
Menekan sintesis surfaktan
Kerusakan surfaktan
Bayi prematur; dismaturitas
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang
Penurunan produksi surfaktan
Penurunan produksi surfaktan
Meningkatnya tegangan permukaan alveoli
Meningkatnya tegangan permukaan alveoli
Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi
Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi
Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasiIDIOPATIC RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / IRDSSurfaktan menurun
Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi
IDIOPATIC RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / IRDS
Surfaktan menurun
Hipoksia Kolaps paruGangguan ventilasi pulmonalPembentukan fibrinFibrin & jaringan yang nekrotik membentuk lapisan membran hialinKerusakan endotel kapiler dan epitel duktus arterioususTransudasi alveoliPe kesadaranKelemahan ototDilatasi pupilKejangLetargiMK : Resti cideraGangguan fungsi serebralIskemiaOtakMK : Termoregulasi tidak efektifMK : Resti penurunan curah jantungMK : kerusakan pertukaran gasPe sirkulasi paru dan pulmonalMe nya aliran darah pulmonalParuMembran hialin melapisi alveoliMenghambat pertukaran gasBayi kehilangan panas tubuh/tdk dapat me kan panas tubuhM nya perfusi ke organ vitalPenurunan curah jantungPe pH dan PaO2Asidosis respiratorikRetensi CO2Vasokontriksi beratHipoperfusi jaringan paruAliran darah dari kanan ke kiri melalui arteriosus dan foramen ovalePeningkatan pulmonary vaskular resistence (PVR)Pembalikan parsial sirkulasi darah janinMe nya aliran darah pulonalKurangnya cadangan glikogen dan lemak coklatAsidosis metabolikTimbunan asam laktatMetabolisme anaerobP oksigenasi jaringanKontriksi vaskularisasi pulmonalRespon menggigil pada bayi kurang/tidak adaHipoglikemia Peningkatan metabolisme (membutuhkan glikogen lebih banyak Masukan oral tidak adekuat/ menyusu buruk MK : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh DispenaTakipneaApneaRetraksi dinding dadaPernapasan cuping hidungMengorokKelemahanTekanan negatif intra toraks yang besar Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap mengembang Usaha inspirasi yang lebih kuat MK : Pola nafas tidak efektif, intoleransi aktivitas
Hipoksia
Kolaps paru
Gangguan ventilasi pulmonal
Pembentukan fibrin
Fibrin & jaringan yang nekrotik membentuk lapisan membran hialin
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus arteriousus
Transudasi alveoli
Pe kesadaran
Kelemahan otot
Dilatasi pupil
Kejang
Letargi
MK : Resti cidera
Gangguan fungsi serebral
Iskemia
Otak
MK : Termoregulasi tidak efektif
MK : Resti penurunan curah jantung
MK : kerusakan pertukaran gas
Pe sirkulasi paru dan pulmonal
Me nya aliran darah pulmonal
Paru
Membran hialin melapisi alveoli
Menghambat pertukaran gas
Bayi kehilangan panas tubuh/tdk dapat me kan panas tubuh
M nya perfusi ke organ vital
Penurunan curah jantung
Pe pH dan PaO2
Asidosis respiratorik
Retensi CO2
Vasokontriksi berat
Hipoperfusi jaringan paru
Aliran darah dari kanan ke kiri melalui arteriosus dan foramen ovale
Peningkatan pulmonary vaskular resistence (PVR)
Pembalikan parsial sirkulasi darah janin
Me nya aliran darah pulonal
Kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat
Asidosis metabolik
Timbunan asam laktat
Metabolisme anaerob
P oksigenasi jaringan
Kontriksi vaskularisasi pulmonal
Respon menggigil pada bayi kurang/tidak ada
Hipoglikemia
Peningkatan metabolisme (membutuhkan glikogen lebih banyak
Masukan oral tidak adekuat/ menyusu buruk
MK : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Dispena
Takipnea
Apnea
Retraksi dinding dada
Pernapasan cuping hidung
Mengorok
Kelemahan
Tekanan negatif intra toraks yang besar
Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap mengembang
Usaha inspirasi yang lebih kuat
MK : Pola nafas tidak efektif, intoleransi aktivitas
Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).
Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah :
Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti 'tidal volume' menurun, 'lung compliance' berkurang, functional residual capacity' merendah disertai 'vital capacity' yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%).
Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat mahal.
Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu. Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesuakran dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) (Ngastiyah, 2005).
Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang belum sempurna karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturitas paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik. Gluck (1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak akan menderita penyakit membran hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membran hialin. Pemberian kortikosteroid oleh beberapa sarjana dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin. Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan saat ini. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas dan hal ini tentu agar sulit dikerjakan pada beberapa komplikasi kehamilan tertentu.
Komplikasi
Pneumotoraks / pneumomediastinum
Pulmonary interstitial dysplasia
Patent ductus arteriosus (PDA)
Hipotensi
Asidosis
Hiponatermi / hipernatremi
Hipokalemi
Hipoglikemi
Intraventricular hemorrhage
Retinopathy pada prematur
Infeksi sekunder
(Suriadi dan Yuliani, 2006).
Prognosis
Penyakit membran hialin prognosisnya tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang pernah menderita penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas diperkirakan antara 20-40% (Scopes, 1971).
ASUHAN KEPERAWATAN RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)
Pengkajian
Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
Riwayat kesehatan
Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau intrapartus.
Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi caesar.
Data dasar pengkajian
Cardiovaskuler
Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
Murmur sistolik
Denyut jantung DBN
Integumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
Pitting edema pada tangan dan kaki
Mottling
Neurologis
Immobilitas, kelemahan
Penurunan suhu tubuh
Pulmonary
Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
Nafas grunting
Pernapasan cuping hidung
Pernapasan dangkal
Retraksi suprasternal dan substernal
Sianosis
Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
Status behavioral
Letargi
Pemeriksaan Doagnostik
Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi diafragma dengan over distensi duktus alveolar
Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
Data laboratorium :
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phospatydylinositol
AGD : PaO2< 50 mmHg, PaCO2> 50 mmHg, saturasi oksigen 92%-94%, pH 7,3-7,45.
Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak.
Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1
DO :
Hiperkapnea
Hipoksia
Takipnea
Sianosis
Letargi
Dispnea
GDA abnormal
Pucat
Surfaktan
Tegangan permukaan alveolus
Ketidakseimbangan infasi saat inspirasi
Kolaps alveoli
Gangguan ventilasi pulmonal
HipoksiaKerusakan endotel dan epitel duktus arterioususTransudasi alveoli Pembentukan fibrinMembran hialin melapisi alveoliPeningkatan pulmonary vaskular resistanceHipoperfusi jaringan paruMenurunkan aliran darah pulmonalRetensio CO2Asidosis respiratorikVasokonstriksiPenurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar
Hipoksia
Kerusakan endotel dan epitel duktus arteriousus
Transudasi alveoli
Pembentukan fibrin
Membran hialin melapisi alveoli
Peningkatan pulmonary vaskular resistance
Hipoperfusi jaringan paru
Menurunkan aliran darah pulmonal
Retensio CO2
Asidosis respiratorik
Vasokonstriksi
Penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar
Kerusakan pertukaran gas
Kerusakan pertukaran gas
Kerusakan pertukaran gas
2
DO :
Dispnea; takipnea
Periode apnea
Pernapasan cuping hidung
Retraksi dinding dada
Sianosis
Mendengkur
Napas grunting
Kelelahan
Surfaktan menurun
Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap
Mengembang
Usaha inspirasi lebih kuat
Sukar bernapas
Dispnea
Retraksi dinding dada
Kelelahan
Pernapasan cuping hidung
MK : pola nafas tidak efektif
MK : pola nafas tidak efektif
Pola napas tidak efektif
3
DO :
Hipotermia
Letargi
Menangis buruk
Aterosianosis
Takipnea; apnea
Turgor kulit buruk
Hipoglikemia
Metabolisme anaerob
Timbunan asam laktat
Asidosis metabolik
Kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat
Respons menggigil pada bayi kurang/tidak ada
Bayi kehilangan panas tubuh/tidak dapat meningkatkan panas tubuh
MK : Termoregulasi tidak efektif
MK : Termoregulasi tidak efektif
Termoregulasi tidak efektif
4
DO :
Bradikardia
Sianosis umum
Pucat
Hipotensi
Dispnea
Edema perifer
Lelah
Murmur sistolik
Kolaps paru
Gangguan ventilasi pulmonal
HipoksiaKontriksi vaskularisasi pulmonalPenurunan oksigenasi jaringanPenurunan curah jantungPeningkatan PVR Pembalikan parsial sirkulasi darah janin
Hipoksia
Kontriksi vaskularisasi pulmonal
Penurunan oksigenasi jaringan
Penurunan curah jantung
Peningkatan PVR
Pembalikan parsial sirkulasi darah janin
MK : Penurunan curah jantung
MK : Penurunan curah jantung
Risiko tinggi penurunan curah jantung
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi/kelelahan, keterbatasan pengembangan otot.
Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan penurunan lemak subkutan, peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat RDS.
Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan ventilasi pulmonal
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
Intervensi
(NIC)
1
Ketidakefektifan Pola nafas
Batasan Karakteristik :
Bradipnea
Dispnea
Fase ekspirasi memanjang
Ortopnea
Penggunaan otot bantu pernafasan
Penggunaan posisi tiga titik
Peningkatan diameter anterior-posterior
Penurunan kapasitas vital
Penurunan tekanan ekspirasi
Penurunan tekanan inspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Pernafasan bibir
Pernafasan cuping hidung
Pernafasan ekskursi dada
Pola nafas abnormal (mis., irama, frekuensi, kedalaman)
Takipnea
Faktor yang berhubungan
Ansietas
Cedera medulaspinalis
Deformitas dinding dada
Deformitas tulang
Disfungsi neuromuskular
Gangguan muskuluskeletal
Gangguan Neurologis (misalnya : elektroenselopalogram(EEG) positif, trauma kepala, gangguan kejang)
Hiperventilasi
Imaturitas neurologis
Keletihan
Keletihan otot pernafasa
Nyeri
Obesitas
Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
Sindrom hipoventilasi
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. jam diharapkan pola nafas pasien teratur dengan kriteria :
Irama pernafasan teratur/ tidak sesak
Pernafasan dalam batas normal (dewasa: 16-20x/menit)
Kedalaman pernafasan normal
Suara perkusi jaringan paru normal (sonor)
Cemas berkurang
NIC
Oxygen Therapy
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Siapkan peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Monitor respirasi dan status O2
Pertahankan posisi pasien
Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul yang digunakan.
Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah diberikan
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor tingkat kecemasan pasien yang kemungkinan diberikan terapi O2
2
Gangguan pertukaran gas
Batasan Karakteristik :
Diaforesis
Dispnea
Gangguan pengelihatan
Gas darah arteri abnormal
Gelisah
Hiperkapnia
Hipoksemia
Hipoksia
Iritabilitas
Konfusi
Nafas cuping hidung
Penurunan karbon dioksida
pH arteri abnormal
Pola pernafasan abnormal (mis., kecepatan, irama, kedalaman)
Sakit kepala saat bangun
Sianosis
Somnolen
Takikardia
Warna kulit abnormal (mis., pucat, kehitaman )
Faktor yang berhubungan :
Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Perubahan membran alveolar-kapiler
NOC
Respiratory status: Gas Exchange
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. jam diharapkan hasil AGD pasien dalam batas normal dengan kriteria hasil :
PaO2 dalam batas normal (80-100 mmHg)
PaCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg)
pH normal (7,35-7,45)
SaO2 normal (95-100%)
Tidak ada sianosis
Tidak ada penurunan kesadaran
NIC
Acid Base Management
Pertahankan kepatenan jalan nafas
Posisikan pasien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat(mis., buka jalan nafas dan tinggikan kepala dari tempat tidur)
Monitor hemodinamika status (CVP & MAP)
Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2 darah melalui hasil AGD
Monitor tanda-tanda gagal napas
Monitor
Monitor status neurologis
Monitor status pernapasan dan status oksigenasi klien
Atur intake cairan
Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas tambahan (ronchi, wheezing, krekels, dll)
Kolaborasi pemberian nebulizer, jika diperlukan
Kolaborasi pemberian oksigen, jika diperlukan.
3
Penurunan curah jantung
berhubungan dengan :
Perubahan frekuensi jantung (Heart rate, HR)
Perubahan ritme jantung
Perubahan afterload
Perubahan kontraktilitas
Perubahan preload
Perubahan volume sekuncup
DS :
...............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
DO :
Perubahan Frekuensi/Irama Jantung
Bradikardia
Perubahan EKG (Contoh : aritmia, abnormalitas konduksi, iskemia)
Palpitasi
Takikardia
Perubahan Preload
Penurunan tekanan vena sentral (Central venous pressure, CVP)
Peningkatan tekanan vena sentral (Central venous pressure, CVP)
Penurunan tekanan arteri paru (Pulmonary artery wedge pressure, PAWP)
Peningkatan tekanan arteri paru (Pulmonary artery wedge pressure, PAWP)
Edema
Keletihan
Murmur
Distensi vena jugularis
Peningkatan berat badan
Perubahan Afterload
Warna kulit yang abnormal (Contoh : pucat, kehitam-hitaman/agak hitam, sianosis)
Perubahan tekanan darah
Kulit lembab
Penurunan nadi perifer
Penurunan resistensi vaskular paru (Pulmonary Vascular Resistance, PVR)
Peningkatan resistensi vaskular paru (Pulmonary Vascular Resistance, PVR)
Penurunan resistensi vaskular sistemik Systemic Vascular Resistance, PVR)
Peningkatan resistensi vaskular sistemik (Systemic Vascular Resistance, PVR)
Dispnea
Oliguria
Pengisian kapiler memanjang
Perubahan Kontraktilitas
Batuk
Crackle
Penurunan indeks jantung
Penurunan fraksi ejeksi
Penurunan indeks kerja pengisian ventrikel kiri (Left ventricular stroke work index,LVSWI)
Penurunan indeks volume sekuncup (Stroke volume index, SVI)
Ortopnea
Dispnea parokismal nokturnal
Bunyi S3
Bunyi S4
Perilaku/Emosi
Kecemasan atau ansietas
Gelisah
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...... x ...... jam, diharapkan ......................................................................................................................................................
NOC Label :
Cardiac Pump Effectiveness
Tekanan darah sistolik (TDS) dalam batas normal (< 120 mmHg)
Tekanan darah diastolik (TDD) dalam batas normal (< 80 mmHg)
Frekuensi jantung (Heart rate, HR) dalam batas normal (60-100 x/menit)
Peningkatan fraksi ejeksi
Peningkatan nadi perifer
Oliguria (-)
Peningkatan tekanan vena sentral (Central venous pressure, CVP)
Distensi vena jugularis (-)
Disritmia (-)
Bunyi jantung abnormal (-)
Angina (-)
Edema perifer (-)
Edema paru (-)
Diaforesis (-)
Nausea (-)
Keletihan (-)
Dispnea saat istirahat (-)
Dispnea dengan aktivitas sedang (-)
Penurunan berat badan
Ascites (-)
Hepatomegali (-)
Kelemahan kognitif (-)
Pallor (-)
Sianosis (-)
Circulation Status
Tekanan darah sistolik (TDS) dalam batas normal (< 120 mmHg)
Tekanan darah diastolik (TDD) dalam batas normal (< 80 mmHg)
Tekanan nadi yang melebar (-)
MAP dalam batas normal (60-70 mmHg)
PaO2 dalam btas normal (80-95 mmHg atau 10,6-12,6 kPa)
PaCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg atau 4,66-5,98 kPa)
SpO2 dalam batas normal (> 95%)
Capillary Refill Time (CRT) dalam batas normal (< 3 detik)
Hipertensi ortostatik (-)
Edema perifer (-)
Ascites (-)
Keletihan (-)
Kelemahan kognitif (-)
Pallor (-)
Parathesia (-)
Pitting edema (-)
Tissue Perfussion : Cardiac
Frekuensi jantung apikal dan radial dalam batas normal (60-100 x/menit)
Tekanan darah sistolik (TDS) dalam batas normal (< 120 mmHg)
Tekanan darah diastolik (TDD) dalam batas normal (< 80 mmHg)
MAP dalam batas normal (60-70 mmHg)
Angina, aritmia (-)
Takikardia, bradikardia (-)
Nausea, vomiting (-)
Vital Signs
Temperatur tubuh dalam batas normal (36,5-37,5oC)
Frekuensi jantung apikal dalam batas normal (60-100 x/menit)
RR dalam batas normal (12-20 x/menit)
Tekanan darah sistolik (TDS) dalam batas normal (< 120 mmHg)
Tekanan darah diastolik (TDD) dalam batas normal (< 80 mmHg)
NIC Label :
Cardiac Care
Evaluasi adanya nyeri dada (Intesitas, lokasi, rambatan, durasi, serta faktor yang menimbulkan dan meringankan gejala).
Monitor EKG untuk perubahan ST, jika diperlukan.
Lakukan penilaian komprehenif untuk sirkulasi perifer (Cek nadi perifer, edema,CRT, serta warna dan temperatur ekstremitas) secara rutin.
Monitor tanda-tanda vital secara teratur.
Monitor status kardiovaskuler.
Monitor disritmia jantung.
Dokumentasikan disritmia jantung.
Catat tanda dan gejala dari penurunan curah jantung.
Monitor status repirasi sebagai gejala dari gagal jantung.
Monitor abdomen sebagai indikasi penurunan perfusi.
Monitor nilai laboratorium terkait (enzim jantung).
Monitor fungsi peacemaker, jika diperlukan.
Evaluasi perubahan tekanan darah.
Sediakan terapi antiaritmia berdasarkan pada kebijaksanaan unit (Contoh medikasi antiaritmia, cardioverion, defibrilator), jika diperlukan.
Monitor penerimaan atau respon pasien terhadap medikasi antiaritmia.
Monitor dispnea, keletihan, takipnea, ortopnea.
Cardiac Care : Acute
Evaluasi adanya nyeri dada (Intesitas, lokasi, rambatan, durasi, serta faktor yang menimbulkan dan meringankan gejala).
Monitor EKG untuk perubahan ST, jika diperlukan.
Lakukan penilaian komprehenif untuk sirkulasi perifer.
Monitor kecepatan pompa dan ritme jantung.
Auskultasi bunyi jantung.
Auskultasi paru-paru untuk crackles atau suara nafas tambahan lainnya.
Monitor efektifitas terapi oksigen, jika diperlukan.
Monitor faktor-faktor yang mempengaruhi aliran oksigen (PaO2, nilai Hb, dan curah jantung), jika diperlukan.
Monitor status neurologis.
Monitor EKG (12-leads), jika diperlukan.
Monitor fungsi ginjal (Nilai BUN dan kreatinin), jika diperlukan.
Monitor hasil tes untuk fungsi hati, jika diperlukan.
Monitor nilai laboratorium elektrolit yang bisa meningkatkan risiko disritmia (serum K dan Mg), jika diperlukan.
Administrasikan medikasi untuk mengurangi atau mencegah nyeri dan iskemia, sesuai kebutuhan.
Vital Signs Monitoring
Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR.
Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri, sebelum dan sesudah perubahan posisi.
Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan bandingkan.
Monitor tekanan darah, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas.
Monitor kualitas dari nadi.
Monitor adanya pulsus paradoksus.
Monitor adanya pulsus alterans.
Monitor jumlah dan irama jantung.
Monitor bunyi jantung.
Monitor frekuensi dan irama pernapasan.
Monitor suara paru-paru.
Monitor pola pernapasan abnormal.
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.
Monitor sianosis perifer.
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik).
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
Wong L. Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.