A. Definisi Hidrokel adalah sesuatu yang tidak nyeri bila ditekan, massa berisi cairan yang
dihasilkan
dari
gangguan
drainase
limfatik
dari
skrotum
dan
pembengkakan tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Lewis, 2014; p. 1324). Hidrokel
adalah
penyebab
umum
dari
pembengkakan
skrotum
dan
disebabkan oleh ruang paten di tunika vaginalis. Hidrokel terjadi ketika ada akumulasi abnormal cairan serosa antara lapisan parietal dan visceral dari tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Parks & Leung, 2013; p.1). Hidrokel adalah pelebaran kantong buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar (Kemenkes RI, 2013; h. 78-9). Hidrokel adalah penumpukan cairan berlebihan di antara cairan lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis, yang dalam keadaan normal cairan ini berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya (Purnomo, 2010; h.19).
B. Etiologi 1. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis (Hernia Komunikan) 2. Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. hidrokel. 3. Pada orang dewasa, dewasa, hidrokel hidrokel dapat terjadi secara idiopatik idiopatik (primer) dan dan sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis, Penyumbatan cairan atau darah di dalam korda spermatika. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus. Kadang hidrokel berhubungan dengan hernia inguinalis. Jika jumlah cairan
yang
terkumpul
berubah-ubah,
penyebabnya adalah hernia inguinalis.
maka
kemungkinan
besar
C. Manifestasi Klinis Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan yang tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakanakan sedikit membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan banyak terlihat skrotum membesar dan agak tegang. Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadangkadang sulit melakukan pemeriksaan
D. Patofisiologi Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun ketidaksempurnaan dari prosessus vaginalis tersebut menyebabkan tidak menutupnya rongga peritoneumm dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar. Cairan yanng seharusnya seimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan yang terusmenerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh
darah
yang
ada
di
daerah
sekitar
testis
tersebut.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Transiluminasi Merupakan
langkah
diagnostik
yang
paling
penting
sekiranya
menemukan massa skrotum. Dilakukan di dalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum (ADAM, 2013) Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi
sinar.
Trasmisi
cahaya
sebagai
bayangan
merah
menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel. 2. Ultrasonografi Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya t umor.
G. Penatalaksanaan Medis 1. Penatalaksanaan Pre operasi hidrokel Hidrokel dapat sembuh dengan sendirinya karena penutupan spontan dari PPV ( patent processus vaginalis) sesaat setelah lahir. Residu pada hidrokel nonkomunikan tidak bertambah maupun berkurang dalam volume, dan tidak terdapat tanda silk glove. Cairan pada hidrokel biasanya terserap kembali ke dalam tubuh sebelum bayi berumur 1 tahun. Hydrocelectomy adalah operasi untuk memperbaiki pembengkakan skrotum yang terjadi ketika seseorang memiliki hidrokel. Indikasi dilakukan pembedahan pada hidrokel : menjadi terlalu besar, pembesaran volume cairan hidrokel yang dapat menekan pembuluh darah, terinfeksi dan gagal untuk hilang pada umur 1 tahun. Sebelum Prosedur anak akan diminta untuk berhenti makan dan minum setidaknya 6 jam sebelum prosedur pembedahan (ADAM, 2013; p. 1). 2. Penatalaksanaan post operasi a. Pemulihan dari operasi hidrokel umumnya tidak rumit. Untuk kontrol rasa nyeri, pada bayi digunakan ibuprofen 10 mg/kgBB setiap 6 jam dan asetaminofen 15 mg/kgBB setiap 6 jam, hindari narkotik karena beresiko apnea (Van Veen, dkk, 2007 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012).
b. Untuk anak yang lebih tua diberikan asetaminofen dengan kodein (1 mg/kgBB kodein) setiap 4-6 jam. Untuk dua minggu setelah operasi, posisi straddle harus dihindari untuk mencegah pergeseran dari testis yang mobile keluar dari skrotum dan menyebabkan cryptorchidism sekunder. Pada anak dalam masa berjalan, aktifitas harus dibatasi sebisa mungkin selama satu bulan. Pada anak dalam masa sekolah, aktivitas peregangan dan olahraga aktif harus dibatasi selama 4-6 minggu (Van Veen, dkk, 2007 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012). c. Oleh karena sebagian besar operasi hidrokel dilakukan dengan basis rawat jalan, pasien dapat kembali bersekolah segera saat sudah terasa cukup nyaman (biasanya 1-3 hari setelah operasi) ( Mahayani dan Darmajaya, 2012).
H. Pengkajian Keperawatan 1. Anamnese Berkaitan dengan lamanya pembengkakan skrotum dan apakah ukuran pembengkakan itu bervariasi baik waktu istirahat maupun dalam keadaan emosional (menangis, ketakutan). 2. Pemeriksaan Fisik Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi berdiri tonjolan tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat resolusi pada tonjolan (dapat mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau hernia. Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan tekanan intarabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan menyuruh pasien meniup balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada abdomen (palpasi dalam) atau dengan menahan kedua tangan bayi diatas kepalanya sehingga bayi akan memberontak sehingga akan menimbulkan tonjolan. Hidrokel dapat dibedakan dengan hernia melalui beberapa cara : a. Pada pemeriksaan fisik dengan transiluminasi hidrokel berwarna merah terang, dan hernia gelap
b. Hidrokel pada saat diinspeksi terdapat benjolan yang hanya di skrotum c. Auskultasi pada hidrokel tidak ada bising usus, pada hernia ada bising usus d. Pada saat dipalpasi hidrokel teraba seperti kistik, tetapi pada hernia teraba kenyal e. Hidrokel tidak dapat didorong, hernia dapat didorong. f.
Lakukan transiluminasi test Transiluminasi adalah sorotan dari sebuah lampu secara terus menerus pada area tubuh atau organ untuk memeriksa adanya kelainan. Sediakan lampu kamar yang redup atau dimatikan sehingga area tubuh dapat dilihat lebih jelas, ambil senter, pegang skrotum, sorot dari bawah, bila sinar merata atau menyala pada bagian skrotum, maka isinya cairan
g. Kaji setelah pembedahan berupa infeksi, perdarahan, disuria dan drainase.
I.
Diagnosa Keperawatan 1. Pre operasi a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d pembengkakan skrotum b. Resiko kerusakan integritas kulit c. Perubaan body image : citra tubuh b.d perubahan bentuk skrotum. d. Ansietas pada orangtua b.d kondisi anaknya dan kurang pengetahuan merawat anak. 2. Post operasi a. Resiko infeksi b. Defisit pengetahuan b.d kondisi anak : prosedur pembedahan, perawatan post op, program pentalaksanaan. c. Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit jaringan, trauma pembedahan.
J. Intervensi Keperawatan No 1
Diagnosa Keperawatan Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d pembengkakan skrotum
Tujuan
Intervensi
Diharapkan setelah 1. dilakukan intervensi, rasa tidak nyaman berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil : 1. Pembengkakan skrotum 2. berkurang 2. Klien merasa nyaman, nyeri klien berkurang bahkan hilang 3. Skala nyeri 0-3 3.
4.
5.
6.
2
Perubahan body image : citra tubuh b.d perubahan bentuk skrotum.
Diharapkan setelah 1. dilakuakan intervensi, klien tidak merasa bahwa penyakitnya adalah suatu penderitaan, dan pada bayi, orangtua harus memahami bahwa penyakit ini dapat disembuhkan, dengan 2. criteria hasil : Keluarga sabar menghadapi kondisi anaknya.
3.
Kaji skala, karakteristik dan lokasi nyeri yang dialami klien sesuai dengan PQRST. Catat petunjuk nnonverbal seperti gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-hati saat beraktifitas dan meringis. Ajarkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman atau tekhnik relaksasi misalnya duduk dengan kaki agak dibuka dan nafas dalam. Berikan tindakan nyaman massage punggung, mengubah posisi dan aktifitas senggang. Observasi dan catat pembesaran skrotum ( bila perlu ukur tiap hari ), cek adanya keluhan nyeri. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan, dan ansietas seubungan dengan situasi saat ini. Perhatikan perilaku menarik diri pada keluarga, tidak efektif menggunakan pengingkaran atau perilaku yang mengindikasikan terlalu mempermasalahkan tubuh dan fungsinya. Tentukan tahap berduka. Perhatikan tanda depresi berat
4. 5.
6.
3
Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit jaringan, trauma pembedahan.
Diharapkan setelah diberikan 1. terapi, nyeri klien berkurang bahkan hilang dengan criteria hasil skala nyeri 0-3 2. dan kllien tidak menangis serta gelisah. 3.
4. 5. 6. 4
Defisiensi pengetahuan b.d kondisi anak : prosedur pembedahan, perawatan post op, program pentalaksanaan.
Setelah dilakukan tindakan 1. keperawatan selama 1 jam diharapkan keluarga dan pasien mengetahui pengobatan yang tepat 2. dengan kriteria hasil: Keluarga mampu menjelaskan lagi tentang pengobatan dan 3. penatalaksanaan pada klien epilepsi dengan menggunakan bahasanya sendiri.
/lama. Akui kenormalan perasaan. Anjurkan orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal dan bukan sebagai orang cacat. Yakinkan keluarga bahwa penyakit ini dapat disembuhkan dan tetap sabar menghadapi kondisi anaknya. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler. Dorong ambulasi dini. Berikan aktivitas hiburan. Berikan analgetik sesuai indikasi. Jelaskan pada keluarga tentang olahraga yang dapat dilakukan. Jelaskan pada keluarga tentang efek samping penggunaan obat-obatan. Observasi pengetahuan keluarga tentang penjelasan yang diberikan oleh petugas
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. Hydrocele. 9 Oktober 2012 [Diakses tanggal 30 Desember 2016]. Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2 , Jakarta: EGC Kowalak J P, Welsh W, Mayer B. Buku ajar patofisiologi . Jakarta : EGC; 2011. h. 574-5; 578-9. Lewis S L, Dirksen S R, Heitkemper M M, Bucher L. Medical-surgical nursing : assessment and management of clinical problems Ninth edition . Canada : Elsevier Mosby; 2014. p. 1324. NANDA, 2015-2017, Nursing Diagnosis: Definition & Classification 2015-2017 , Philadelphia, North American Nursing Diagnosis Association Nurarif A H, Kusuma H. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC jilid 1. Yogyakarta : Mediaction Publishing; 2013. h. 323-4; 345-6. Parks K, Leung L. Recurrent hydrocele. Januari – Maret 2013. [Diakses tanggal 30 Desember 2016]. Didapat dari : http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc Smeljer,s.c Bare, B.G. 2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Soeparman dkk. 2007 Ilmu Penyakit Dalam, Ed 2. Penerbit FKUI: Jakarta