LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR HUMERUS DI RUANG BOUGENVILLE RSUD SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
Disusun Oleh Yeny Tutut Puspitasari 3217126
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2017
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR HUMERUS DI RUANG BOUGENVILLE RSUD SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
Telah Disetujui pada dan Oleh: Hari : Tanggal :
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
(.................................................)
(..........................................)
Mahasiswa
(
)
A. Definisi Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Bare & Smeltzer, 2013). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang ata u tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2014). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Br uner & Sudarth, 2012). Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus (Mansjoer, 2014).
Jenis fraktur dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Berdasarkan sifat
Terbuka (open fracture or compound fracture)
Tertutup (closed fracture or simple fracture)
2. Berdasarkan posisi frakur
1/3 proksimal
1/3 medial
1/3 distal
3. Berdasarkan panjang patahan
Komplit (complete fracture )
Sebagian (incomplete fracture)
4. Berdasarkan jumlah garis patah
Komunitif (garis patah lebih dari satu & saling berhubungan)
Segmental ( garis patah lebih dari satu tidak berhubungan)
Multiple (garis patah lebih dari satu pada tempat yang beda)
(Smeltzer, 2013) B. Faktor yang mempengaruhi fraktur 1. Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur. 2. Faktor Intrinsi Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
C. Pohon masalah atau pathway
pada terjadi trauma, mengakibatkan terjadi patah tulang sehingga menyebabkan terbukanya Pembuluh Darah, Sumsum Tulang Dan Jaringan Lunak Mengalami Disrupsi , dan terjadi kerusakan integritas jaringan, yang beresiko terhadap
terjadinya infeksi, karena ada patahan tulang sehingga aliran darah meningkat dan terjadi hrmatoma, mengakibatkan terjadinya hambatan mobilitas fisik dan klien beresiko konstipasi.dan saat diberikan penanganan seperti oref, orif dan traksi, maka itu akan menyebabkan beberapa masalah yang diantaranya yaitu hambatan mobilitas fisik, yang beresiko terhadap kerusakan integritas jaringan, dan resiko konstipasi.
D. Tanda dan gejala 1. Deformitas akibat kehilangan kelurusan (alignment) yang alami. 2. Pembengkakan akibat vasodilatasi dan infiltrasi leukosit erta sel-sel mast. 3. Spasme otot. 4. Nyeri tekan. 5. Kerusakan sensibilitas disebelah distal lokasi fraktur oleh trauma atau fragmen tulang. 6. Kisaran gerak yang terbatas. 7. Adanya krepitasi.
E. Akibat yang ditimbulkan Fraktur dpat menimbulkan beberapa hal dibawah ini yaitu diantarnya: 1. Syok :
terjadi
pada tulang besar dan berdekatan dengan pembuluh darah
besar contoh panggul dan femur Majemen: hentikan perdarahan, pulihkan volume cairan dan sirkulasi dng resusitasi cairan (isotonic = RL, Tranfusi darah, koloid = dextran
(EBV)
70
> 1 liter), rumus Estimated Blood Volume
cc/kgBB pada dewasa , 200cc/kgBB anak, atau klas syok,
imobilisasi tepat atasi nyeri. 2. FES ( Fat Embolism Syndrome)
perpindahan sel lemak ke dalam vaskuler
dan menyumbat terutama pada kapiler paru, otak, dll
hipoksia,
takipnea,
takikardia, perubahan kesadaran. Majemen: imobilisasi dengan benar, berikan cairan, bantu pernafasan mencegah gagal nafas. 3. Sindrom Kompartemen : Biasanya terjadi pada ekstermitas, Akibat perdarahan, edema dan kompresi eksternal
peningkatan
tekanan aliran darah ke tingkat distal yang dapat
mengakibatkan iskemik dan nekrosis, Ditandai dengan nyeri tak henti henti Cek 5P (pain, paralysis, pallor, parestesia, pulsessness.
4. Syok hipovolemi 5. Kontraktur otot. 6. Komplikasi lama
a.
Delayed Union: Kegagalan penyatuan tulang dalam waktu yang dibutuhkan yaitu 3 – 6 bulan. Diakibatkan faktor pengganggu. Fraktur dpt sembuh.
b.
Nonunion : Kegagalan penyatuan tulang dalam waktu yang dibutuhkan yaitu 6 – 8 bulan dipengaruhi oleh infeksi, imobilisasi tidak tepat dll .
c.
Malunion: penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
F. Penatalaksanaan medis 1. Rekognisis/Pengenalan Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. 2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan
fragmen
tulang
pada
kesejajarannya
dan
rotasfanatomis (brunner,and sudart 2013). Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. 3. Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. 4. Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar -x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar -x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi. 5. Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang. 5. OREF Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF)
sehingga
diperoleh
stabilisasi
fraktur
yang
baik.
Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan). 6. ORIF ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers. 7. Pemeriksaan diagnostik. a. Pemeriksaan Radiologi.
Sebagai penunjang Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang. b. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. c. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. d. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. e. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. 8. Pemeriksaan Laboratorium a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 9. Pemeriksaan lain-lain. a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
G. Pengkajian fokus keperawatan 1. Data subyektif a. Riwayat kesehatan meliputi : keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera, riwayat tidak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, riwayat kesehatan keluarga. b. Pola fungsi kesehatan c. Pola persepsi dan pemaliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat-obatan) d. Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan dan kelemahan otot). e. Pola nutrisi dan metabolism (adakah keluhan mual, muntah). f. Pola eliminasi. g. Pola tidur dan istirahat. h. Pola kognitif dan perceptual. i.
Persepsi diri dan konsep diri.
j.
Pola toleransi dan koping stress.
k. Pola seksual dan reproduktif. l.
Pola hubungan dan peran.
m. Pola nilai dan keyakinan
2. Data obyektif a. Pemeriksaan fisik meliputi Keadaan umum. b. Pemeriksaan persistem 1) System persepsi dan sensori (penmeriksaan panca indera : penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa) 2) System persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat) 3) System pernapasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas) 4) System kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas dan frekuensi) 5) System
gastrointestinal
(nilai
kemampuan
makan/minum, peristaltic, eliminasi)
menelan,
nafsu
6) System integument (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/lesi) 7) System reproduksi. 8) System perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAK).
H. Diagnosa yang mungkin muncul 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik, mekanik (000132). 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan inkontinuitas tulang (00085). 3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (00004). 4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan struktur tulang (00044). 5. Resiko konstipasi (00015) berhubungan dengan faktor resiko aktivitas fisik yang kurang.
I.
Rencana intervensi No
Diagnosa
NOC
1.
Nyeri
Setelah
berhubungan
keperawatan selama …. X 24
dengan
agen jam
cidera mekanik.
NIC
dilakukan
asuhan
masalah klien teratasi
dengan kriteria hasil:
Pain management 1. Kaji
karakteristik
nyeri ( lokasi, lama, intensitas dan radiasi)
Pain control
2. Observasi
tanda-
a. Mengakui nyeri.
tanda
tensi,
b. Menggambarkan faktor
nadi, cemas
penyebab nyeri. c. Mampu nyeri
3. Jelaskan
mengontrol dengan
teknik
nonfarmakologi. d. Melaporkan bahwa nyeri terkontrol.
vital,
penyebab
rasa nyeri 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman 5. Bantu mengalihkan
untuk rasa
nyeri: teknik napas dalam
6. Beri kompres hangat pada punggung 7. Kolaborasi
dengan
dokter
untuk
pemberian analgetik
2.
Hambatan
Setelah
dilakukan
asuhan
mobilitas fisik keperawatan selama …. X 24 Berhubungan
jam masalah klien teratasi
dengan
dengan kriteria hasil:
prosedur
1.
infasif.
Immobilization care
a. Monitor sirkulasi,sensasi ekstremitas
Exercise participation. a. Berpartisipasi
dan
rutin dalam latihan b. Menggunakan support
dan
pergerakan. b. Pertahankan
posisi
yang tepat. Exercise therapy
system. c. Optimis dalam latihan. 2.
fisioterapy
Mobility a. Mampu
a. Konsultasikan dengan
berpindah
ambulasi
yang diperlukan
posisi b. Dan
rencana
tentang
mampu
berpindah tempat.
b. Ajarkan pasien
kepada cara
untuk
berpindah yang tepat. 3.
Resiko infeksi Setelah berhubungan dengan cidera mekanik
dilakukan
asuhan
keperawatan selama …. X 24
agen jam masalah klien teratasi dengan kriteria hasil: Infection severity
Infection control
a. Monitor keadaan luka b. Pertahankan kesterilan luka. c. Ajarkan pasien untuk menghindari infeksi.
a. Tidak ada demam
b. Tidak ada peningkatan
d. Kolaborasi
leukosit
dengan
dokter
c. Tidak ada kolonisasi
untuk
pemebrian antibiotic.
bakteri pada luka. 4.
Kerusakan
Setelah
integritas
keperawatan selama …. x 24
jaringan
jam masalah klien teratasi
berhubungan
dengan kriteria hasil:
dengan
agen
cidera mekanik
dilakukan
asuhan
Wound care
a) Monitor
luka, termasuk drainease, warna, ukuran dan bau.
Tissue integrity : (tissue dan b) Bersihkan
Klien dapat merasakan
c) catat,
b)
Tidak terdapat nekrosis.
c)
Perfusi jaringan baik. pada
perubahan luka. d) berikan insisi pada daerah yang
kulit
Resiko konstipasi berhubungan
Setelah
dilakukan
tindakan
selama…x 24 jam masalah
Constipation menegement
1.
pasien teratasi dengan
mobilitas fisik
1.
konstipasi
Bowel menegenment
a. Pola eliminasi dengan 2. adekuat. b. Feses
Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
dengan hambatan
membutuhkan
dengan secara tepat.
membaik.
5.
dan
membandingkan
sensasi.
Lesi
menggunkan
normal salin secara tepat.
mucus membrane.
a)
karakteristik
Jelaskan manfaat memenuhi diet tinggi
lunak
dan
cairan dan serat terhadap
berbentuk 2. Hydration
konstipasi 3.
Intake cairan tercukupi
Dorong peningktan aktivitas.
4.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan
diet tinggi cairan dan serat
DAFTAR PUSTAKA Bulechek, Gloria M. Et All. Nursing I nterventions Classification (NI C)
Sixth E dition. USA : Elsevier Mosby. Brunner & Suddarth, 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,Jakarta. Herdman, T. Heather., Dkk. 2012. Diagnosis Keperawatan Defi nisi Dan
Klasifi kasi NANDA 2012-2014. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Kowalak, Welsh, Meyer. 2011. Buku ajar patofisiologi. EGC. Jakarta. Moorhead, Sue. Et All. Nursing Outcome Classification (N OC) F ifth
E dition. USA : Elsevier Mosby. Mansjoer, A dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius. Smeltzer & Bare (2013), Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Bruner & Suddarth, EGC, Jakarta.