LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Bakteriuria bermakna adalah bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknnya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik ( Agus Agus Tessy, 2001). 2001).
Infeksi saluran kemih adalah ditemukannya bakteri pada urine di ka ndung kemih yang umumnya steril (Arif mansjoer, 2001).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih, terutama masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme (Carwin, 2001 ).
B. KLASIFIKASI Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain: 1. Kandung kemih (sistitis) 2. Uretra (uretritis) 3. Prostat (prostatitis) 4. Ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK), berdasarkan regionya dibedakan menjadi:
1. Infeksi Saluran Kemih Bawah a. Perempuan : sistitis, infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna sindrom uretra akut, presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril) b. Laki-laki sistitis, prostatitis, epidimidis dan uretritis.
2. Infeksi Saluran Kemih Atas a. Pielonefritis Akut ( PNA) adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Dapat terjadi melalui infeksi hematogen. b. Pielonefritis
Kronis
(PNK),
akibat
lanjut
dari
infeksi
bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain atau refluks vesikoureter (Arif mansjoer, 2001).
C. ETIOLOGI Sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi jamur dan virus juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering adalah yang disebabkan E.coli, organisme yanag sering ditemukan di daerah anus.ISK sering terjadi pada wanita. Penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih, kecenderungan untuk menahan urin, iritasi kulit lubang uretra pada wanita sewaktu berhubungan kelamin.
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple) b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain. Smeltzer , Suzann e C. (2001)
D. PATOFISIOLOGI Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu: 1. Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki -laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. 2. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal. Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah
penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain. Pri ce, Sylvi a An drson. (2005)
a. PATHWAY
F.Predisposisi
Imunitas
F.Presipitasi
bakteri:E.Colli,
kehamilan
obstruksi kandung kemih
diabetes Klebsielle, streptococcus
(batu uretra)
Kadar esterogen
mengalami penekanan
urine
mengandung Tubuh rentan
memasuki saluran
Terinfeksi bakteri
pd vesika urinaria
urin yg keluar hanya sedikit
glukosa
kemih bawah vasodilatasi P. Darah
obstruksi sal.kemih
sebagian tertampung
pada uretra Permeabilitas kapiler
bakteri yg ada di
sal.kemih dgn mudah
sering menahan urine
dpt
berkembangbiak Bakteri berkembang biak
Bakteri dapat Perpindahan protein
perkembangbiakan
berkembangbiak
menimbulkan Plasma ke interstitial
bakteri
peradangan Infeksi
Konsentrasi protein Plasma dlm filrasi glomerulus tinggi
Tekanan onkotik plasma
ISK bawah (uretritis, sistitis)
Bakteri terus naik dan menginfeksi Saluran kemih bagian atas
Glomerulonefritis, pielonefritis
stress tubuh
Terjadi reaksi inflamasi
pengeluaran hormon Stress katekolamin
Reaksi antigen-antibody Asam lambung Pelepasan mediator inflamasi Mual-muntah Endogen-pirogen
Pengaktifan prostaglandin
histamin
kalekrein
vasodilatasi P.darah
merangsang pusat Sensori nyeri
Perangsangan pusat Thermostat di hipotalamus
aliran darah P.renal
Tekanan onkotik plasma
ISK bawah (uretritis, sistitis)
Bakteri terus naik dan menginfeksi Saluran kemih bagian atas
Glomerulonefritis, pielonefritis
stress tubuh
Terjadi reaksi inflamasi
pengeluaran hormon Stress katekolamin
Reaksi antigen-antibody Asam lambung Pelepasan mediator inflamasi Mual-muntah Endogen-pirogen
histamin
Pengaktifan prostaglandin
kalekrein
vasodilatasi P.darah
merangsang pusat Sensori nyeri
Perangsangan pusat
aliran darah P.renal
Thermostat di hipotalamus
Thermostat tubuh
volume darah aa.afferen
nyeri akibat peradangan Parenkim ginjal
Suhu tubuh
suplai darah filtrasi
Tg: Panas(demam)
nyeri menyebar ke pinggang GFR
tg: nyeri pinggang
Dx: Hipertermi Dx: Nyeri Akut
Gangguan dlm
laju filtrasi > kecepatan
Pemekatan kemih
reabsorpsi
Defisiensi reabsorpsi
Transport cairan ke sel
reabsorpsi
+
K
dan
lainnya Urine encer
elektrolit dan air Hanya sedikit dapat
dehidrasi sel-sel tubuh
kontraktilitas
otot polos Volume
diserap
& Dx: kekurangan volume cairan
Frekuensi berkemih Dan banyak Tg: Poliuria Dx: gangguan eliminasi urine
cairan banyak dlm lumen
peristaltik
Tg: anoreksia, mual-muntah Dx: ketidakseimbangan nutrisi < kebutuhan
ion
Thermostat tubuh
volume darah aa.afferen
nyeri akibat peradangan Parenkim ginjal
Suhu tubuh
suplai darah filtrasi
Tg: Panas(demam)
nyeri menyebar ke pinggang GFR
tg: nyeri pinggang
Dx: Hipertermi Dx: Nyeri Akut
Gangguan dlm
laju filtrasi > kecepatan
Pemekatan kemih
reabsorpsi
Defisiensi reabsorpsi
Transport cairan ke sel
reabsorpsi
+
K
dan
ion
lainnya Urine encer
elektrolit dan air Hanya sedikit dapat
dehidrasi sel-sel tubuh
kontraktilitas
otot polos Volume
diserap
& Dx: kekurangan volume cairan
Frekuensi berkemih Dan banyak
cairan banyak dlm lumen
peristaltik
Tg: anoreksia, mual-muntah Dx: ketidakseimbangan nutrisi < kebutuhan
Tg: Poliuria Dx: gangguan eliminasi urine
Sumber :Pr ice, Sylvia An drson. (2005)
Sumber :Pr ice, Sylvia An drson. (2005)
E. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah : 1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih 2. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis 3. Hematuria 4. Nyeri punggung dapat terjadi Tanda dan gejala ISK bagian atas : 1. Demam 2. Menggigil 3. Nyeri panggul dan pinggang 4. Nyeri ketika berkemih 5. Malaise 6. Pusing 7. Mual dan muntah Sudoyo, dkk . (2006).
F. Pemeriksaan Diagnostik
E. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah : 1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih 2. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis 3. Hematuria 4. Nyeri punggung dapat terjadi Tanda dan gejala ISK bagian atas : 1. Demam 2. Menggigil 3. Nyeri panggul dan pinggang 4. Nyeri ketika berkemih 5. Malaise 6. Pusing 7. Mual dan muntah Sudoyo, dkk . (2006).
F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
Mikroskopis
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik 4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi. 5. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka pasien
mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes-tes tambahan : Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
Sudoyo, dkk . (2006).
G. PENATALAKSANAAN Tatalaksana umum : atasi demam, muntah, dehidrasi dan lain-lain. Pasien dilanjutkan banyak minum dan jangan membiasakan menahan kencing untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin (pyriduin) 7-10 mg/kg BB hari. Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan. Tatalaksana khusus ditujukan terhadap 3 hal, yaitu pengobatan infeksi akut, pengobatan dan pencegahan infeksi berulang serta deteksi dan koreksi bedah terhadap kelamin anatamis saluran kemih. 1. Pengobatan infeksi akut : pada keadaan berat/demam tinggi dan keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Obat pilihan pertama adalah ampisilin, katrimoksazol, sulfisoksazol asam nalidiksat, nitrofurantoin dan sefaleksin. Sebagai pilihan kedua adalah
aminoshikosida
(gentamisin,
amikasin,
dan
lain-lain),
sefatoksin,
karbenisilin, doksisiklin dan lain-lain, Tx diberikan selama 7 hari. 2. Pengobatan dan penegahan infeksi berulang : 30-50% akan mengalami infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Maka, perlu dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan ada fase akut. Bila relaps/infeksi terjadi lebih dari 2 kali, pengobatan dilanjutkan dengan terapi profiloksis menggunakan obat antiseptis saluran kemih yaitu nitrofurantorin, kotrimoksazol, sefaleksi atau
asam mandelamin. Umumnya diberikan ¼ dosis normal, satu kali sehari pada malam hari selama 3 bulan. Bisa ISK disertai dengan kalainan anatomis, pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan Tx profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila perlu sampai 2 tahun. 3. Koreksi bedah : bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari stadium. Refluks stadium I sampai III bisanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi pada stadium IV dan V perlu dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih (ureteruneosistostomi). Pada pionefrosis atau pielonefritis atsopik kronik, nefrektami kadang-kadang perlu dilakukan (M ansjoer, Ar if . 2000)
H. PENCEGAHAN
a. Jaga kebersihan b. Sering ganti celana dalam c. Banyak minum air putih d. Tidak sering menahan kencing e. Setia pada satu pasangan dalam melakukan hubungan ( M ansjoer, A r if . 2000 )
b. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi urethra, kandung kemih dan struktur
traktus urinarius lainnya 2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih, urgency dan
Hesistancy 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan nokturia 4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi 5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia 6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan evaporasi berlebihan dan Muntah 7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, mekanisme coping tidak efektif 8. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d adanya factor resiko nosocomial 9. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. (D oenges, M ari l yn E. ( 2001))
3. Intevensi Keperawatan a. Nyeri Rencana keperawatan
Intervensi NIC : Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi reaksi nonverbal dari ▪ Observasi ketidaknyamanan ▪ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan lingkungan yang dapat ▪ Kontrol mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan ▪ Kurangi faktor presipitasi nyeri ▪ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi tentang teknik non ▪ Ajarkan farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin analgetik untuk ▪ Berikan mengurangi nyeri: ……... ▪ Tingkatkan istirahat informasi tentang nyeri ▪ Berikan seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur vital sign sebelum dan ▪ Monitor sesudah pemberian analgesik pertama kali ▪
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC :
Pain Level, ❖ ❖ pain control, comfort level ❖ Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: mengontrol nyeri ● Mampu (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) bahwa nyeri ● Melaporkan berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri mengenali nyeri ● Mampu (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) rasa nyaman ● Menyatakan setelah nyeri berkurang vital dalam rentang ● Tanda normal ● Tidak mengalami gangguan tidur
Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan
DS: - Laporan secara verbal DO: - Posisi untuk menahan nyeri - Tingkah laku berhati-hati - Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) - Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) - Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) - Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) - Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) - Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) - Perubahan dalam nafsu makan dan minum
b. Retensi urin Rencana keperawatan
Intervensi
Tujuan dan Kriteria Hasil
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
NIC : Urinary Retention Care - Monitor intake dan output - Monitor penggunaan obat antikolinergik derajat distensi - Monitor bladder - Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat output urine privacy untuk - Sediakan eliminasi reflek bladder - Stimulasi dengan kompres dingin pada abdomen. - Kateterisaai jika perlu - Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan bau dan konsistensi urine)
NOC: ❖ Urinary elimination ❖ Urinary Contiunence Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. retensi urin pasien teratasi dengan kriteria hasil: ❖ Kandung kemih kosong secarapenuh ❖ Tidak ada residu urine >100-200 cc ❖ Intake cairan dalam rentang normal ❖ Bebas dari ISK ❖ Tidak ada spasme bladder ❖ Balance cairan seimbang
Retensi urin berhubungan dengan: Tekanan uretra tinggi,blockage, hambatan reflek, spingter kuat DS: - Disuria - Bladder terasa penuh DO : - Distensi bladder - Terdapat urine residu - Inkontinensia tipe luapan - Urin output sedikit/tidak ada
c. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih, urgensi dan hesitancy Tujuan
: Pola eliminasi urine membaik
KH
:
Pola eliminasi urine membaik ditandai dengan klien melaporkan berkurangnya frekuensi ( sering berkemih) urgensi dan hesistensi. Intervensi : 1. Kaji pola eliminasi klien Rasional: sebagai dasar dalammenentukan intervensi selanjutnya 2. Dorong pasien untuk minum sebanyak mungkin dan mengurangi minum pada sore Hari. Rasional :Untuk mendukung aliran darah renal dan untuk membilas bakteri dari
traktus urinarius. Cairan yang dapat mengiritasi
kandung kemih ( misalnya: kopi, teh,kola, alcohol) dihindari. Agar tidak terlalu sering bangun berkemih pada malam hari 3.
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-3 jam dan bila tiba- tiba dirasakan. Rasional : Karena hal ini secara signifikan menurunkan jumlah bakteri dalam urin, mengurangi status urin dan mencegah kekambuhan infeksi
4. Siapkan / dorongan dilakukan perawatan perineal setiap hari. Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi / peningkatan infeksi.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan nokturia
Tujuan
: Pola tidur membaik
KH
: Pola tidur membaik ditandai dengan klien melaporkan dapat tidur,
klien nampak segar Intervensi : 1. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi. Rasional : Mengkaji dan mengidentifikasi intervensi yang tepat. 2. Berikan tempat tidur yang nyaman. Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/psikologis. 3. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur misalnya, mandi hangat dan masase,segelas susu hangat Rasional : Meningkatkan efek relaksasi.catatan ; susu mempunyai kualitas
sopofik,
menigkatkan sintesis
serotonin,
neutransmitter yang membantu pasien dan tidur lebih lama. 4. Kurangi kebisingan dan lampu. Rasional : Memberikan situasi kondusif untuk tidur. 5. Instruksikan tindakan relaksasi. Rasional : Membantu mengiduksi tidur 6. Kolaborasi pemberian obat · Analgetik Rasional: Untuk mengontrol nyeri · Sedatif Rasional : Untuk membantu klien tidur
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Cet.1. Jakarta : Media Aesculapius
Price, Sylvia Andrson. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
Carwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi.EGC.Jakarta
Sudoyo, dkk. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbit IPD. Edisi 3. Jillid 1.
FKUI. Jakarta.