LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMODIALISIS HEMODIALISIS DI RUANG HEMODIALISA RSUD DR. MOH. SOEWANDHI SURABAYA
Oleh :
ANIS ALRIYANTI PUTRI NIM : 143.0007
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 2014 LEMBAR PENGESAHAN
1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMODIALISIS HEMODIALISIS DI RUANG HEMODIALISA RSUD DR. MOH. SOEWANDHI SURABAYA
Oleh : ANIS ALRIYANTI PUTRI (143.0007)
Mengetahui Penguji pendidikan
Surabaya, 02 Oktober 2014 Penguji Lahan
2
HEMODIALISA 1.
Pengertian Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006). Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001). Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri
dan
vena
(fistula
arteriovenosa)
melalui
pembedahan
(www.medicastore.com) . Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat
(DR.
Nursalam
M.
Nurs,
2006).
Haemodialisis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane
tersebut
fusi
zat-zat
yang
tidak
dikehendaki
terjadi.
Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan
(Christin
Brooker,
2001).
3
Hemodialisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialysis yang berarti pemisahan atau filtrasi, melalui membrane semi-permeabel. Jadi hemodialisa adalah proses pemisahan atau filtrasi zat-zat tertentu dari darah melalui membrane semi-permeabel (Fery Erawati Burnama (Instalasi
Dialisis
RSUD
Dr.
Doris
Silvanus)).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer . Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena ( fistula arteriovenosa) melalui pembedahan
2.
Indikasi a. Indikasi Segera Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi, hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria. b. Indikasi Dini Gejala uremia, mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup, laboratorium abnormal, asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100 – 120 mg %, TKK : 5 ml/menit c. Frekuensi Hemodialisa Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. d. Program dialisa dikatakan berhasil jika: 1) Penderita kembali menjalani hidup normal 2) Penderita kembali menjalani diet yang normal 3) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi 4) Tekanan darah normal 4
5) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.
3.
Tujuan a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisasisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
4.
Prinsip mayor/proses hemodialisa a. Akses Vaskuler Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses temporer seperti vascoth. b. Membran semi permeable Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi. c. Difusi Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
d. Konveksi Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut. 5
e. Ultrafiltrasi Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane : 1) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip “mendorong” cairan menyeberangi membrane. 2) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik” cairan keluar darah. 3) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable terhadap air.
5.
Peralatan Haemodialisa a. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL) AVBL terdiri dari : 1) Arterial Blood Line (ABL) Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah. 2) Venouse Blood Line Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah konektor,
ujung
runcing,segmen
pump,tubing
arterial/venouse
6
pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul. 3) Dializer /ginjal buatan (artificial kidney) Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang /kompartemen,yaitu: a) Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah b) Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat. Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel. 4) Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar masuk dialisat. 5) Air Water Treatment Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120 Liter. 6) Larutan Dialisat Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu : jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai). 7) Mesin Haemodialisis Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan
7
komponen tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor. 6.
Proses Haemodialisa Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda – tanda vital pasien
untuk
memastikan
apakah
pasien
layak
untuk
menjalani
Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai. Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
8
7.
Komplikasi Hemodialisa a. Kram otot Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. b. Hipotensi Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. c. Aritmia Hipoksia,
hipotensi,
penghentian
obat
antiaritmia
selama
dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen
ini.
Gradien
osmotik
ini
menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. e. Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. f. Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan. g. Gangguan pencernaan
9
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. h. Pembekuan darah Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
8.
Pemantauan Selama Hemodialisis a. Monitor status hemodinamik, elektrolik, dan keseimbangan asam-basa, demikian juga sterilisasi dan sistem tertutup. b. Biasanya dilakukan oleh perawat yang terlatih dan familiar dengan protokol dan peralatan yang digunakan. (Nursalam, 2006:32)
9.
Pemantauan Setelah Hemodialisis a. Berat badan pasien ditimbang. b. TTV diperiksa. c. Spesimen darah diambil untuk mengetahui kadar elektrolit serum dan zat sisa tubuh. (Baradero, 2008: 136)
10.
Penatalaksanaan Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Jangka-Panjang Diet dan masalah cairan. Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul. Diet rend protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet untuk pasien ini. 10
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial
untuk
mencegah
penggunaan
protein
yang
buruk
serta
mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, susu dan ikan. Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi. Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu, penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. 11
11.
Pendidikan Pasien Hal-hal penting dalam program pengajaran mencakup: a. Rasional dan tujuan terapi dialisis b. Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dan dialisis c. Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberitahukan dokter mengenai efek samping tersebut d. Perawatan
akses
vaskuler:
pencegahan,
pendeteksian
dan
penatalaksanaan komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler e. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan: konsekuensi akibat kegagalan dalam mematuhi pembatasan ini f.
Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan
g. Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus, neuropati serta gejala-gejala lainnya. h. Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis, diet yang membatasi, obat-obatan) i.
Strategi untuk mengangani atau mengurangi kecemasan serta ketergantungan pasien sendiri dan anggota keluarga mereka.
j.
Pilihan lain yang tersedia bagi pasien
k. Pengaturan finansial untuk dialisis: strategi untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber-sumber. l.
Strategi
untuk
mempertahankan
kemandirian
dan
mengatasi
kecemasan anggota keluarga.
12
Asuhan keperawatan Pasien Dengan Hemodialisis
1)
Pengkajian a.
Keluhan utama Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)
b.
Riwayat penyakit sekarang Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner & Suddarth, 2001: 1398)
c.
Riwayat obat-obatan Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi
dengan
cermat.
Terapi
antihipertensi,
yang
sering
merupakan bagian dari susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum
obat
dan
kapan
menundanya.
Sebagai
contoh,
obat
antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401) d.
Psikospiritual Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi
penyakitnya
yang
tidak
dapat
diramalkan.
Biasanya
menghadapi masalah financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner & Suddarth, 2001: 1402) Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267).
13
e.
ADL (Activity Day Life) Nutrisi
: Pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan
pembatasan cairan masuk untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema paru, pembatasan pada asupan protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala, mual muntah. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1400) Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal Aktivitas : Dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi. Karena waktu yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari. f.
Pemeriksaan fisik BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun. TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268) B2 : hipotensi, turgor kulit menurun 1) Keadaan umum klien a) Data subjektif : lemah badan, cepat lelah, melayang. b) Data objektif : nampak sakit, pucat keabu-abuan, kurus, kadang – kadang disertai edema ekstremitas, napas terengahengah. 2) Kepala a) Retinopati b) Konjunktiva anemis c) Sclera ikteric dan kadang – kadang disertai mata merah (red eye syndrome). d) Rambut rontok 14
e) Muka tampak sembab f) Bau mulut amoniak 3) Leher a) Vena jugularis meningkat/tidak b) Pembesaran kelenjar/tidak 4) Dada a) Gerakkan napas kanan/kiri seimbang/simetris b) Ronckhi basah/kering c) Edema paru 5) Abdomen a) Ketegangan b) Ascites (perhatikan penambahan lingkar perut pada kunjungan berikutnya). c) Kram perut d) Mual/muntah 6) Kulit a) Gatal-gatal b) Mudah sekali berdarah (easy bruishing) c) Kulit kering dan bersisik d) Keringat dingin, lembab e) Perubahan turgor kulit 7) Ekstremitas a) Kelemahan gerak b) Kram c) Edema (ekstremitas atas/bawah) d) Ekstremitas atas : sudahkah operasi untuk akses vaskuler g.
Pemeriksaan Penunjang Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
15
Diagnosa keprawatan dan Intervensi :
1. Diagnosa
: Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
paru, edema paru ditandai dengan adanya sianosis dan dispnea, penurunan bunyi nafas. Tujuan
:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
klien
menunjukkan pola nafas efektif Kriteria hasil
: Tidak adadispnea,bunyi nafas tidak mengalami penurunan,
tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, RR16-24 x/menit. Intervensi : a. Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital. Rasional: Distres pernapasan dan perubahan pada vital dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri. b. Catat pengembangan dada dan posisi trakea Rasional: Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurunkan apabila terjadi asietas atau edema pulmoner. c. Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau nafas dalam. Rasional : Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif dan dapat mengurangi trauma. d. Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler Rasional : Meningkatkan ekspansi paru. e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit) Rasional:Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator keadaan status cairan. f. Kolaborasikan pemberian oksigen Rasional : Menghilangkan distress respirasi dan sianosis.
2. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap adanya edema pulmoner. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan
pertukaran gas efektif.
16
Kriteriahasil : analisa gas darah dalam rentang normal, tidak ada tanda sianosis maupun hipoksia, taktil fremitus positif kanan dan kiri, bunyi nafas tidak mengalami penurunan, auskultasi paru sonor, TTV dalam batas normal: RR16-24 x/menit Intervensi : a. Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital. Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada vital dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri. b. Auskultasibunyi nafas Rasional : Untuk mengetahui keadaan paru. c. Catat pengembangan dada dan posisi trakea Rasional : Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurunkan apabila terjadi asietas atau edema pulmoner. d. Kaji taktil fremitus Rasional : Taktilfremitus dapat negative pada klien dengan edema pulmoner. e. Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau nafas dalam. Rasional : Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif dan dapat mengurangi trauma. f. Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler Rasional : Meningkatkan ekspansi paru. g. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit) Rasional : Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator keadaan status cairan. h. Kolaborasikan pemeriksaan analisagas darah danfoto t horaks. Rasional : Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi serta evaluasi dari implementasi. i.
Kolaborasikan pemeriksaan oksigen Rasional : Menghilangkan distress respirasi dan sianosis.
17
3. Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder terhadap penurunan Hb. Tujuan
: Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
perfusi jaringan
adekuat Kriteria hasil : Membran mukosa warna merah muda, kesadaran kompos mentis, tidak ada keluhan sakit kepala, tidak ada tanda sianosis ataupun hipoksia, capillaryrefill kurang dari 3 detik, nilai laboratorium dalam batas normal (Hb12-15gr%), konjungtiva tidak anemis, tanda-tanda vital stabil: TD: 120/80 mmHg, nadi: 60-80x/menit. Intervensi : a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar kuku. Rasional : Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler, vasokonstrisi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. c. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai dengan indikasi. Rasional : Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ). d. Kolaborasi untuk pemberian O2 Rasional : Memaksimalkan transport oksigen kejaringan. e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (hemoglobin). Rasional : Mengetahui status transport O2 f. Kolaborasikan pemberian terapi untuk peningkatan Hb (Eritropoetin Stimulating Agen) Rasional : untuk meningkatkan kadar Hb dalam tubuh.
18
4. Diagnosa : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium ditandai dengan peningkatan berat badan cepat (edema), distensi abdomen (asites). Tujuan
: kelebihan cairan tidak terjadi.
Kriteriahasil : turgor kulit normal tanpa edema, tanda-tanda vital normal 120/80 mmHg,tidak ada asites, tidak ada kenaikan BB. Intervensi : a. Kaji status cairan seperti timbang berat badan harian, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi. Rasional
:
pengkajian
merupakan
dasar
berkelanjutan
untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. b. Batasi masukan cairan dan garam Rasional : pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi. c. Identifikasi berpotensial cairan, medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intravena serta makanan. Rasional : sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi. d. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan. Rasional : pemahaman meningkatkan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan. e. Bantu pasien dalam
menghadapai ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan. Rasional : kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet. f. Timbangberat badan harian Rasional : untuk memantau status cairan dan nutrisi. g. Kolaborasikan dialisis Rasional : untuk mengurangi penumpukan cairan dalam t ubuh. h. Ajarkan management rasa haus, oral higiene. Rasional : untuk mengurangi rasa haus. 19
5. Diagnosa:
Resiko
penurunan
curah
jantung
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, peningkatan kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantungdapat dipertahankan Kriteriahasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal: tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi 60-80 x/menit, kuat, teratur, akral hangat, capillary refill kurang dari 3 detik, Nilai laboratorium dalam batas normal (kalium 3,5-5,1mmol/L, urea15-39 mg/dl) Intervensi : a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau kongesti vaskuler dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah, perhatikan postural misalnya: duduk, berbaring dan berdiri. Rasional : Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi dan edema. b. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi dan beratnya. Rasional : Hipertensi orto static dapat terjadi sehubungan dengan defisit cairan. c. Evaluasi bunyi jantung akan terjadi frictionrub, tekanan darah, nadi perifer, pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental. Rasional : Mengkaji adanya kedaruratan medik. d. Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas. Rasional : Kelelahan dapat menyertai gagal jantung kongestif juga anemia. e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium. Rasional : Ketidakseimbangan dapat mengganggu kondisi dan fungsi jantung. f. Batasi makanan tinggi kalium Rasional : menghindari terjadinya hiperkalemia dalam tubuh g. Berikan obat anti hipertensi sesuai dengan indikasi. 20
Rasional : Menurunkan tahanan vaskuler sistemik.
6. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia ditandai dengan penurunan berat badan (malnutrisi), distensi abdomen / asites. Tujuan : nutrisi adekuat Kriteriahasil : Pengukuran antropometri dalam batas normal, perlambatanatau penurunan berat badan yang cepat
tidak terjadi, pengukuran biokimis dalam
batas normal (albumin, kadarelektrolit), pemeriksaan laboratorium klinis dalam batasnormal, pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia. Intervensi: a. Kaji status nutrisi seperti
perubahan berat badan, pengukuran antro
pometrik, nilai laboratorium (elektrolit, serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan kadarbesi). Rasional : menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. b. Kajipola diet dan nutrisi pasien seperti riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori. Rasional : pola diet sekarang dan dahulu dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu. c. Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti Anoreksia, mual, muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, kurang memahami diet Rasional :
menyediakan informasi mengenai faktor
lain yang dapat
diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet. d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet. Rasional : mendorong peningkatan masukan diet e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, produk susu, daging. Rasional : protein
lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pen yembuhan. 21
f. Anjurkan camilan tinggi kalori,rendah protein, rendah natrium, diantara waktu makan. Rasional :
mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan. g. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan Rasional : ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang. h. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubunganya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin. Rasional : meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal. i.
Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjurkan untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium. Rasional : daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.
j.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan. Rasional : faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia dihilangkan.
k. Kaji
bukti
adanya
masukan
protein
yang
tidak
adekuat
seperti
pembentukan edema, penyembuhan yang lambat, penurunan kadar albumin. Rasional
: masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan
penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan. 7. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan keletihan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisisdi tandai dengan kelemahan otot, penurunan rentang gerak. Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
22
Kriteriahasil : Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan, melaporkan peningkatan rasa sejahtera, melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian, berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih Intervensi : a. Kaji faktor yang menyebabkan keletihan sepertianemia, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, dan depresi. Rasional : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi. Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri. c. Anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat. Rasional : Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat d. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis. Rasional :
Dianjurkan setelah dialisis, bagi banyak pasien sangat
melelahkan.
8. Diagnosa :
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus dan
kulit kering sekunder terhadap uremia dan edema ditandai dengan kulit menghitam, gangguan turgor kulit. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit membaik. Kriteriahasil : mempertahankan kulit utuh, menurunkan perilaku/tekhnik untuk mencegah kerusakan/ cedera kulit. Intervensi : a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular.Perhatikan kemerahan, ekskoriasi. Observasi terhadap ekimosis, purpura. Rasional : menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi. b. Pantau masukan cairan dan hidrasikulit dan membran mukosa.
23
Rasional : mendeteksi adanya
dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler. c. Inspeksi area tergantung terhadap edema Rasional : jaringan edema lebih cenderung robek/ rusak d. Ubah posisi dengan
sering : gerakan pasien dengan perlahan : beri
bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku/ tumit. Rasional : menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas / pembentukan edema. e. Berikan perawatan kulit : batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim (mis.lanolin). Rasional : soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan dari pada sabun. Losion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit. f. Pertahankan linen kering, bebas keriput. Rasional : menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit. g. Selidiki keluhan gatal. Rasional:meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenaan denga nuremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute eksresi untuk produksisa. Misalkristal fosfat (berkenaan dengan hiper paratiroidisme pada penyakit tahap akhir). h. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan (daripada garukan) pada areapruritus. Pertahankan kuku pendek:berikan sarung tangan selama tidur bil a diperlukan. Rasional : menghilangkan ketidak nyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal. i.
Berikan matras busa. Rasional
:
menurunkan
tekanan
lama pada jaringan yang dapat
membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/ nekrosis.
24
9. Diagnosa : gangguan konsep harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh dan perubahan penampilan. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat memperbaiki konsep diri. KriteriaHasil : klien tidak merasa minder dan malu Intervensi : a. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan. Rasional :menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga b. Kaji hubungan antarapasien dengan anggota keluarga terdekat Rasional : penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi. c. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga Rasional : pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakit dan penanganan. d. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan penanganan seperti perubahan peran, perubahan gaya hidup, perubahan dalam pekerjaan, perubahan seksual, ketergantungan pada tim tenaga kesehatan. Rasional : pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah- langkah yang diperlukan untuk menghadapinya. e. Gali cara alternative untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual Rasional : bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima. f. Diskusikan peran member dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraan Rasional : seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu tergantung
pada tahap maturasinya
25
DAFTAR PUSTAKA
Barader Mary. 2008. Kl ien Gangguan Gi nj al . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Doengoes Marylin et all. 1999. Rencana Asuh an Keper awatan Ed. 3 . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mutaqin Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan . Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Nursalam. 2006. Sistem Perkemi han . Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Ed. 6 . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Bu ku A jar Keper awatan M edik al Bedah . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
26